Anda di halaman 1dari 39

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

BUDIDAYA PAPRIKA
(Pola Pembiayaan Konvensional)

BANK INDONESIA
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id
DAFTAR ISI

1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2


2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan ................................ ............... 4
a. Profil Usaha................................ ................................ ............... 4
b. Pola Pembiayaan................................ ................................ ........ 5
3. Aspek Pemasaran................................ ................................ ........ 6
a. Permintaan ................................ ................................ ............... 6
b. Penawaran ................................ ................................ ................ 7
c. Harga ................................ ................................ ....................... 7
d. Persaingan dan Peluang Usaha ................................ ..................... 8
e. Pemasaran Produk ................................ ................................ ..... 8
f. Kendala Pemasaran................................ ................................ ..... 9
4. Aspek Produksi ................................ ................................ ..........10
a. Lokasi Usaha ................................ ................................ ........... 10
b. Fasilitas Produksi dan Peralatan................................ .................. 10
c. Sarana Produksi ................................ ................................ ....... 12
d. Tenaga Kerja................................ ................................ ........... 12
e. Teknologi ................................ ................................ ................ 12
f. Proses Produksi ................................ ................................ ........ 14
g. Jenis dan Mutu Produksi ................................ ............................ 20
h. Produksi Optimum................................ ................................ .... 21
i. Kendala Produksi ................................ ................................ ...... 21
5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........23
a. Pola Usaha ................................ ................................ .............. 23
b. Asumsi ................................ ................................ ................... 23
c. Biaya Investasi dan Operasional ................................ ................. 25
d. Kebutuhan Investasi dan Modal Kerja ................................ .......... 26
e. Produksi dan Pendapatan ................................ .......................... 28
f. Proyeksi Laba-Rugi dan Break Even Point ................................ ..... 29
g. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek ................................ ..... 30
h. Analisis Sensitivitas ................................ ................................ .. 30
6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan .......................... 34
a. Aspek Sosial Ekonomi ................................ ............................... 34
b. Dampak Lingkungan ................................ ................................ . 34
7. Penutup ................................ ................................ ..................... 36
a. Kesimpulan ................................ ................................ ............. 36
b. Saran ................................ ................................ ..................... 37
LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 38

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 1


1. Pendahuluan

Jumlah penduduk yang semakin bertambah menuntut tersedianya bahan


pangan yang dapat memenuhi kebutuhan penduduk untuk kelangsungan
hidupnya. Salah satu bahan pangan yang menjadi kebutuhan penduduk
adalah sayuran. Sayuran menjadi penting dalam kebutuhan pangan
penduduk karena menjadi salah satu penyedia gizi berupa serat, vitamin,
protein dan lain-lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.

Foto 1.1. Buah Paprika (Capsicum annum var. Grossum)

Permintaan produk buah-buahan dan sayuran dari Indonesia cenderung terus


meningkat. Pasar Amerika dan Eropa setiap tahun meminta kiriman produk
olahan buah-buahan dan sayuran dalam jumlah besar. Namun salah satu
kendala utama ekspor hortikultura adalah produktivitas tanaman dan kualitas
yang rendah. Akibatnya permintaan akan produk buah-buahan dan sayuran
tidak selalu dapat terpenuhi.

Masalah kualitas atau mutu sayuran menjadi salah satu pertimbangan


negara-negara pengimpor. Pertimbangan ini karena komoditi sayuran harus
memenuhi syarat untuk konsumsi segar dan industri pengolahan bahan
baku. Masalah kualitas atau mutu sayuran harus menjadi perhatian,
mengingat sifat komoditi sayuran yang mudah rusak dan mudah busuk.
Untuk saat ini, komoditi sayuran yang memiliki volume ekspor cukup besar
dan stabil adalah jamur dan cabai merah segar. Jamur banyak diekspor ke
Inggris, Singapura dan Brunei Darussalam. Sedangkan cabai merah segar
diekspor ke Taiwan dan Arab Saudi.

Paprika merupakan salah satu sayuran yang memiliki prospek yang cerah.
Peluang pasar luar dan dalam negeri masih terbuka lebar karena pasokan
lebih kecil dibandingkan permintaan. Produksi dalam negeri masih terbatas,

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 2


karena paprika merupakan tanaman yang memerlukan kondisi agroklimat
dan terbatas pada daerah dataran tinggi. Walaupun bukan merupakan
tanaman sayuran asli Indonesia, perubahan gaya hidup dan pola konsumsi
penduduk (khususnya perkotaan) berupa menu sayuran permintaan
terhadap paprika menunjukkan peningkatan. Paprika yang lebih dikenal
dengan nama cabai manis ini banyak ditemukan di pasar swalayan, dan juga
di pasar tradisional di daerah perkotaan.

Paprika adalah tanaman subtropis sehingga akan lebih cocok ditanam pada
daerah dengan ketinggian di atas 750 m dpl (di atas permukaan laut). Di
Indonesia, tanaman ini banyak diusahakan di daerah seperti Brastagi,
Lembang, Cipanas, Bandung, Dieng, dan Purwokerto. Walaupun jika
dibandingkan dengan permintaan jenis cabai yang lain, permintaan paprika
lebih kecil, luas penanaman paprika terus berkembang seiring dengan
permintaan pasar yang terus meningkat.

Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi paprika adalah melalui


intensifikasi dan teknologi penanaman. Teknik budidaya secara hidroponik
merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan produksi pada kondisi
lahan yang semakin sempit sebagai akibat dari konversi lahan pertanian
untuk kawasan industri dan pemukiman. Keuntungan-keuntungan yang
dapat diperoleh dari teknik budidaya hidroponik antara lain adalah
pertumbuhan tanaman dapat lebih dikontrol, produksi tidak tergantung
musim, dan harga jual komoditi lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual
komoditi yang dibudidayakan secara tradisional di tanah. Teknik budidaya
secara hidroponik memiliki banyak keuntungan, namun di sisi lain budidaya
secara hidroponik memerlukan modal yang besar serta pengetahuan dan
ketrampilan khusus dalam pelaksanaannya.

Usaha budidaya paprika di Kabupaten Bandung mulai marak sejak tahun


1994. Pada awal usaha ini dilakukan, petani paprika menggunakan modal
mereka sendiri. Baru pada tahun 1997 mulai ada kredit dari bank untuk
pengembangan usaha budidaya paprika. Di Kabupaten Bandung usaha ini
cukup dapat bertahan selama masa krisis ekonomi.

Peluang pasar komoditi paprika baik di pasar global, regional, dan lokal perlu
di raih antara lain melalui program-program yang mendukung
pengembangan komoditi ini dari mulai pembudidayaannya di lahan petani,
pengolahan hasilnya menjadi berbagai produk agroindustri, dan pemasaran
produk-produk tersebut. Dukungan tersebut sekaligus juga mengembangkan
usaha kecil/menengah yang merupakan pelaku bisnis usaha budidaya
tanaman sayuran, khususnya paprika. Tulisan ini akan menyajikan informasi
berdasarkan hasil studi lapang yang mencakup aspek-aspek teknik produksi,
pemasaran, keuangan, dan ekonomi-sosial yang terkait dengan
pengembangan paprika tersebut.

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 3


2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan
a. Profil Usaha

Paprika/cabe manis termasuk salah satu produk pertanian yang merupakan


kerabat daricabe pedas. Produksi dan konsumsi paprika di Indonesia belum
begitubanyak jika dibandingkan dengan cabe pedas. Belum terkenalnya
paprikadi Indonesia menyebabkan belum ada data hasil dan produksi dan
luasareal penanamannya secara nasional. Pada tabel 2.1 dapat dilihat
jumlahdan penyebaran usaha pertanian paprika di daerah Kabupaten
Bandungtahun 2004/2005.

Tabel 2.1.
Jumlah dan Penyebaran Usaha Pertanian Paprika di Daerah Kabupaten
Bandung Tahun 2004/2005

Wilayah Jumlah Luas Areal Produksi Tenaga


Kecamatan Petani (Ha) (ton) Kerja
Parongpong 19 3,8 190 45
Cisarua 100 14,0 700 200
Sumber : ASPERIKA

Petani pengusaha paprika di Kabupaten Bandung memulai usaha ini selain


karena harganya yang baik, juga didukung oleh adanya pasar yang mampu
menyerap hasil produksi paprika mereka. Kondisi lingkungan yang ada juga
memungkinkan usaha budidaya paprika ini untuk dikembangkan menjadi
sumber penghasilan mereka. Kondisi dan potensi yang dimiliki ini menjadi
pertimbangan pihak perbankan yang ada di Kabupaten Bandung dalam
mengucurkan kredit untuk pengembangan usaha ini.

