o Alimandan (Peny.). (1985). Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda: 110, 15 39, 43 74. Judul Asli: Sociology: A
Multiple Paradigm Science. George Ritzer. (1980). Boston: Allyn and Bacon.
o Cambell, Tom. (1981). Seren Theories of Human Society. Oxford, New York: University Press.
o Craib, Ian. (I986). Teori-teori Sosial Modern: Dari Parsons sampai Habermas. Jakarta: Rajawali. Judul asli: Modern Social
Theory: from Parsons to Habermas, penerjemah: Paul S Bout dan T. Effendi.
o Kerlinger, Fred, N. (1973). Foundation of Behavioral Research. New York: Holt, Rinehart and Winston.
o Laeyendecker, L. (1983). Tata, Perubahan, dan Ketimpangan, Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi: 376 377. Jakarta:
Gramedia.
o Nasikun. (1988). Sistem Sosial Indonesia, 9 10. Jakarta: Rajawali.
o Poloma, Margaret M. (1984). Sosiologi Kontemporer, 4. Jakarta: Rajawali.
o Ritzer, George. (1975). Sociology: A Multiple Paradigm Science: 2 7, 24 30, 91 92, dan 142. Boston: Allyn and Bacon Inc.
o Robert, M.Z., Lawang, (Pen). (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern jilid I dan II. Judul asli: Sociological Theory Classical
Founders and Contemparary Perspectives. (1981). By Doyle Paul Johnson.
o Robert, M.Z., Lawang. (1986). Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi. Jakarta: Penerbit Karunika Universitas Terbuka.
o Sunarto, Kamanto. (1993). Pengantar Sosiologi: 1. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
o _______. (1993). Pengantar Sosiologi: Buku Panduan Mahasiswa: 15 17, 23 28. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
o Zamroni. (1992). Pengantar Pengembangan Teori Sosial: 13. Yogyakarta: Tiara Wacana.
o Zeitlin, Irving M. (1973). Rethinking Sociology, A Critique of Contemporary Theory. Englewood Clifics, New Jersey: Prentice
Hall, Inc.
o Alimandan (Peny.). (1985). Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda: 110, 15 39, 43 74. Judul Asli: Sociology: A
Multiple Paradigm Science. George Ritzer. (1980). Boston: Allyn and Bacon.
o Cambell, Tom. (1981). Seren Theories of Human Society. New York: Oxford, University Press.
o Craib, Ian. (I986). Teori-teori Sosial Modern: Dari Parsons sampai Habermas. Jakarta: Rajawali. Judul asli: Modern Social
Theory: from Parsons to Habermas. penerjemah: Paul S Bout dan T. Effendi.
o Kerlinger, Fred, N. (1973). Foundation of Behavioral Research. New York: Holt, Rinehart and Winston.
o Laeyendecker, L. (1983). Tata, Perubahan, dan Ketimpangan, Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi: 376 377. Jakarta:
Gramedia.
o Nasikun. (1988). Sistem Sosial Indonesia, 9 10. Jakarta: Rajawali.
o Poloma, Margaret M. (1984). Sosiologi Kontemporer, 4. Jakarta: Rajawali.
o Ritzer, George. (1975). Sociology: A Multiple Paradigm Science: 2 7, 24 30, 91 92, dan 142. Boston: Allyn and Bacon Inc.
o Robert, M.Z., Lawang, (Pen). (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern jilid I dan II. Judul asli: Sociological Theory Classical
Founders and Contemparary Perspectives. (1981). By Doyle Paul Johnson.
o Robert, M.Z., Lawang. (1986). Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi. Jakarta: Penerbit Karunika Universitas Terbuka.
o Sunarto, Kamanto. (1993). Pengantar Sosiologi: 1. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
o ______. (1993). Pengantar Sosiologi: Buku Panduan Mahasiswa: 15 17, 23 28. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
o Zamroni. (1992). Pengantar Pengembangan Teori Sosial: 13. Yogyakarta: Tiara Wacana.
o Zeitlin, Irving M. (1973). Rethinking Sociology, a Critique of Contemporary Theory. Englewood Clifics, New Jersey: Prentice
Hall, Inc.
o Alimandan (Peny.). (1985). Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda: 110, 15 39, 43 74. Judul Asli: Sociology: A
Multiple Paradigm Science. George Ritzer. (1980). Boston: Allyn and Bacon.
o Cambell, Tom. (1981). Seren Theories of Human Society. New York: Oxford, University Press.
o Craib, Ian. (I986). Teori-teori Sosial Modern: Dari Parsons sampai Habermas. Jakarta: Rajawali. Judul asli: Modern Social
Theory: from Parsons to Habermas. penerjemah: Paul S Bout dan T. Effendi.
o Kerlinger, Fred, N. (1973). Foundation of Behavioral Research. New York: Holt, Rinehart and Winston.
o Laeyendecker, L. (1983). Tata, Perubahan, dan Ketimpangan, Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi: 376 377. Jakarta:
Gramedia.
o Nasikun. (1988). Sistem Sosial Indonesia, 9 10. Jakarta: Rajawali.
o Poloma, Margaret M. (1984). Sosiologi Kontemporer, 4. Jakarta: Rajawali.
o Ritzer, George. (1975). Sociology: A Multiple Paradigm Science: 2 7, 24 30, 91 92, dan 142. Boston: Allyn and Bacon Inc.
o Robert, M.Z., Lawang, (Pen). (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern jilid I dan II. Judul asli: Sociological Theory Classical
Founders and Contemparary Perspectives. (1981). By Doyle Paul Johnson.
