Anda di halaman 1dari 14

B.

Ciri-Ciri Pokok Kebijakan Pemerintahan Orde Baru


Sebagai langkah awal untuk
menciptakan stabilitas nasional,
Sidang Umum IV MPRS telah
memutuskan untuk menugaskan
Letjen. Soeharto selaku pengemban
Surat Perintah 11 Maret 1966 atau
Supersemar yang sudah
ditingkatkan menjadi Ketetapan
MPRS No. IX/ MPRS untuk
membentuk kabinet baru. Dibentuk
Kabinet Ampera yang bertugas:
Gambar 1.2 Presiden Soekarno dan anggota Kabinet
Ampera.
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka

Akurasi Prinsip
7
Perkembangan Masyarakat Indonesia pada Masa Orde Baru
1. menciptakan stabilitas politik,
2. menciptakan stabilitas ekonomi.
Tugas pokok itulah yang disebut Dwidarma Kabinet Ampera. Program
yang dicanangkan Kabinet Ampera disebut Caturkarya Kabinet Ampera,
yaitu:
1. memperbaiki perikehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan
pangan;
2. melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu seperti tercantum
dalam
Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966 (5 Juli 1968);
3. melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan
nasional sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966;
4. melanjutkan perjuangan antiimperialisme dan antikolonialisme dalam
segala
bentuk dan manifestasinya.
Kabinet Ampera dipimpin oleh Presiden Soekarno, tetapi pelaksanaannya
dilakukan oleh Presidium Kabinet. Presidium Kabinet dipimpin oleh Jenderal
Soeharto. Jadi, di sini terdapat dualisme kepemimpinan dalam Kabinet
Ampera.
Akibatnya, perjalanan tugas kabinet kurang lancar yang berarti pula kurang
menguntungkan bagi stabilitas politik.
Pada tanggal 22 Februari 1967 dengan penuh kebijaksanaan, Presiden
Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Jenderal Soeharto sebagai
pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966. Penyerahan kekuasaan
tersebut merupakan peristiwa sangat penting dalam usaha mengatasi situasi
konflik yang sedang memuncak pada saat itu. Penyerahan itu tertuang dalam
Pengumuman Presiden Mandataris MPRS, Panglima Tertinggi ABRI Tanggal
20 Februari 1967. Pengumuman itu didasarkan atas Ketetapan MPRS No.
XV/MPRS/1966 yang menyatakan apabila presiden berhalangan, pemegang
Surat Perintah 11 Maret 1966 berfungsi sebagai pemegang jabatan presiden.
Jenderal Soeharto selaku pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/
1966 pada tanggal 4 Maret 1967 memberikan keterangan pemerintah di
hadapan sidang DPRGR mengenai terjadinya penyerahan kekuasaan.
Pemerintah tetap berpendirian bahwa penyelesaian konstitusional tentang
penyerahan kekuasaan tetap perlu dilaksanakan melalui sidang MPRS. Oleh
karena itu, untuk menghindari pertentangan politik yang berlarut-larut,
diadakan
Sidang Istimewa MPRS dari tanggal 7 sampai dengan 12 Maret 1967 di
Jakarta
yang berhasil mengakhiri konflik politik. Berdasarkan Tap MPR XXXIII Secara
umum, kebijakan pemerintah Orde Baru terdiri atas kebijakan dalam negeri
dan kebijakan luar negeri.
1. Kebijakan Dalam Negeri
Struktur perekonomian Indonesia pada tahun 1950–1965 dalam keadaan
kritis. Pemerintah Orde Baru meletakkan landasan yang kuat dalam
pelaksanaan
pembangunan melalui tahapan Repelita, keadaan kritis ditandai oleh hal-hal
sebagai berikut.
8 Sejarah SMA/MA Kelas XII Program IPA
a. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian di sektor pertanian
sehingga
struktur perekonomian Indonesia lebih condong pada sektor pertanian.
b. Komoditas ekspor Indonesia dari bahan mentah (hasil pertanian)
menghadapi persaingan di pasaran internasional, misalnya karet alam dari
Malaysia, gula tebu dari Meksiko, kopi dari Brasil, dan rempah-rempah
dari Zanzibar (Afrika), sehingga devisa negara sangat rendah dan tidak
mampu mengimpor bahan kebutuhan pokok masyarakat yang saat itu belum
dapat diproduksi di dalam negeri.
c. Tingkat investasi rendah dan kurangnya tenaga ahli di bidang industri,
sehingga industri dalam negeri kurang berkembang.
d. Tingkat pendapatan rata-rata penduduk Indonesia sangat rendah. Tahun
1960-an hanya mencapai 70 dolar Amerika per tahun, lebih rendah dari
pendapatan rata-rata penduduk India, Bangladesh, dan Nigeria saat itu.
e. Produksi Nasional Bruto (PDB) per tahun sangat rendah. Di sisi lain
pertumbuhan penduduk sangat tinggi (rata-rata 2,5% per tahun dalam tahun
1950-an).
f. Indonesia sebagai pengimpor beras terbesar di dunia.
g. Struktur perekonomian pada akhir tahun 1965, berada dalam keadaan
yang
sangat merosot. Tingkat inflasi telah mencapai angka 65% dan sarana
ekonomi di daerah-daerah berada dalam keadaan rusak berat karena ulah
kaum PKI/BTI yang saat itu berkuasa dan dengan sengaja ingin
mengacaukan situasi ekonomi rakyat yang menentangnya.