Di Kabupaten Bandung, usaha budidaya paprika memiliki asosiasi yaitu


Asosiasi Petani Paprika (ASPERIKA) yang berpusat di Kecamatan
Parongpong. Keberadaan asosiasi ini oleh petani paprika di Kabupaten
Bandung dirasakan bermanfaat karena menyediakan informasi mengenai
permintaan akan paprika dan perkembangan harga paprika. Harga jual
paprika ditingkat petani umumnya seragam. Selain tergabung dalam
ASPERIKA, beberapa petani paprika di Kecamatan Cisarua juga membentuk
koperasi yang berfungsi membeli seluruh paprika hasil produksi anggotanya
dan kemudian memasarkannya ke Pasar Swalayan.

Pengusahaan paprika di Kabupaten Bandung pada umumnya menggunakan


pola monokultur. Pada pola ini dalam satu lahan pertanian hanya ditanami
satu jenis tanaman. Pemilihan pola monokultur pada usaha budidaya paprika
ini dimaksudkan agar produktivitas dari tanaman paprika dapat maksimal

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 4


dan memenuhi permintaan pasar. Pola monokultur yang diterapkan petani di
Bandung menggunakan greenhouse sebagai naungan dan budidayanya
menggunakan sistem hidroponik.

b. Pola Pembiayaan

Pemberian kredit untuk usaha budidaya paprika di Kabupaten Bandung


sudah dilaksanakan sejak tahun 1997. Pada tahun itu, petani paprika dari
Kecamatan Cisarua mendapatkan kredit dari Bank Artha Graha berupa kredit
investasi untuk mengembangkan usaha paprika yang telah mereka mulai
sejak tahun 1994. Saat ini pelayanan pinjaman dari bank juga diperoleh dari
Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat (BPD Jabar).

Modal yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha ini berasal modal sendiri
dan kredit perbankan. Pembiayaan yang berasal dari perbankan yaitu kredit
investasi dan kredit modal kerja. Untuk memperoleh kredit, pengusaha wajib
memiliki 30 - 40% dari total modal investasi dan modal kerja dan sisanya 60
- 70% dibiayai oleh bank.

Bank Artha Graha hanya memberikan kredit investasi pada usaha paprika
dengan suku bunga kredit yang ditawarkan sebesar 24% dan jangka waktu
angsuran 3 tahun. BPD Jawa Barat memberikan kredit investasi dan modal
kerja dengan suku bunga kredit yang ditawarkan sebesar 14,5% untuk kredit
investasi dengan jangka angsuran 3 tahun dan 14% kredit modal kerja
dengan jangka pengembalian 1 tahun. Suku bunga kredit yang ditawarkan
oleh kedua bank bersifat efektif menurun.

Setelah permohonan kredit memenuhi persyaratan dan disetujui, kredit akan


direalisasikan oleh pihak bank dalam waktu 7 - 10 hari pada Bank Artha
Graha dan 2 - 3 hari pada BPD Jawa Barat. Pencairan kredit pada BPD Jawa
Barat dilakukan secara bertahap pada kredit investasi dan sekaligus pada
kredit modal kerja. Sedangkan pencairan kredit pada Bank Artha Graha
dilakukan sekaligus.

Prosedur dalam mendapatkan kredit meliputi permohonan kredit oleh debitur


yang dilanjutkan dengan peninjauan dan analisis oleh pihak bank dan jika
memenuhi persyaratan maka kredit dapat segera dikucurkan. Persyaratan-
persyaratan yang diajukan diantaranya sebagai berikut : adanya jaminan
dari debitur, adanya keikutsertaan dana debitur sendir, adanya perijinan
dalam mendirikan usaha seperti SIUP, TDP, NPWP dan SITU, dan debitur
menanggung biaya administrasi seperti provisi, notaris, dan pengikatan
jaminan.

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 5


3. Aspek Pemasaran
a. Permintaan

Pasar dalam negeri

Paprika merupakan salah satu tanaman sayuran. Di Indonesia tanaman ini


hanya dibudidayakan di beberapa wilayah saja, seperti di Lembang, Garut,
Cisarua, Dieng, dan Brastagi. Pertumbuhan penduduk perkotaan,
berkembangnya menu sayuran non-tradisional yang menggunakan bahan
paprika, serta tumbuhnya restoran dan hotel yang menyajukan masakan
Barat dan China menyebabkan permintaan akan paprika semakin meningkat.

Data produksi dan permintaan paprika secara nasional hingga sekarang


belum tersedia dikarenakan masih sedikitnya pengusahaan paprika. Untuk
daerah Bandung dengan produksi lebih dari 54 ton per bulan belum mampu
memenuhi permintaan dalam negeri.

Pasar luar negeri

Berdasarkan berita dari www.tempointeraktif.com (2003), ekspor paprika


Indonesia telah mencapai beberapa negara seperti Taiwan dan Singapura.
Pada tahun 2003 hingga pertengahan Agustus ekspor paprika ke Taiwan
mencapai Rp 1,5 miliar dengan volume ekspor sebanyak 155.995 kilogram.
Pada tahun yang sama, Taiwan memberlakukan larangan impor paprika dari
Indonesia karena paprika Indonesia diduga membawa lalat buah yang belum
ada di sana.

Tabel 3.1
Ekspor Paprika Indonesia ke Taiwan
Tahun Volume (kg) Nilai (milyar Rp)
2001 105.124 0,97
2002 190.055 1,78
2003* 155.995 1,50
* : sampai bulan Agustus
Sumber : www.tempointeraktif.com

Data pada Tabel 3.1. menunjukkan bahwa permintaan akan paprika di pasar
luar negeri meningkat tiap tahunnya. Dengan penanganan yang serius dan
peran serta pemerintah, paprika Indonesia mempunyai peluang pasar yang
cukup besar di pasar luar negeri. Peran serta pemerintah dapat berupa
adanya pengujian produk paprika sebelum diekspor dengan metode
pengujian yang disetujui oleh negara-negara tujuan ekspor. Pengujian ini

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 6


untuk menjamin bahwa produk paprika Indonesia sesuai persyaratan yang
diminta oleh negara pengimpor.

b. Penawaran

Seperti yang telah disebutkan, data produksi paprika secara nasional belum
tersedia. Untuk Kabupaten Bandung, ternyata luas areal tanam dan produksi
paprika dari tahun 2000 sampai 2004 mengalami penurunan dari 24,3 Ha
dengan produksi 1.200 ton menjadi 17,8 Ha dengan produksi 890 ton,
seperti dapat dilihat pada Tabel 3.2. Petani yang masih bertahan sampai
sekarang telah menggeluti usaha paprika ini sejak awal (1994) dan telah
memiliki pasar untuk produk paprika yang mereka hasilkan.

Tabel 3.2.
Perkembangan Usaha Pertanian Paprika Selama 5 Tahun
Luas Areal Luas Panen
Tahun Produksi (ton)
Tanam (ha) (ha)
2000 24,3 24,3 1.200
2001 24,3 24,3 1.200
2002 21,0 21,0 1.050
2003 20,0 20,0 1.050
2004 17,8 17,8 890
Sumber : ASPERIKA

c. Harga

Masih sedikitnya pengusahaan paprika di Indonesia menyebabkan produksi


paprika yang ada belum mampu memenuhi permintaan. Kekurangan
produksi ini membuka peluang untuk mengusahakan paprika. Peluang-
peluang lainnya timbul dari pertumbuhan penduduk dan informasi yang cepat
di Indonesia dan pertumbuhan waralaba yang lebih dari 50% nya bergerak
dibidang makanan dan minuman.

Dari keterangan yang diperoleh, peluang pasar ekspor paprika masih terbuka
terutama untuk ekspor ke Singapura. Salah satu petani paprika di
Kecamatan Parongpong, menjual produksi paprikanya sebanyak 80% ke
eksportir yang mengekspor ke Singapura dan sisanya 20% ke pasar lokal.