o Robert, M.Z., Lawang. (1986). Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi. Jakarta: Penerbit Karunika Universitas Terbuka.
o Sunarto, Kamanto. (1993). Pengantar Sosiologi: 1. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
o _____. (1993). Pengantar Sosiologi: Buku Panduan Mahasiswa: 15 17, 23 28. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
o Zamroni. (1992). Pengantar Pengembangan Teori Sosial: 13. Yogyakarta: Tiara Wacana.
o Zeitlin, Irving M. (1973). Rethinking Sociology, a Critique of Contemporary Theory. Englewood Clifics, New Jersey: Prentice
Hall, Inc.
o Alimandan (Peny.). (1985). Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda: 110, 15 39, 43 74. Judul Asli: Sociology: A
Multiple Paradigm Science. George Ritzer. (1980). Boston: Allyn and Bacon.
o Cambell, Tom. (1981). Seren Theories of Human Society. New York: Oxford, University Press.
o Craib, Ian. (I986). Teori-teori Sosial Modern: Dari Parsons sampai Habermas. Jakarta: Rajawali. Judul asli: Modern Social
Theory: from Parsons to Habermas. penerjemah: Paul S Bout dan T. Effendi.
o Kerlinger, Fred, N. (1973). Foundation of Behavioral Research. New York: Holt, Rinehart and Winston.
o Laeyendecker, L. (1983). Tata, Perubahan, dan Ketimpangan, Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi: 376 377. Jakarta:
Gramedia.
o Nasikun. (1988). Sistem Sosial Indonesia, 9 10. Jakarta: Rajawali.
o Poloma, Margaret M. (1984). Sosiologi Kontemporer, 4. Jakarta: Rajawali.
o Ritzer, George. (1975). Sociology: A Multiple Paradigm Science: 2 7, 24 30, 91 92, dan 142. Boston: Allyn and Bacon Inc.
o Robert, M.Z., Lawang, (Pen). (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern jilid I dan II. Judul asli: Sociological Theory Classical
Founders and Contemparary Perspectives. (1981). By Doyle Paul Johnson.
o Robert, M.Z., Lawang. (1986). Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi. Jakarta: Penerbit Karunika Universitas Terbuka.
o Sunarto, Kamanto. (1993). Pengantar Sosiologi: 1. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
o ______. (1993). Pengantar Sosiologi: Buku Panduan Mahasiswa: 15 17, 23 28. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
o Zamroni. (1992). Pengantar Pengembangan Teori Sosial: 13. Yogyakarta: Tiara Wacana.
o Zeitlin, Irving M. (1973). Rethinking Sociology, a Critique of Contemporary Theory. Englewood Clifics, New Jersey: Prentice
Hall, Inc.
o Alimandan (Peny.). (1985). Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda: 110, 15 39, 43 74. Judul Asli: Sociology: A
Multiple Paradigm Science. George Ritzer. (1980). Boston: Allyn and Bacon.
o Cambell, Tom. (1981). Seren Theories of Human Society. New York: Oxford, University Press.
o Craib, Ian. (I986). Teori-teori Sosial Modern: Dari Parsons sampai Habermas. Jakarta: Rajawali. Judul asli: Modern Social
Theory: from Parsons to Habermas. penerjemah: Paul S Bout dan T. Effendi.
o Kerlinger, Fred, N. (1973). Foundation of Behavioral Research. New York: Holt, Rinehart and Winston.
o Laeyendecker, L. (1983). Tata, Perubahan, dan Ketimpangan, Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi: 376 377. Jakarta:
Gramedia.
o Nasikun. (1988). Sistem Sosial Indonesia, 9 10. Jakarta: Rajawali.
o Poloma, Margaret M. (1984). Sosiologi Kontemporer, 4. Jakarta: Rajawali.
o Ritzer, George. (1975). Sociology: A Multiple Paradigm Science: 2 7, 24 30, 91 92, dan 142. Boston: Allyn and Bacon Inc.
o Robert, M.Z., Lawang, (Pen). (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern jilid I dan II. Judul asli: Sociological Theory Classical
Founders and Contemparary Perspectives. (1981). By Doyle Paul Johnson.
o __________________. (1986). Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi. Jakarta: Penerbit Karunika Universitas Terbuka.
o Sunarto, Kamanto. (1993). Pengantar Sosiologi: 1. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
o ______. (1993). Pengantar Sosiologi: Buku Panduan Mahasiswa: 15 17, 23 28. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
o Zamroni. (1992). Pengantar Pengembangan Teori Sosial: 13. Yogyakarta: Tiara Wacana.
o Zeitlin, Irving M. (1973). Rethinking Sociology, a Critique of Contemporary Theory. Englewood Clifics, New Jersey: Prentice
Hall, Inc.
MODUL 6: Teori Pertukaran Sosial George C. Homans dan Teori Pertukaran Perilaku Peter M. Blau
Kegiatan Belajar 1: Pendekatan Perilaku
Rangkuman
Semula George C. Homans tidak menaruh perhatian masalah pertukaran sosial dalam mengadakan pendekatan terhadap masyarakat
karena pada awalnya ia mengarahkan perhatian pada pendekatan fungsionalisme struktural. Pendekatan fungsionalisme struktural
ternyata mempunyai arti yang sangat penting karena mampu memberi masukan terhadap teori sosiologi, terutama dalam hubungannya
dengan struktur, proses dan fungsi kelompok sebagaimana tercantum dalam bukunya yang berjudul The Human Group. Menurut
pendapatnya analisis fungsionalisme struktural mempunyai manfaat untuk menemukan dan memberikan uraian, akan tetapi pendekatan
tersebut tidak mampu menjelaskan. Selanjutnya, berhubung pendekatan fungsionalisme struktural itu tidak dapat menjelaskan berbagai
macam hal maka menurut pendapatnya dianggap sebagai suatu kegagalan.