Tugas pemerintah Orde Baru adalah menghentikan proses kemerosotan
ekonomi dan membina landasan yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi ke
arah
yang wajar. Dalam mengemban tugas utama tersebut, berbagai
kebijaksanaan
telah diambil sebagaimana tertuang dalam program jangka pendek
berdasarkan
Tap. MPRS No. XXII/MPRS/1966 yang diarahkan kepada pengendalian inflasi
dan usaha rehabilitasi sarana ekonomi, peningkatan kegiatan ekonomi, dan
pencukupan kebutuhan sandang. Program jangka pendek ini diambil dengan
pertimbangan apabila laju inflasi telah dapat terkendalikan dan suatu tingkat
stabilitas tercapai, barulah dapat diharapkan pulihnya kegiatan ekonomi
yang
wajar serta terbukanya kesempatan bagi peningkatan produksi. Dengan
usaha
keras tercapai tingkat perekonomian yang stabil dalam waktu relatif singkat.
Sejak 1 April 1969 pemerintah telah meletakkan landasan dimungkinkannya
gerak tolak pembangunan dengan ditetapkannya Repelita I. Dengan makin
pulihnya situasi ekonomi, pada tahun 1969 bangsa Indonesia mulai
melaksanakan pembangunan lima tahun yang pertama. Berbagai prasarana
penting direhabilitasi serta iklim usaha dan investasi dikembangkan.
Pembangunan sektor pertanian diberi prioritas yang sangat tinggi karena
menjadi
kunci bagi pemenuhan kebutuhan pangan rakyat dan sumber kehidupan
sebagian besar masyarakat. Repelita I dapat dilaksanakan dan selesai
dengan
baik, bahkan berbagai kegiatan pembangunan dipercepat sehingga dapat
diikuti
Perkembangan Masyarakat Indonesia pada Masa Orde Baru 9
oleh Repelita selanjutnya. Perhatian khusus pada sektor terbesar yang
bermanfaat
menghidupi rakyat, yaitu sektor pertanian. Sektor pertanian harus dibangun
lebih dahulu, sektor ini harus ditingkatkan produktivitasnya. Bertumpu pada
sektor pertanian yang makin tangguh itu kemudian barulah dibangun
sektorsektor
lain. Demikianlah pada tahap-tahap awal pembangunan, secara sadar
bangsa Indonesia memberikan prioritas yang sangat tinggi pada bidang
pertanian. Pembangunan yang dilaksanakan, yaitu membangun berbagai
prasarana pertanian, seperti irigasi dan perhubungan, cara-cara bertani, dan
teknologi pertanian yang diajarkan dan disebarluaskan kepada para petani
melalui
kegiatan penyuluhan. Penyediaan sarana penunjang utama, seperti pupuk,
diamankan dengan membangun pabrik-pabrik pupuk. Kebutuhan
pembiayaan
para petani disediakan melalui kredit perbankan. Pemasaran hasil produksi
mereka, kita berikan kepastian melalui kebijakan harga dasar dan kebijakan
stok
beras.
Strategi yang memprioritaskan pembangunan di bidang pertanian dan
berkat ketekunan serta kerja keras bangsa Indonesia, khususnya para petani,
produksi pangan dapat terus ditingkatkan. Akhirnya, pada tahun 1984
bangsa
Indonesia berhasil mencapai swasembada beras. Hal ini merupakan titik balik
yang sangat penting sebab dalam tahun 1970-an, Indonesia merupakan
negara
pengimpor beras terbesar di dunia. Bersamaan dengan itu tercipta pula
lapangan
kerja dan sumber mata pencaharian bagi para petani. Swasembada beras itu
sekaligus memperkuat ketahanan nasional di bidang ekonomi, khususnya
pangan.