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 7


d. Persaingan dan Peluang Usaha

Harga paprika ditentukan oleh jenis paprika dan waktu panennya.


Pemanenan paprika pada saat masih hijau harganya lebih rendah daripada
paprika yang dipanen pada saat matang berwarna merah, kuning atau
orange. Harga jual di tingkat petani pada saat ini adalah Rp 7.500 -
10.000/kg paprika hijau, Rp 8.000 - 12.000/kg paprika merah dan Rp 9.000
- 13.000/kg paprika kuning. Tabel 3.2 menunjukkan perkembangan harga
paprika ditingkat petani yang cenderung mengalami kenaikan selama periode
5 tahun terakhir.

Tabel 3.3.
Perkembangan Harga Paprika Tahun 2000 - 2005

Jenis Harga (Rp/kg)


Paprika 2000 2001 2002 2003 2004 2005
5.000- 6.000- 6.000- 7.000- 7.000- 7.500-
Hijau
6.000 7.000 8.000 8.000 8.000 10.000
7.000- 8.000- 8.000- 9.000- 8.000- 8.000-
Merah
8.000 9.000 9.000 10.000 11.000 12.000
8.000- 9.000- 9.000- 10.000- 11.000- 9.000-
Kuning
9.000 10.000 10.000 11.000 12.000 13.000
* : sampai bulan Mei 2005
Sumber: ASPERIKA

e. Pemasaran Produk

Terdapat 3 jalur pemasaran produk paprika di Kabupaten Bandung untuk


pemasaran dari petani sampai ke konsumen. Jalur pertama yaitu konsumen
membeli paprika langsung dari petani, jalur kedua yaitu petani menjual
paprikanya kepada koperasi kemudian ke pedagang atau konsumen, dan
jalur ketiga yaitu petani menjual paprikanya kepada pedagang sebelum
sampai pada konsumen. Alur pemasaran paprika tersebut dapat dilihat pada
Gambar 3.1.

Di Kecamatan Parongpong, Bandung, konsumen terbanyak yang menyerap


produksi paprika adalah eksportir yaitu sebanyak 80% dari total produksi
diikuti dengan pedagang perantara sebanyak 20%. Pada Kecamatan Cisarua,
seluruh hasil produksi paprika diserap oleh koperasi yang kemudian
disalurkan ke konsumen dalam negeri dan eksportir. Untuk pembayaran
paprika yang dijual, diterima 30 hari setelah paprika diambil oleh pedagang.

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 8


Gambar 3.1. Alur Pemasaran Produk

f. Kendala Pemasaran

Salah satu kendala pemasaran paprika khususnya untuk ekspor adalah


adanya lalat buah yang terdapat pada produk paprika Indonesia, yang
berakibat produk paprika Indonesia tidak dapat diekspor ke beberapa negara
seperti Taiwan sejak tahun 2003 hingga sekarang.

Salah satu tindakan budidaya yang dapat menurunkan permintaan produk


paprika Indonesia adalah penggunaan pestisida yang berlebihan untuk
pencegahan hama dan penyakit. Tindakan ini meninggalkan residu pestisida
yang tidak diperkenankan pada beberapa pasar luar negeri.

Untuk mengatasi kendala tersebut diperlukan pembinaan mengenai budidaya


yang tepat sehingga diperoleh kualitas produk paprika yang dapat diterima
oleh pasar baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Dan diperlukan juga
dukungan dari pemerintah untuk menyakinkan negara tujuan ekspor bahwa
produk paprik Indonesia bisa memenuhi standar yang mereka tentukan.

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 9


4. Aspek Produksi

a. Lokasi Usaha

Lokasi budidaya paprika sebaiknya dipilih di daerah yang sesuai dengan


persyaratan tumbuh tanaman ini, yaitu : ketinggian 750 - 1.500 m dpl, suhu
harian antara 16 - 25oC, pH tanah 5,5 - 6,5, dan kelembaban udara 80 -
90%. Kesesuaian tempat tumbuh paprika sangat penting mengingat paprika
bukan tanaman asli Indonesia tetapi dari Meksiko, Peru dan Bolivia dan
sangat responsif terhadap faktor suhu, cahaya matahari, pH tanah,
kelembaban udara dan air.

b. Fasilitas Produksi dan Peralatan

Untuk membudidayakan paprika dibutuhkan fasilitas dan peralatan produksi


seperti : lahan, greenhouse, peralatan irigasi dan peralatan pemeliharaan.
Lahan yang dipilih untuk usaha budidaya paprika sebaiknya memiliki
topografi yang datar. Lahan yang datar akan memberikan penerimaan
cahaya matahari yang merata pada seluruh tanaman. Selain itu lahan yang
datar memudahkan dalam pemeliharaan tanaman.

Greenhouse tempat penanaman paprika di Kabupaten Bandung


menggunakan konstruksi dari bambu. Bagian atap greenhouse terbuat dari
bahan plastik UV. Plastik UV ini berfungsi untuk mengatur cahaya yang
masuk ke dalam greenhouse. Bagian dinding bangunan greenhouse
menggunakan plastik UV dan kasa polynet. Kasa polynet berfungsi sebagai
saringan udara dan tempat terjadinya pertukaran udara di dalam greenhouse
dengan udara luar greenhouse. Bentuk greenhouse dapat dilihat pada
Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Bentuk dan Bahan Atap dan Dinding Greenhouse

Untuk membudidayakan paprika dengan kapasitas 6.000 tanaman per 2.000


m2 dibutuhkan fasilitas dan peralatan produksi sebagaimana disajikan pada
Tabel 4.1.

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 10


Tabel 4.1.
Fasilitas Produksi dan Peralatan

No Asumsi Jumlah Satuan


Bahan Bangunan Greenhouse
1 PlastikUV 450 kg
2 Kasapolinet 250 m
3 Bambutiang 135 batang
4 Bambukecil 6.600 batang
5 TambangIjuk 294 ikat
6 Paku 250 kg
7 Kawat 250 kg
8 Benangkasur 60 pak
Peralatan Irigasi Tetes
9 Pompalistrik 4 unit
10 SelangFE 5/8 1.200 m
11 SelangFE kecil 1.471 m
12 RegulatingStick 3.000 buah
13 Naple 3.000 buah
14 Takeoff 33 set
15 Ballvalve 1" 10 buah
16 Saringan 5 buah
17 Pipaparalon 1 1/2" 24 batang
18 Pipaparalon 1" 59 batang
19 Torn1000 liter 7 buah
Peralatan Pemeliharaan
20 Handsprayer 2 buah
21 Backpacksprayer 2 buah
22 Tray 65 buah
23 Timbangan 1 buah
24 Cangkul 2 buah
25 Skop 2 buah

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 11


26 Pisaulapang 2 buah
27 Parang 2 buah
28 Guntingpangkas 2 buah
29 Gembor 2 buah
30 Gudang 1 buah
Sumber: Data Primer

Seluruh bahan-bahan untuk membangun greenhouse, irigasi, dan peralatan


pertanian di atas diperoleh petani dari toko-toko dan suplier peralatan
pertanian yang ada di Bandung.

c. Sarana Produksi

Sarana produksi tanaman untuk budidaya paprika adalah benih paprika,


arang sekam, pupuk, pestisida, dan polybag. Benih paprika hingga saat ini
masih diimpor dari luar negeri yaitu Belanda. Para petani memperoleh benih
paprika dari pemasok yang mengimpor dari Belanda seperti PT Joro dan
Buana Tani. Sedangkan arang sekam, pupuk, pestisida, dan polybag
diperoleh dari toko pertanian setempat. Arang sekam yang digunakan
sebagai media merupakan hasil pembakaran dari sekam/kulit ari padi. Pupuk
yang digunakan dalam budidaya ini terdiri dari bahan kimia seperti Ca(NO3)2,
KNO3, KH2PO4, K2SO4, MgSO4, FE-HEEDTA 12%, MnSO4, H3BO3, ZnSO4,
CuSO4, Na2MoO4, dan MgNO3.

d. Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usaha budidaya paprika dengan sistem
hidroponik irigasi tetes relatif tidak banyak, akan tetapi memerlukan
persyaratan tingkat keterampilan khusus. Di Kabupaten Bandung, untuk
budidaya paprika seluas 2.000 m2 dengan populasi tanaman sebanyak 6.000
tanaman tenaga kerja yang dibutuhkan hanya sebanyak 2 orang untuk
melaksanakan seluruh proses budidaya dari pembibitan sampai pemanenan.

e. Teknologi

Budidaya paprika dapat dilakukan dengan cara konvensional (lahan terbuka)


dan di dalam greenhouse. Perbedaan cara budidaya paprika tersebut dapat
dilihat pada tabel 4.2 berikut ini.

