Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
APAKAH hukum perdata itu ? Apabila kita membaca buku-buku tentang hukum,
maka kita akan menemukan berbagai pendapat dari sarjana yang masing-masing
berbeda atau ada berbagai macam definisi tentang apa itu hukum perdata, namun
perbedaan tersebut tidak berarti ada pertentangan yang tajam melainkan menunjukkan
Menurut Subekti, “Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat
perseorangan.”
hukum yang mengatur kepentingan antara warga negara perseorangan yang satu
rangkaian hukum antara orang-orang atau badan hukum satu sama lain tentang hak
dan kewajiban. Lebih lanjut beliau mengatakan kebanyakan para sarjana menganggap
yang berbeda dengan hukum publik sebagai hukum yang mengatur kepentingan
umum (masyarakat)”.
Menurut pendapat Asis Safioedin menyebutkan, “Hukum perdata adalah hukum yang
memuat peraturan dan ketentuan hukum yang meliputi hubungan hukum antara orang
yang satu dengan yang lain (antara subyek hukum satu dengan subyek hukum yang
perseorangan”.
dengan hukum perdata ialah hukum yang mengatur hubungan hukum antara
orang/badan hukum yang satu dengan orang/badan hukum yang lain di dalam
hukum). Hukum perdatalah yang mengatur dan menentukan, agar dalam pergaulan
masyarakat orang dapat saling mengetahui dan menghormati hak-hak dan kewajiban-
kewajiban antar sesamanya sehingga kepentingan tiap-tiap orang dapat terjamin dan
1.2 Hukum Perdata Dalam Arti Luas Dan Hukum Perdata Dalam Arti Sempit
Hukum perdata dalam arti luas ialah bahan hukum sebagaimana tertera dalam Kitab
Wetboek (BW), Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) disebut juga dengan
kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW). Dengan kata lain, hukum perdata dalam
arti luas ialah meliputi semua peraturan-peraturan hukum perdata baik yang
mempunyai hubungan yang erat dalam hukum dagang (KUHD). Hal ini tampak jelas
dari isi ketentuan pasal 1 KUHD. Mengenai hubungan kedua hukum tersebut dikenal
adanya adegium “Lex specialis derogat legi generali (hukum yang khusus : KUHP
a. Untuk golongan warga negara Indonesia Asli berlaku hukum adat, yaitu
dengan pembahan mengenai pengangkatan anak dan kongsi (S. 1917 No. 129)
c. Untuk golongan warga negara Indonesia keturunan Arab, India, Pakistan dan
hukum waris dengan surat wasiat, sedang mengenai hukum keluarga dan
hukum waris tanpa wasiat berlaku hukum adatnya sendiri, yaitu hukum adat
BW dapat dinyatakan berlaku bagi mereka (baik untuk seluruhnya, sebagian atau
untuk suatu perbuatan hukum tertentu). Demikian pula apabila sesuatu perbuatan
hukum tidak dikenal dalam hukum adat, seperti pendirian PT, CV, Firma atau
penarikan wesel dan cek, maka bagi orang Indonesia asli yang melakukan perbuatan
hukum seperti itu diperlakukan ketentuan dalam BW (S. 1917 No. 556).
karena belum adanya : univikasi --- hal ini karena adanya bermacam-macam
golongan.
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia ada yang tertulis dan ada yang tidak
tertulis. Hukum perdata yang tertulis adalah hukum perdata sebagaimana yang diatur
dalam BW, sedangkan hukum perdata yang tidak tertulis adalah hukum adat, yaitu
hukum yang sejak dahulu kala dianut atau dipatuhi secara turun-temurun atau
kebiasaan yang senantiasa dipatuhi dan dipandang sebagai hukum oleh yang
berkepentingan.
“Segala Badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum
Indonesia keturunan Eropa dam orang-orang yang disamakan dengan orang Eropa,
didasarkan pada azas Konkordasi (penyesuaian). Azas konkordansi ini termuat dalam
menyatakan : “Hukum perdata dan hukum dagang yang berlaku di Indonesia harus
sama dengan hukum perdata dan hukum dagang yang berlaku di Negeri Belanda.”
