Penelitian Komunikasi
Pengantar
Pendahuluan
fenomena ataupun realitas sosial. Manusia adalah mahkluk aktor yang kreatif dari
1
Penulis adalah Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Bung Karno, dan sakarang tercatat sebagai
mahasiswa Pasca Sarjana Unpad
Kehidupan sosial pada dasarnya adalah “interaksi manusia dengan
penafsiran atas simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam
interaksi social2.
realitas sosial yang berkembang dan penciptaan kembali realitas sosial oleh
manusia. Proses ini oleh Berger3 di jelaskan bahwa manusia adalah pencipta
Dengan kemampuan berpikir dialektis, terdapat tesa, antitesa, dan sintesa, sehingga
produk masyarakat.
memodifikasi atau mengubah makna dan simbol yang mereka gunakan dalam
2
Dede Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif, Rosda Karya, Bandung, 2008, h.71
3
Peter L. Berger & Thomas Luchkmann, The Social Construction Of Reality, NY: A Double Day
Anchor Book, 1967, h:14
4
Geoerge Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi, Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2008, h.392.
5
Richard West & Lynn H. Turner, Teori Komunikasi, Analisis Dan Aplikasi, Salemba Humanika,
Jakarta, 2009, h. 16.
adanya pemahaman yang aktif. Maksudnya, agar komunikasi dapat berlangsung,
Sedangkan, John Fiske, melihat komunikasi tidak sekedar proses yang linear
pesan-pesan dalam bentuk tanda, konsekeunsi dari itu komunikan terdorong untuk
menciptakan makna terkait dengan makna yang dibuat komunikator. Makin banyak
sistem tanda, kode dan makna yang digunakan, maka makin dekatlah “pemahaman
memberi ruang bagaimana konstruksi pesan itu dilakukan, yaitu dengan pemahaman
dan penafsiran.
Hermeneutika
hermeneutika adalah kata-kata yang kita ucapkan adalah simbol dari pengalaman
mental kita, dan kata-kata yang kita tulis adalah simbol dari kata-kata yang kita
ucapkan itu.
6
John Fiske, Cultural And Comunication Studies , Jalasutera, Yogyakarta, 2008, h.60
Dalam mitologis Yunani dikenal tokoh yang bernama Hermes, yaitu seorang
Hermes digambarkan sebagai seseorang yang mempunyai kaki bersayap, dan lebih
banyak di kenal dengan sebutan Mercurius, dalam bahasa Latin. Tugas Hermes
atau menyadur sebuah pesan ked ala bahsa yang dipergunakan oleh pendengarnya.
Sejak saat ituy Hermes menjadi symbol seorang duta yaqng dibebani dengan
sebuah misi tertentu. Berhasil tidaknya misi itu sepenuhnya tergantung pada cara
bahasa, dan karena itu memahami manusia dapat dimulai dari bahasa. Hal ini
realitas yang dialami si penutur, sekaligus apa yang dipikirkan oleh penutur itu.
yang berarti “menafsirkan”. Maka, kata benda hermeneia secara harfiah dapat
hanya teks, Semua hal yang tidak lagi secara langsung terbilang pada hidup kini
harus ditafsirkan. Kesenian hukum, agama, filsafat dari masa lalu yang masih hadir
pada zaman masa sekarang, dan masih bicara harus di tafsirkan agar diperoleh
7
Poespoprodjo, Hermeneutika, Penerbit Pustaka Setia, Bandung, 2004, h.21
Gadamer menjelaskan bahwa memahami itu artinya memahami melalui
bahasa8.. Inilah yang merupakan peran penting bahasa dalam proses “memahami”.
adalah “kata-kata dan bahasa bukanlah pembungkus di dalam mana segala sesuatu
di simpan bagi keuntungan mereka yang menulis dan berbicara9. Dalam kata-kata
dan bahasalah segala sesuatu pertama-tama muncul dan ada. Penjelasan dari
Dengan demikian selain melacak bagaimana satu teks itu dimunculkan oleh
pengaranganya juga muatan apa yang masuk dan ingin dimasukan oleh pengarang
situasi dan kondisi saat teks tersebut di baca atau dipahami, sehingga sebagai
kontesktualisasi.