Berhubung pendekatan fungsionalisme struktural dianggap gagal dalam memberikan fenomena-fenomena baru yang muncul dalam
interaksi sosial di masyarakat maka ia berusaha menyempurnakannya dengan prinsip-prinsip pertukaran sosial. Berkenaan dengan hal
tersebut maka ia tinggalkan pendekatan fungsionalisme struktural dan selanjutnya menyatakan tentang pentingnya pendekatan psikologi
dalam menjelaskan gejala-gejala sosial. Menurut pendapatnya dengan psikologi dapat dijelaskan mengenai faktor yang menghubungkan
sebab dan akibat. Dalam hal yang menghubungkan antara sebab dan akibat hanya dapat dijelaskan oleh proposisi psikologi melalui
pendekatan perilaku. Namun, pada mulanya ia juga menggunakan pendekatan ilmu ekonomi karena diasumsikan bahwa orang yang
berperilaku itu memperoleh ganjaran dan menghindari hukuman. Akan tetapi, ia juga berpendapat bahwa perilaku orang itu tidak
semata-mata alasan ekonomi, melainkan juga karena adanya rasa kepuasan, harga diri dan persahabatan.
Perlu diketahui bahwa George C. Homans menyatakan bahwa psikologi perilaku sebagaimana diajarkan oleh B.F. Skinner dapat
menjelaskan pertukaran sosial. Adapun proposisi yang mampu memberikan penjelasan pertukaran sosial, yaitu (1) proposisi sukses,
artinya semakin perilaku itu memperoleh ganjaran, semakin orang melaksanakan perilaku tersebut; (2) proposisi stimulus, artinya apabila
stimulus menyebabkan adanya ganjaran maka pada kesempatan yang lain orang akan melakukan tindakan apabila ada stimulus yang
serupa; (3) proposisi nilai, artinya semakin tinggi nilai suatu tindakan maka semakin senang orang melaksanakan; (4) proposisi deprivasi
satiasi, artinya semakin orang memperoleh ganjaran tertentu maka semakin berkurang nilai itu bagai orang yang bersangkutan; (5)
proposisi restu-agresi, artinya ganjaran yang tidak seperti yang diharapkan maka akan menyebabkan marah dan kecewa serta dapat
menyebabkan perilaku yang agresif.
Kegiatan Belajar 2: Pendekatan Pertukaran Perilaku
Rangkuman
George C. Homans dan Peter M. Blau adalah tokoh dari Teori Pertukaran sosial. Namun, tidak seperti George C. Homans yang membatasi
analisisnya pada jenjang sosiologi mikro, Peter M. Blau berupaya menjembatani pada jenjang sosiologi makro dan mikro dari jenjang
analisis sosiologi. Perlu diketahui bahwa baik C. Homans maupun Peter M. Blau menilai analisisnya pada proses interaksi, namun Peter M.
Blau melanjutkan analisisnya dengan membahas struktur yang lebih besar. Dalam hal ini, Peter M. Blau menunjukkan bahwa dalam proses
pertukaran dasar menghadirkan fenomena yang berupa struktur sosial yang lebih kompleks. Dalam teori pertukaran sosial menekankan
adanya suatu konsekuensi dalam pertukaran baik yang berupa ganjaran materiil, misal yang berupa barang maupun spiritual yang berupa
pujian.
Selanjutnya untuk terjadinya pertukaran sosial harus ada persyaratan yang harus dipenuhi. Syarat itu adalah (1) suatu perilaku atau
tindakan harus berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat tercapai lewat interaksi dengan orang lain; (2) suatu perilaku atau
tindakan harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan yang dimaksud. Adapun tujuan yang dimaksud dapat
berupa ganjaran atau penghargaan intrinsik yakni berupa pujian, kasih sayang, kehormatan dan lain-lainnya atau penghargaan ekstrinsik
yaitu berupa benda-benda tertentu, uang dan jasa.
Harapan-harapan yang akan diperoleh dalam pertukaran sosial menurut Peter M. Blau, yaitu (a) ganjaran atau penghargaan; (b) lahirnya
diferensiasi kekuasaan; (c) kekuasaan dalam kelompok; dan (d) keabsahan kekuasaan dalam kelompok.
Untuk jelasnya dapat dikemukakan bahwa interaksi sosial dapat digolongkan dalam dua kategori, yaitu didasarkan pada ganjaran atau
penghargaan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Peter M. Blau berpendapat bahwa (1) individu-individu dalam kelompok-kelompok yang
sederhana (mikro) satu sama lain dalam pertukaran sosial mempunyai keinginan untuk memperoleh ganjaran ataupun penghargaan; dan
(2) tidak semua transaksi sosial bersifat simetris yang didasarkan pada pertukaran sosial yang seimbang.
Pertukaran sosial yang tidak seimbang akan menyebabkan adanya perbedaan dan diferensiasi kekuasaan karena dalam pertukaran
tersebut ada pihak yang merasa lebih berkuasa dan mempunyai kemampuan menekan dan di lain pihak ada yang dikuasai serta merasa
ditekan. Kekuasaan menurut Peter M. Blau adalah kemampuan orang atau kelompok untuk memaksakan kehendaknya pada pihak lain.