Dengan ditetapkannya Repelita
I untuk periode 1969/1970–
1973/1974, merupakan awal
pembangunan periode 25 tahun
pertama (PJP I tahun 1969/
1970–1993/1994). Pembangunan
dalam periode PJP I dimulai
dengan pelaksanaan Repelita I
dengan strategi dasar diarahkan pada
pencapaian stabilisasi nasional
(ekonomi dan politik), pertumbuhan
ekonomi, serta menitikberatkan pada
sektor pertanian dan industri yang
menunjang sektor pertanian. Ditempatkannya
stabilitas dan pertumbuhan
ekonomi sebagai strategi dasar dalam Repelita I tersebut dengan
pertimbangan untuk melaksanakan Repelita sesuai dengan tahapantahapan
yang telah ditentukan (diprioritaskan). Demikian pula
pertimbangan untuk menitikberatkan pembangunan pada sektor pertanian
dan industri yang menunjang sektor pertanian, didasarkan pertimbangan
Gambar 1.3 Presiden Soeharto pada kunjungan kerja
Sumber: Tempo, 4 Juni 06
10 Sejarah SMA/MA Kelas XII Program IPA
Fenomena
bahwa Indonesia adalah negara bercorak agraris yang sebagian besar
penduduknya (65%–75%) bermata pencaharian di bidang pertanian
(termasuk kehutanan, perkebunan, perikanan, dan peternakan). Ini berarti
sektor pertanian memberi sumbangan terbesar kepada penerimaan devisa
dan lapangan kerja. Mengingat pula bahwa sektor ini masih memiliki
kapasitas lebih yang belum dimanfaatkan. Oleh karena itu, salah satu
indikasi yang disimpulkan dalam Repelita I ini adalah perlunya pengarahan
sumber-sumber (resources) ke sektor pertanian. Secara lebih khusus, hal ini
berarti meningkatkan produksi pangan dan ekspor. Adanya hubungan
antarberbagai kegiatan ekonomi (inter-sectoral ) maka pertanian sebagai
sektor
pemimpin, diharapkan dapat menarik dan mendorong sektor-sektor lainnya,
antara lain sektor industri yang menunjang sektor pertanian, seperti pabrik
pupuk, insektisida serta prasarana ekonomi lainnya, misalnya sarana
angkutan
dan jalan. Kegiatan pembangunan selama Pelita I telah menunjukkan hasil-
hasil
yang cukup menggembirakan, antara lain produksi beras telah meningkat
dari
11,32 juta ton menjadi 14 juta ton; pertumbuhan ekonomi dari rata-rata 3%
menjadi 6,7% per tahun; pendapatan rata-rata penduduk (pendapatan per
kapita)
dari 80 dolar Amerika dapat ditingkatkan menjadi 170 dolar Amerika. Tingkat
inflasi dapat ditekan menjadi 47,8% pada akhir Repelita I (1973/1974).
Repelita II untuk periode 1974/1975–1978/1979 dengan strategi dasar
diarahkan pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi,
stabilitas
nasional, dan pemerataan pembangunan dengan penekanan pada sektor
pertanian dan peningkatan industri yang mengolah bahan mentah menjadi
bahan
baku. Setelah Repelita II dilanjutkan dengan Repelita III untuk periode 1979/
1980–1983/1984, yakni dengan titik berat pembangunan pada sektor
pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri mengolah
bahan baku menjadi bahan jadi. Repelita III dilanjutkan dengan Repelita IV
(1984/1985–1988/1989) dengan titik berat pada sektor pertanian untuk
memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi hasil
pertanian
lainnya. Pembangunan sektor industri meliputi industri yang menghasilkan
barang ekspor, industri yang banyak menyerap tenaga kerja, industri
pengolahan
hasil pertanian, dan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri.
PJP I telah diakhiri dengan Repelita V (1989/1990–1993/1994). Tahun 1973,
Majelis Permusyawaratan Rakyat merumuskan dan menetapkan GBHN
pertama
merupakan strategi pembangunan nasional.
Tujuan setiap pelita sebagai berikut.
1. Meningkatkan taraf hidup, kecerdasan, dan kesejahteran rakyat.
2. Meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan berikutnya.
Perkembangan Masyarakat Indonesia pada Masa Orde Baru 11
Pribadi yang Cakap
Perkembangan industri pertanian dan nonpertanian telah membawa hasil
yang cukup menggembirakan. Hasil-hasilnya telah dapat dirasakan dan
dinikmati
saat itu oleh masyarakat Indonesia, antara lain sebagai berikut.
a. Swasembada Beras
Sektor pertanian harus dibangun lebih dahulu, sektor ini harus ditingkatkan
produktivitasnya. Bertumpu pada sektor pertanian yang makin tangguh
itulah,
kemudian dibangun sektor-sektor lainnya. Pemerintah membangun berbagai
prasarana pertanian, seperti irigasi dan perhubungan, cara-cara bertani dan
teknologi pertanian yang baru diajarkan dan disebarluaskan kepada para
petani
melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan, penyediaan pupuk dengan
membangun
pabrik-pabrik pupuk. Kebutuhan pembiayaan para petani disediakan melalui
kredit perbankan. Pemasaran hasil-hasil produksi mereka diberikan kepastian
melalui kebijakan harga dasar dan kebijakan stok beras oleh pemerintah
(Badan
Urusan Logistik atau Bulog). Strategi yang mendahulukan pembangunan
pertanian tadi telah berhasil mengantarkan bangsa Indonesia
berswasembada
beras, menyebarkan pembangunan secara luas kepada rakyat, dan
mengurangi
kemiskinan di Indonesia.
Sejak tahun 1968 sampai dengan tahun 1992, produksi padi sangat
meningkat. Dalam tahun 1968 produksi padi mencapai 17.156 ribu ton dan
pada tahun 1992 naik menjadi 47.293 ribu ton yang berarti meningkat
hampir
tiga kalinya. Perkembangan ini berarti bahwa dalam periode yang sama,
produksi
beras per jiwa meningkat dari 95,9 kg menjadi 154,0 kg per jiwa. Prestasi
yang besar, khususnya di sektor pertanian, telah mengubah posisi Indonesia
dari negara pengimpor beras terbesar di dunia dalam tahun 1970-an menjadi
negara yang mencapai swasembada pangan sejak tahun 1984. Kenyataan
bahwa
swasembada pangan yang tercapai pada tahun itu, juga selama lima tahun
terakhir sampai dengan tahun terakhir Repelita V tetap dapat dipertahankan.
