Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Kaum perempuan dimanapun didunia ini telah terlanjur dijadikan manusia
kelas dua dalam bidang kehidupan. Sudah terlalu banyak contoh yang dibeberkan
mengenai diskriminasi terhadap perempuan, mulai dari tidak diberi suara dalam
pemilihan umum hingga mendapat upah kerja yang lebih kecil dari pada jumlah
yang diterima oleh lawan jenisnya untuk pekerjaan yang sama.
Kiprah perempuan dalam politik di era reformasi mulai berubah kearah yang
positif setelah hadirnya UU No. 12 tahun 2003 tentang partai politik, dalam pasal
65 ayat (1), partai politik dianjurkan untuk mencalonkan 30 % kaum perempuan
untuk duduk di kursi legislatif ( DPR, DPD, DPRD I dan DPRD II) sebagai
manifestasi peran perempuan dalam politik praktis. Kesempatan ini jelas adalah
peluang emas, setelah sekian lama perempuan ada dalam bayang–bayang
superioritas politik dikotomi perempuan versus laki–laki.
Laki–laki dalam kurun waktu yang cukup lama dipandang sebagai subyek
yang mengatur atau yang paling berhak dalam ranah publik. Laki–laki kemudian
hampir keseluruhan bidang menguasai peran–peran penting, sementara pada saat
yang sama perempuan terus diperankan sebagai pelayan yang membantu kerja
laki–laki. Adapun peran domestik perempuan hanya berurusan dengan “kasur dan
dapur” jelas adalah pemasungan paradigma yang mengkhianati hak–hak azasi
manusia sebagai ciptaan Tuhan, yang diciptakan dengan potensi yang sama.
Perempuan jelas memiliki kemampuan yang sama karena itu semangat
penghapusan dikotomi gender dalam pemerintahan KH. Abdurahman Wahid
melalui Inpres No. 9 Tahun 2000 adalah sebuah good will politik yang
mengahapus perbedaan gender dalam pembangunan nasional adalah langkah maju
yang positif.
Hal ini merupakan bagian dari pengakuan bahwa tidak sedikit perempuan
yang mengukir prestasi dan memberi sumbangsih pada harumnya nama bangsa
dan Negara atas kreasi kaum perempuan dalam bidang–bidang tertentu. Berbagai

1
bidang yang digeluti oleh laki–laki dapat dilakukan oleh kaum perempuan seperti
olahraga keras; tinju, karate, gulat dan angkat besi. Sementara dalam
kepemimpinan dan ketokohan juga ada nama–nama besar perempuan yang pernah
menjadi Presiden, Menteri, Bankir dan sebagainya. Di Indonesia ada nama
pejuang kemerdekaan yaitu Tjut Nyak Dien, Christina Martha Tiahahu dan juga
pernah ada presiden perempuan yaitu Megawati Soekarno Puteri sebagai
perempuan pertama yang meruntuhkan mitos dan teologi yang sekian lama
dipakai oleh lawan politik untuk mengganjal kaum perempuan memimpin negara
ini.
1.2. Tujuan Masalah
a. Menjelaskan konsepsi politik
b. Menjelaskan peran politik perempuan
c. Menjelaskan problematika perempuan dalam politik
d. Menjelaskan UU yang membolehkan perempuan berpolitik.
e. Menjeskan upaya peningkatan perempuan di bidang politik
f. Menjelaskan keterwakilan politik perempuan

