Sering kita mendengar orang mengatakan bahwa antara teori dan praktik tidak cocok. Artinya
apa yang teori katakan tidak bisa diterapkan dalam praktik, sebaliknya apa yang dipraktikkan
juga tidak berdasarkan teori yang ada. Ketidaksesuaian anatara teori dan praktik sering
membuat orang malas mempelajari teori. Mereka menganggap dengan langsung
mempraktikkan sesuatu maka akan dengan sendirinya bisa. Bukankah banyak orang bisa
berenang, menyetir mobil, atau menulis karena langsung praktik, bukan karena melahap
setumpuk buku teori tentang subyek tersebut? Lantas apa manfaat teori? Dan apapula relasi
antara teori dan praktik?
Hampir dalam setiap kegiatan biasanya ada teorinya. Tujuan teori adalah untuk memberi
petunjuk agar bisa melakukan suatu kegiatan dengan baik dan benar, misal teori berenang,
teori meraih sukses, teori pemasaran, teori menulis, teori menulis, dan sebagainya. Dalam hal
ini saya membatasi diri hanya membahas teori menulis. Ada berbagai macam teori menulis
seperti menulis artikel, menulis essay, menulis buku bertseller, menulis cerpen, dan
sebagainya. Ada orang yang menguasai teori dengan baik tetapi tidak mampu
mempraktikkannya. Mengapa terjadi demikian?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mula-mula kita perlu mengetahui mana lebih dulu antara
teori dengan praktik? Katakanlah dalam hal
menulis. Mana yang lebih dulu ada, teori atau praktik menulis? Sebelum orang menemukan
aksara, apakah sudah ada orang yang memaparkan
bagaimana menulis dengan baik? Tidak ada, bukan?
Sebenarnya yang mula-mula ada adalah praktik. Setiap hari kita melakukan berbagai praktik
seperti masak, menelpon, membaca dan sebagainya. Setelah melakukan praktik demi praktik,
orang lalu mencoba mencari cara yang lebih sempurna untuk mempraktikkan suatu kegiatan.
Di sinilah muncul teori (bisa juga kiat atau tips) untuk melakukan sesuatu. Mula-mula orang
memasak pasti tidak mengetahui teori apa-apa. Tidak ada petunjuk dari langit bagaimana cara
memasak yang baik. Namun manusia adalah makhluk yang memiliki kecerdasan, maka dari
sekian banyak praktik mereka biasanya menemukan cara-cara baru untuk melakukan sesuatu
lebih baik daripada biasanya. Pengetahuan ini mereka namakan teori, dan jika dipraktikkan,
menjadi praktik yang berdasarkan
1/5
Cara Jitu Menyelaraskan antara Teori dan Praktik Menulis
teor. Untuk selanjutnya memang bisa saja suatu teori bersumber dari berbagai referensi teori,
akan tetapi dasar dari teori-teori referensi
pun jika ditelusuri pastilah berasal dari praktik. Nah, lalu mengapa kerap kali teori tidak bisa
dipraktikkan dengan baik? Munculnya sebuah teori sering dari praktik yang parsial atau
berlaku hanya di suatu tempat tertentu dengan kondisi-kondisi yang memang memungkinkan
teori itu kondusif untuk dipraktikkan. Misal teori table manner, yakni teori tentang tatacara
menggunakan berbagai peralatan makan dengan baik dan benar. Dalam hal orang-orang
yang sudah mempunyai taraf hidup tinggi yang sudah kondusif bisa saja menerapkan teori ini
menjadi suatu praktik, bahkan itu bukan sekadar teori, melainkan sudah menjadi praktik
kebiasaan mereka. Berbeda halnya jika teori ini diperkenalkan pada orang-orang yang tidak
didukung oleh berbagai faktor yang kondusif, misal peralatannya saja mereka tidak punya.
Kalaupun ada peralatannya, makanan mereka adalah
makanan yang sederhana sehingga cara memakannya pun sederhana saja. Di sini teori table
manner jelas tidak bisa dipraktikkan sesuai dengan
harapan.