Pelita I-V menitikberatkan pada sektor pertanian, sehingga Indonesia
mampu mengatasi masalah pangan. Indonesia sebagai negara agraris tidak
lagi menjadi negara pengimpor beras terbesar.
• Bagaimanakah cara kalian bersyukur atas keberhasilan bangsa kita
dalam swasembada pangan?
• Bagaimanan cara kalian berpartisipasi dalam meningkatkan produktivitas
pertanian?
12 Sejarah SMA/MA Kelas XII Program IPA
b. Kesejahteraan Penduduk
Strategi mendahulukan pembangunan bidang pertanian disertai dengan
pemerataan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat yang meliputi penyediaan
kebutuhan pangan, peningkatan gizi, pemerataan pelayanan kesehatan,
keluarga
berencana, pendidikan dasar, air bersih, dan perumahan sederhana. Strategi
ini dilaksanakan secara konsekuen dalam setiap Repelita. Dengan strategi ini
pemerintah telah berhasil mengurangi kemiskinan di tanah air. Hasilnya
adalah
jumlah penduduk miskin di Indonesia makin berkurang. Pada tahun 1970-an
ada 60 orang di antaranya yang hidup miskin dari setiap 100 orang
penduduk.
Jumlah penduduk miskin ini sangat besar, yaitu sekitar 55 juta orang.
Penduduk
Indonesia yang miskin ini terus berkurang jumlahnya dari tahun ke tahun.
Pada
tahun 1990 tinggal 15 orang yang masih hidup miskin dari setiap 100 orang.
Hanya sedikit negara yang berhasil menurunkan jumlah kemiskinan
penduduknya secepat pemerintah Indonesia. Prestasi ini membuat rasa
percaya
diri bangsa Indonesia bertambah tebal. Pada waktu Indonesia mulai
membangun
tahun 1969, penghasilan rata-rata per jiwa rakyat Indonesia hanya sekitar 70
dolar Amerika per tahun. Tahun 1993, penghasilannya sudah di atas 600
dolar
Amerika. Selain menurunnya jumlah penduduk miskin dan meningkatnya
penghasilan rata-rata penduduk sebagaimana tersebut di atas, juga harapan
hidup masyarakat telah meningkat.
Jika pada awal tahun 1970-an penduduk Indonesia mempunyai harapan
hidup rata-rata 50 tahun, maka dalam tahun 1990-an harapan hidup itu telah
meningkat menjadi lebih dari 61 tahun. Dalam kurun waktu yang sama,
angka
kematian bayi menurun dari 142 untuk setiap 1.000 kelahiran hidup menjadi
63 untuk setiap 1.000 kelahiran hidup. Sementara itu, pertumbuhan
penduduk
juga dapat dikendalikan melalui program Keluarga Berencana (KB). Selama
dasawarsa 1970-an laju pertumbuhan penduduk mencapai sekitar 2,3% per
tahun. Pada awal tahun 1990-an, angka tadi sudah dapat diturunkan menjadi
sekitar 2,0% per tahun.
c. Perubahan Struktur Ekonomi
Berdasarkan amanat GBHN 1983 dengan kebijakan pemerintah dalam
pembangunan telah terjadi perubahan struktur ekonomi. Dari titik berat pada
sektor pertanian menjadi lebih berimbang dengan sektor di luar pertanian.
Pada
saat Indonesia mulai membangun (tahun 1969), peranan sektor pertanian
dalam
Produk Domestik Bruto (PDB) secara persentase adalah 49,3%. Sektor-sektor
di luar sektor pertanian, seperti sektor industri pengolahan 4,7%, bangunan
2,8%, perdagangan dan jasa-jasa 30,7%. Melalui Repelita terlihat bahwa
tahun
demi tahun peranan sektor pertanian telah menurun. Sebaliknya, peranan
sektorsektor
di luar sektor pertanian (nonpertanian, seperti industri pengolahan,
bangunan, perdagangan, dan jasa-jasa lainnya) menunjukkan peningkatan
peranan terhadap PDB.
Perkembangan Masyarakat Indonesia pada Masa Orde Baru 13
Fenomena
Pada tahun 1990, sektor industri pengolahan meningkat mencapai 19,3%.
Perdagangan, hotel, dan restoran mencapai 16,1%, sedangkan jasa-jasa
mencapai 3,4%. Apabila dijumlahkan sektor-sektor di luar sektor pertanian
tersebut, peranannya terhadap PDB tahun 1990 mencapai 38,8%, berarti
jauh
lebih tinggi dari peranan sektor pertanian yang hanya 19,6%.
d. Perubahan Struktur Lapangan Kerja
Lebih banyak tenaga kerja yang beralih dari lapangan usaha sektor pertanian
ke sektor usaha lainnya karena bertambahnya lapangan kerja baru yang
diciptakan. Selama periode tahun 1971 sampai dengan 1988 pertumbuhan
tenaga kerja di luar sektor pertanian lebih cepat dibandingkan dengan
pertumbuhan di sektor pertanian. Perubahan struktur tenaga kerja tersebut
telah
pula membawa dampak terhadap cara hidup dan kebutuhan hidup keluarga.