Hukum Perdata di Indonesia sampai saat ini masih beraneka ragam (pluralistis). Di
kecuali bidang-bidang tertentu yang sudah ada unifikasi misalnya di bidang hukum
perkawinan, hukum agraria. Tetapi apabila ditinjau lebih mendalam tampaklah bahwa
kata lain, bahwa tujuan mewujudkan unifikasi di bidang hukum hukum perdata belum
golongan Eropa, golongan Bumi Putra, dan golongan Timur Asing. Pembagian
golongan tersebut diikuti dengan pembagian kuasa hukum yang berlaku masing-
masing golongan tersebut berdasarkan pasal 131 IS. Dapat dijelaskan lebih lanjut isi
Pasal 163 dan 131 IS bahwa Kaula Hindia Belanda berdasarkan asalnya dan hukum
d. Semua orang yang berasal dari tempat lain yang negaranya tunduk
kepada hukum keluarga yang pada pokoknya berdasarkan asas yang sama
dimaksud sub 1.c dan sub 1.f : kepada golongan Eropa berlakulah hukum
perdata (KUH Perdata). Jadi KUH Perdata yang muali berlaku sejak 1 Mei
2. Golongan Bumi Putra, ialah semua orang yang termasuk rakyat Indonesia asli,
yang tidak beralih masuk golongan lain, dan mereka yang semula termasuk
golongan lain yang telah membaurkan dirinya dengan rakyat Indonesia asli.
Menurut isi pasal 131 IS maka bagi golongan Bumi Putra hukum yang berlaku
adalah hukum adatnya masing-masing. Tetapi lebih lanjut pasal 131 ayat 4 IS
menundukkan dirinya kepada hukum Perdata Eropa (KUH Perdata), yaitu melalui
a. Buku II Bab VII, bagian 5 pasal 1601 s/d pasal 1603 lama tentang
perburuhan meskipun dengan Stb 1926 No. 335, Jis 458, 565 dan Stb. 192 No.
tercantum dalam bab VIIA buku III, namun bagi mereka tetap berlaku pasal
lama.
b. Buku III bab XV, bagian 3 pasal 1788 s/d pasal 1791 tentang utang
c. Beberapa pasal dari buku II KUH Dagang yaitu sebagian besar hukum
laut
Ada pula beberapa peraturan secara khusus dibuat untuk golongan Bumi Putra,
misalnya :
No.74).
b. Ordonansi tentang maskapai andil Indonesia (IMA / Stb. 1939 No.569 jo
717).
717).
tentang koperasi (Stb.1933 No. 108), ordonansi pengangkutan udara (Stb. 1938
No. 100).
3. Golongan Timur Asing, ialah semua orang yang bukan golongan Eropa dan
perdata (KUH Perdata) dan hukum adat yang berlaku di Negerinya. Termasuk
Dari uraian di atas tampak secara jelas bahwa hukum Perdata yang berlaku di
Untuk mengatasi hal tersebut di atas sambil kita mengusahakan terciptanya suatu
kodifikasi hukum nasional khusunya di bidang hukum Perdata, maka atas dasar isi
ketentuan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, hukum Perdata (KUH Perdata dan
KUH Dagang) masih tetap berlaku. Pada tahun 1963 Mahkamah Agung Republik
Indonesia mengeluarkan Surat Edaran No. 3/1963 (dikenal dengan SEMA 3/1963)
yang menjadi dasar hukum hakim dalam hal ia akan memberlakukan atau tidak suatu
pasal atau suatu ketentuan hukum perdata (KUH Perdata dan KUH Dagang)
manakalah hakim berpendapat bahwa pasal tersebut tidak sesuai lagi dengan
kemajuan jaman. Dikatakan bahwa KUH Perdata dan KUH Dagang itu tidak lagi
merupakan suatu Wetboek tetapi suatu Rectboek. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa secara yuridis formal kedudukan KUH Perdata / BW dan KUH
Dagang / WvK tetap sebagai undang-undang, sebab BW dan Wvk tidak pernah
Apabila dilihat dari kenyataan yang ada, maka kiranya tepatlah apa yang ditulis oleh
berlaku dalam kehidupan masyarakat adat secara turun temurun serta ditaati.