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsepsi Politik
Politik merupakan salah satu kata yang paling banyak di bicarakan di tengah-
tengah masyarakat. Biasanya mereka mengartikan politik sebatas hal hal yang
menjadi urusan partai partai politik, masalah-masalah yang dihadapi oleh tokoh
politik, segala hal yang bertalian dengan pemilihan dan pemberian suara, dan
seterusnya. Secara realita menunjukkan bahwa semua itu adalah aktivitas politik
yang termasuk dalam kandungan makna politik.
Perkataan politik berasal dari bahasa Yunani yaitu Polistaia, Polis berarti
kesatuan masyarakat yang mengurus diri sendiri/berdiri sendiri (negara),
sedangkan taia berarti urusan. Dari segi kepentingan penggunaan, kata politik
mempunyai arti yang berbeda-beda. Untuk lebih memberikan pengertian arti
politik disampaikan beberapa arti politik dari segi kepentingan penggunaan, yaitu:
a. Dalam arti kepentingan umum (politics)
Politik dalam arti kepentingan umum atau segala usaha untuk kepentingan
umum, baik yang berada dibawah kekuasaan negara di Pusat maupun di Daerah,
lazim disebut Politik (Politics) yang artinya adalah suatu rangkaian azas/prinsip,
keadaan serta jalan, cara dan alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan
tertentu atau suatu keadaan yang kita kehendaki disertai dengan jalan, cara dan
alat yang akan kita gunakan untuk mencapai keadaan yang kita inginkan.
b. Dalam arti kebijaksanaan (Policy)
Politik adalah penggunaan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang yang
dianggap lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita/keinginan atau
keadaan yang kita kehendaki. Dalam arti kebijaksanaan, titik beratnya adalah
adanya :
- proses pertimbangan
- menjamin terlaksananya suatu usaha
- pencapaian cita-cita/keinginan

3
Jadi politik adalah tindakan dari suatu kelompok individu mengenai suatu
masalah dari masyarakat atau negara. Dengan demikian, politik membicarakan
hal-hal yang berkaitan dengan:
a. Negara
Adalah suatu organisasi dalam satu wilayah yang memiliki kekuasaan
tertinggi yang ditaati oleh rakyatnya. Dapat dikatakan negara merupakan bentuk
masyarakat dan organisasi politik yang paling utama dalam suatu wilayah yang
berdaulat.
b. Kekuasaan
Adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi
tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginannya. Yang perlu
diperhatikan dalamkekuasaan adalah bagaimana cara memperoleh kekuasaan,
bagaimana cara mempertahankan kekuasaan dan bagaimana kekuasaan itu
dijalankan.
c. Pengambilan keputusan
Politik adalah pengambilan keputusan melaui sarana umum, keputusan
yang diambil menyangkut sektor public dari suatu negara. Yang perlu
diperhatikan dalam pengambilan keputusan politik adalah siapa pengambil
keputusan itu dan untuk siapa keputusan itu dibuat.
d. Kebijakan umum
Adalah suatu kumpulan keputusan yang diambill oleh seseorang atau
kelompok politik dalam memilih tujuan dan cara mencapai tujuan itu.
e. Distribusi
Adalah pembagian dan pengalokasian nilai-nilai (values) dalam
masyarakat. Nilai adalah sesuatu yang diinginkan dan penting, nilai harus dibagi
secara adil. Politik membicarakan bagaimana pembagian dan pengalokasian nilai-
nilai secara mengikat