Hal ini dengan sendirinya akan berpengaruh terhadap pola konsumsinya
(adanya
permintaan masyarakat yang meningkat).
e. Perkembangan Investasi
Kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang senantiasa dilakukan
pemerintah di berbagai sektor ekonomi serta ditunjang adanya sarana
infrastruktur yang makin bertambah baik di daerah-daerah, akan membawa
iklim
segar bagi investor baik dari dalam maupun luar negeri. Para investor ini
akan
menanamkan modalnya di daerah dengan berbagai produk baik dalam
rangka
penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing
(PMA).
Peristiwa Lima Belas Januari (Malari)
Sebagai kelanjutan aksi-aksi mahasiswa yang telah berlangsung beberapa
waktu, pada tanggal 15 dan 16 Januari 1974, bertepatan dengan kunjungan
kenegaraan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka, di Jakarta terjadi
demonstrasi-demonstrasi dan kerusuhan-kerusuhan massal.
Kerusuhan-kerusuhan memuncak dengan perusakan-perusakan dan
pembakaran-pembakaran barang-barang buatan Jepang, terutama
kendaraan bermotor.
Tokoh-tokoh yang harus bertanggung jawab terhadap kerusuhan
tersebut ditahan dan diajukan ke muka pengadilan, antara lain Hariman
Siregar, Sjahrir dari Jakarta, dan Muhammad Aini Chalid dari Yogyakarta.
Dari hasil pemeriksaan di muka pengadilan telah terbukti bahwa
rangkaian peristiwa yang berpuncak pada kerusuhan tersebut, yang dikenal
sebagai Peristiwa Malari merupakan tindakan pidana subversi.
14 Sejarah SMA/MA Kelas XII Program IPA
f. Perkembangan Ekspor
Perkembangan investasi (PMDN dan PMA) membawa dampak terhadap
produk yang dihasilkan. Produk yang dihasilkan tersebut tidak hanya
ditujukan
untuk pasaran dalam negeri, tetapi lebih banyak ditujukan untuk ekspor
(pasaran
luar negeri). Jenis barang yang dihasilkan industri dalam negeri setiap tahun
menunjukkan peningkatan baik jenis maupun nilai ekspor sebagaimana dapat
dilihat perkembangannya.
Sejak Repelita I, penerimaan dalam negeri yang bersumber dari penerimaan
nonmigas jauh lebih tinggi dari penerimaan migas. Namun, setelah investor
asing menanamkan modal di sektor perminyakan sekitar tahun 1969/1970
(Repelita II) mulai terlihat hasil ekspor migas telah meningkat lebih tinggi
daripada
penerimaan ekspor nonmigas (perpajakan dan bukan pajak). Hingga tahun
1985/1986 (tahun kedua Repelita IV), penerimaan dalam negeri sangat
bertumpu pada hasil ekspor migas. Namun, saat terjadi krisis ekonomi yang
melanda dunia di tahun 1980-an, maka hal tersebut telah berdampak negatif
terhadap tingkat harga minyak bumi di pasaran dunia. Pasaran harga minyak
bumi sejak terjadinya krisis ekonomi dunia tidak lagi dapat diharapkan. Sejak
itu harga minyak bumi telah anjlok dari 25,13 dolar Amerika per barel dalam
bulan Januari 1986 turun menjadi 9,83 dolar Amerika per barel dalam bulan
Agustus 1986. Anjloknya harga minyak bumi di pasaran dunia telah
memengaruhi penerimaan dalam negeri.
Dalam upaya memperbaiki keadaan ekonomi dan keuangan negara, menteri
keuangan RI pada tanggal 12 September 1986, telah mengambil tindakan
devaluasi rupiah terhadap nilai mata uang asing dan segera mengubah
struktur
penerimaan dalam negeri dari ketergantungan pada penerimaan migas
beralih
kepada penerimaan nonmigas. Dengan devaluasi ini diharapkan komoditas
nonmigas Indonesia akan meningkat karena dengan perhitungan sederhana,
devaluasi sebesar 45% barang (komoditas) Indonesia akan lebih murah 45%
bila dibeli dengan dolar Amerika Serikat. Dengan demikian, barang-barang
ekspor nonmigas Indonesia akan mempunyai daya saing lebih kuat di
pasaran
internasional. Untuk meningkatkan penerimaan dalam negeri dari sektor
nonmigas, pemerintah telah mengambil langkah-langkah khusus untuk
menaikkan penerimaan dari ekspor nonmigas, seperti kebijaksanaan
deregulasi
dan debirokratisasi.
Sebaliknya, dengan devaluasi 45% ini berarti barang-barang impor akan
meningkat harganya 45% jika dibeli dengan rupiah. Berdasarkan gambaran
perhitungan sederhana ini, maka dampak devaluasi yang bisa diharapkan
adalah
di satu pihak ekspor nonmigas akan meningkat, di lain pihak impor akan
berkurang. Dengan demikian, neraca pembayaran Indonesia akan dapat
dipertahankan pada tingkat yang sehat.