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 12


Tabel. 4.2.
Perbedaan Budidaya Paprika Konvensional (Lahan Terbuka) dan Greeenhouse

Rincian Konvensional Greenhouse


Ketergantungan pada
Besar Kecil
kondisi alam
Penyiraman Manual Otomatis
Pemberian pupuk Manual Irigasi tetes/fertigasi
Kontinuitas produksi Tergantung musim Sepanjang tahun
Lebih mudah
Mutu paprika Sulit dikontrol
dikontrol
Sumber : Data Sekunder

Budidaya paprika pada pertanian konvensional sangat tergantung pada


kondisi alam yang menentukan ketersediaan air, cahaya matahari, angin,
temperatur dan hama dan penyakit. Penggunaan greenhouse sebagai tempat
pertanaman memungkinkan usaha budidaya paprika ini dilaksanakan
sepanjang tahun selama ketersediaan air terjaga. Pemupukan dengan cara
fertigasi (mencampur pupuk dan air penyiraman) dalam sistem hidroponik
meningkatkan efisiensi tenaga kerja dan waktu. Efisiensi ini dimungkinkan
karena dengan irigasi tetes pemberian pupuk dan air dilakukan pada waktu
yang bersamaan untuk seluruh tanaman paprika.

Foto 4.1. Pertanaman paproka daman Greenhouse

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 13


f. Proses Produksi

1. Persiapan Greenhouse

Persiapan greenhouse meliputi sanitasi dansterilisasi. Sanitasi dilakukan


dengan membuang sisa tanaman yang masihada didalam greenhouse. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi kemungkinanpenularan penyakit dan hama
yang ada pada sisa tanaman itu.

Foto 4.2.Sterilisasi Greenhouse

Sterilisasigreenhouse dilakukan dengan menggunakan bahan kimia seperti


Lysol danFormalin untuk membunuh bibit penyakit yang dapat menyerang
tanamanpaprika. Untuk musim tanam berikutnya, dilakukan penggantian
plastikmulsa greenhouse yang berfungsi untuk menjaga kelembaban daerah
sekitarperakaran tanaman paprika.

2. Pembibitan

Benih paprika sebelum ditanam di dalam greenhouse disemai dahulu agar


lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan tanam nanti. Teknis pembibitan
paprika adalah sebagai berikut :

 Benih terlebih dahulu direndam dengan air hangat kuku selama 30


menit.
 Media tanam berupa arang sekam atau rockwool dibasahi dengan air
bersih dan dipastikan agar media basah sampai merata dan dibiarkan
sesaat agar air siraman yang berlebihan menetes.
 Apabila menggunakan media Rockwool, dibuat lubang kecil pada
Rockwool dan apabila menggunakan arang sekam dibuat garitan kecil
yang saling berpotongan pada sekam dengan jarak + 2 x 2 cm.

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 14


 Benih diletakkan satu persatu pada setiap lubang dengan posisi calon
lembaga (titik tumbuh) menghadap ke bawah ± 0,5 cm dengan
menggunakan pinset, setelah semua benih disemai kemudian tutup
dengan plastik mulsa.
 Benih-benih tersebut ditaruh dilemari semai (germnation chamber)
dengan suhu optimal 20-25 ºC dan RH 70%-90%. Suhu dan RH dapat
diatur dengan cara memasang lampu jika suhu rendah dan jika
kelembaban rendah semprotkan air ke dalam lemari semai dengan
menggunakan hand sprayer.
 Benih akan berkecambah dalam waktu ± 7 hari, plastik mulsa dibuka
kemudian bibit dipindahkan ke tempat yang ada sinar dengan tetap
menjaga suhu dan kelembaban.
 Bibit dengan kotiledon tumbuh sempurna, dipindahkan ke polybag 15
x 15 cm yang telah dibasahi dengan larutan nutrisi dengan EC 1,5
mS/cm dan pH 5,5.
 Pemeliharaan di persemaian/pembibitan meliputi penyiraman 1-2 kali
sehari (tergantung cuaca, fase pertumbuhan bibit, dan media yang
digunakan), pengendalian hama dan penyakit selama di nursery
misalnya Trips, Mite, Leaf miner, rebah kecambah dll) dan yang tak
kalah pentingnya adalah pengaturan kembali jarak antar tanam agar
daun tanaman tidak saling menutupi.
 Bibit siap ditanam ke greenhouse produksi setelah berumur ± 21-30
hari di polybag atau sudah berdaun ± 5 helai.

Foto 4.3. Persemaian Paprika

3. Penanaman

Penanaman dilakukan dengan memindahkan bibit yang telah berumur + 21-


30 hari pada media tanam yang lebih besar yang telah disusun di dalam
greenhouse. Media yang digunakan untuk penanaman ini adalah arang
sekam. Pemindahan tanaman dilakukan dengan cara :

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 15


 Bibit diletakkan di sisi polybag untuk penyesuaian cuaca.
 Media tanam disiram sampai basah dengan larutan hara sebanyak 2
liter.
 Regulating stick dicabut dan dikeluarkan dari media.
 Bagian tengah media dilubangi dan tambahkan karbofuram 1
g/polybag.
 Bibit disiram dan dikeluarkan beserta medianya dengan cara
membalikkan polybag bibit sambil menyangga bibit dengan tangan.
 Bibit dimasukkan ke lubang tanam, dan media dirapatkan di sekitar
batang.
 Regulating stick dipasang kembali.

Foto4.4. Penanaman Paprika

4. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman paprika meliputi pemupukan, pengajiran,


pemangkasan, penjarangan buah, dan pengendalian hama dan penyakit.

Pemupukan dilakukan bersamaan dengan penyiramaan/irigasi. Pupuk


dilarutkan dalam air kemudian ditampung di dalam tangki air untuk irigasi
tetes. Frekuensi pemberian pupuk ini tergantung pada kondisi cuaca dan
umur tanaman. Pada kondisi cuaca panas, pemberian pupuk dilakukan lebih
sering untuk menjaga supaya tanaman tidak layu. Waktu pemberian pupuk
dilakukan pada pukul 8:00, 10:00, 12:00, 14:00, dan 16:00 dengan lama
tiap pemberian selama 2 menit.

Terdapat 2 sistem irigasi pada hidroponik paprika di Kabupaten Bandung.


Sistem irigasi pertama menggunakan metode penyiraman tanaman satu per
satu menggunakan selang. Sistem irigasi kedua menggunakan irigasi tetes
dimana pada masing-masing polybag tanaman dipasang pipa kecil yang
terhubung dengan tangki penyimpanan air. Dengan irigasi tetes penyiraman

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 16


tanaman dilakukan sekaligus pada seluruh tanaman pada waktu yang
bersamaan. Skema irigasi tetes dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Padatanaman yang masih muda larutan pupuk diberikan sebanyak 0,5 liter
perpohon dan pada tanaman dewasa diberikan sebanyak 1,2 liter per
pohon.Salah satu sistem irigasi yang digunakan petani paprika di
KabupatenBandung menggunakan sistem irigasi tetes. Pada sistem irigasi
tetesini, selain seluruh polybag tanaman mendapat penyiraman yang
bersamaan,volume penyiraman lebih terkontrol sehingga lebih efisien dalam
halwaktu dan volume penyiraman.

Gambar4.2. Skema Irigasi Tetes pada Sistem Hidroponik

Foto4.5. Pengajiran

Pengajiran dilakukan dengan melilitkan benang pada tanaman paprika untuk


menopang tanaman paprika. Dengan penopangan tanaman akan diperoleh

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 17


bentuk tanaman yang sesuai dengan kegiatan produksi secara maksimal,
terutama dalam efisiensi lahan. Pengajiran dilakukan pada tanaman yang
berumur 2 minggu setelah tanam.

Pemangkasan dilakukan untuk membentuk tanaman sehingga pertumbuhan


dan produksi tanaman maksimal. Pemangkasan ini meliputi pemangkasan
cabang dan tunas (pewiwilan), pemangkasan daun dan pemangkasan bunga.