Sebagai Teori Eksegesis Bibel, (2) Hermeneutika Sebagai Metodologi Filologis, (3)
8
Sumaryono,Hermeneutika: Sebuah Metode Filsafat, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1999:27.
9
Little John & Karen A. Foss, Theories Of Human Comunication, Penerbit Salemba Humanika,
Jakarta, 2009, h.360
10
R. Palmer, Hermeneutika, Teori Baru Mengenai Interpretasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, h .3
Sistem Interpretasi. Kajian hermeneutika dalam tulisan ini termasuk dalam
Althauser yang berpijak pada asumsi bahwa bahasa adalah tempat saluran
fakta-fakta dunia sosial ini. Little John, menyatakan teori struktural memperlakukan
bahasa dan wacana sebagai suatu produk dan instrumen dari komunikator
yang di sampaikan dan fungsi-fungsi yang dipenuhi bagi mahkluk manusia dengan
berbicara.
ditentukan oleh realitas yang menjadi rujukannya, sehingga bersifat stabil dan tidak
bisa di rubah. Untuk itu dalam proses intrepretasi, setiap tanda bahasa memperoleh
dan system selalu hadir bersama, (2) struktur dan system bersifat abstrak dan
merupakan bangun (construct) yang adanya dalam kognisi manusia, bukan sesuatu
yang konkrit, dan (3) struktur dan system merupakan satuan yang tertutup dan
structural, tetapi berlanjut pada tradisi yang di sebut dengan post strukturalis.
11
Beney Hoed, Semiotika Dan Dinamika Sosial Budaya, FIB UI Depok, 2008, h.60
menyatakan tanda lingusitik bersifat manasuka, artinya kategori dan kaidah linguistik
Untuk itu makna yang kita berikan pada kata-kata tidak melekat pada kata-kata itu
Saussure, tanda (sign) terdiri atas dua sisi, bentuk (signifiant) dan isi (signifie), dan
seperti jaring ikan, yakni setiap tanda memiliki tempatnya sendiri pada masing-
masing mata jaring itu. Bila jaring itu ditebarkan , mata jaringnya tetap dalam posisi
semula dengan jarak juga tepat dari mata-mata jaring yang lain, sama seperti halnya
tanda yang jaraknya tetap dari tanda-tanda lain. Asumsi strukturalis bahwa
hubungan-hubungan khusus tanda itu terkait satu sama lain, setiap tanda memiliki
lokasi tertentu dalam jaring sehingga maknanya tetap. Sedang post strukturalis,
lain itu bisa berubah sesuai dengan konteks penggunaan tanda itu sendiri.
Untuk itu Saussure membedakan struktur bahasa dalam dua tataran bahasa,
yakni language dan parole. Language adalah struktur bahasa, yaitu jaringan tanda-
tanda yang memberi makna satu sama lain dan struktur ini sifatnya tetap dan tak
situasi, tanda yang benar-benar digunakan pemakai bahasa itu dalam situasi-situasi
tertentu.
12
Geoffey Leech, Prinsip-Prinsip Pragmatik, Universitas Indonesia, Jakarta, 1993, h.73.