Perkembangan Masyarakat Indonesia pada Masa Orde Baru 15
Kronik
g. Laju Pertumbuhan Ekonomi
Laju pertumbuhan ekonomi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) telah
mendorong laju pertumbuhan ekonomi secara nasional yang diukur dengan
Produksi Domestik Bruto (PDB). Tingkat pertumbuhan PDB selama periode
1969–1989 yang diukur atas dasar harga yang berlaku maupun menurut
harga
konstan menunjukkan adanya peningkatan. Sejak tahun 1969 sampai dengan
tahun 1983 yang merupakan tahun terakhir Pelita III, tingkat rata-rata
pertumbuhannya
sebesar 7,2% per tahun. Selanjutnya, tingkat rata-rata pertumbuhan
ekonomi selama Pelita IV yang diukur dengan PDB tahun 1983 sebesar 5,2%
per tahun. Berarti lebih tinggi daripada rata-rata laju pertumbuhan ekonomi
per tahun yang direncanakan dalam Repelita IV sebesar 5,0%. Sementara itu,
tingkat pertumbuhan PDB tahun 1989 yang merupakan tahun pertama
pelaksanaan Pelita V (1989/1990–1993/1994) adalah 7,4%, dan tahun 1990
sebesar 7,4% (tahun kedua). Dalam tahun-tahun berikutnya menunjukkan
laju
pertumbuhannya adalah tahun 1991 sebesar 6,8%, tahun 1992 sebesar
6,3%,
dan tahun 1993 yang merupakan tahun terakhir pelaksanaan Pelita V
sebesar
6,0%. Jadi, pertumbuhan ekonomi Pelita V rata-rata adalah 6,9% per tahun.
Berarti lebih tinggi daripada rata-rata pertumbuhan ekonomi per tahun yang
direncanakan dalam Repelita V sebesar 5,0%.
Repelita VI (1994/1995–1998/1999) yang merupakan tahapan pembangunan
lima tahun pertama dalam periode 25 tahun kedua Pembangunan
Jangka Panjang (PJP II), pertumbuhan ekonomi yang direncanakan dalam
Repelita VI adalah rata-rata 6,2% per tahun.
Trilogi Pembangunan Nasional
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional setiap tahap pelita harus
bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yaitu sebagai berikut.
1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
16 Sejarah SMA/MA Kelas XII Program IPA
Proaktif
Buatlah kelompok belajar yang terdiri atas empat orang (usahakan
berlainan jenis kelamin dan berlainan agama). Kemudian simaklah
bersamasama
informasi di bawah ini!
Orde Baru
Orde Baru adalah suatu tatanan seluruh peri kehidupan rakyat, bangsa
,dan negara yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dari informasi di atas, diskusikan dengan teman sekelompok Anda
dan hasilnya dikumpulkan kepada bapak/ibu guru Anda!
• Bagaimanakah pemerintah Orde Baru menata kehidupan ekonomi
Indonesia?
• Tunjukkan bukti bahwa pemerintah Orde Baru dalam menata kehidupan
politik berlandaskan kepada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan
UUD 1945?
2. Kebijakan Luar Negeri
Langkah-langkah yang diambil oleh Kabinet Ampera dalam menata kembali
politik luar negeri, antara lain sebagai berikut.
a. Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB
Indonesia kembali menjadi anggota PBB pada tanggal 28 September 1966
dan tercatat sebagai anggota ke-60. Sebagai anggota PBB, Indonesia telah
banyak memperoleh manfaat dan bantuan dari organisasi internasional
tersebut.
Manfaat dan bantuan PBB, antara lain sebagai berikut.
1) PBB turut berperan dalam mempercepat proses pengakuan de facto
ataupun
de jure kemerdekaan Indonesia oleh dunia internasional.
2) PBB turut berperan dalam proses kembalinya Irian Barat ke wilayah RI.
3) PBB banyak memberikan sumbangan kepada bangsa Indonesia dalam
bidang ekonomi, sosial, dan kebudayaan.
Hubungan yang harmonis antara Indonesia dan PBB menjadi terganggu
sejak Indonesia menyatakan diri keluar dari keanggotaan PBB pada tanggal 7
Januari 1965. Keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB tersebut sebagai
protes
atas diterimanya Federasi Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan
Keamanan PBB, sedangkan Indonesia sendiri pada saat itu sedang
berkonfrontasi
dengan Malaysia. Akibat keluar dari keanggotaan PBB, Indonesia praktis
terkucil
dari pergaulan dunia. Hal itu jelas sangat merugikan pihak Indonesia.
Perkembangan Masyarakat Indonesia pada Masa Orde Baru 17
b. Penghentian Konfrontasi dengan Malaysia
Indonesia melakukan konfrontasi dengan Malaysia setelah diumumkan
Dwikora oleh Presiden Soekarno pada tanggal 3 Mei 1964. Tindakan
pemerintah Orde Lama ini jelas menyimpang dari pelaksanaan politik luar
negeri
bebas aktif.
Pada masa Orde Baru, politik luar negeri Indonesia dikembalikan lagi pada
politik bebas aktif sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini merupakan
pelaksanaan dari Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966. Indonesia segera
memulihkan hubungan dengan Malaysia yang sejak 1964 terputus.