 Pemangkasan cabangdan tunas dilakukan dengan mengatur dan


mengurangi cabang dan tunas diketiak daun sehingga hanya ada 2
cabang utama. Pemangkasan inidilakukan sampai bunga yang
dipelihara tumbuh dan mekar.
 Pemangkasan daundilakukan dengan membuang semua daun pada
batang utama, daun yang tuadan sakit serta daun yang terlalu rimbun.
 Pemangkasan bungadilakukan sampai tanaman berusia 4 minggu
setelah tanam. Bunga yangmuncul sebelum 4 minggu setelah tanam
dibuang. Dari satu ketiak daunsebaiknya hanya dipelihara 1 bunga
agar buah yang dihasilkan besar danberkualitas.

Gambar4.3. Tanaman Paprika Hasil Pemangkasan

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 18


Foto4.6. Pemeliharaan Paprika

Salahsatu kendala dalam pertanian yang menggunakan sistem monokultur


adalahpenyebaran penyakit dan hama yang sangat cepat jika tidak
segeraditangani. Untuk mencegah penyebaran penyakit dan hama,
dilakukantindakan seperti pengamatan dini pada serangan hama dan
penyakit,membuang dan membakar tanaman yang terkena serangan dan
penyemprotanpestisida.

5. Pemanenan

Dalam pemanenan perlu diperhatikan beberapa hal seperti waktu dan cara
pemanenan. Berdasarkan waktu, pemanenan dibagi menjadi 2, yaitu panen
buah matang hijau dan panen buah matang berwarna (merah, kuning,
orange).

Penggolonganini disesuaikan dengan permintaan pasar dan harga jual. Pada


saatpemetikan harus diusahakan agar tidak merusak ranting atau tanaman
yangmasih muda. Buah paprika sebaiknya dipanen beserta tangkai
buahnyadengan menggunakan gunting atau pisau tajam. Diusahakan agar
tangkaibuah tidak terlepas dari buah atau tertinggal di cabang tanaman
karenabuah akan mudah terserang patogen.

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 19


Foto4.7. Pemanenan Paprika

6. Pascapanen

Padatahap pascapanen, buah paprika yang telah dipanen dicuci. Pencucian


inibertujuan untuk menghilangkan kotoran dan sisa pestisida yang ada
padabuah paprika. Selain itu, pencucian ini juga bertujuan untuk
menurunkanpanas lapang buah sehingga transpirasi buah menurun. Setelah
dilakukanpencucian, buah paprika kemudian disortasi dan digrading.

Foto4.8. Pascapanen Paprika

g. Jenis dan Mutu Produksi

Produksi paprika di Kabupaten Bandung pada saat ini mencapai 25 ton/ha.


Produksi ini terdiri dari 2 jenis masa panen, yaitu panen hijau dan panen

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 20


berwarna (merah, kuning dan orange). Selain merah, kuning dan orange,
paprika juga ada yang berwarna ungu. Akan tetapi untuk daerah Bandung
paprika jenis ini tidak ditanam.

Di Kabupaten Bandung, jenis paprika merah yang banyak ditanam adalah


Athena, Edison, Ferrari, Spartacus; paprika kuning adalah Mazanila, Suni,
Palace, Gold Flame dan paprika orange adalah Paramox, Eagle, Margeriox.
Pengusahaan paprika orange di Bandung masih dalam tahap uji coba.
Paprika matang hijau adalah paprika yang belum berubah warna menjadi
merah, kuning atau orange.

Untuk menghasilkan mutu paprika yang diinginkan, dibutuhkan benih


tanaman dan teknologi budidaya yang mendukung. Benih unggul menjamin
produktivitas tanaman paprika tinggi baik dalam jumlah maupun mutu.
Pemilihan bakal buah yang akan dibiarkan besar juga sangat menentukan
mutu buah yang diperoleh nantinya. Mutu paprika yang dihasilkan pada
daerah Bandung yaitu:

• Paprika hijau dengan diameter 80 - 100 mm dan berat 100 - 175 gr.
• Paprika merah dengan diameter 80 - 120 mm dan berat 150 - 250 gr.
• Paprika kuning dengan diameter 80 - 110 mm dan berat 150 - 225 gr.

h. Produksi Optimum

Produksi paprika ditentukan oleh varietas paprika yang ditanam dan


teknologi budidaya. Salah satu varietas paprika berwarna merah yaitu
Spartacus, tiap pohonnya dapat menghasilkan buah sebanyak 2,5 kg sampai
umur 8 bulan. Varietas kuning seperti Gold Flame dapat menghasilkan
paprika sebanyak 2,5 kg/tanaman sampai umur 8 bulan. Varietas orange
seperti Orange DRD dapat menghasilkan paprika sebanyak 2,5 kg/tanaman
sampai umur 8 bulan.

Produksi tanaman paprika di Bandung 2 - 3 kg/tanaman dengan jumlah buah


sebanyak +17 buah/tanaman dan menggunakan teknologi budidaya sistem
hidroponik. Dengan produktivitas per tanaman tersebut untuk luasan 2.000
m2 dan populasi tanaman sebanyak 6.000 pohon dapat menghasilkan
praprika sebanyak 12.000 - 18.000 kg/musim.

i. Kendala Produksi

Kendala produksi dari budidaya paprika ini adalah bahwa tanaman paprika
menghendaki kondisi iklim tempat tumbuh yang di Indonesia hanya dapat
ditemukan di daerah dataran tinggi, sehingga untuk pengembangan usaha
paprika ini hanya bisa dilakukan secara maksimal pada dataran tinggi. Selain
itu, ketersediaan air yang bersih sangat dibutuhkan agar budidaya dapat

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 21


berjalan dengan baik. Kondisi lokasi di Bandung menunjukkan air yang
digunakan untuk budidaya paprika berasal dari mata air yang lokasinya
dengan beberapa tempat budidaya paprika tidak dekat sehingga dibutuhkan
pompa air untuk mengalirkan air dari mata air ke lokasi budidaya.

Hal lain yang berpotensi menjadi kendala produksi paprika ini adalah
ketergantungan petani pada benih yang masih diimpor dari luar negeri
sehingga ketersediaan benih sangat perlu diperhatikan jika ingin melakukan
usaha budidaya paprika dalam waktu yang lama. Masih diimpornya benih ini
juga menyebabkan harga benih yang mahal sehingga beban biaya produksi
untuk pembelian benih juga besar.

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 22


5. Aspek Keuangan

a. Pola Usaha

Produksi paprika sangat dipengaruhi oleh jenis paprika dan teknik budidaya
yangditerapkan. Dengan kondisi iklim tropik Indonesia yang memiliki
curahhujan tinggi dan cahaya matahari sepanjang tahun, penggunaan
greenhousesebagai tempat budidaya paprika sangat bermanfaat untuk
mengendalikanfaktor lingkungan seperti jumlah air, angin, dan cahaya
matahari.Selain itu penggunaan greenhouse juga bermanfaat untuk
mencegahpenyebaran serangan hama. Pola penanaman paprika di dalam
greenhouse diBandung menggunakan pola monokultur. Penggunaan pola ini
bertujuanuntuk memperoleh tingkat produktivitas yang optimum.

b. Asumsi

Analisis keuangan suatu proyek terdiri dari proyeksi pendapatan dan


pengeluaran selama periode proyek. Analisis keuangan perlu dilakukan untuk
mengetahui gambaran mengenai pendapatan dan biaya, kemampuan
melunasi kredit dan kelayakan proyek.

Penyusunan analisis keuangan dalam buku ini menggunakan beberapa


asumsi yang didasarkan pada hasil pengamatan lapangan, masukan dari
instansi terkait serta referensi yang mendukung dalam penentuan parameter
yang digunakan. Tabel 5.1. menyajikan asumsi dan parameter yang
digunakan dalam analisis keuangan.

Periode proyek dipilih selama 3 tahun atau 4 periode musim tanam karena
umur ekonomis dari greenhouse hanya selama 3 tahun. Selain itu juga
karena jangka waktu kredit investasi adalah 3 tahun sehingga pada akhir
tahun ke-3 kredit sudah terlunasi. Penentuan harga jual paprika dilakukan
dengan mengambil rata-rata harga jual di tingkat petani dari 4 petani di
Kabupaten Bandung pada bulan Mei 2005 dan diasumsikan tetap selama
periode proyek. Pengaruh perubahan harga akan dianalisis pada bagian
analisis sensivitas usaha.