Adapun strategi atau cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan kekuasaan terhadap orang lain yaitu memberikan sebanyak mungkin
kepada pihak lain yang membutuhkan, sebagai suatu upaya menunjukkan statusnya yang lebih tinggi dan berkuasa, agar mereka yang
dikuasai merasa berutang budi dan mempunyai ketergantungan.
Dalam pertukaran sosial menunjukkan adanya gejala munculnya kekuasaan yang terjadi pula dalam suatu kelompok. Dalam kelompok
akan terjadi persaingan antarindividu, dan tiap individu akan berusaha memperoleh kesan lebih menarik jika dibanding dengan yang lain.
Agar orang itu terkesan lebih menarik dari orang lain syaratnya dapat menarik perhatian orang lain. Dalam persaingan itu nantinya akan
nampak adanya pihak atau orang yang dapat menarik perhatian orang-orang yang dalam kelompok yang bersangkutan. Kelebihan orang
yang bersangkutan dapat menarik perhatian orang lain kemungkinan karena kepandaiannya, kejujurannya, kesopanannya ataupun
kebijaksanaannya. Dari tiap-tiap kelompok akan ada yang menonjol dan yang menonjol itu akhirnya akan muncul satu orang yang paling
menarik perhatian orang dalam kelompok-kelompok tersebut maka muncullah kekuasaan, dalam arti ada pemimpin dan ada yang
dipimpin. Dalam hal ini, pemimpin (pemegang kekuasaan) akan memperoleh penghargaan sebagai akibat tanggung jawab yang dapat
dipenuhinya. Sementara orang yang dipimpin akan mendapat penghargaan karena ketaatannya, baik karena tugas yang diselesaikan
maupun kesediaannya mematuhi peraturan-peraturan yang ada.
Perintah yang dipatuhi adalah perintah yang diberikan oleh pemimpin yang sah. Agar perintah dipatuhi maka pemimpin (pemegang
kekuasaan) harus mempunyai wewenang. Wewenang yang dimiliki oleh pemegang kekuasaan digunakan untuk merekrut anggota dalam
kelompok.
MODUL 7: Interaksionisme Simbolik William James dan Charles Horton Cooley serta John Dewey
Kegiatan Belajar 1: Interaksionisme Simbolik menurut William James
Rangkuman
Teori interaksionisme yang dikemukakan oleh William James dilandasi oleh aliran Pragmatisme. Ia berpendapat bahwa yang benar adalah
apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan akibatnya yang bermanfaat secara praktis.
Adapun mengenai pandangan William James dapat dirangkum dalam suatu uraian sebagai, berikut.
1. Manusia dapat memperoleh sendiri sebagian apa yang diperlukan oleh pengalaman kita yang sesuai dengan yang dikehendaki
karena sebagai bagian dari dunia adalah hasil dari perbuatan manusia itu sendiri.
2. Agama merupakan suatu kepercayaan yang mampu memberikan kepuasan rohani, rasa aman, damai, dan rasa kasih sayang
terhadap sesama.
3. Kebenaran gagasan-gagasan dan ucapan-ucapan tidaklah berada dalam kesesuaian antara gagasan-gagasan dan fakta-fakta yang
dapat ditemukan secara objektif melainkan dalam kegunaan yang dimiliki gagasan-gagasan tersebut bagi tindakan;
4. Manusia mempunyai naluri-naluri meskipun naluri tersebut peranannya kurang penting. Adapun yang dianggap penting adalah
kebiasaan-kebiasaan yang dikembangkan dalam interaksi dengan lingkungannya.
5. Dalam interaksi, manusia mengembangkan suatu "diri", dan tidak hanya terdapat satu diri saja melainkan lebih dan satu diri,
yang dibedakan menjadi diri materiil dan diri sosial yang diberikan oleh individu-individu dan kelompok-kelompok yang terus
berinteraksi dengan seseorang.
Perlu diketahui bahwa William James terkenal karena meneruskan dan mengembangkan konsep dan (self). Selain itu, ia juga
berpendapat, bahwa perasaan seseorang mengenai dirinya sendiri seseorang muncul dari interaksinya dengan orang lain.
Kegiatan Belajar 2: Interaksionisme menurut Charles Horton Cooley
Rangkuman
Menurut Charles Horton Cooley hidup ini tidak ada perbedaan secara biologis antara manusia satu dengan yang lain. Individu dengan
masyarakat terjalin suatu hubungan yang organis sehingga antara individu dan masyarakat tidak dapat dipisahkan, dan antara individu dan
masyarakat ada saling ketergantungan secara organis.
Konsep diri menurut Charles Horton Cooley disebut looking glass self karena dalam setiap interaksi sosial, seseorang yang terlibat
merupakan cerminan dan yang disatukan dalam identitas orang itu sendiri. Analisisnya mengenai pertumbuhan sosial individu, ia
mengembangkan "diri sosial" menurut William James.
Dalam looking glass self ada tiga unsur yang dapat dibedakan, yaitu (1) bayangan mengenai orang-orang lain melihat kita; (2) bayangan
mengenai pendapat yang dipunyai orang tentang kita, dan (3) rasa diri yang dapat berarti positif atau negatif.
Tingkah laku orang seolah-olah merupakan cermin bagi imajinasi pribadi tertentu yang mempunyai tiga elemen, yaitu (1) imajinasi
tentang bagaimana seseorang tampil; (2) imajinasi tentang bagaimana orang lain menilai terhadap penampilan itu; dan (3) reaksi-reaksi
emosional terhadap penilaian orang lain.