Normalisasi
hubungan Indonesia–Malaysia tersebut berhasil dicapai dengan
ditandatangani
Jakarta Accord pada tanggal 11 Agustus 1966. Persetujuan normalisasi
hubungan Indonesia–Malaysia merupakan hasil perundingan di Bangkok (29
Mei–1 Juni 1966). Perundingan dilakukan Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar
Negeri Malaysia, Tun Abdul Razak dan Menteri Utama/Menteri Luar Negeri
Indonesia, Adam Malik. Perundingan telah menghasilkan persetujuan yang
dikenal sebagai Persetujuan Bangkok. Adapun persetujuan Bangkok
mengandung tiga hal pokok, yaitu sebagai berikut.
1) Rakyat Sabah dan Serawak akan diberi kesempatan menegaskan lagi
keputusan yang telah diambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi
Malaysia.
2) Kedua pemerintah menyetujui memulihkan hubungan diplomatik.
3) Kedua pemerintah menghentikan segala bentuk permusuhan.
c. Pembentukan Organisasi ASEAN
Association of Southeast Asian Nations atau Perhimpunan Bangsa-Bangsa
Asia Tenggara atau dikenal dengan nama ASEAN. ASEAN merupakan
organisasi regional yang dibentuk atas prakarsa lima menteri luar negeri
negaranegara
di kawasan Asia Tenggara. Kelima menteri luar negeri tersebut adalah
Narsisco Ramos dari Filipina, Adam
Malik dari Indonesia, Thanat
Khoman dari Thailand, Tun Abdul
Razak dari Malaysia, dan S. Rajaratnam
dari Singapura. Penandatanganan
naskah pembentukan ASEAN
dilaksanakan pada tanggal 8
Agustus 1967 di Bangkok sehingga
naskah pembentukan ASEAN itu
disebut Deklarasi Bangkok.
Syarat menjadi anggota adalah dapat
menyetujui dasar dan tujuan
pembentukan ASEAN seperti yang
tercantum dalam Deklarasi ASEAN.
Keanggotaan ASEAN bertambah
Gambar 1.4 Penandatanganan Deklarasi Bangkok
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka
18 Sejarah SMA/MA Kelas XII Program IPA
Kejar Pohon Ilmu
seiring dengan banyaknya negara yang merdeka. Brunei Darussalam secara
resmi
diterima menjadi anggota ASEAN yang keenam pada tanggal 7 Januari 1984.
Vietnam diterima menjadi anggota ASEAN ketujuh pada tanggal 28 Juli 1995.
Sementara itu, Laos dan Myanmar bergabung dengan ASEAN pada tanggal
23
Juli 1997 dan menjadi anggota kedelapan dan kesembilan. Kampuchea
menjadi
anggota ASEAN yang kesepuluh pada tanggal 30 April 1999.
ASEAN mempunyai tujuan utama, antara lain:
1) meletakkan dasar yang kukuh bagi usaha bersama secara regional dalam
mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan perkembangan
kebudayaan;
2) meletakkan landasan bagi terwujudnya suatu masyarakat yang sejahtera
dan
damai di kawasan Asia Tenggara;
3) memberi sumbangan ke arah kemajuan dan kesejahteraan dunia;
4) memajukan perdamaian dan stabilitas regional dengan menghormati
keadilan, hukum, serta prinsip-prinsip Piagam PBB;
5) memajukan kerja sama aktif dan tukar-menukar bantuan untuk
kepentingan
bersama dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, teknik, ilmu
pengetahuan, dan administrasi;
6) memajukan pelajaran-pelajaran (studies) tentang Asia Tenggara;
7) memajukan kerja sama yang erat dan bermanfaat, di tengah-tengah
organisasi-organisasi regional dan internasional lainnya dengan maksud dan
tujuan yang sama dan menjajaki semua bidang untuk kerja sama yang lebih
erat di antara anggota.
Dasar kerja sama ASEAN adalah:
1) saling menghormati kemerdekaan, kedaulatan, persamaan, integritas
teritorial, dan identitas semua bangsa;
2) mengakui hak setiap bangsa untuk penghidupan nasional yang bebas dari
ikut campur tangan, subversi, dan konversi dari luar;
3) tidak saling mencampuri urusan dalam negeri masing-masing;
4) menyelesaikan pertengkaran dan persengketaan secara damai;
5) tidak menggunakan ancaman dan penggunaan kekuatan;
6) menjalankan kerja sama secara efektif.
Carilah artikel di media cetak atau elektrolik ataupun referensi buku tentang
peran PBB terhadap Indonesia. Kupaslah tentang sumbangsih Indonesia
terhadap PBB!
Kumpulkan tugas ini kepada bapak/ibu guru kalian!
Perkembangan Masyarakat Indonesia pada Masa Orde Baru 19
d. Keikutsertaan Indonesia dalam Berbagai Organisasi Internasional
Pemerintahan Indonesia masa Orde Baru juga aktif dalam beberapa lembaga
internasional, seperti berikut ini.
1) Consultative Group on Indonesia (CGI)
Sebelum pemerintah Indonesia mendapat bantuan dana pembangunan dari
Consultative Group on Indonesia (CGI) terlebih dahulu mendapat bantuan
dana
pembangunan dari Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI).
Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI) didirikan pada tahun 1967.