Proses budidaya diasumsikan berlangsungsepanjang tahun atau selama 12


bulan, hal ini dapat dijelaskanmengingat faktor lingkungan yang
mempengaruhi usaha pertanian dapatdikendalikan dengan sistem hidroponik
greenhouse. Hari kerja dalam 1bulan adalah 30 hari mengingat tanaman
paprika harus disiram setiaphari.

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 23


Tabel 5.1.
Asumsi dan Parameter Untuk Analisis Keuangan
No Asumsi Jumlah Satuan
1 Periode proyek 5 tahun
2 Luas lahan 2.000 m2
3 Populasi tanaman 6.000 tanaman
4 Produktivitas 2,75 kg/tanaman
5 Waktu pendapatan pertama 4 bulan
6 Harga jual ke mitra usaha
- Hijau 7.375 Rp/kg
- Merah 11.500 Rp/kg
- Kuning 12.500 Rp/kg
7 Volume penjualan
- Hijau 1.702 kg/bulan
- Merah 786 kg/bulan
- Kuning 262 kg/bulan
8 Suku bunga 14 %
Proporsi kredit dan modal
9
sendiri
- Kredit 70 %
- Modal Sendiri 30 %
10 Jangka waktu pengembalian
- Kredit investasi 3 tahun
- Kredit modal kerja 1 tahun
Sumber: Lampiran 1

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 24


c. Biaya Investasi dan Operasional

Biayayang diperlukan untuk usaha budidaya paprika terdiri dari


biayainvestasi dan biaya operasional. Biaya investasi dikeluarkan pada
tahunke-0 sebelum dilakukannya kegiatan operasional. Biaya
operasionaldikeluarkan untuk menjalankan kegiatan operasional sehari-hari
usahabudidaya paprika.

1. Biaya Investasi

Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan aset


tetap untuk memulai usaha budidaya paprika. Biaya investasi budidaya
paprika meliputi sewa tanah, greenhouse, peralatan irigasi tetes, peralatan
budidaya dan perizinan. Perizinan untuk memulai usaha budidaya paprika
adalah SIUP, TDP, NPWP dan SITU. Petani paprika di Kabupaten Bandung
mengeluarkan biaya Rp 1.000.000 untuk memperoleh izin itu. Jumlah biaya
investasi yang dibutuhkan pada tahun ke-0 sebesar Rp 92.836.500 dengan
nilai penyusutan per musimnya sebesar Rp 15.190.580.

Tabel 5.2.
Komposisi Biaya Investasi
No. Komponen Biaya Investasi Nilai (Rp)
1 Sewa lahan 9.000.000
2 Greenhouse 55.172.500
3 Peralatan irigasi tetes 24.818.000
4 Peralatan budidaya 2.846.000
5 Perizinan 1.000.000
Total Biaya Investasi 92.836.500

Bagian terbesar biaya investasi digunakan untuk pembangunan greenhouse


yang mencapai 59,43% dari seluruh kebutuhan biaya investasi. Peralatan
irigasi tetes menempati posisi kedua dalam kebutuhan biaya investasi yang
mencapai 26,73% dari seluruh biaya investasi usaha paprika ini. Kebutuhan
biaya investasi secara rinci terdapat pada Lampiran 2.

2. Biaya Operasional

Biaya operasional merupakan biaya yang besarnya tergantung pada jumlah


produk. Komponen biaya operasional dalam budidaya paprika ini meliputi
biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel terdiri dari biaya pengadaan
sarana produksi pertanian (saprotan) seperti benih paprika, arang sekam,
pupuk, pestisida, polybag, plastik slap, dan plastik mulsa. Biaya tetap terdiri
dari biaya tenaga kerja, listrik, telepon, perawatan greenhouse, dan biaya

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 25


lainnya (retribusi, zakat, PBB, pungutan liar). Besarnya biaya variabel dan
biaya tetap pada usaha budidaya paprika ini sebesar biaya yang dibutuhkan
untuk menjalankan usaha selama 4 bulan karena pendapatan pertama dari
panen pertama paprika diperoleh pada bulan ke-3 dan pembayarannya
setelah 30 hari kemudian.

Besarnya biaya operasional yang diperlukan untuk menjalankan usaha ini


selama 9 bulan (1 musim) adalah sebesar Rp 110.825.500 dengan biaya
variabel yang dibutuhkan sebesar Rp 54.215.500 dan biaya tetap yang
dibutuhkan sebesar Rp 56.610.000. Pada Tabel 5.3 dapat dilihat biaya
operasional yang dibutuhkan usaha paprika selama satu musim. Perhitungan
rinci biaya operasional perbulan dapat dilihat pada Lampiran 3 sedangkan
biaya operasional permusim pada Lampiran 4.

Tabel 5.3.
Komposisi Biaya Operasional

Total Biaya per


No Uraian
musim
1 Biaya variabel 54.215.500
2 Biaya Tetap 56.610.000
Total Biaya Operasional 110.825.500

d. Kebutuhan Investasi dan Modal Kerja

Dana yang dibutuhkan untuk usaha budidaya paprika terdiri dari modal
investasi dan modal kerja. Untuk investasi dibutuhkan dana sebesar Rp
92.836.500, sedangkan untuk modal kerja dibutuhkan dana sebesar Rp
51.738.000, yaitu dana yang dibutuhkan untuk operasional 4 bulan pertama
sebelum diperoleh pendapatan. Dalam memberikan kredit investasi bank
mensyaratkan proporsi 70% kredit bank dan 30% dana sendiri. Dengan
perbandingan tersebut, kredit investasi yang dibutuhkan adalah Rp
64.985.550 sedangkan dana sendiri untuk investasi sebesar Rp 27.850.950,
sedangkan modal kerja dengan perbandingan Rp 36.216.600 dari kredit bank
dan Rp 15.521.400 dari dana sendiri. Rincian kebutuhan dana investasi dan
modal kerja dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 26


Tabel 5.4.
Kebutuhan Dana Investasi danModal Kerja Awal

No Rincian Biaya Persentase Total Biaya (Rp)


Danainvestasi yang bersumber
1
dari
a.Kredit 70% 64.985.550
b.Dana Sendiri 30% 27.850.950
Jumlahdana investasi 92.836.500
Danamodal kerja yang
2
bersumber dari
a.Kredit 70% 36.216.600
b.Dana Sendiri 30% 15.521.400
Jumlahdana modal kerja 51.521.400
3 Totaldana proyek
a.Kredit 70% 101.202.150
b.Dana Sendiri 30% 43.372.350
Jumlahdana proyek 144.574.500

Dana yang berasal dari bank dikembalikan atau diangsur selama jangka
waktu 3 tahun untuk kredit investasi dan selama 1 tahun untuk kredit modal
kerja. Sementara bunga kredit yang berlaku untuk investasi maupun modal
kerja diasumsikan sebesar 14% efektif per tahun atau 10,5% efektif per
musim tanam (9 bulan). Angsuran pokok dan bunga dibayar setiap bulan
tanpa ada masa tenggang. Secara keseluruhan jumlah pengembalian
pinjaman dari bank berupa angsuran pokok dan bunga sebagaimana Tabel
5.5.

Angsuran pokok pada musim 1 dan 2 yang mencapai Rp 43.952.087 dan Rp


25.481.621 berasal dari angsuran kredit investasi dan kredit modal kerja.
Angsuran kredit investasi pada musim ke-1 sebesar Rp 16.246.388 dan
kredit modal kerja Rp 27.705.699 dan pada musim ke-2 angsuran kredit
investasi sebesar Rp 16.246.388 dan kredit modal kerja Rp 9.235.233.
Sementara itu untuk musim tanam 3 dan 4 angsuran hanya berasal dari
kredit investasi. Secara lebih rinci pengembalian dana investasi dapat dilihat
pada Lampiran 6.