Menurut Charles Horton Cooley konsep diri dibentuk oleh apa yang dinamakan kelompok primer. Dalam kelompok ini terdapat hubungan
yang bersifat muka berhadapan dengan muka atau "wawanmuka" dan di sinilah terbentuknya watak manusia. Hubungan antara anggota
sangat erat. Dalam anggota saling membaur sehingga tujuan yang akan dicapai akan ada kesamaan.
Faktor-faktor yang menyebabkan adanya hubungan yang mesra, yaitu (1) adanya rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggatanya
dan mereka merasa membutuhkan kepentingan yang sama; dan (2) ada perasaan senasib dan sepenanggungan karena merasa mempunyai
latar belakang sejarah yang sama.
Syarat yang harus dimiliki kelompok primer, yaitu (1) para anggota kelompok secara baik berdekatan antara yang satu dengan yang
lainnya; (2) jumlah anggota sedikit dan (3) hubungan antara anggota kelompok bersifat langsung.
Menurut Samuel Stouffen fungsi kelompok primer, yaitu membantu individu dalam perkembangan dan pendewasaannya mempunyai sifat;
(1) memberi bantuan motivasi dan landasan kuat kepada anggota; (2) kelompok mempunyai nilai praktikal untuk individu; dan (3)
loyalitas dapat menyebabkan adanya hubungan erat dan bantuan dalam ikatan kelompok. Sementara keuntungan bagi kelompok primer,
yaitu (1) menunjang sifat-sifat baik manusia dan menghindari sifat-sifat lemahnya, dan memberikan kekuatan batin serta dorongan
kepada individu; (2) mempertebal ketergantungan individu dari kelompoknya; (3) menyerap individu dan kepribadiannya dalam kehidupan
yang bersifat kolektif; dan (4) memperlihatkan reaksi yang didasarkan pada perasaan. Adapun jasa yang pokok dari kelompok primer,
yaitu (1) memenuhi kepentingan naluriah manusia; (2) memberi rasa aman kepadanya dan (3) memberi perlindungan dan memungkinkan
pembentukan kepribadian individu.
Kegiatan Belajar 3: Interaksionisme Simbolik menurut John Dewey
Rangkuman
John Dewey adalah seorang pragmatisme ia menyebut sistem pemikirannya dengan istilah instrumentalisme, yaitu suatu upaya untuk
menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, pengumpulan-pengumpulan dalam bentuk-
nya yang bermacam-macam.
Menurut John Dewey pemikiran manusia bertolak dari pengalaman-pengalaman, dan penyelidikan adalah transformasi yang terawasi atau
terpimpin dari suatu keadaan yang tidak pasti menjadi keadaan yang pasti, sedang makna yang terkandung dalam pikiran manusia itu
senantiasa berada dalam interaksi yang bersifat dialektik, baik dengan pengalaman maupun dengan tindakan manusia.
Instrumentalisme menekankan pada kemajuan, pandangan ke depan dan usaha-usaha manusia, serta menekankan pada hasil-hasil atau
akibat-akibat, dalam hal ini akibat tersebut sesuatu yang memuaskan. Adapun yang disebut memuaskan adalah:
Pandangan John Dewey menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang berarti semua tindakannya diberi cap masyarakatnya.
Sumbangan John Dewey terletak pada pandangannya bahwa pikiran (mind) seseorang berkembang dalam rangka untuk menyesuaikan dan
dengan lingkungan.
Pandangannya mengenai pendidikan ia menganggap ilmu mendidik tidak dapat dipisahkan dengan filsafat. Menurutnya filsafat adalah
teori umum dari pendidikan. Maksud dan tujuan sekolah untuk mem-bangkitkan sikap hidup demokratis dan mengembangkannya.
Dalam filsafat pendidikan dikenal aliran progresivisme. Aliran ini menentang sistem pendidikan yang otoriter dan absolut. Adapun ciri-ciri
sistem pendidikan Progresivisme, yaitu:
1. pendidikan harus bersifat aktif dan dikaitkan dengan minat serta kepentingan anak;
2. anak didik harus diberi latihan-latihan untuk memecahkan persoalan-persoalan;
3. pendidikan adalah pembudayaan hidup itu sendiri dan bukan mempersiapkan untuk dapat hidup. Peranan guru dalam
pendidikan adalah membimbing dan memberi nasihat kepada anak didik dalam memecahkan persoalan,
4. sekolah merupakan tempat untuk melatih kerja sama dengan orang lain;
5. pendidikan harus bersifat demokratis.
Pendapatnya mengenai pengetahuan dinyatakan bahwa fakta, dan arti dari sesuatu dapat dianggap baik atau tidak baik dengan mencari
sampai seberapa jauh watak operasionalnya. Pendapatnya mengenai nilai berkembang secara kontinu karena adanya saling pengaruh-
mempengaruhi antara pengalaman baru di antara individu-individu dengan nilai-nilai yang telah tersimpan dalam kebudayaan.
MODUL 8: Teori Interaksionisme Simbolik George Herbert Mead
Kegiatan Belajar 1: Teori Interaksionisme Simbolik George Herbert Mead
Rangkuman
Pemikiran-pernikiran Geroge Herbert Mead mula-mula dipengaruhi oleh teori evolusi Darwin yang menyatakan bahwa organisme terus-
menerus terlibat dalam usaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya. George Herbert Mead berpendapat bahwa manusia merupakan
makhluk yang paling rasional dan memiliki kesadaran akan dirinya.