Isinya mengatur hubungan antar individu dalam masyarakat adat yang berkaitan
saat ini) didasarkan pada Aturan Peralihan (pasal II Aturan Peralihan) UUD 1945.
Suatu hal yang perlu disadari bersama bahwa hingga saat ini masih belum ada hukum
perdata nasional secara menyeluruh sebagai satu sistem norma-norma hukum perdata,
namun hal tersebut masih dalam usaha mewujudkannya. Itu semua mengandung arti
pula bahwa hukum perdata yang berlaku di Indonesia masih menggunakan dasar
hukum pasal II Aturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945 yang dalam proses
Perdata/BW Belanda dan Code Civil Prancis. Hal tersebut disebabkan karena
Indonesia waktu itu dijajah Belanda, sehingga tidak mustahil di bidang hukum pun
termasuk pula disini Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Tetapi Belanda sendiri
pernah diduduki Prancis beberapa lama waktu lamanya, sehingga juga merasakan
sedangkan Prancis selatan berlaku hukum romawi yang tertuang dalam corpus luris
civilis merupakan hukum tertulis (pays de droit cerit). Corpus luris civilis terdiri atas :
dibukukan oleh para ahli hukum atas perintah kaisar Romawi yang dianggap
2. Pandecta ialah kumpulan pendapat para ahli hukum Romawi yang termashur,
selesai.
Keadaaan tersebut diatas berjalan cukup lama dan menimbulkan tidak ada kesatuan,
hal ini kurang menguntungkan. Menyadari akan keadaan tersebut maka pada abad ke
XVII muncul usaha untuk menciptakan kodifikasi hukum agar didapat kesatuan
dalam hukum Prancis. Hasilnya, pada awal abad ke XVIII dikeluarkan beberapa
sana-sini dan akhirnya diundangkan kembali dengan sebutan Code Civil Napoleon,
tetapi penggunaan istilah tersebut hanya sebentar karena akhirnya kembali disebut
Belanda dan akhirnya dinyatakan secara resmi sebagai kodifikasi resmi (di bidang
Hal itu dapat terjadi oleh karena Belanda pada waktu itu dijajah Prancis. Pada masa
pendudukan Prancis di Belanda telah ada usaha membuat kodifikasi menurut hukum-
hukum Belanda kuno tetapi tidak dapat terwujud. Setelah Prancis meninggalkan
Belanda maka usaha tersebut semakin digiatkan terbukti pada tahun 1814 dibentuk
panitia yang dipimpin Mr. J.M. Kemper yang diberi tugas mempersiapkan rencana
kodifikasi hukum Perdata. Tetapi ternyata usaha Kemper tidak berhasil karena
ditolak oleh Perwakilan Rakyat, namun hal itu tidak mengendurkan semangat untuk
yang matang, kerja keras, maka pada tahun 1829 berhasil dikodifikasikan berbagai
hukum Nederland Selatan (Belanda). Sudah barang tentu hal itu bukan yang
dari Belgia. Kodifikasi yang telah dibentuk kemudian ditinjau kembali, diadakan
perubahan-perubahan disesuaikan dengan keadaan di Belanda. Terakhirnya dengan
Koninklijk Besluit 10 April 1838 (S. 1838-12) Kodifikasi hukum perdata (Kitab
Indonesia pada masa itu dijajah oleh Belanda, dan di sini banyak warga Belanda
hukum bagi warganya bahkan orang-orang Eropa yang berada di Indonesia. (Hindia
Belanda.