13
Jorgensen dan Philips, Analisis Wacana, Teori Dan Metode, Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2007, h.16
bisa diciptakanya pernyataan-pernyataan khusus. Misalnya, kata “menangis” dalam
maka situasi seperti apa menangis itu berlangsung. Pengertian bisa berbeda apabila
struktural, seperti dinyatakan oleh Paul Ricouer14 yang berangkat dari seperangkat
yang bisa di selidiki secara ilmiah,. Kedua, strukturalisme membedakan antara sains
tentang keadaan di tingkat sistem (states of system) dan sains tentang perubahan
serta menempatkan yang kedua di bawah yang pertama. Ketiga, model pendekatan
kaum strukturalis mengasumsikan bahwa sistem dalam keadaan apa pun tidak
sehingga bahasa menjadi sebuah sistem tanda yang hanya ditentukan oleh
Ada banyak penulis terkemuka dalam penafsiran teks. Dalam penulian ini,
yaitu Paul Ricouer, Hans Georgh Gadamer, dan Stanley Fish. Little John dalam
14
Paul Ricouer, Hermeneutika Ilmu Sosial, Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2008, h.12
Paul Ricouer
Sebuah teks menurut Ricoeur adalah otonom atau berdiri sendiri tidak
tergantung pada maksud pengarang, pada situasi historis karya atau buku di mana
pada teks maka sifat hermeneutika itu sendiri berubah. Hermeneutika tidak
kepada makna obyektif dari teks, terlepas dari maksud subyektif pengarang
makna yang masih terselubung atau usaha membuka lipatan-lipatan dari tingkat
makna yang terkandung dalam lipatan-lipatan teks. Sedangkan teks sendiri adalah
sebuah diskursus yang dibakukan lewat tulisan. Melalui diskursus ini teks bukan
susunan tanda bahasa yang membentuk pengertian, tetapi diskursus yang berada
pada level semantik kalimat dan berbeda dari semiotika tanda. Hanya pada level
kalimat sebuah bahasa bisa merujuk pada sesuatu, sehingga semesta tanda yang
15
Sumaryoto, Op. Cit, 45,
Dalam penelitian untuk mendapatkan penjelasan dan pemahaman terhadap
bersifat empirs dan analitis yang memberi penjelasan bagi peristiwa-peristiwa dalam
struktural yang dilakukan terhadap suatu teks dengan tidak melihat hubungannya
pada dunia yang ada diluar teks. Sedangkan pemahaman atau “konteksualisasi”
merupakan analisis dengan melihat rujukan yang ada diluar teks yang disebut
16
Little John, Op. Cit, h. 366
17
Paul Ricouer, Op. Cit, h. 220-221
18
Beny Hoed, Op. Cit. h.:4,
yang ada di dalam kognisi di sebut object. Proses hubungan dari representamen ke
obyek di sebut semiosis. Dalam pemaknaan proses semiosis belum lengkap karena
kemudian ada satu proses lagi yang merupakan lanjutan yang di sebut interpretant.
Dengan demikian pemaknaan suatu tanda terjadi dalam bentuk proses semiosis dari
yang konkret ke dalam kognisi manusia yang hidup bermasyarakat, karena sifatnya
transformasikan dalam teks yang terdiri dari unit kalimat. Teks yang dipahami
Hermeneutika adalah adanya otonomi teks, konteks sosio cultural dan alamat aslinya
teks, maka antara teks, pengarang dan pengkaji harus dihubungkan dengan realitas
masyarakat yang kontemporer, jadi ketiga unsur tersebut harus bersinergi, meskipun
proses masuk kembali kedalam konteks). Otonomi teks sendiri menurut Ricour ada
tiga macam: intensi atau maksud pengarang, situasi kultural dan kondisi sosial
pengadaan teks, dan untuk siapa teks itu dimaksudkan. Atas dasar otonomi ini,
“melepaskan diri” dari cakrawala intensi yang terbatas dari pengarangnya. Teks ini
membuka diri dari kemungkinan dibaca secara luas, dimana pembacanya selalu
ditulis dalam kerangka waktu khusus dan historis dimana pengarangnya hidup dan
19
Ibid, h.357
menulisnya. Maka tidak di ragukan lagi kalau penulis mengungkapkan hal-hal
Kedua : Pemberian makna oleh simbol serta penggalian yang cermat atas
makna.
bahasa, yaitu semantik, reflektif serta eksistensial atau ontologis. Semantik adalah
Sebuah contoh dari interpretasi Riceur adalah studi oleh Barbara Warnic
21
tentang Gettysburg Address . Dalam penelitian teks, Warnic memberi kesimpulan
bahwa cerita tersebut menyamai naratif Kristen, yang sangat menarik bagi orang-
orang dalam masyarakat kita. Nilai-nilai lainya dari kebudayaan Amerika juga
merupakan bagian yang melampaui situasi sekarang, dan untuk alasan ini, teks itu
20
Sumaryono, Op.Cit, h. 111
21
Little John, Op. Cit, h. 36,
Hans Georg Gadamer
pada hal yang lebih spesifik, yakni proses penafsiran tekstual di dalam literatur dan
Berangkat dari konsep “matinya sang pengarang “ dari Umberto Eco, pada
pengarangnya. Sebab, arti sebuah teks tidak hanya terbatas pada pengarangnya
saja, akan tetapi terbuka bagi adanya penafsiran baru sesuai kreativitas penafsir.