Di samping itu, George Herbert Mead juga menerima pandangan Darwin yang menyatakan bahwa dorongan biologis memberikan motivasi
bagi perilaku atau tindakan manusia, dan dorongan-dorongan tersebut mempunyai sifat sosial. Di samping itu, George Herbert Mead juga
sependapat dengan Darwin yang menyatakan bahwa komunikasi adalah merupakan ekspresi dari perasaan George Herbert Mead juga
dipengaruhi oleh idealisme Hegel dan John Dewey. Gerakan adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dalam hubungannya
dengan pihak lain. Sehubungan dengan ini, George Herbert Mead berpendapat bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk menanggapi
diri sendiri secara sadar, dan kemampuan tersebut memerlukan daya pikir tertentu, khususnya daya pikir reflektif. Namun, ada kalanya
terjadi tindakan manusia dalam interaksi sosial munculnya reaksi secara spontan dan seolah-olah tidak melalui pemikiran dan hal ini biasa
terjadi pada binatang.
Bahasa atau komunikasi melalui simbol-simbol adalah merupakan isyarat yang mempunyai arti khusus yang muncul terhadap individu lain
yang memiliki ide yang sama dengan isyarat-isyarat dan simbol-simbol akan terjadi pemikiran (mind).
Manusia mampu membayangkan dirinya secara sadar tindakannya dari kacamata orang lain; hal ini menyebabkan manusia dapat
membentuk perilakunya secara sengaja dengan maksud menghadirkan respon tertentu dari pihak lain.
Tertib masyarakat didasarkan pada komunikasi dan ini terjadi dengan menggunakan simbol-simbol. Proses komunikasi itu mempunyai
implikasi pada suatu proses pengambilan peran (role taking). Komunikasi dengan dirinya sendiri merupakan suatu bentuk pemikiran
(mind), yang pada hakikatnya merupakan kemampuan khas manusia.
Konsep diri menurut George Herbert Mead, pada dasarnya terdiri dari jawaban individu atas pertanyaan "Siapa Aku". Konsep diri terdiri
dari kesadaran individu mengenai keterlibatannya yang khusus dalam seperangkat hubungan sosial yang sedang berlangsung. Kesadaran
diri merupakan hasil dari suatu proses reflektif yang tidak kelihatan, dan individu itu melihat tindakan-tindakan pribadi atau yang bersifat
potensial dari titik pandang orang lain dengan siapa individu ini berhubungan. Pendapat Goerge Herbert Mead tentang pikiran,
menyatakan bahwa pikiran mempunyai corak sosial, percakapan dalam batin adalah percakapan antara "aku" dengan "yang lain" di dalam
aku. Untuk itu, dalam pikiran saya memberi tanggapan kepada diri saya atas cara mereka akan memberi tanggapan kepada saya.
"Kedirian" (diri) diartikan sebagai suatu konsepsi individu terhadap dirinya sendiri dan konsepsi orang lain terhadap dirinya Konsep tentang
"diri" dinyatakan bahwa individu adalah subjek yang berperilaku dengan demikian maka dalam "diri" itu tidaklah semata-mata pada
anggapan orang secara pasif mengenai reaksi-reaksi dan definisi-definisi orang lain saja. Menurut pendapatnya diri sebagai subjek yang
bertindak ditunjukkan dengan konsep "I" dan diri sebagai objek ditunjuk dengan konsep "me" dan Mead telah menyadari determinisme soal
ini. Ia bermaksud menetralisasi suatu keberatsebelahan dengan membedakan di dalam "diri" antara dua unsur konstitutifis yang satu
disebut "me" atau "daku" yang lain "I" atau "aku". Me adalah unsur sosial yang mencakup generalized other. Teori George Herbert Mead
tentang konsep diri yang terbentuk dari dua unsur, yaitu "I" (aku) dan "me" (daku) itu sangat rumit dan sulit untuk di pahami.
Kegiatan Belajar 2: Perkembangan Konsep Diri dan Pengambilan Peran serta Organisasi Sosial
Rangkuman
Konsep diri George Herbert Mead menekankan bahwa tahap-tahap yang dilalui anak-anak itu secara bertahap mereka memperoleh konsep
diri yang menghubungkan anak-anak dengan kehidupan sosial yang sedang berlangsung dalam keluarga dan kelompok- kelompok yang lain.
Identitas anak akan selalu bertambah apabila anak sudah mulai bermain dengan rekan-rekannya. Pengembangan identitas sosial harus
dicapai lewat proses belajar bermasyarakat dan proses ini disebut sosialisasi.
Menurut Soejono Dirdjosisworo sosialisasi mengandung tiga pengertian dan menurut Kamanto Sunarto dinyatakan bahwa salah satu teori
peranan yang dikaitkan dengan sosialisasi, yaitu teori yang dikemukakan oleh George Herbert Mead. George Herbert Mead menguraikan
mengenai tahap-tahap pengembangan diri (self) manusia, yaitu (1) tahap play-stage (tahap bermain), (2) tahap game-stage (tahap
permainan), dan (3) generalized other (orang lain yang digeneralisasikan). Pada tahap ini seseorang dianggap telah mampu mengambil
peranan-peranan yang dijalankan orang lain dalam masyarakat. Apabila seseorang anak berhasil mengambil peranan orang lain yang
digeneralisasikan itu maka "diri"nya akan dapat mencapai perkembangan penuh, dan kelakuan individu dikendalikan orang lain yang
digeneralisasikan tersebut. Menurut George Herbert Mead sikap generalized other adalah sikap masyarakat. Proses sosial mempengaruhi
perilaku individu yang terlibat di dalamnya dan menjalankan proses itu yaitu masyarakat mengontrol tingkah laku anggotanya.
