Anda di halaman 1dari 50

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

Dengue Haemorraghic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang

disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi

mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer

&Suprohaita; 2000; 419).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan

oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk

Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah, 1995 ; 341).

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang

disebabkan oleh virus dengue dengan tipe I – IV dengan manifestasi klinis

dengan 5 – 7 hari disertai gejala perdarahan dan jika timbul, angka

kematiannya cukup tinggi (UPF IKA, 1994 ; 201)

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam yang

berlangsung akut menyerang baik orang dewasa maupun anak – anak tetapi

lebih banyak menimbulkan korban pada anak – anak berusia di bawah 15

tahun disertai dengan perdarahan dan dapat menimbulkan syok yang

disebabkan virus dengue dan penularan melalui gigitan nyamuk Aedes.

(Soedarto, 1990 ; 36).

8
2

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama

terdapat pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan

biasanya memburuk pada dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit DHF suatu

penyakit infeksi yang menyebabkan demam akut yang menyerang anak-anak

dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, bisa disertai

perdarahanan yang beresiko mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan

kematian.

2. Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskular dan imunologi

a. Anatomi

Menurut Syaifudin (1997) sistem sirkulasi adalah sarana untuk

menyalurkan makanan dan oksigen dari traktus digestivus dan dari paru-paru

ke sel-sel tubuh. Selain itu, sistem sirkulasi merupakan sarana untuk

membuang sisa-sisa metabolisme dari sel-sel ke ginjal, paru-paru dan kulit

yang merupakan ekskresi sisa-sisa metabolisme.

Organ-organ sistem sirkulasi mencakup jantung, pembuluh darah dan darah.

a). jantung

Meupakan organ yang berbentuk kerucut, terletak di dalam thorax,

diantara paru-paru, agak lebih ke arah kiri

Struktur jantung, meliputi :


3

Atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan, ventrikel kiri, katup bikuspidalis,

katup trikuspidalis, endokardium, miokardium, pericardium.

b). Pembuluh darah

Pembuluh darah dibagi 3 yaitu :

(1). Arteri (pembuluh nadi)

Arteri yang meninggalkan jantung pada ventrikel kiri dan

kanan. Beberapa pembuluh darah arteri yang penting :

(a).Arteri koronaria

Arteri yang mendarahi dinding jantung

(b).Arteri subklavia

Arteri bawah selangka yang bercabang kanan kiri leher dan

melewati aksila

(c).Arteri brachialis

Arteri pada lengan atas

(d).Arteri radialis

Arteri yang teraba pada pangkal ibu jari

(e).Arteri karotis

Arteri yang mendarahi kepala dan otak

(f). Arteri temporalis

Arteri yang teraba denyutannya pada depan telinga


4

(g).Arteri fascialis

Teraba berdenyut di sudut rahang bawah

(h).Arteri femoralis

Arteri yang berjalan ke bawah menyusuri paha menuju ke

belakang lutut

(i). Arteri tibia

Arteri pada kaki

(j). Arteri pulmonalis

Arteri yang menuju ke paru-paru

(2). Kapiler (pembuluh rambut)

Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil yang berasal

dari cabang terhalus dari arteri sehingga tidak tampak kecuali di

bawah mikroskop. Kapiler membentuk anyaman di seluruh jaringan

tubuh, kapiler selanjutnya bertemu satu dengan yang lain menjadi

pembuluh darah yang lebih besar disebut vena

Fungsi kapiler darah :

(a).Alat penghubung antara pembuluh darah arteri dan vena

(b).Tempat terjadinya pertukaran zat-zat antara darah dan cairan

jaringan

(c).Mengambil hasil-hasil dari kelenjar


5

(d).Menyerap hasil makanan yang terdapat di usus

(e).Menyaring darah yang terdapat di ginjal

(3). Vena (pembuluh darah balik)

Vena membawa darah kotor kembali ke jantung

Beberapa vena yang penting :

(a).Vena cava superior

Vena balik yang memiliki atrium kanan, membawa darah

kotor dari daerah kepala, thorax dan ekstremitas atas

(b).Vena cava inferior

Vena yang mengembalikan darah kotor ke jantung dari semua

organ tubuh bagian bawah

(c).Vena Jugularis

Vena yang mengembalikan darah kotor dari otak ke jantung

(d).Vena Pulmonalis

Vena yang mengembalikan darah kotor ke jantung dari paru-

paru
6

Gambar 2.1 Anatomi Jantung

c). Darah

Beberapa pengertian darah menurut beberapa ahli : “Darah adalah

jaringan cair yang terdiri atas dua bagian, bagian cair yang disebut plasma

dan bagian padat yang disebut sel-sel darah” ( Pearce Evelyn, 2002:133).

Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah

yang warnanya merah (Syaifuddin , 1997), Darah adalah suatu cairan kental

yang terdiri dari sel-sel dan plasma (Guyton, 1992).

Proses pembekuan darah (Hemopoesis) terdapat tiga tempat yairtu :

sumsum, hepar dan limpa

(1). Sumsum tulang

Sumsum tulang yang aktif dalam hemopoesis adalah :

(a).Tulang vertebrae

Vertebrae merupakan serangkaian tulang-tulang kecil yang tidak

teratur bentuknya dan saling berhubungan, sehingga tulang


7

belakang yang mampu melaksanakan fungsinya sebagai

pendukung dan penopang tubuh. Tubuh manusia mempunyai 33

vertebrae, tiap vertebrae mempunyai korpus (badan ruas tulang

bbelakang) berbentuk kotak dan terletak di depan dan

menyangga badan. Bagian yang menjorok dari korpus ke

belakang deisebut Arkus neoralis (lengkung neoralis) yang

dilewati medulla spinalis, yang membawa serabut-serabut dari

otak ke semua bagian tubuh. Pada Arkus terdapat bagian yang

menonjol pada vertebrae dan dilekati otot yang menggerakkan

tulang belakang, yang dinamakan Processus Spinalis.