Selain itu, sebuah teori sering luput memperhitung perbedaan antar manusia. Misal
kebanyakan orang menggunakan tangan kanan untuk
melakukan sesuatu. Karena itu, mereka pasti menyarankan atau membuat teori memukul bola
yang baik pastilah menggunakan tangan kanan.
Padahal bagi orang yang kidal tentu menggunakan tangan kiri jauh lebih baik daripada
menggunakan tangan kanan. Dengan kata lain teori juga
perlu memperhitungkan keunikan setiap individu. Dalam hal menulis, saya membaca
beberapa pendapat bahwa jika menulis karangan sebaiknya
membuat judul setelah karangan tersebut selesai. Saya percaya bahwa teori seperti itu ada
benarnya tetapi tidak berlaku untuk setiap
orang. Saya adalah penulis yang akan sangat sulit menulis jika menulis tanpa judul. Namun
saya tidak berani menyarankan bahwa menulis sebuah
karangan sebaiknya menuliskan judulnya dulu. Dalam hal ini saya lebih percaya mana yang
lebih cocok untuk setiap penulis. Artinya jika
memang merasa lebih cocok untuk menulis karangan dulu ya sebaiknya memang menulis
karangan dulu. Akan tetapi jika seperti saya lebih
mudah menulis jika sudah ada judulnya dan juga bisa menghasilkan karangan yang
berkualitas maka tulislah judul dulu sebelum menulis
karangan.
Sebuah teori dikatakan baik dan berguna jika memang teori tersebut mampu memberikan
petunjuk yang memang bisa dipraktikkan dan membawa
hasil yang lebih baik. Memang adakalanya kegagalan mempraktikkan suatu teori juga karena
faktor lain, misal kurang mengikuti anjuran teori
2/5
Cara Jitu Menyelaraskan antara Teori dan Praktik Menulis
dengan benar. Hal ini bisa terjadi karena kurang memahami teori dengan baik. Misal teori agar
bisa menulis dengan baik seseorang harus
menguasai tata bahasa dengan baik. Banyak orang karena sudah bisa berbahasa Indonesia
maka mereka merasa tidak perlu lagi memahami tata
bahasa Indonesia. Dengan demikian mereka pun menulis dengan kemampuan tata bahasa
yang pas-pasan. Faktor lain adalah kemampuan individu yang
masih kurang untuk mempraktikkan suatu teori. Seorang yang benar-benar awam dalam
menulis tentu sulit untuk menerapkan teori menulis untuk
penulis tingkat mahir. Karena itu dalam menerapkan suatu teori juga perlu disesuaikan dengan
kemampuan kita.
Ungkapan bahwa, “Teori tidak sesuai dengan praktik” sebenarnya bukan ungkapan yang tepat
karena teori-teori yang bersifat aplikatif biasanya dibuat berdasarkan praktik atau pengalaman
empiris. Dengan kata lain, teori tersebut pastilah bisa diterapkan jika kondisinya memenuhi
syarat. Hanya yang menjadi masalah adalah teori tersebut bisa diterapkan untuk praktik yang
bagaimana dan syarat yang diperlukan apa saja? Seperti telah diuraikan di atas, tidak semua
teori bisa diterapkan secara universal dengan hasil yang sama. Jadi, wajarlah jika teori
tertentu tidak sesuai dengan praktik tertentu.
Sebenar ketidakcocokan antara teori dan praktik terdapat empat macam
kombinasi, yakni:
1. Teori tidak cocok dengan teori. Ini terjadi ada dua atau lebih teori yang bertentangan. Misal
ada teori yang mengatakan untuk bisa menulis dengan baik seseorang perlu terlebih dulu
menguasai teknik-teknik menulis. Namun ada pula teori yang mengatakan untuk mampu
menulis dengan baik yang penting seseorang harus banyak praktik menulis, tidak cukup hanya
menguasai teori menulis. Mana yang benar? Ketidakcocokan antara teori yang dengan yang
lain karena dasar yang digunakan untuk membuat teori berbeda.
