Anda di halaman 1dari 3

www.IESR-Indonesia.

org

BERLAKU BAGI PELANGGAN BERDAYA DI ATAS 6.600 VA, DPR Usulkan


Kenaikan TDL 20%
Thursday, 10 September 2009

BERLAKU BAGI PELANGGAN BERDAYA DI ATAS 6.600 VA, DPR Usulkan Kenaikan TDL 20%

04/09/2009 21:12:37 WIB

Oleh Alexander Yopi

JAKARTA, INVESTOR DAILY

Panitia Anggaran DPR mengusulkan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) sebesar 20% pada 2010 untuk pelanggan
berkapasitas di atas 6.600 voltampere (VA). Sementara itu, tarif listrik bagi pelanggan di bawah 6.600 VA masih dalam
pembahasan.

“Hitungan kita kenaikan TDL sementara sekitar 20%, tapi bisa saja Presiden menghendaki hitungannya tidak
20%, mungkin maunya 10%,” ujar Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR Suharso Monoarfa usai rapat kerja Panitia
Anggaran DPR dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Kamis (3/9).

Suharso mengungkapkan, peningkatan TDL tersebut dilakukan untuk memperbaiki struktur keuangan PT Perusahaan
Listrik Negara (PLN) agar bisa meningkatkan investasinya. Dengan TDL yang mencapai tingkat keekonomian,
diharapkan PLN bisa mendapat kepercayaan dari perbankan untuk memperoleh pinjaman.

Menkeu Sri Mulyani mengatakan, pemerintah akan sangat berhati-hati dalam menetapkan kenaikan TDL. Penetapan
TDL tersebut akan memperhatikan kondisi masyarakat yang baru pulih dari dampak negatif krisis global, terutama daya
beli dan kesejahteraan masyarakat, pertumbuhan perekonomian, tanpa mengabaikan kesehatan keuangan PLN.
“Dari tiga pertimbangan tersebut, pemerintah akan mengkaji opsi kenaikan TDL yang paling tepat,”
katanya.

Sebelumnya diberitakan, pemerintah tengah menyiapkan skenario kenaikan TDL sebesar 10% yang mulai berlaku pada
2010. Usulan kenaikan tarif listrik itu mempertimbangkan margin PLN pada tahun depan sama dengan tahun ini, yaitu
5%. (Investor Daily, 3/9).

Sekretaris Kementerian Negara BUMN Muhammad Said Didu mengatakan, pengguna listrik berdaya di atas 900 VA
tidak lagi mendapat subsidi listrik. Untuk menyehatkan kondisi keuangan PLN, lanjut dia, ada tiga pendekatan yang
dilakukan, yaitu dengan margin, pengalihan subsidi (carry over) subsidi 2009, dan penyesuaian TDL.

“TDL harus dinaikkan. Tidak pantas orang kaya terus menerus disubsidi, nanti ada tarif keekonomian untuk
pengguna di bawah 900 VA,” katanya.

Wakil Dirut PLN Rudiantara ketika dihubungi secara terpisah mengatakan, pihaknya saat ini menghitung dampak
penetapan margin 5% terhadap prospek keuangan dan rencana investasi PLN tahun depan.

Menurut dia, margin 5% itu tidak lain adalah tambahan pendapatan pada pendapatan sebelum pajak, depresiasi dan
amortisasi (earnning before interest taxes, depreciation, and ammortization/ EBITDA) PLN. EBITDA itu diperlukan untuk
http://www.iesr-indonesia.org Powered by SaegungWeb Generated: 14 March, 2010, 08:58
www.IESR-Indonesia.org

menjaga persyaratan minimum keuangan perseroan (debt covenant) untuk menjamin berbagai pinjaman, baik melalui
penjualan obligasi maupun pinjaman pada lembaga keuangan tertentu. “Selain itu, margin tersebut dibutuhkan
untuk meningkatkan kemampuan pinjam PLN,” ujarnya kepada Investor Daily di Jakarta, kemarin.

Rudiantara menambahkan, margin 5% itu memang mampu menjaga persyaratan minimum pinjaman PLN. Namun, PLN
dipastikan akan kesulitan dalam melakukan investasi kelistrikan tahun depan. Pasalnya, alokasi APBN untuk investasi
tahun depan diperkirakan Rp 2-3 triliun, dari pinjaman terusan (subsidiary loan agreement/SLA) sekitar Rp 11 triliun, dan
diproyeksikan Rp 7 triliun untuk tahun berikutnya.

“Dana tersebut tidak cukup untuk investasi PLN, sehingga perseroan tersebut mesti mencari pinjaman dari pasar
uang. Kalau kemampuan pinjaman PLN dibatasi, PLN tidak akan punya dana untuk investasi,” katanya.

Dirut PLN Fahmi Mochtar sebelumnya mengatakan, margin 5% memang menyelamatkan PLN dari gagal bayar
(technical default). PLN tidak bisa memperolah pinjaman lagi pada tahun depan untuk kebutuhan investasi.

Padahal, PLN membutuhkan dana untuk investasi kelistrikan proyek 10 ribu MW tahap kedua dan pembangunan
jaringan transmisi sekitar Rp 80-90 triliun dari tahun ini hingga 2015. Ketidakmampuan memperoleh pinjaman itu
menyebabkan investasi kelistrikan tahun depan akan mandek.

TDL Tidak Berpengaruh

Rudiantara mengatakan, wacana penyesuaian TDL itu tidak akan berpengaruh terhadap kinerja keuangan, investasi,
dan pelayanan listrik untuk masyarakat selama penyesuaian itu masih di bawah biaya pokok penyediaan (BPP) listrik.
Kenaikan TDL di bawah ongkos produksi listrik PLN hanya akan mengurangi porsi subsidi pemerintah, tetapi tidak akan
memberi nilai tambah pada kesehatan dan kredibilitas keuangan PLN untuk melakukan pinjaman.

“Hanya ada dua opsi supaya PLN bisa melakukan investasi, yakni memperbesar alokasi APBN atau melakukan
pinjaman. Tetapi, kalau alokasi APBN dan kemampuan pinjam PLN dibatasi, PLN tidak akan bisa melakukan
investasi,” katanya.

Direktur Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa mengatakan, pemerintah mesti mengambil langkah berani
untuk menaikkan TDL yang merefleksikan biaya produksi listrik, atau sesuai dengan harga keekonomian tahun depan.
Kenaikan TDL itu dilakukan secara selektif agar tidak membebankan masyarakat. Pelanggan bisnis, industri, dan rumah
tangga dengan sambungan listrik skala besar sudah tidak layak disubsidi.

“TDL untuk pelanggan tersebut mesti disesuaikan setaraf dengan biaya produksi listrik, atau sesuai dengan harga
keekonomian,” katanya.

Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen ESDM Jacobus Purwono meminta PLN mengkaji berbagai opsi,
termasuk kenaikan TDL sebagai antisipasi terhadap kinerja keuangan, investasi, dan pelayanan listrik kepada
masyarakat menyusul margin perseroan tersebut ditetapkan 5% untuk tahun depan.

“Kami akan meminta PLN mengkaji berbagai kemungkinan yang bisa dilakukan, termasuk kenaikan TDL untuk
http://www.iesr-indonesia.org Powered by SaegungWeb Generated: 14 March, 2010, 08:58
www.IESR-Indonesia.org

menyikapi keputusan margin 5% tahun depan,” ujar Purwono. (c131/c136/teh)

http://www.iesr-indonesia.org Powered by SaegungWeb Generated: 14 March, 2010, 08:58

Anda mungkin juga menyukai