(b).Sternum (tulang dada)

Sternum adalah tulang dada. Tulang ini sebagai pelekatan tulang

kosta dan klavila. Sternum terdiri dari manubrium stermi Corpus

sterni dan Processus Spinosis

(c).Costa (tulang iga )

Costa terdapat 12 pasang, 7 pasang costa vertebra sternalis, 3

pasang costa vertebro condralis dan 2 pasang costa fluktuantes.

Costa di bagian posterior tubuh melekat pada tulang vertebrae

dan di bagian anterior melekat pada tulang sternum, baik secara

langsung maupun tidak langsung, bahkan ada yang sama sekali

tidak melekat
8

b). Hepar

Hepar merupakan kelenjar terbesar dari beberapa kelenjar pada tubuh

manusia. Organ ini terletak di bagian kanan atas abdomen di bawah

diafragma. Kelenjar ini terdiri dari 2 lobus dextra dan lobus siniistra. Dari

kedua lobus tampak adanya ductus hepaticus dextra dan ductus hepaticus

sinistra, keduanya bertemu membentuk ductus hepaticus komunis. Ductus

hepatikus comunis menyatu dengan duktus sistikus membentuk ductus

coledakus.

c). Limpa

Limpa terletak di bagian kiri atas abdomen limpa terbentuk setengah

bulan berwarna kemerahan. Limfa adalah organ berkapsul dengan berat 100-

150 gr. Limpa mempunyai 2 fungsi sebagai organ limfoid dan memfagosit

material tertntu dalam sirkulasi darah. Limpa juga berfungsi menghancurkan

sel darah merah yang rusak

Volume darah pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah

kira-kira 1/3 dari berat badan atau kira-kir 4-5 liter. Keadaan jumlah tersebut

pada tiap-tiap orang tidak sama tergantung umur, pekerjaan, keadaan jantung

atau pembuluh darah.

Tekanan viskositas atau kekentalan dari pada darah lebih kental dari

pada air yaitu mempunyai berat jenis 1,041-1,067 temperatur 38 0C dan PH

7,37-7,45.
9

b. Fisiologi

Tubuh memiliki komposisi cairan tersendiri yang memiliki peranan

penting dalam faal vaskuler. Sel organisme multiseluler (manusia) hidup

dalam lautan cairan yang dibungkus oleh kulit organisme tersebut. Semua sel

organisme multiseluler perlu nutrisi dan O2 dari Cairan ekstravaskuler dan sel

organisme multiseluler membuang sisa metabolisme kedalam Cairan

ekstravaskuler. Tugas Cairan ekstravaskuler adalah menyediakan nutrisi sel

dan membersihkan sisa metabolisme sel, juga merupakan medium transport

substansi kimia/transmisi impuls dari satu sel ke sel yang lain . Cairan

intravaskuler merupakan medium reaksi kimia (aktivitas biokimiawi sel)

Cairan tubuh terdiri ± 57 % BB → terdiri dari : Cairan intraselulerr

70% dan Cairan ekstraseluler 30% . Cairan Intra Seluler ( CIS ) yaitu cairan

yang terletak didalam sel tubuh . Sedangkan Cairan Ekstra Seluler (CES )

yaitu Cairan yang terletak diluar sel tubuh. Dan Cairan Interstisial: cairan

yang terdapat pada celah antar sel, terdiri: Plasma darah, Cairan serebrospinal,

Cairan limfe, Cairan intraokuler, Cairan persendian, Cairan gastrointestinal

Darah

Darah merupakan salah satu dari cairan Intra seluler , Volume darah :

± 1/13 Berat badan . Fungsi darah secara umum terdiri atas :


10

1). . Sebagai alat pengangkut

a. Mengambil 02 atau zat makanan dari paru-paru untuk diedarkan ke

seluruh jaringan tubuh.

b. Mengangkut CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru.

c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan

dibagikan ke seluruh jaringan atau alat tubuh.

d. Mengangkat atau mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh

untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.

2). Sebagai pertahanan tubuh terhadap bibit penyakit dan racun yang

akan membinasakan tubuh dengan perantaraan leukosit, antibodi atau zat-zat

anti racun.

3). Menyebarkan panas ke seluruh tubuh. Fungsi khususnya

diterangkan lebih banyak di struktur/ bagian-bagian dari masing-masing sel-

sel darah dan plasma darah.

Bagian-bagian darah

Darah terdiri dari dua bagian, yaitu :

1). Sel-sel darah, ada tiga macam yaitu :

a. Eritrosit (sel darah merah)

Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti ukurannya

kira-kir 8 mm , tidak dapat bergarak. Banyaknya kira-kira 5 juta dalam mm3.

Eritrosit berwarna kuning kemerah-merahan karna di dalamnya mengandung


11

suatu zat yang disebut hemoglobin. Warna ini akan tambah berwarna merah

jika di dalamnya banyak mengandung 02. Fungsi dari Eritrosit adalah menikat

02 dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh dan mengikat

CO2 dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru

Eritrosit dibuat dalam sumsum tulang, limpa dan hati yang kemudian

akan beredar ke selurh tubuh selama 14-15 hari setelah itru akan mati.

Hemoglobin yang keluar dari eritrosit yang mati akan terurai menjadi 2 zat

yaitu hematin yang mengandung Fe yang berguna untuk pembuatan eritrosit

baru dan berguna untuk mengikat 02 dan CO2. Jumlah H orang dewasa kira-

kira 11,5-15 mg%. Normal Hb wanita 11,5-15,5mg % dan Hb laki-laki 13,0-

17,0%

Di dalam tubuh benyaknya sel darah merah ini bisa berkurang,

demikian juga banyaknya hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila

keduanya berkurang mak keadaan ini disebut anemia. Biasanya hal ini

disebabkan karena perdarahan yang hebat dan gangguan dalam pembuatan

eritrosit.

b. Leukosit (sel darah putih)

Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak

dengan perantara kaki palsu (pseudopodia) mempunyai bermacam-macam inti

sel sehingga dapat dibedakan berdasarkan inti sel . Leukosit berwarna bening

(tidak berwarna), banyaknya kira-kira 4000-11.000 / mm3


12

Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh , yaitu membunuh dan

memakan bibit penyakit atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan

RES ( Retikulo Endotel System). Fungsi yang lain yaitu sebagai pengangkut ,

dimana leukosit mengangkut dan membawa zat lemak dari dinding usus

melalui limpa ke pembuluh darah

Sel leukosit selain di dalam pembuluh darah juga terdapat di seluruh

jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit disebabkan karena

kemasukan kuman atau infeksi maka jumlah leukosit yang ada dalam darah

meningkat.