4
B. Peran Politik Perempuan
Lingkungan sosial budaya dan keadaan sistem politik makro yang kurang
kondusif menyebabkan belum terjaminnya perempuan politisi berperan sebagai
pengambil keputusan politik. Dominasi laki-laki di parlemen/legislatif merupakan
mata rantai kecilnya peran perempuan di sekt or politik. Program affirmative
action yang telah diakomodasi dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2003
tentang Pemilihan Umum, yang tertera pada Pasal 65 ayat 1, yang menyatakan:
"Setiap partai politik peserta Pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR,
DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, untuk setiap daerah pemilihan
dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang -kurangnya 30 persen"
juga masih terganjal dalam kerangkengkultural.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan program affirmative action kondisi
lembaga legislatif hasil Pemilu 2004 bisa mendekati perbandingan yang
proporsional, tidak lagi dominan diisi laki -laki dan wajah demokrasi pun berubah
dari diskriminatif menjadi partisipatif. Tetapi yang terpenting, di dalam
kedudukannya di legislatif itu nantinya perempuan berpeluang besar terlibat dan
memiliki otoritas pengambilan keputusan strategis bagi kepentingan dan
kebutuhannya yang selama ini kurang bahkan belum disentuh oleh policy makers .
C. Problematika Perempuan dalam Dunia Politik
Fenomena kelangkaan perempuan di dalam aktivitas publik, khususnya dalam
politik di parpol, sangat disadari oleh kaum perempuan, terutama mereka yang
memperjuangkan hak-hak perempuan, sehingga tak jarang muncul perdebatan
persoalan di mana sebenarnya kedudukan perempuan, khususnya dalam negara.
Perdebatan akan kedudukan dan peran perempuan tersebut selalu berkisar pada
persoalan yang bergerak pada dua pendulum, yakni perempuan berkedudukan di
dunai private (kerumahtanggaan) atau di dunia publik. Lebih-lebih ketika melihat
fenomena bahwa beberapa perempuan bisa merangkap tiga peran, yakni peran
bagi dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat (publik), yang ketiga peran tersebut
mampu dilakukan secara bersamaan oleh perempuan. Inilah yang acapkali disebut
dengan triple burden bagi perempuan.

5
Kurang terakomodasinya kaum perempuan dalam hak-hak politik misalnya
antara lain disebabkan oleh (1) konteks politik yang didominasi oleh kaum laki –
laki sehingga kepentingan politik perempuan kurang terakomodasi, (2) konteks
social yang didominasi kaum laki-laki sehingga menghasilkan praktek-praktek
maskulin (maskulinisasi) dan (3) konteks budaya yang didominasi tradisi
patriarkal yang menghasilkan kontruksi sosial tentang pembagian kerja laki-laki
dan perempuan (berdasarkan seks).
D. Undang-Undang Yang Membolehkan Perempuan Berpolitik
UUD 1945 telah merumuskan dalam pasal 27 (1) :
segala Warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya.
Asas kesamaan ini dimuat pula dengan pasal 28 D sampai 28 I.
Seperti telah diuraikan di muka bahwa negara RI telah pula meratifikasi Konvensi
Hak Politik Perempuan melalui UU No.68 tahun 1956.
Pasal I dari UU tersebut menentukan : Perempuan berhak untuk memberikan
suara dalam semua pemilihan dengan syarat-syarat yang sama dengan laki-laki
tanpa diskriminasi.
Pasal II menentukan : Perempuan berhak untuk dipilih bagi semua badan yang
dipilih secara umum diatur oleh hukum nasional dengan syarat-syarat yang sama
dengan laki-laki tanpa diskriminasi.
Dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk diskriminasi terhadap
perempuan. Pasal 7 menentukan :
Para negara peserta akan mengambil seluruh tindakan yang tepat untuk
menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam kehidupan politik dan
kehidupan pemerintah negara itu dan terutama harus menjamin bagi perempuan
pada persyaratan yang sama dengan laki-laki, hak untuk :
a. memberikan suara dalam semua pemilihan atau referendum umum dan
memenuhi persyaratanpemilihan untuk semua badan yang dipilih secara
umum.