berisi aturan-aturan pemerintahan Hindia Belanda terdiri atas 187 Pasal dan mulai
Dari pasal 131 IS tersebut dapat diketahui pedoman politik hukum pemerintah Hindia
Atas dasar kedua pasal tersebut dapat diketahui bahwa pada prinsipnya KUH
perdata/BW hanya berlaku bagi golongan Eropa, golongan lain dapat menggunakan
KUH Perdata/BW asal mereka telah lebih dulu menundukkan diri S. 1917 No.12
mengenai lembaga penundukan diri, dan sebenarnya hanya ditujukan bagi Bumi
Putra, sedangkan golongan Timur Asing hal itu hampir tidak relevan lagi sebab S.
1855 No.79 menyatakan bahwa KUH Perdata/BW berlaku terhadap golongan Timur
Tahun 1917 golongan Timur Asing dibedakan menjadi dua, yaitu Timur Asing
Tionghoa dan Timur Asing bukan Tionghoa. Bagi golongan Timur Asing Tionghoa,
berlakulah KUH Perdata/BW, tetapi diperluas dengan S.1917 Nomor 129, bagi Timur
Asing bukan Tionghoa, KUH Perdata/BW berlaku bagi mereka (S. 1855 Nomor 79)
Stb. tersebut kemudian diubah oleh S. 1924 No. 556, tanggal 9 Desember 1924,
isinya KUH Perdata/BW berlaku bagi mereka kecuali tentang hukum keluarga dan
hukum waris.
Bagaimana nasib pasal 131 dan pasal 163 IS serta keadaan yang berlaku sebelum 17
Agustus 1945, setelah Indonesia merdeka ? pasal 131 dan pasal 163 IS dengan segala
konsekuensinya atau IS sebagai kodifikasi hukum pokok ketatanegaraan sudah tidak
berlaku lagi. Isi IS satu per satu dinilai apakah masih sesuai atau tidak dengan
Indonesia hingga saat ini. Dengan demikian, dapat dicegah kekosongan hukum
yang ada pada KUH Perdata/BW ternyata banyak yang tidak cocok lagi untuk
tidak lagi sebagai KUH Perdata/BW yang bulat dan utuh seperti keadaan semula saat
perubahan yaitu :
bahwa semua hak-hak kebendaan yang bertalian dengan tanah, kecuali hipotik,
b. Dengan keluarnya SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung RI) No.3 tahun
1963 yang menyatakan tidak berlakunya lagi beberapa pasal-pasal dari BW. yaitu
Pasal : 108, 110, 284 ayat 3 1238, 1460, 1579, 1602 ayat 1 dan 2 1682, karena
pasal tersebut dianggap bersikap kolonial, diskriminasi, tidak adil dan tidak sesuai
Keterangan :
- Pasal 108 dan 110 tentang ketidak wenangan bertindak dari seorang
isteri
- Pasal 284 ayat 3 tentang pengakuan anak luar kawin yang lahir dari
hanya dapat diajukan di muka hakim jika didahului dengan penagihan tertulis
(somasi).
- Pasal 1460 tentang resiko dalam perjanjian jual beli barang, yang
barangnya.
- Pasal 1602 ayat 1 dan 2, mengenai diskriminasi antara orang Eropa
akte Notaris.
(UU No. 1 tahun 1974) yang menyatakan, bahwa ketentua perkawinan dengan
segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang diatur dengan KUH
ketentuan mengenai perkawinan yang belum diatur dan tidak bertentangan dengan
dua sistematika :
terdiri :
Buku II : tentang Benda (van Zaken) yang mengatur hukum benda dan hukum
perikatan dan hukum perjanjian --- diatur (pasal 1233 s/d 1864)
dan akibat lewat waktu terhadap hubungan hukum --- diatur (pasal
Recht).
Keterangan :
perkawinan
4. Hukum perikatan mengatur tentang hak dan kewajiban yang timbul dari
meninggal.