Hal ini disebabkan sel leukosit yang biasanya tiggal di dalam kelenjar

limfe sekarang beredar dalam darah untuk mempertahankan serangan bibit

penyakit tersebut, macam-macam leukosit meliputi :

a). Agranulosit

Sel yang tidak mempunyai granula , terdiri dari :

(1). Limfosit

Leukosit yang dihasilkan dari jaringanRES dan kelenjar limfe

di dalam sitoplasma tidak terdapat granula dan intinya besar,

banyaknya 20-25%. Fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang

masuk ke dalam jaringan tubuh

(2). Monosit

Fungsinya sebagai fagosit dan banyaknya 34%


13

b). Granulosit

(1). Neutrofil

Mempunyai inti, protoplasma bintik-bintik banyaknya 60-70%

(2). Eosinofil

Granula lebih besar, banyaknya kira-kira 24%

(3). Basofil

Inti teratur dalam protoplasma terdapat granula besar,

banyaknya ½ %.

Selain Leukosit yang mempertahankan tubuh dari serangan

penyakit adalah sistem imun, sistem imun tubuh terbagi 2 yaitu sistem

imun spesifik dan sistem imun nonspesifik (alamiah) .

Sistem Imun Non Spesifik tidak ditujukan terhadap

mikroorganisme tertentu, tetapi berespon terhadap semua jenis

antigen. Telah ada dan siap berfungsi sejak lahir, contoh: permukaan

tubuh, selaput lendir dan berbagai komponen dalam tubuh . sistem

Imun non spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam

menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, oleh karena dapat

memberikan respon langsung terhadap antigen. Namun membutuhkan

waktu (untuk mengenal antigen terlebih dahulu) sebelum dapat

memberikan responya. Contoh Sistem Imun Non Spesifik Fisik: kulit,


14

selaput lendir, batuk, bersin ,Larutan: asam lambung, cairan vagina,

saliva, air mata ,Sel: monosit, basofil, neutrofil, eosinofil, makrofag

Sedangkan sistem imun spesifik mempunyai kemampuan

untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing

yang pertama kali muncul dalam badan segera dikenal oleh sistem

imun spesifik menyebabkan sensitisasi sel sel sistem imun tersebut

Bila sel imun tersebut berpapar kembali dengan benda asing yang

sama, maka benda asing yang terakhir ini akan dikenal lebih cepat,

kemudian di hancurkan olehnya (antibodi atau sel T). Contoh:

Larutan: antibodi (sel B) Seluler: sel T.

c. Trombosit (sel plasma )

Merupakan benda-benda kecil yang bantuknya dan dan ukurannya

bermacam-macam, ada yang bulat dan ada yang lonjong, warnanya putih

dengan jumlah normal 150.000-450.000 /mm3. Trombosit memegang peran

penting dalam pembekuan darah, jika kurang dari normal. Apabila timbul luka

darah tidak lekas membeku sehingga timbul perdarahan terus menerus.

Proses pembekuan darah dibantu oleh zat Ca2+ dan fibrinogen.

Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh mendapat luka. Jika tubuh terluka,

darah akan keluar, trombosit pecah dan akan mengakibatkan zat yang disebut

trombokinase. Trombokinase akan bertemu dengan protrombin dengan

bantuan Ca2+ akan menjadi trombin. Trombin akan bertemu dengan fibrin
15

yang merupakan benang-benang halus , bentuk jaringan yang tidak teratur

letaknya, yang akan menahan sl darah, dengan demikian terjadi pembekuan

d. plasma darah

Bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah warna bening kekuningan

hampir 90% plasma darah terdiri dar :

1) Fibrinogen yang berguna dalam prose pembekuan darah

2) Garam-garam mineral(garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain

yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik)

3) Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan viskositas darah

dan juga menimbulkan tekanan osmotic untuk memelihara

keseimbangan cairab dalam tubuh

4) Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral dan vitamin

5) Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh

6) Antibodi atau anti toksin yaitu , protein serum yang disebut Globulin,

dan sekarang dikenal sebagai Imunoglobulin (Ig) Imunoglobulin

dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari porliferasi sel B akibat

kontak dengan antigen Ig terdiri dari α, β, γ dan yang terbanyak

adalah γ globulin Macam imunoglobulin adalah : Ig G, Ig A, Ig M, Ig

E, Ig D
16

e. Hematokrit

Hematokrit adalah peresentase darah yang berupa sel. Harga normal

hematokrit adalah 40,0-54,0%. Efek hematokrit terhadap viskositas darah

semakin besar persentase sel darah merah yaitu semakin besar hematokrit

3. Etiologi

a. Virus dengue

Penyebab penyakit adalah virus Dengue. Virus ini termasuk

kelompok Arthropoda. Borne Viruses (Arbovirosis). Sampai saat ini

dikenal ada 4 serotype virus yaitu ;

1) Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun1944.

2) Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.

3) Dengue 3 diisolasi oleh Sather

4) Dengue 4 diisolasi oleh Sather.

Keempat type virus tersebut telah ditemukan diberbagai daerah

di Indonesia dan yang terbanyak adalah type 2 dan type 3. Penelitian di

Indonesia menunjukkan Dengue type 3 merupakan serotype virus yang

dominan menyebabkan kasus yang berat . (Soedarto, 1990; 36).


17

b. Vektor

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui

vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes

polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang

berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan

antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada

perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer

&Suprohaita; 2000; 420). Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes

Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita

kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti

merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di

daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam

penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih

yang terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes

Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon

di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami

lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap

darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan

senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37).


18

c. Host

Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya

maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak

sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue

yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue

Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah

mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi

ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi

yang mendapat infeksi virus dengue huntuk pertama kalinya jika ia

telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.