2. Teori tidak cocok dengan praktik. Contoh ini sering terdapat dalam surat-menyurat. Teori
menulis surat yang benar dan baik sangat jarang
dipraktikkan dalam surat menyurat. Di sini teori sering tinggal teori saja karena orang-orang
merasa tidak perlu mempraktikkannya. Contoh
lain adalah secara teori bahwa banyak membaca itu baik karena bisa menambah
pengetahuan. Kenyataannya para praktisi pendidikan seperti
guru dan dosen saja tidak suka membaca, apalagi orang awam. Ini kan teori sangat
bertentangan dengan praktik yang ada. Di sini teori
diabaikan dan praktik dianggap sudah ‘wajar atau sudah seharusnya begitu’.
3. Praktik Tidak Cocok dengan Teori. Contoh yang paling nyata adalah teori yang mengatakan
bahwa “Orang yang Salahlah yang Dihukum”, namun
praktiknya tidak sedikit orang yang salah tidak mendapat hukuman apa-apa, sebaliknya orang
3/5
Cara Jitu Menyelaraskan antara Teori dan Praktik Menulis
4. Praktik tidak cocok dengan praktik. Contoh untuk kasus ini adalah praktik mengajar
anak-anak di kota-kota besar tentu tidak dapat diterapkan begitu saja dengan anak-anak di
daerah-daerah terpencil yang situasi dan kondisinya sangat berbeda dengan kota.
Meski antara teori dan praktik sering ada kesenjangan, namun teori tetap penting untuk
mendukung orang malakukan praktik yang lebih baik.
Masalahnya adalah begaimana kita menyelaraskan antara teori dan praktik? Sebenarnya
hubungan antara teori dan praktik ibarat anak-anak
tangga sebagai penolong kita untuk naik lebih tinggi. Artinya jika kita hanya mempraktikkan
menulis tanpa didukung oleh teori-teori yang
tepat, maka tulisan kita tidak akan banyak mengalami kemajuan jika dibandingkan dengan kita
memang menguasai teorinya. Demikian juga
teori-teori yang sudah kita kuasai tanpa pernah kita coba mempraktikkannya tentu merupakan
sesuatu yang mubazir.
Untuk menyelaraskan antara teori dan praktik, kita bisa melakukan beberapa hal di bawah ini:
1.Melakukan praktik demi praktik agar kemampuan kita menjadi lebih luwes,
3.Bereksperimenlan dengan berbagai teori meski mungkin tidak membawa hasil yang
memuaskan. Setidaknya kita memahami mengapa teori tersebut
4/5
Cara Jitu Menyelaraskan antara Teori dan Praktik Menulis
cocok atau tidak cocok untuk kita. 4.Dari praktik yang bisa menghasilkan karya tulis yang baik,
buatlah itu sebagai teori kita meski itu belum tentu cocok diterapkan oleh orang lain. Contoh
setiap kali selesai menulis suatu tulisan entah artikel atau buku, saya suka berhenti beberapa
hari untuk merenungkan
kembali apa yang saya tulis tanpa membaca dulu drafnya. Dengan cara ini saya selalu
mendapatkan ide-ide baru untuk memperbaiki berbagai
kekurangan dari tulisan saya. Cara ini menjadi teori buat diri saya sendiri untuk bisa
menyelesaikan tulisan dengan baik.
Demikianlah kita bisa menyelaraskan antara teori dengan praktik. Sebenarnya ini tidak berlaku
hanya pada teori menulis, melainkan dalam
hampir semua teori yang bersifat aplikatif. Namun ini juga hanyalah sebuah teori yang saya
buat berdasarkan dari membaca ratusan buku
yang membahas teori menulis dan praktik-praktik menulis yang saya lakukan selama puluhan
tahun. Karena itu, bisa saja ada pembaca yang
kurang cocok dengan teori ini. Tidak masalah jika memang begitu, carilah teori yang lebih
cocok untuk meningkatkan kemampuan menulis
Anda.
Penulis
5/5