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 27


Tabel 5.5.
Perhitungan Angsuran Kredit

Angsuran
Musim Bunga Total Saldo Awal Saldo Akhir
tetap
0 101.926.482 101.926.482
1 43.952.087 8.651.183 52.603.270 101.926.482 57.974.396
2 25.481.621 4.574.936 30.056.557 57.974.396 32.492.775
3 16.246.388 2.653.577 18.899.964 32.492.775 16.246.388
4 16.246.388 947.706 17.194.093 16.246.388 0

e. Produksi dan Pendapatan

Produksi paprika yang dihasilkan berupa buah paprika segar yang dijual
langsung setelah perlakuan pasca panen. Harga jual untuk paprika hijau
adalah Rp 7.375 per kg, paprika merah Rp 11.500 per kg dan paprika kuning
Rp 12.500 per kg. Dalam satu musim tanam, greenhouse dengan ukuran
2.000 m2 dan populasi 6.000 tanaman mampu menghasilkan paprika hijau
sebanyak 1.702 kg, paprika merah 786 kg dan paprika kuning 262 kg.

Pendapatan yang diperoleh oleh usaha budidaya paprika dengan luas


greenhouse 2.000 m2 dan populasi 6.000 tanaman adalah sebesar Rp
141.732.697 dengan kehilangan produksi sebesar 5%. Selain itu produksi
paprika diasumsikan sama tiap musim tanamnya selama priode proyek.
Proyeksi produksi dan pendapatan dapat dilihat di Tabel 5.6 dan lebih rinci
pada Lampiran 5.

Tabel 5.6.
Proyeksi Produksi dan Pendapatan

Satu Bulan Produktif Faktor


Nilai
Jenis Kehilangan
No Nilaijual Penjualan
Mutu Volume(kg) Harga(Rp/kg) Produksi
(Rp) 1 musim
(%)
1 Hijau 1.702 7.375 12.554.094 5 71.588.334
2 Merah 786 11.500 9.034.208 5 51.494.988
3 Kuning 262 12.500 3.277.083 5 18.679.375
Total 141.732.697

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 28


f. Proyeksi Laba-Rugi dan Break Even Point

Proyeksi rugi laba menggambarkan potensi keuntungan dan kerugian yang


akan diperoleh suatu usaha atau proyek. Hasil perhitungan proyeksi rugi laba
usaha paprika menunjukkan bahwa pada musim pertama usaha budidaya
paprika mampu memperoleh keuntungan sebesar Rp 6.048.716 dengan
profit on sales sebesar 4% dan BEP rupiah rata-rata Rp 91.678.987 atau
sebanyak 10.673 kg paprika. Potensi keuntungan ini terus meningkat dari
musim ke musim hingga musim tanam ke-4. Pada musim ke-4 usaha ini
mengalami peningkatan keuntungan menjadi Rp 12.553.574 dengan profit
on sales 9% dan BEP Rupiah Rp 91.678.987.

Tabel 5.7.
Proyeksi Rugi Laba Usaha

Musim
No Uraian
1 2 3 4
Total
1 141.732.697 141.732.697 141.732.697 141.732.697
Penerimaan
Total
2 134.616.560 130.586.791 128.669.657 126.963.786
Pengeluaran
R/L Usaha
3 sebelum 7.116.137 11.145.906 13.063.040 14.768.911
pajak
4 Pajak (15%) 1.067.421. 1.671.886 1.959.456 2.215.337
Laba setelah
5 6.048.716 9.474.020 11.103.584 12.533.574
pajak
6 Profit on sales 4% 7% 8% 9%
7 BEP : Rupiah 130.208.227 123.682.081 120.577.313 117.814.682
Unit produksi
15.158 14.399 14.037 13.716
(kg)

Rata-rata keuntungan bersih selama 4 musim tanam mencapai Rp 9.794.974


per musim tanam sedangkan profit on sales rata-rata mencapai 7%.
Sementara rata-rata BEP mencapai Rp 123.070.576 atau 14.327 kg paprika.
Secara lebih rinci proyeksi rugi laba dan BEP sebagaimana pada Lampiran 7.

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 29


g. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek

Arus kas usaha budidaya paprika ini secara lengkap dapat dilihat pada
lampiran 8. Dalam analisis kas dilakukan perhitungan Net Benefit/Cost Ratio
(Net B/C Ratio), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan
Pay Back Period (PBP).

Hasil perhitungan pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa budidaya paprika


merupakan usaha yang menguntungkan karena pada suku bunga 14% per
tahun (10,5% per musim), net B/C ratio 1,08 dan NPV Rp 7.103.801 dan IRR
sebesar 14,34% artinya proyek ini layak dilaksanakan sampai suku bunga
pinjaman sebesar 14,34%. Rincian ringkas hasil perhitungan itu dapat dilihat
pada tabel berikut.

Tabel 5.8.
Kelayakan Usaha Budidaya Paprika

Justifikasi
No Kriteria Nilai
Kelayakan
1 NPV (Rp) 7.103.801 >0
> suku bunga per
2 IRR (%) 14,34
musim
3 Net B/C ratio 1,08 >1
4 PBP (musim) 3,75 <4

Dari hasil analisis kelayakan keuangan tersebut dapat disimpulkan bahwa


semua biaya investasi yang ditanamkan pada usaha ini akan kembali pada
bulan ke-34, pendapatan bulan ke-35 sampai 36 merupakan pendapatan
bersih.

h. Analisis Sensitivitas

Proyeksi pendapatan dan biaya didasarkan pada asumsi dan proyeksi yang
memiliki ketidakpastian. Untuk itu diperlukan analisis sensivitas untuk
menguji seberapa jauh proyek yang dilaksanakan sensitif terhadap
perubahan harga input maupun output, kesalahan dalam pembangunan
sarana fisik dan operasional ataupun kelemahan estimasi produksi.

Analisis sensivitas yang dilakukan dengan menggunakan skenario yaitu:

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 30


1. Skenario I

Pada skenario I, pendapatan mengalami penurunan, sedangkan biaya


investasi dan biaya operasional tetap. Penurunan pendapatan dapat terjadi
karena harga paprika mengalami penurunan ataupun volume penjualan
menurun.

Tabel 5.9.
Hasil Analisis Sensivitas Proyek Skenario I

Pendapatan turun
No Kriteria
1% 2%
1 NPV (Rp) 3.366.484 - 370.834
2 IRR (%) 12,60 10,83
3 Net B/C ratio 1,04 1,00
4 PBP (musim) 3,88 5,01

Dari tabel sensivitas skenario I (Lampiran 9 dan Lampiran 10) diketahui


bahwa pada saat pendapatan turun sebesar 2,5% dengan suku bunga 10,5%
per musim, diperoleh Net B/C Ratio lebih besar dari satu, NPV positif dan IRR
mencapai 12,60% dengan jangka waktu pengembalian investasi selama 3,88
musim. Dapat disimpulkan bahwa pada penurunan pendapatan sebesar 1%
proyek tersebut masih layak dilaksanakan. Pada penurunan pendapatan 2%
dengan suku bunga 10,5% per musim diperoleh NPV negatif, IRR lebih kecil
dari suku bunga per musim, Net B/C Ratio sama dengan 1 dan PBP melebihi
periode proyek, yang berarti dengan penurunan pendapatan sebesar 2%
proyek tersebut tidak layak dilaksanakan.

2. Skenario II

Pada skenario II, biaya operasional mengalami kenaikan, sedangkan biaya


investasi dan pendapatan dianggap tetap. Kenaikan biaya produksi dapat
terjadi apabila harga input meningkat. Dalam hal ini komponen terbesar
adalah bahan baku, maka biaya produksi sensitif terhadap kenaikan benih,
arang sekam, pupuk, pestisida, dan polybag.

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 31


Tabel 5.10.
Hasil Analisis Sensivitas Proyek Skenario II

Biaya Operasional naik


No Kriteria
2% 3%
1 NPV (Rp) 1.266.502 - 1.652.148
2 IRR (%) 11,60 10,22
3 Net B/C ratio 1,01 0,98
4 PBP (musim) 3,95 5,06

Dari tabel sensivitas skenario II (Lampiran 11 dan Lampiran 12) diketahui


bahwa pada saat biaya operasional naik sebesar 2% dengan suku bunga
10,5% per musim, diperoleh Net B/C Ratio lebih besar dari satu, NPV positif
dan IRR mencapai 11,60% dengan jangka waktu pengembalian investasi
selama 3,95 musim. Dapat disimpulkan bahwa pada kenaikan biaya
operasional 2% proyek tersebut masih layak dilaksanakan. Pada kenaikan
biaya operasional 3% dengan suku bunga 10,5% per musim diperoleh NPV
negatif, IRR lebih kecil dari suku bunga per musim, Net B/C Ratio kecil dari 1
dan PBP melebihi periode proyek sehingga disimpulkan bahwa pada kenaikan
biaya operasional sebesar 4,0% proyek tersebut tidak layak dilaksanakan.