(Soedarto, 1990 ; 38).


19

4. Patofisiologi
20

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue( DBD)

disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang

berbeda yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah

pada peristiwa renjatan yang khas pada DBD. Renjatan itu disebabkan karena

kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam

dengue hal ini tidak terjadi.

Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap

masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan

ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul

gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan

segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga

makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di

makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk

memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik

yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan

sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali

yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi

komplemen.

Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang

merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot,

malaise dan gejala lainnya. Ruam pada Dengue Fever disebabkan oleh
21

kongesti pembuluh darah di bawah kulit. Dapat terjadi manifetasi perdarahan

karena terjadi agregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi

trombositopenia ini bersifat ringan. Trombositopenia dihubungkan dengan

meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa

hidup trombosit menimbulkan dugaan destruksi trombosit.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan

membedakan Dengue fever dengan DHF ialah meningginya permeabilitas

dinding kapiler karena penglepasan zat anafilaktosin, histamin, dan serotonin

serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat ektravasi cairan intravaskuler.

Hal ini berakibat mengurangnya volume plasma, terjadi hipotensi,

hemokonsentrasi, hipoproteinemian, efusi dan renjatan. Plasma merembes

selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai

puncaknya pada saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat. Pada pasien

dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.

5. Manifestasi Klinis

a. Demam

Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari

kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan

dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik


22

misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan,

nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya. (Soedarto, 1990 ; 39).

b. Perdarahan

Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam

dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji torniquet yang

positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan

purpura. ( Soedarto, 1990 ; 39). Perdarahan ringan hingga sedang dapat

terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan

haematemesis. (Nelson, 1993 ; 296). Perdarahan gastrointestinal

biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995 ;

349).-

c. Hepatomegali

Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba,

meskipun pada orang yang kurang gizi. Bila terjadi peningkatan dari

hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan

akan tejadi renjatan pada penderita . (Soedarto, 1995 ; 39).


23

d. Renjatan (Syok)

Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya

penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit

lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis

di sekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya

menunjukan prognosis yang buruk. (soedarto ; 39).

Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat

penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah :

-            Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi

perabaan.

-            Asites .

-            Cairan dalam rongga pleura ( kanan ).

-            Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.

- Gejala klinik lain yaitu nyeri epigasstrium, muntah – muntah,

diare maupun obstipasi dan kejang – kejang. (Soedarto, 1995 ;

39).

6. Klasifikasi

Klasifikasi DHF menurut derajat ringannya penyakit, Dengue

Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201)

yaitu :
24

1) Derajat I

Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji torniquet

hasilnya positif.

2) Derajat II

Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala – gejala

pendarahan spontan seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis,

haematemesis, melena, perdarahan gusi, telinga dan sebagainya.

3) Derajat III

Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah

seperti nadi lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (<

20 mmHg) tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan

sistolik dibawah 80 mmHg.

4) Derajat IV

Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung >

140 mmHg) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit

tampak biru.

7. Penatalaksanaan

Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF)

bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 12995 ; 344) Dengue Haemoragic

Fever (DHF) ringan tidak perlu dirawat, Dengue Haemoragic Fever (DHF)
25

sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila keluarga dapat

diikutsertakan dalam pengawasan  penderita di rumah dengan kewaspadaan

terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit ( Purnawan

dkk, 1995 ; 571) Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue

(UPF IKA, 1994 ; 203) yaitu: Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas,

muntah, masukan kurang) atau kejang–kejang. Panas 3-5 hari disertai nyeri

perut, pembesaran hati uji torniquet positif/negatif, kesakitan, Hb dan Ht/PCV

meningkat, Panas disertai perdarahan, Panas disertai renjatan.

Adapun penatalaksanaan yang didapatkan pasien penderita demam

berdarah diantaranya yaitu :

a. Tirah baring

b. Makanan Lunak

Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum susu

sebanyak 1,5-2 liter dalam 24 jam ( susu,air dengan gula atau sirop)

atau air tawar ditambah dengan garam saja

c. Medikamentosa yang bersifat simptomatis

Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres es di kepala,

ketiak dan inguinal. Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen,

eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal karena bahaya

perdarahan

d. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder


26

Pasien DHF harus diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda

renjatan, yaitu :

a. Keadaan umum memburuk

b. Hati semakin membesar

c. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia

d. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala

Dalam hal ditemukan tanda-tanda dini tersebut infus harus disiapkan

dan terpasang pada pasien. Observasi meliputi pemeriksaan tiap jam terhadap

keadaan umum, nadi dan tekanan darah, suhu dan pernafasan setiap 4-6 jam

pada hari-hari pertama selanjutnya tiap 24 jam.

Terapi untuk DSS bertujuan utama untuk mengembalikan volume

cairan intrevaskular ke tingkat yang normal, dalam hal ini dapat tercapai

dengan pemberian segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NacL,

lactat ringer atau bila terdapat renjatan yang berat dapat dipakai plasma.

Jumlah cairan dan kecepatan pemberian cairan disesuaikan dengan

perkembangan klinis.

Kecepatan permulaan tetesan ialah 20 ml/ kg berat badan, dan bila

renjatan telah diatasi kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml/kg berat

badan / jam.

Pada kasus dengan renjatan berat, cairan diberikan dengan diguyur,

dan bila tak tampak perbaikan , diusahakan pemberian plasma atau ekspander
27

plasma atau dekstran atau preparat hemasel dengan jumlah 15-29 ml/kg berat

badan. Dalam hal ini perlu diperhatikan keadaan asidosis, yang harus

dikoreksi dengan Na-bikarbonas. Pada umumnya untuk menjaga

keseimbangan volume intravaskular, pemberian cairan intravena baik dalam

bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan 12-48 jam setelah renjatan

teratasi.

Tranfusi darah dilakukan pada

1. Pasien dengan perdarahan yang membehayakan (hematemesis dan

melena )

2. Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukan penurunan

kadar Hb dan Ht

Pemberian kortikosteroid dilakukan telah terbukti tidak

terdapat perbedaan yang bermakna antara terapi tanpa atau dengan

kortikosteroid. Pada pasien dengan renjatan yang lama (prolonged

shock), DIC diperkirakan merupakan penyebab utama perdarahan .