Teori Interaksionisme simbolik beranggapan bahwa kehidupan bermasyarakat terbentuk lewat proses interaksi dan komunikasi
antarindividual dan antarkelompok dengan menggunakan simbol-simbol yang dipahami maknanya melalui proses belajar. Konsep George
Herbert Mead tentang masyarakat menekankan pada kekhususan model praxis manusia di mana dengan menjembatani interaksi manusia
dengan alam dan interaksi manusia dengan manusia lain.
Menurut George Herbert Mead sesungguhnya beberapa jenis aktivitas kerja sama telah menyebabkan adanya kedirian. Di sana terdapat
penghilangan keorganisasian di mana organisasi itu bekerja sama, dan dengan jenis kerja sama ini maka isyarat individual akan menjadi
stimulasi bagi dirinya sendiri dengan bentuk yang sama sebagaimana bentuk stimulus yang lain sehingga dengan demikian perbincangan
isyarat dapat menghilangkan karakter individual, dan kondisi semacam itu diduga dalam pengembangan kedirian (self).
Manusia secara aktif menentukan lingkungannya, dan sementara dalam waktu yang bersamaan lingkungannya juga menentukan manusia.
Menurut George Herbert Mead yang lebih penting yaitu tidak ada bentuk organisasi sosial yang perlu dianggap sebagai sesuatu yang final.
1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka;
2. Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain;
3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial sedang berlangsung.
Dalam bentuk ketiga premis tersebut sebenarnya terletak bangunan dari ide dasar pemikiran Blumer, yaitu apa yang disebutnya 'root
images'. Images ini merupakan dasar dari cara pandang interaksionisme simbolik tentang tingkah laku manusia dan masyarakat manusia,
serta kerangka dari pembentukan teori interaksionisme dan interpretasi.
Daftar Pustaka
MODUL 10: Teori Interaksionisme Simbolik Erving Goffman dan Peter L. Berger
Kegiatan Belajar 1: Teori Interaksionisme Simbolik Erving Goffman
Rangkuman
Interaksionisme simbolik pada hakikatnya (lebih) merupakan bagian dari psikologi sosial yang menyoroti interaksi antar-individu dengan
menggunakan simbol-simbol. Konsep interaksionisme simbolik Erving Goffman juga menyoroti masalah-masalah yang berhubungan dengan
interaksi antara orang-orang yang juga melibatkan simbol-simbol dan penafsiran-penafsiran di mana peranan antara the self dan the other
mendapat porsi perhatian yang sama dalam koteks interaksi dimaksud. Interaksionisme simbolik Erving Goffman memang selalu mengacu
kepada konsep-konsep 'impression management', role distance, dan secondary adjustment di mana ketiganya bertumpu pada konsep dan
peranan the self dan the other tadi. Selain itu, Goffman juga menyoroti masalah face-to-face interaction, yaitu interaksi atau hubungan
tatap muka yang menjadi dasar pendekatan mikrososiologi dalam analisis sosiologisnya.
Inti dari ajaran Goffman adalah apa yang disebut dengan dramaturgy. Dramaturgy yang dimaksud Goffman adalah situasi dramatik yang
seolah-olah terjadi di atas panggung sebagai ilustrasi yang diberikan Goffman untuk menggambarkan orang-orang dan interaksi yang
dilakukan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, Goffman menggambarkan peranan orang-orang yang berinteraksi dan
hubungannya dengan realitas sosial yang dihadapinya melalui panggung sandiwara dengan menggunakan skrip (jalan cerita) yang telah
ditentukan. Seperti layaknya sebuah panggung maka ada bagian yang disebut frontstage (panggung bagian depan) dan backstage
(panggung bagian belakang) di mana keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Betapa penting peranan dan fungsi backstage terhadap
keberhasilan penampilan di frontstage, kajian-kajian terhadap hal-hal yang berada di luar perhitungan benar-benar bertumpu pada
sumber daya-sumber daya yang ada pada kedua bagian tersebut. Di samping itu, konsep dramaturgy Goffman juga dipakai oleh beberapa
ahli sosiologi seperti Kennen dan Collins dalam melakukan studi yang menyangkut interaksi antara orang-orang yang menjadi kajian
mereka.
Interaction Order adalah artikel 'penutup' dari seluruh karya-karya Goffman sebelum ia wafat tahun 1982. Dalam tulisannya ini, Goffman
secara konsisten tetap menyoroti masalah interaksi tatap muka yang ordonya dimulai dari skala yang terkecil atau terendah menuju skala
terbesar atau tertinggi, yaitu yang terdiri dari persons, contact, encounters, platform performances, dan celebrations. Meskipun hampir
sebagian besar analisis Goffman tidak menyertakan konsep penting interaksionisme simbolik, yaitu self interaction, namun bagi Goffman,
seorang aktor yang berada 'di atas panggung' itu harus mampu menafsirkan, memetakan, mengevaluasi, dan mengambil tindakan sehingga
atas dasar kemampuannya itu manusia dikategorikan sebagai makhluk yang aktif. Bagi Goffman, sebagai makhluk yang aktif, manusia itu
justru harus mampu untuk memanipulasi situasi yang dihadapinya. Hal inilah yang mendasari pandang Goffman bahwa seorang sosiolog
harus mampu melakukan analisis secara mandiri atas kondisi-kondisi sosial yang dihadapinya.