Bahkan, baginya tidak ada jaminan bagi pengarang asli untuk menjadi penafsir ideal
atas karyanya. Pandangan ini mengindikasikan bahwa sebuah teks yang sudah
dituangkan dalam tulisan dan dilempar ke ruang public sepenuhnya menjadi milik
22
Hermeneutika Intensional di kemukakan oleh Hirsch, sebenarnya sama pengertian dengan analisa
structural.
hermeneutika intensionalisme, menyatakan, “Maksud apa yang diungkapkan dalam
ada pada fenomena/tindak itu sendiri. Tetapi, makna selalu bermakna bagi
seseorang sehingga bersifat relatif bagi penafsirnya. Untuk itu dalam teori ini tidak
pernah melibatkan satu unsur pun (agen dan niatnya), namun dua unsur yang harus
tindak dengan mereka yang berusaha memahami tindak itu - makna merupakan
Contoh dari teori ini, misalnya pernyataan Presiden SBY tentang X. Untuk
secara subyektif apa yang di nyatakan Presiden SBY. Dalam perspektif Gadamerian
interaksi dua subyek. Untuk itu dalam memaknai pernyataan Presiden SBY harus di
Teori ini seperti mirip dengan pendekatan interaksi simbolik yang menyatakan
bahasa dan makna diciptakan melalui interaksi. Maksud Gadamer adalah bahwa
bahasa itu sendiri mendasari semua pengalaman. Dunia dihadirkan melalui bahasa.
bahasa Inggeris, kajian sastra dan media. Sebagian besar karyannya berpusat
pada penafsiran tekstual dan pertanyaan tentang tata letak makna. Dalam teorinya
yang di kenal dengan –reader response theory- menjelaskan bahwa makna tidak
melekat dalam teks tetapi pada pembaca, atau lebih tepatnya masyarakat membaca.
di mana mereka dianggap tidak mengarah pada makna tetapi memiliki makna."25
pertama, bahwa sastra adalah seni performatif dan setiap membaca merupakan
memerankan drama, dll Sastra hanya ada bila membaca; makna sebuah peristiwa
(versus Kritis Baru konsep "afektif kesalahan "). Kedua, teks sastra tetap dan tidak
memiliki makna atau nilai akhir, tidak ada satu "benar" yang berarti. Makna dan nilai
sastra adalah "transaksi," "dialogis," diciptakan oleh interaksi pembaca dan teks.
Sebuah puisi adalah "apa kehidupan pembaca melalui di bawah bimbingan teks."
penafsiran pada subyek pembaca, dengan membuka lipatan-lipatan pada teks untuk
25
www. Xenos. Org/essays
pemaknaan mereka ke dalam fitur-fitur naskah dan hanya muncul dengan
interpretatif pembaca.
Kesimpulan
pemahaman bahwa komunikasi itu tidak terbatas, bisa hadir di di mana saja
sebagai fosil yang berfungsi pengingat keberadaaan masa lalu, melainkan akan
bernilai dan mempunyai spirit untuk generasi berikutnya melalui pemahaman dan
komunikasi, seperti pendekatan yang sudah mapan lain, yaitu, sosiologi, psikologi
maupun politik.
Saran-Saran
membuka cakrawala bahwa ilmu komunikasi sebagai “ladang yang luas” yang
Daftar Pustaka
2008,
4. Jorgensen dan Philips, Analisis Wacana, Teori Dan Metode, Pustaka Pelajar
Yogyakarta, 2007,
13. West, Richard & Lynn H. Turner, Teori Komunikasi, Analisis Dan Aplikasi,
Salemba Humanika, Jakarta, 2009.