Bila dengan pemeriksaan hemostatis terbukti adanya DIC , heparin

perlu diberikan.
28

8. Dampak DHF pada Sistem Tubuh Lain

Adapun dampak penyakit DHF terhadap sistem tubuh lain yaitu :

Sistem Pencernaan :

Perdarahan saluran cerna, hematemesis ataupun melena yang

terjadi pada DHF dengan renjatan diakibatkan adanya perubahan

vaskuler, penurunan jumlah trombosit dan koagulopati dan

trombositopeni yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit

muda dalam sumsum tulangdan pendeknya masa hidup trombosit

karena depresi sumsum tulang. sedangkan pada hati dapat terjadi

hepatomegali ataupun kenaikan enziam hati yang dapat menekan

lambung dan mengakibatkan mual atau muntah. Nafsu makan pasien

berkurang, karena salah satu mediator inflamasi, yaitu serotonin, yang

dilepaskan pada proses radang, yaitu iritasi mukosa, mempunyai

mekanisme menekan nafsu makan dengan menekan pusat pengatur

rasa kenyang dan rasa lapar di hipotalamus. Badan pasien terasa

lemas, karena pasien tidak mendapatkan makanan yang ada sebagai

sumber energi akibat kurangnya asupan nutrisi karena pasien merasa

mual dan nafsu makan berkurang.

Sistem Kardiovaskuler :

DSS disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler

sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi plasma, efusi cairan serosa ke


29

rongga pleura dan peritoneum hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan

hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran darah balik

vena, preload, miokardium. Penurunan volume sekuncup dan curah

jantung sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan

penurunan fungsi organ

Sistem pernafasan :

Adanya efusi pleura pada DSS disebabkan karena adanya

kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasi cairan intravaskuler

yang menyebabkan dispnea

Sistem mukuloskeletal :

Masuknya virus dengue menyebabkan tubuh melepaskan

mediator-mediator yang menyebabkan gejala sistemik seperti demam,

nyeri sendi, otot dan malaise.

Sistem penglihatan :

Pada sistem penglihatan umumnya tidak mengalami gangguan,

klien masih dapat melihat dengan jelas.

Sistem Pendengaran

Pada sistem pendengaran pada umumnya tidak ada masalah,

klien masih bisa mendengar


30

Sistem Pengecapan

Adanya peningkatan suhu akibat viremia virus dengue , klien

akan kakurangan cairan dan menyebabkan bibir dan mukosa kering,

dan juga perdarahan gusi akibat dari trombositopeni.

Sistem penciuman

Bentuk dan fungsinya tidak ada kelainan, biasa ditemukan

epitaksis akibat dari trombositopeni.

Sistem Integumen

Demam tinggi pada pasien terjadi akibat adanya rangsangan

terhadap metabolisme asam arachidonat oleh pirogen endogen (IL-1)

yang dirangsang oleh pirogen eksogen yang ada pada agen infeksius,

dalam hal ini virus. Agen infeksius ini mengacaukan set point suhu

pada hipotalamus, sehingga tubuh berusaha untuk mencapai set point

“palsu” tersebut dengan mekanisme demam. Turgor kulit menurun

akibat dari kenaikan suhu yang menyebabkan penderita mengalami

kekurangan cairan, Bintik kemerahan yang timbul pada pasien terjadi

akibat gangguan hemostasis primer sebagai konsekuensi dari keadaan

trombositopenia. Trombositopenia sendiri yang terjadi pada kasus DD

dan DBD timbul akibat supresi sumsum tulang dan destruksi serta

pemendekan masa hidup eritrosit oleh virus dengue. Kapiler yang

sering mengalami ruptur dalam keadaan normal mudah diperbaiki,


31

namun dalam keadaan trombositopenia, kapiler tersebut tidak dapat

diperbaiki dengan cepat, sehingga timbul bintik kemerahan, atau

petechie. Selain itu, bintik kemerahan juga dapat timbul akibat

permeabilitas kapiler yang meningkat.. Akral teraba dingin akibat dari

preload yang menurun dan jantung mengorbakan pembuluh-pembuluh

darah kapiler di ekstremitas untuk menghindari shyok. Suhu tubuh

terasa panas akibat kompensasi tubuh terhadap viremia.

Sistem urinari

Dapat terjadi oliguri karena kebocoran volume plasma

mengakibatkan penderita kekurangan cairan dan memproduksi sedikit

urine.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan yang

merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari

berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status

kesehatan klien. (Nursalam, 2001 : 17).

a. Biodata

Identitas klien : Nama , Umur: DHF merupakan penyakit

daerah tropik yang sering menyebabkan kematian pada anak, remaja


32

dan dewasa ( Effendy, 1995 ), Jenis kelamin: secara keseluruhan tidak

terdapat perbedaan pada penderita DHF. Tetapi kematian lebih sering

ditemukan pada anak perempuan daripada anak laki-laki, pendidikan,

agama, suku bangsa, nomor medrek, tanggal masuk rumah sakit,

tanggal pengkajian, diagnosa medis, Tempat tinggal: penyakit ini

semula hanya ditemukan di beberapa kota besar saja, kemudian

menyebar kehampir seluruh kota besar di Indonesia, bahkan sampai di

pedesaan dengan jumlah penduduk yang padat dan dalam waktu relatif

singkat.

Identitas penanggung jawab : Nama , Umur, alamat, hubungan

dengan klien, pendidikan, pekerjaan

b. Riwayat Kesehatan :

 Keluhan Utama Masuk RS :

Biasanya klien mengeluh nyeri perut dan panas badan (keluhan

ini dirasakan setelah beberapa hari klien terjangkit penyakit DHF

atau DHF sampai pada tahap renjatan/ syok)

 Riwayat Kesehatan Sekarang :

Riwayat kesehatan menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot,

pegal seluruh tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah, panas, mual,

dan nafsu makan menurun.