Tujuannya, memberi bantuan kredit jangka panjang dengan bunga ringan
kepada
Indonesia untuk biaya pembangunan. Anggota IGGI terdiri atas dua
kelompok.
a) Negara-negara kreditor, seperti Inggris, Prancis, Belgia, Italia, Swiss,
Jepang,
Belanda, Jerman Barat, Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, dan
Kanada.
b) Badan keuangan dunia baik internasional maupun regional, seperti Bank
Dunia (World Bank), Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank),
Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund), dan Masyarakat
Ekonomi Eropa (MEE).
IGGI berpusat di Den Haag (Belanda). Ketua IGGI dijabat oleh Menteri
Kerja Sama Pembangunan Kerajaan Belanda. Bantuan IGGI kepada Indonesia,
antara lain berbentuk:
a) bantuan proyek,
b) bantuan program,
c) bantuan pangan,
d) bantuan teknik,
e) devisa kredit (devisa yang diperoleh dari pinjaman), dan
f) grant (sumbangan atau hadiah).
Bantuan IGGI kepada Indonesia ini diberikan setiap tahun. Setiap tahun
diselenggarakan sidang IGGI untuk membahas dan mengevaluasi
pelaksanaan
pembangunan Indonesia sebagai dasar pemberian bantuan tahun berikutnya.
Bantuan yang berbentuk pinjaman (devisa kredit) bersyarat lunak dengan
bunga berkisar 0–3% setahun dengan jangka waktu angsuran berkisar 7–10
tahun.
Bantuan dari IGGI yang digunakan untuk pembangunan proyek-proyek
produktif dan kesejahteraan sosial itu, antara lain sebagai berikut.
a) Bantuan teknik, umumnya tidak diterima dalam bentuk uang, tetapi dalam
bentuk bantuan tenaga ahli, peralatan laboratorium, dan penelitian.
b) Grant digunakan untuk biaya berbagai macam keperluan pembangunan,
misalnya untuk membeli kapal angkutan laut.
c) Devisa kredit dan bantuan pangan digunakan untuk biaya impor barang
modal, bahan baku, dan bahan makanan.
20 Sejarah SMA/MA Kelas XII Program IPA
d) Bantuan proyek digunakan untuk biaya pembangunan proyek listrik,
pembangunan telekomunikasi, pengairan, pendidikan, kesehatan (program
KB), dan prasarana lainnya.
e) Bantuan program digunakan untuk biaya penyusunan program
pembangunan.
Pada tanggal 25 Maret 1992, IGGI bubar sebab Indonesia menolak bantuan
Belanda yang dianggap terlalu banyak mengaitkan pinjaman luar negerinya
dengan masalah politik di Indonesia. Sebagai penggantinya, pemerintah
Indonesia meminta pada Bank Dunia membentuk Consultative Group on
Indonesia (CGI).
CGI mengadakan sidang pertama kali di Paris, Prancis tanggal 16 Juli 1992.
Sidang dihadiri oleh 18 negara dan 10 lembaga internasional yang dipimpin
oleh Bank Dunia. Anggota CGI terdiri atas negara-negara bekas anggota IGGI
(kecuali Belanda) dan lembaga-lembaga internasional.
Negara anggota CGI itu, antara lain:
a) Jepang, j) Austria,
b) Korea Selatan, k) Kanada,
c) Amerika Serikat, l) Italia,
d) Prancis, m) Spanyol,
e) Jerman, n) Finlandia,
f) Inggris, o) Swedia,
g) Swiss, p) Norwegia, dan
h) Belgia, q) Selandia Baru.
i ) Denmark,
Lembaga internasional yang ikut dalam CGI, antara lain:
a) World Bank, j) UNESCO,
b) ADB, k) UNHCR,
c) UNDP, l) IAEA,
d) WFP, m) Mordic Invesment Bank,
e) UNFPA, n) IFAD,
f) WHO, o) IDB,
g) FAO, p) UNICEF,
h) UNIDO, q) Kuwait Fund, dan
i) ILO, r) Saudi Fund.
2) Asia Pasific Economic Cooperation (APEC)
APEC merupakan forum kerja sama ekonomi negara-negara di kawasan
Asia dan Pasifik. APEC terbentuk pada bulan Desember 1989 di Canberra,
Australia. Gagasan APEC muncul dari Robert Hawke, Perdana Menteri
Australia
saat itu.
Perkembangan Masyarakat Indonesia pada Masa Orde Baru 21
Kecakapan Vokasional
Latar belakang terbentuknya
APEC adalah perkembangan situasi
politik dan ekonomi dunia pada
waktu itu yang berubah dengan
cepat. Hal ini diikuti dengan kekhawatiran
gagalnya perundingan
Putaran Uruguay (masalah perdagangan
bebas). Apabila perdagangan
bebas gagal disepakati, diduga akan
memicu sikap proteksi dari negaranegara
maju.
Indonesia, sebagai anggota
APEC, mempunyai peranan yang
cukup penting. Dalam pertemuan di
Seattle, Amerika Serikat (1993),
Indonesia ditunjuk sebagai Ketua APEC untuk periode 1994–1995. Sebagai
Ketua APEC, Indonesia berhasil menyelenggarakan pertemuan APEC di Bogor
pada tanggal 14–15 November 1994 yang dihadiri oleh 18 kepala negara dan
kepala pemerintahan negara anggota.

Anda mungkin juga menyukai