6
b. Ambil bagian dalam perumusan kebijakan pemerintah dan pelaksanaan
kebijakan tersebut serta untuk memegang jabatan pemerintah dan
melaksanakan semua fungsi pemerintah pada tingkat pemerintahan.
c. Ambil bagian dalam organisasi non pemerintah dan himpunan-himpunan
yang berkaitan dengan kehidupan pemeintah dan politik negara.
Undang-Undang No. 39 Th 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 46
menyebutkan bahwa sistem pemilu, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif
dan sistem pengangkatan dibidang eksekutif dan yudikatif harus menjamin
keterwakilan Wanita sesuai persyaratan yang ditentukan.
UU No. 31 Th. 2002
Pasal 10 (1) Warga Negara RI dapat menjadi anggota partai politik apabila telah
berumur 17 Th atau sudah / pernah kawin.
(2) Keanggotaan partai politik bersifat sukarela, terbuka dan tidak
diskriminatif bagi setiap Warga Negara Indonesia yang menyetujui
anggaran dasar dan Art partai yang bersangkutan.
Pasal 7 (e) rekruitmen politik dalam proses pengisian jabatan politik
melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan
keadilan gender.
Pasal 13 (3) menentukan :
Kepengurusan partai politik disetiap tingkatan dipilih secara demokratis
melalui forum musyawarah partai politik sesuai dengan anggaran dasar
dan anggaran RT dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
Berdasarkan ketentuan pasal-pasal diatas nampaknya UU tentang Partai Politik
telah mengakomodasikan dengan menjabarkan ketentuan dalam UUD 1945
maupun konvensi Internasional diatas, dengan memberi kesempatan kepada setiap
warganegara menjadi anggota partai politik dan menegaskan bahwa keanggotaan
tidak diskriminatif serta memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
Demikian pula halnya ditingkat kepengurusan partai harus memperhatikan
kesetaraan dan keadilan gender. Berdasarkan ketentuan-ketentuan diatas
nampaknya UU HAM maupun UU tentang Partai Politik telah sensitif gender

7
karena ketentuan-ketentuan tersebut telah mencerminkan kepentingan laki-laki
dan perempuan secara setara.
Lebih lanjut perlu dikaji UU Pemilu yaitu UU No.12 Th 2003. Apakah UU ini
mendukung upaya Pemerintah untuk meningkatkan ketewakilan perempuan
dibidang politik.
1. Pasal 13
Warga Negara RI yang pada hari pemungutan suara sudah berumur 17 tahun atau
sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.
2. Pasal 60
Calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ Kota harus
memenuhi syarat : Warga Negara Republik Indonesia yang berumur 21 tahun atau
lebih.
3. Pasal 62
Calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ Kota harus
memenuhi syarat calon sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 juga harus
terdaftar sebagai anggota partai politik peserta Pemilu yang dibuktikan dengan
kartu tanda anggota.
4. Pasal 65
(1) Setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota
DPR,DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan
dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%
pasal 13, 60, 62 menunjukan penjabaran dari asas kesamaan hukum yang
dianut oleh Negara RI serta merupakan salah satu syarat dari prinsip negara
hukum. Pasal 65 (1) yang sering disebut sebagai ketentuan quota 30% bagi
keterwakilan perempuan dibadan legeslatif. Sepertinya ketentuan ini memberikan
perlakuan istimewa bagi kaum perempuan sehingga nampak terdapat diskriminasi
dalam perumusan UU tersebut.
Dan masih banyak lagi UU yang memberikan kesempatan kepada perempuan
untuk berpilitik.

8
E. Upaya Peningkatan Peranan Wanita Di Bidang Politik
Peran partai politik sangat besar dalam merekrut calon wakil rakyat baik di
pusat maupun di daerah. Partai dan pimpinan partai politik harus mempunyai
political will dan komitment yang tinggi untuk memberi peluang dan posisi
kepada kader-kader wanita dalam kepengurusan partai, dan menempatkan mereka
sebagai calon jadi.
Berkaitan dengan penerimaan budaya, kiranya tidak dapat mengadakan
perubahan secara tepat, namun perlu upaya untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadaop kesetaraan gender agar terbuka pikiran dan wawasan
sehingga muncul perilaku mendukung aktivitas wanita di segala bidang terutama
bidang politik.
Terhadap faktor-faktor internal yaitu faktor-faktor yang timbul dari dalam diri
wanita sendiri perlu :
a. Upaya peningkatan pendidikan, pengetahuan, peningkatan wawasan dan
kemampuan diri untuk dapat melahirkan kepercayaan diri yang besar sehingga
siap dan mampu menghadapi segala tantangan.
b. Upaya terus menerus meningkatkan kesadaran berorganisasi dan
meningkatkan pendidikan politik agar mampu menghadapi masalah negara
dan bangsa.