33

Sesuatu yang dirasakan oleh klien dan dikembangkan dalam

PQRST sebagai contoh :

P : Paliatif / Provokatif : Penyebab dari nyeri perut ( virus

dengue )

Q : Quality : Bagaimana Kualitas nyeri dirasakan

R : Region : Nyeri pada perut dirasakan menyebar ke daerah

lain / tidak

S : Skala : Nyeri dirasakan pada skala 0-10

T : Timing : Sejak kapan nyeri

 Riwayat Kesehatan Dahulu :

Tidak ada penyakit yang diderita secara spesifik, namun jika

ada penyakit kelainan pada darah ataupun sistem imun mungkin akan

memperberat kondisi klien

 Riwayat Kesehatan Keluarga :

Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain

sangat menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang

bisa ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegipty.

c. Pola aktivitas Sehari-sehari

 Pola nutrisi

Biasanya nafsu makan berkurang, mual, muntah dapat terjadi

disertai nyeri daerah perut .


34

 Pola Eliminasi

BAK biasanya tidak lancar/kurang, konsistensi pekat, BAB

biasanya obstipasi, frekuensi BAB sering atau bisa terhambat.

 Pola istirahat Tidur

Istirahat tidur terganggu, karena adanya nyeri atau panas yang

tinggi.

 Pola Personal Hygiene

Biasanya personal hygiene pasien kurang karena adanya

kelemahan dan ketidakmampuan termasuk mandi, gosok gigi

dan keramas.

d. Pemeriksan Fisik

1) Keadaan umum

Kesadaran compos mentis bisa disertai dengan penurunan

kesadaran delirium atau somnolent pada kasus berat, ditandai

dengan pasien gelisah.

2) Tanda-tanda vital

T : menurun berkisar antara 90/60 mmHg atau kurang

N : meningkat dan lemah, diatas 100x/menit

R : meningkat 20-30x /menit

S : meningkat 38-390C
35

3) Sistem penglihatan

Warna konjunctiva pucat, sklera tidak ikterik, pupil isokor,

rangsang terhadap cahaya (+), klien masih bisa melihat dengan

jelas

4) Sistem Pengecapan

Mulut dan bibir kering, terlihat kotor, bisa karena adanya

perdarahan gusi dan mulut. Klien masih bisa merasakan rasa

asin, manis atau pahit.

5) Sistem Pendengaran

Pada umumnya tidak ada masalah, klien masih bisa mendengar

6) Sistem penciuman

Bentuk dan fungsinya tidak ada kelainan, biasa ditemukan

epitaksis.

7) Sistem Perabaan

Turgor kulit menurun, warna kulit pucat , terdapat bintik-bintik

merah (petekhie). Akral teraba dingin, suhu tubuh terasa panas,

klien masih bisa merasakan sensasi panas, dingin, halus dan

kasar.

8) Sistem Respirasi

Pernafasan cepat dan dalam, tachypnoe, bunyi pernafasan masih

normal, ritme pernafasan tidak teratur.


36

9) Sistem Kardiovaskular

Preload menurun , Bunyi Jantung murni , peningklatan heart

rate

10) Sistem Pencernaan

Anoreksia, mual/muntah, biasanya bertahap pembesaran

hati/spleen. Nyeri palpasi kuadran kanan atas.

11) Sistem urinari

Penurunan frekuensi BAK, oliguri, konsistensi pekat, BAB

biasanya mengalami obstipasi

12) Sistem Muskuloskeletal

Bentuk tidak ada kelainan , terdapat bintik-bintik

merah/petekhie. Akral dingin pada ekstremitas atas/bawah.

Klien masih bisa mengangkat tangan dan kaki, terdapat

penurunan Range of Motion. Biasanya klien mengeluh lemas

dan nyeri otot.

 Pola Aktivitas

Pola aktivitas klien bisa terganggu karena klien masih lemah

dan bedrest

Mental/Psikologi

a. Pola interaksi
37

Menggambarkan hubungan klien selama dirawat ataupun

sebelum masuk RS (dirumah) baik dengan tetangga, pasien

lain ataupun dengan petugas kesehatan

b. Pola kognitif

Mencakup pengetahuan klien tentang penyakitnya yang

berhubungan dengan tingkat pendidikan dan pekerjaan

c. Pola Emosi

Tingkat emosi klien selama dirawat, apakah dia stabil atau labil

d. Gambaran diri

Bagaimana persepsi klien dalam menerima keadaan tubuhnya

e. Harga Diri

Bagaimana persepsi klien mengenai penerimaan dirinya

terhadap orang lain

f. Ideal diri

Bagaimana persepsi klien mengenai keinginan diri klien dan

motivasi yang muncul sebagai pribadi

g. Identitas diri

Bagaimana klien memposisikan dirinya terhadap orang lain

h. Peran Diri
38

Bagaimana persepsi klien terhadap perannya selama dirawat,

apakah terganggu atau tidak

i. pola pertahanan keluarga

Bagaimana pola koping klien dalam memecahkan masalah

j. Sosial

1). kultural

Adat istiadat/budaya klien di rumah yang

berhubungan dengan perilaku klien di rumah sakit

2). pola interaksi

Hubungan klien selama di rumah baik dengan keluarga,

tetangga atau hubungan klien selama di rumah sakit dengan

petugas kesehatan dan pasien lain

3). spiritual

Agama yang dianut klien, bagaimana ia mengamalkan

ajaran agamanya di rumah sakit serta keyakinan klien untuk

sembuh

4). Pengetahuan keluarga

Bagaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit

klien, mencakup tingkat pendidikan dan pekerjaan


39

e. Data Laboratorium

1). Hematologi

Ditemikan adanya trombositopenia ( 100.000/mm3 atau

kurang , peninggian hematokrit sebesar 20% atau lebih )

2). serologi dilakuakan dengan pemeriksaan :

Haemaggulatination inhibition Test (HI)

Kalau infeksi primer bila ; serum akut 1:20, serum

konvalesen naik 4x atau lebh tapi kurang dari 1280. Infeksi

sekunder bila ; serum akut sama / lebih dari 1 :20, serum

konvalesen naik 4x atau lebih adanya infeksi baru ditandai

serum akut kurang dari 1:20 dengan serum konvalesen lebih

dari 1280

3). IgG dan IgM

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di

dalam darah sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu

pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90

hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi

IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan

antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer

antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada

infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh


40

karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan

dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima,

diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan

adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat.