3. Skenario III

Pada skenario III ini merupakan gabungan dari skenario I dan skenario II,
yang diasumsikan pada saat bersamaan pendapatan mengalami penurunan
dan biaya operasional mengalami kenaikan.

Tabel 5.11.
Hasil Analisis SensivitasProyek Skenario III

Pendapatan Turun dan Biaya


No Kriteria Operasional naik
1% 2%
1 NPV (Rp) 447.834 - 6.208.133
2 IRR (%) 11,22 8,03
3 Net B/C ratio 1,00 0,93
4 PBP (musim) 3,98 5,24

Dari tabel sensivitas skenario III (Lampiran 13 dan Lampiran 14) diketahui
bahwa pada saat pendapatan turun dan biaya operasional naik sebesar 1%
dengan suku bunga 10,5% per musim, diperoleh Net B/C Ratio lebih besar

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 32


dari satu, NPV positif dan IRR mencapai 11,22% dengan jangka waktu
pengembalian investasi selama 3,98 musim. Dapat disimpulkan bahwa pada
penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional 1% proyek tersebut
masih layak dilaksanakan. Pada penurunan pendapatan dan kenaikan biaya
operasional sebesar 2% dengan suku bunga 10,5% per musim diperoleh NPV
negatif, IRR lebih kecil dari suku bunga per musim, Net B/C Ratio kecil dari 1
dan PBP melebihi periode proyek sehingga disimpulkan bahwa pada
penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional sebesar 2% proyek
tersebut tidak layak dilaksanakan.

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 33


6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan

a. Aspek Sosial Ekonomi

Kabupaten Bandung khususnya Kecamatan Cisarua dan Parongpong


merupakan salah satu sentra produksi paprika dan sudah mempunyai
pelanggan sampai ke luar negeri. Usaha ini di Kabupaten Bandung mulai
mendapat perhatian pemerintah daerah karena mampu bertahan ketika
krisis ekonomi menimpa Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari petani dan luas
lahan yang cukup banyak pada kedua kecamatan.

Dilihat dari aspek ekonomi dan sosial, usaha budidaya paprika memiliki
dampak yang positif. Banyak pihak yang memperoleh manfaat dari usaha ini,
diantaranya masyarakat setempat dan pengusaha sendiri. Pihak-pihak yang
terkait tersebut dapat memperoleh kenaikan penghasilan dari usaha
tersebut. Dampak lain selain kenaikan pendapatan adalah bahwa usaha
budidaya paprika mampu menyerap tenaga kerja. Tenaga kerja budidaya
paprika diperoleh dari masyarakat sekitar sehingga secara langsung
mengurangi pengangguran.

Bagi petani paprika, usaha ini cukup dapat menghidupi keluarga, terbukti
dari ada petani paprika yang telah menggeluti usaha ini sejak usaha ini
muncul di daerah itu pada tahun 1994 hingga sekarang. Petani paprika itu
mengaku dapat menyisihkan pendapatannya untuk ditabung walaupun
jumlahnya mengalami fluktuasi tergantung produksi dan kondisi pasar.

Beberapa pengusaha pernah mendapatkan pembinaan dari berbagai pihak


seperti Universitas Padjadjaran, BLLP Lembang dan Koperasi dalam bentuk
pelatihan manajemen, pemasaran dan teknologi budidaya. Tetapi sampai
saat ini belum ada kebijakan dari pemerintah daerah ataupun instansi terkait
yang secara nyata mendukung usaha ini. Misalnya mengenai kemudahan
perizinan serta prosedur karantina untuk paprika yang diterima oleh negara
tujuan ekspor.

b. Dampak Lingkungan

Usaha budidaya paprika ini menghasilkan limbah padat yang berupa arang
sekam bekas media tanam dan sisa tanaman pada akhir musim. Limbah
arang sekam bekas media tanam dapat dijual kepada pengusaha tanaman
hias yang banyak terdapat di daerah Bandung sehingga dapat memberikan
masukan tambahan. Penanganan limbah sisa tanaman dilakukan dengan
dibakar di dalam greenhouse yang dimaksudkan untuk memutuskan siklus
hidup hama dan penyakit yang menyerang pada saat masa produksi
sehingga tidak menyebar ke pertanaman lainnya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tidak ada limbah dari usaha budidaya paprika ini yang
merugikan lingkungan sekitar usaha.

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 34


Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 35
7. Penutup

a. Kesimpulan
1. Peluang pasar komoditi paprika baik untuk ekspor maupun pemenuhan
dalam negeri masih terbuka dan berpotensi memberikan peluang bagi
pengembangan dan peningkatan produksi paprika di Indonesia. Dilihat
dari potensinya, sumber daya lahan dan sumber daya manusia untuk
pengembangan produksi paprika masih banyak tersedia di berbagai
daerah.
2. Kendala yang dihadapi oleh pengusaha dalam pengembangan usaha
paprika antara lain masalah iklim dan pemasaran. Masalah iklim
disebabkan karena paprika berasal dari daerah yang kondisi iklimnya
di Indonesia hanya dijumpai di dataran tinggi. Hal ini menyebabkan
pengembangan paprika pada saat ini hanya bisa dilakukan secara
maksimal di dataran tinggi. Masalah pemasaran terutama untuk pasar
ekspor disebabkan karena dibeberapa negara memiliki peraturan
mengenai produk pertanian yang masuk ke negara mereka seperti
bebas lalat buah dan pestisida.
3. Jumlah modal usaha yang dibutuhkan sebesar Rp 144.574.500, yang
terdiri atas modal investasi Rp 92.836.500 dan modal kerja Rp
51.738.000. Dengan asumsi proporsi kredit sebesar 70%, maka
jumlah kredit investasi yang dibutuhkan sebesar Rp 64.985.550 dan
kredit modal kerja sebesar Rp 36.216.600.
4. Usaha budidaya paprika memiliki Internal Rate of Return (IRR) lebih
besar dari suku bunga per musim yaitu 14,34%, nilai net B/C ratio
lebih besar dari satu (1,08), dengan NPV Rp 7.103.801, sehingga
usaha ini layak untuk dilaksanakan
5. Berdasarkan analisis sensivitas I, usaha budidaya paprika masih layak
hingga penurunan pendapatan sebesar 1%. Penurunan pendapatan
sebesar 2% menyebabkan usaha tidak layak karena diperoleh nilai
NPV negatif.
6. Berdasarkan analisis sensivitas II, usaha budidaya paprika masih layak
hingga kenaikan biaya operasional sebesar 2%. Kenaikan biaya
operasional sebesar 3% menyebabkan usaha tidak layak karena
diperoleh nilai NPV negatif.
7. Berdasarkan analisis sensivitas III, usaha budidaya paprika masih
layak hingga penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional
sebesar 1%. Penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional
sebesar 2% menyebabkan usaha tidak layak karena diperoleh nilai
NPV negatif.
8. Hasil analisis keuangan tersebut menunjukkan bahwa usaha budidaya
paprika merupakan proyek yang layak untuk dibiayai oleh perbankan,

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 36


karena bermanfaat untuk banyak pihak seperti masyarakat dan petani
pengusaha, dan secara ekonomi memiliki masa depan yang cerah dan
layak dibiaya perbankan.

b. Saran

1. Untuk meningkatkan kepercayaan pasar dunia pada produk paprika


Indonesia, perlu adanya peran serta pemerintah dalam membuat
prosedur teruji untuk paprika yang disetujui oleh negara tujuan ekspor
yang menjamin produk paprika Indonesia aman di ekspor ke negara
mereka.
2. Meskipun usaha ini layak dibiayai oleh bank, namun bank perlu untuk
melakukan analisis kredit yang lebih komprehensif berdasarkan prinsip
kehati-hatian bank.

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 37


LAMPIRAN

Bank Indonesia – Budidaya Paprika (Konvensional) 38

Anda mungkin juga menyukai