Kegiatan Belajar 2: Teori Interaksionisme Peter L. Berger
Rangkuman
Peter L. Berger sebenarnya bukanlah tokoh interaksionisme simbolik murni. Ajarannya memang lebih condong ke arah fenomenologi
meskipun di dalamnya, konsep-konsep dramaturgi, realitas sosial, dan hubungan tatap muka (face-to-face interaction) masih menjadi
sorotannya di mana hal ini konsisten dengan konsep-konsep yang menjadi dasar acuan di dalam interaksionisme simbolik.
Dramaturgi Berger memang 'agak sedikit' berbeda dengan miliknya Goffman. Para pelaku atau aktor di dalam dramaturgi Berger
'menciptakan' dan 'mengembangkan' sendiri skrip atau jalan cerita yang akan 'dimainkannya', sedangkan pada dramaturginya Goffman para
pelaku atau aktor itu 'hanya' tinggal menjalankan atau memainkan skrip (jalan cerita), di mana skrip itu 'ditulis' dan 'dikembangkan' oleh
orang lain. Realitas sosial bagi Berger haruslah terdiri dari unsur-unsur subjektif dan objektif di mana keseimbangan kedua unsur itu harus
tercipta demi keseimbangan realitas sosial itu sendiri. Seperti halnya Goffman, Berger juga menerapkan konsep hubungan antarmanusia
yang disebutnya sebagai hubungan inter subjektif. Bagi Berger, face-to-face interaction atau hubungan tatap muka merupakan hubungan
manusia yang sesungguhnya. Pemikiran Berger (juga Luckman) mengacu kepada realitas subjektif dan objektif yang keduanya itu
dijadikan kerangka pemikiran untuk melakukan pendekatan secara mikrososiologis.
Proses dialektik, bagi Berger dan Luckman, adalah moments yang diawali dengan externalization atau eksternalisasi, kemudian proses itu
menjadi objektivation atau objektivasi, dan diakhiri dengan internalization atau internalisasi. Ada dua hal penting dalam proses
eksternalisasi, yaitu penciptaan suatu realitas yang baru serta pemeliharaan atau pembaharuan kembali realitas yang sudah ada,
sedangkan objektivasi maksudnya adalah suatu proses di mana orang-orang itu dapat menangkap dan memahami realitas. Di sini peranan
bahasa sangat penting karena bahasa merupakan alat untuk memahami realitas sosial. Sedangkan internalisasi artinya (proses) melihat
setiap orang sebagaimana adanya, sebagai orang itu sendiri. Di dalam internalisasi ini sesungguhnya terdapat proses reifikasi yang secara
konseptual memiliki makna a dehumanized world artinya dunia yang (sudah) dimanusiawikan.
Daftar Pustaka
o Ahmed, Akbar S. (1993). Postmodernisme: Bahaya dan Harapan bagi Islam. Bandung: Mizan.
o Beilharz, Peter. (2002). Teori-teori Sosial: Observasi Kritis terhadap para Filosof Terkemuka. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
o Baudrillard, Jean (2000) Berahi. Yogyakarta: Bentang Budaya.
o Craib, Ian. (1986). Teori-teori Sosial Modern: Dari Parsons sampai Habermas. Jakarta: Rajawali.
o Foucault, Michel. (2002). Power/Knowledge: Wacana Kuasa/Pengetahuan. Yogyakarta: Bentang Budaya.
o Grenz, Stanley J. (2001) A Primer on Postmodernisme: Pengantar untuk Memahami Postmodernisme. Yogyakarta: Kanisius.
o Hidayat, Medhy A. (2002). Kebudayaan Postmodernisme menurut Jean Baudrillard.
WWW.tf.itb.ac.id/~eryan/freeArticles/posmodernisme.html.
o Lechte, John. (2001). 50 Filsuf Kontemporer: Dari Strukturalisme sampai Postmodernisme. Yogyakarta: Kanisius.
o Pilian, Yasraf A. (1999). Sebuah Dunia yang Dilipat: Realitas Kebudayaan Menjelang Milenium Ketiga dan Matinya
Posmodernisme. Bandung: Mizan.
o Sahal, Ahmad. (1994). "Kemudian, Di manakah Emansipasi: tentang Teori Kritis, Geneologi, dan Dekonstruksi", dalam Jurnal
Kalam (Edisi 1, 1994).
o Smart, Barry. (2000). "Modernitas, Postmodernitas, dan Masa Kini", dalam Bryan Turner, Teori-teori Sosiologi: Modernitas -
Postmodernitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
o Sugiharto, Bambang. (1996). Postmodernisme: Tantangan bagi Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
o Budiman, A. (1985). Pembagian Kerja Secara Seksual: Sebuah Pembahasan Sosiologis tentang Peran Wanita di Dalam
Masyarakat. Jakarta: Gramedia.
o Fakih, M. (1996). Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
o Megawangi, R. (1999). Membiarkan Berbeda?: Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Bandung: Mizan.
o Ollenburger, J.C. & Hellen A. Moore. (1992). A Sociologi of Women: The Intersection of Patriarchy, Capitalism &
Colonization. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
o Ritzer, G. (996). Modern Sociology Theory. New York: The McGraw-Hill Companies.
o Tong, R.P. (1998). Feminist Thought. Colorado: Westview Press.