Gambar 2.2. Respon Imun Infeksi Virus Dengue(dikutip dari Suroso, Torry C. Panbio

Dengue Fever Rapid Strip IgG dan IgM, 2004)

2. Analisa Data

Menurut Drs. Nasrul Effendy 1995 : 24, Analisa data adalah

kemampuan mengaitkan data tersebut dengan konsep teori dan prinsip yang

relavan untuk membuat kesimpulan dalam menetukan masalah kesehatan dan

keperawatan klien
41

3. Diagnosa Keperawatan

Menurut Capernito, L. J. (2000) dalam Nursalam (2001 : 35) Diagnosa

keperawatn adalah suatu yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan

atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat

secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara

pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan

merubah.

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan DHF

yaitu :

a. Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses

infeksi virus dengue (viremia).

b. Defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan

intravaskuler ke ekstravaskuler

c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan

di rongga paru (effusi pleura)

d. Gangguan Perfusi jaringan berhubungan dengan suplay oksigen

dalam jaringan menurun

e. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses

patologis (viremia)

f. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak


42

adekwat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.

g. Gangguan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik

h. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan klien

tentang proses penyakit, prognosa dan pengobatan

4. Perencanaan Keperawatan

Adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, atau

mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasikan dari diagnosa

keperawatan. (Lyer, Taptica, dan Bernochi-Loser, 1996, Dikutip dari

Nursalam 2001 ;51).

Perencanaan tindakan yang dilakukan oleh penderita DHF adalah sebagai

berikut :

a. Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses

infeksi virus dengue (viremia).

Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi

virus dengue (viremia).

Tujuan : Suhu tubuh normal kembali setelah mendapatkan tindakan

perawatan.

Kriteria : Suhu tubuh antara 36 – 37, membran mukosa basah, nadi dalam

batas normal (80-100 x/mnt), Nyeri otot hilang.


43

No Intervensi : Rasional
1) Berikan kompres (air biasa / kran). Kompres dingin akan terjadi pemindahan
panas secara konduksi
2) Berikan / anjurkan pasien untuk Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
banyak minum 1500-2000 cc/hari akibat evaporasi
( sesuai toleransi )
3) Anjurkan keluarga agar mengenakan Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang
pakaian yang tipis dan mudah tipis mudah menyerap keringat dan tidak
menyerap keringat pada klien. merangsang peningkatan suhu tubuh.
4) Observasi intake dan output, tanda Mendeteksi dini kekurangan cairan serta
vital ( suhu, nadi, tekanan darah ) tiap mengetahui keseimbangan cairan dan
3 jam sekali atau lebih sering. elektrolit dalam tubuh. Tanda vital
merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien.
5) Kolaborasi : pemberian cairan Pemberian cairan sangat penting bagi pasien
intravena dan pemberian obat dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat
antipiretik sesuai program. khususnyauntuk menurunkan suhu tubuh
pasien.

b. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya

cairan intravaskuler ke ekstravaskuler

Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok

hipovolemik.

Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal (TD

100/70 mmHg, N: 80-120x/mnt), Tidak ada tanda presyok, Akral hangat,

Capilarry refill < 3 detik, Pulsasi kuat.

No Intervensi : Rasional
1). Observasi vital sign tiap 3 jam/lebih Vital sign membantu mengidentifikasi
sering fluktuasi cairan intravaskuler
2). Observasi intake dan output. Catat Penurunan haluaran urine pekat dengan
jumlah, warna, konsentrasi, Berat Jenis peningkatan Berat Jenis diduga dehidrasi.
urine.
3). Anjurkan untuk minum 1500-2000 Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh
ml /hari (sesuai toleransi) peroral
4). Pemberian cairan intravena, plasma Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh,

Lanjutan …
44

Lanjutan …atau darah. untuk mencegah terjadinya hipovolemic


syok
5). Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, Untuk mengetahui tingkat kebocoran
trombo pembuluh darah yang dialami pasien dan
untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut

c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan

di rongga paru (effusi pleura)

Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan di rongga

paru (effusi pleura)

Tujuan : pola nafas efektif/normal

Criteria : pola nafas efektif, frekuensi kedalaman normal, paru jelas dan

bersih,

No Intervensi : Rasional
1). Kaji kedalaman pernafasan dan Kecepatan biasanya meningkat, dispnea dan
ekspansi dada terjadi peningkatan kerja nafas
2). Auskultasi bunyi dan catat adanya Ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan
bunyi nafas mengi atau ronchi nafas atau kegagalan pernafasan
3). Tinggikan kepaladan bantu mengubah Duduk tinggi memungkinkan ekspansi dan
posisi memudahkan pernafasan, pengubahan posisi
meningkatkan pengisian udara segmen paru
4). Bantu pasien mengatasi takut atau Perasaan takut dan ansietas berat
ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan
bernafas atau terjadi hipoksemia
5). Berikan oksigen tambahan Memaksimalkan bernafas dan menurunkan
kerja nafas

d. Gangguan Perfusi jaringan berhubungan dengan suplay oksigen

dalam jaringan menurun


45

Gangguan Perfusi jaringan berhubungan dengan suplay oksigen dalam

jaringan menurun

Tujuan : oksigen ke jaringan adekuat

Criteria : Irama jantung atau frekuensi perifer dalam batas normal, tidak ada

sianosis, kulit hangat

No Intervensi : Rasional
1). Auskultasi frekuensi dan irama Takikardi akibat dari hipoksemia
jantung, cata adanya bunyi jantung kompensasi upaya peningkatan aliran darah
ekstra dan perfusi jaringan, gangguan irama
jantung tambahan terlihat sebagai
peningkatan kerja jantung
2). Observasi perubahan status mental Gelisah, bingung, disoreintasi dapat
menunjukan gangguan aliran darah serta
hipoksia
3). Observasi warna dan suhu kulit atau Kulit pucat, sianosis, kuku, membran bibir,
membran mukosa lidah pucat menunjukan syok atau gangguan
aliran darah perifer
4). Ukur haluaran urine dan berat jenis Syok lanjutan atau penurunan curah jantung
urine menimbulkan penurunan perfusi ginjal.
Dimanifestasikan oleh penurunan haluaran
urine dengan berat jenis normal atau
meningkat

e. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses

patologis (viremia)