Pendidikan politik dapat dilaksanakan melalui jalur supra struktur maupun


infra struktur. Dengan pendidikan politik diharapkan agar mampu mengadakan
telaah strategi yang meliputi pikiran strategi, perencanaan strategi maupun
monitoring.
Dengan pendidikan politik tidak dimaksudkan tidak sekedar mengenal hakekat
dan perbandingan politik tetapi sekaligus menanamkan rasa kebersamaan dan
tanggung jawab moral politik, baik tanggung jawab kepada negara, kepada rakyat
maupun kepada Tuhan Yang Maha Esa.

9
F. Keterwakilan Politik Perempuan
Perjuangan untuk menggolkan keterwakilan perempuan bukn semata-mata
memperjuangkan kuantitas saja, yang paling penting dari pada itu adalah kualitas
perempuan. Bagaimana perempuan dapat memiliki kepekaan dan komitmen untuk
mewujudkan kesetaraan, keadilan, dan pemberdayaan perempuan.
Ada beberapa alasan pentingnya keterwakilan perempuan dalam lembaga
politik dan dalam pengambilan leputusan public, yaitu:
1. keterwakilan perempuan minimal 30% akan membuat perempuan lebih
berdaya untuk terlibat dalam berbagai permasalahan yang tidak
mendapatkan perhatian selama ini di Indonesia.
2. keterwakilan perempuan mimnimal 30% akan membuat perempuan lebih
berdaya untuk memperjuangkanpeningkatan kesejahteraan perempuan
Indonesia yang masih rendah.
3. keterwakilan perempuan minimal 30% akan membuat perempuan lebih
berdaya untuk terlibatdalam pembuatan budget berpersfektif gender.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
� Peran kaum perempuan dalam dunia politik di Indonesia sudah ada
semenjak lama, termasuk dalam masa-masa kolonialisme maupun
kemerdekaan
� Globalisasi telah memberi peluang yang lebih baik terhadap kaum
perempuan untuk berperan secara wajar dan sejajar dengan kaum pria,
baik dalam konteks isu hak asasi manusia, demokratisasi maupun
kesamaan gender
� Saat ini banyak perundang-undangan maupun peraturan lain yang
mendorong kaum perempuan agar dapat berkiprah secara lebih luas dalam
berbagai sector kehidupan termasuk dalam konteks kehidupan politik
� Peran kaum perempuan dalam berbagai bidang termasuk dalam konteks
politik, seharusnya tetap memperhatikan peran dan fungsi perempuan
sebagai seorang ibu dan sebagai seorang istri.
Politik yang dikatakan orang kejam dan kotor tak boleh menghambat kaum
perempuan untuk ragu masuk dan terlibat di dalamnya, bahkan inilah waktunya
bagi perempuan untuk masuk memperbaiki tatanan masyarakat yang rusak
melalui kekuatan nuranii perempuan yang akan menjadi kekuatan penyeimbang
dari tatanan lama yang amburadul akibat birokrasi yang korup maupun mauapun
tata kelola pemerintahan yang jauh dari nilai-nilai demokratis. Keterlibatan
perempuan yang dominan dalam politik di Negara Swedia dan Peru menjadi bukti
bahwa politik yang sehat dan mampu menciptakan kesejahteraan dan
menghilangkan korupsi dapat diperankan oleh politisi perempuan. Kehadiran
politisi–politisi perempuan dalam kondisi masyarakat sekarang sangat dibutuhkan
karena masalah perempuan yang rawan kekerasan baik oleh oknum individu
maupun institusi, dapat diminimalisir oleh keterlibatan perempuan sendiri bila
power politik bisa di genggam sendiri oleh perempuan. Kultur taat yang
memasung perempuan melalui adat istiadat dan tradisi dapat dihilangkan melalui
advokasi dan sosialisasi politik.

11

Anda mungkin juga menyukai