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses patologis (viremia)

Tujuan : nyeri berkurang atau hilang

Kriteria : rasa nyaman terpenuhi, nyeri berkurang atau hilang

No Intervensi : Rasional
1). Berikan posisi yang nyaman Untuk mengurangi rasa nyeri
2). Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam Melemaskan otot-otot yang tegang karena
46

nyeri
3). Ajarkan teknik distraksi Dengan melakukan aktivitas lain klien dapat
melupakan perhatiannya terhadap nyeri
4). Berikan kesempatan untuk Bisa mengalihkan perhatian terhadap nyeri
berkomunikasi dengan orang terdekat
5). Kolaborasi pemberian analgetik Obat analgetik mengurangi prostaglandin
penyebab nyeri
f. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekwat

akibat mual dan nafsu makan yang menurun.

Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi

Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat

badan, Nafsu makan meningkat, porsi makanan yang disajikan mampu

dihabiskan klien, mual dan muntah berkurang.

No Intervensi : Rasional
1). Kaji riwayat nutrisi, termasuk Mengidentifikasi defisiensi, menduga
makanan yang disukai kemungkinan intervensi
2). Observasi dan catat masukan makanan Mengawasi masukan kalori/kualitas
pasien kekurangan konsumsi makanan
3). Timbang BB tiap hari (bila Mengawasi penurunan BB / mengawasi
memungkinkan ) efektifitas intervensi
4). Berikan / Anjurkan pada klien untuk Makanan sedikit dapat menurunkan
makanan sedikit namun sering dan kelemahan dan meningkatkan masukan juga
atau makan diantara waktu makan mencegah distensi gaster.
5). Berikan dan Bantu oral hygiene. Meningkatkan nafsu makan dan masukan
peroral
6). Hindari makanan yang merangsang Mencegah terjadinya distensi pada lambung
(pedas / asam) dan mengandung gas yang dapat menstimulasi muntah.
7). Jelaskan pada klien dan keluarga Pengetahuan membuat klien mengambil
tentang penting nutrisi/ makanan bagi tindakan atas penyakit yang di deritanya
proses penyembuhan.
8). Sajikan makanan dalam keadaan Makanan dalam keadaan hangat untuk
hangat meminimalisir rangsangan mual
9). Anjurkan pada klien untuk menarik Meminimalisir rangsangan mual
nafas dalam jika mual
47

10). Kolaborasi dalam pemberian diet Memudahkan masuknya makanan dan


lunak dan rendah serat menghindarkan dari konstipasi
11). Observasi porsi makan klien, berat Data objektif untuk evaluasi hasil
badan dan keluhan klien

g. Gangguan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan : Aktivitas sehari-hari terpenuhi

Kriteria : klien mampu aktivitas secara mandiri, kekuatan otot penuh ,

personal hygiene terpenuhi

No Intervensi : Rasional
1). Bantu aktivitas klien sehari-hari seperti supaya ADL terpenuhi
BAK, BAB, mandi, dll
2). Dekatkan peralatan yang dibutuhkan memudahkan klien mudah menjangkau alat-
klien alat yang dibutuhkan
3). Bimbing dan bantu klien dalam Tubuh memerlukan penyesuaian yang
melakukan aktivitas secara bertahap bertahap , tidak bisa sekaligus
4). Libatkan keluarga dan pasien dalam Motivasi keluarga dan orang-orang terdekat
melakukan aktivitas akan sangat membantu klien

h. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan klien

tentang proses penyakit, prognosa dan pengobatan

Tujuan : rasa aman terpenuhi

Kriteria : Cemas berkurang dan atau hilang, klien tenang

No Intervensi : Rasional
1). Bina hubungan saling percaya dengan Kepercayaan klien memudahkan perawat
klien dan keluarga untuk melakukan intervensi
2). Berikan kesempatan pada klien untuk memperingan beban psikologis
mengungkapkan perasaannya
3). Berikan penjelasan pada klien dan Keluarga bisa segera mengambil tindakan
48

keluarga tentang proses penyakit, atas penyakit yang di derita klien


pengobatan dan prognosanya
4). Berikan kesempatan pada keluarga keluarga dan orang-orang terdekat akan
untuk mendampingi klien secara sangat membantu klien
bergantian

5. Implementasi

Tahap implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dan renacana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Drs. Nasrul Effendy,

1995 : 40).

Tahap implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana tindakan yang

telah dirumuskan pada tahap perencanaan.

6. Evaluasi

(Menurut Drs. Nasrul Effendy, 1995 ; 40). Tahap evaluasi adalah

perbandingan yang sistematik dan rencana tentang kesehatan klien dengan

tujuan yang telah diterapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dan

melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya.

7. Catatan Perkembangan

Menurut Drs. Nasrul Effendy, 1995 ; 42. catatan perkembangan adalah

merupakan bagian catatan klien yang berisi : Hasil pemeriksaan, pengkajian,


49

pesan dokter, ahli terapi yang terlibat. Semua catatan yang berisi data dan

topik masalah dengan informasi yang dicatat dalam format SOAP :

Keterangan :

S : Subjektif adalah informasi yang di dapat dari pasien

O : Objektif adalah informasi yang didapatkan berdasarkan pengamatan

A : Aseesment (Pengkajian) adalah analisa dari masalah pasien

P : Planing of action adalah rencana tindakan yang akan diambil

I : Implementasi adalah pelaksanaan tidnakan yang telah direncanakan

E : Evaluasi adalah menilai hasil dari keseluruhan yang telah

dilaksanakan.

R : Reassement adalah mengkaji ulang tindakan apabila muncul masalah

baru.
50

Anda mungkin juga menyukai