Anda di halaman 1dari 20

TUGAS BOOK REPORT

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas UTS


Mata Kuliah :”Sosiologi dan Antrhopologi”
Dosen :

Disusun Oleh :
Rifatul Himah (0701876)
Nindi Leyla Yunita (0701877)

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


KAMPUS SERANG
2010
APAKAH KEBUDAYAAN
NASIONAL INDONESIA ?

Kita sering bangga bahwa ke-120 juta orang Indonesia yang menduduki
Kepulauan Nusantara kita ini menunjukkan suatu aneka warna besar dalam hal
kebydayaan dan bahasa; kita bangga akan rumus yang melambangkan aneka-
warna bangsa kita, yaitu bhineka tunggal ika, walaupun banyak diantara kita tidak
begitu tahu dengan tepat apa artinya (bhinna= itu; tunggal= satu; jadi bhinna ika
tunggal ika = terpecah itu satu ).
Walaupun di satu pihak kita bangga akan sifat aneka-warna bangsa kita, di
lain pihak kita prihatin juga mengingat aneka-warna masalah yang timbul karena
sifat itu. Masalah yang paling dasar bersangkut paut dengan sifat tersebut adalah
masalah kebudayaan nasional Indonesia. Masalah itu bukan hanya suatu masalah
cita-cita saja, mengenai suatu kebudayaan kesatuan yang kita bayangkan untuk
kelak kemudian hari, melainkan menurut hemat saya adalah suatu masalah yang
amat nyata. Hal itu disebabkan karena masalah kebudayaan nasional menyangkut
masalah kepribadian nasional. Dan masalah kepribadian nasional itu tidak hanya
langsung mengenai identitas kita sebagai bangsa , tetapi juga menyangkut soal
tujuan kita bersama untuk hidup sebagai bangsa, menyangkut soal tujuan kita
bersama untuk dengan susah payah mengeluarkan tenaga banyak untuk
membangun, dan menyangkut soal motivasi kita untuk membangun.
Dalam Repelita II memang ada perhatian khusus terhadap masalah
kebudayaan Nasional (yaitu buku Repelita II, bagian III, bab 24, dimuat dalam
KOMPAS tanggal 11 Februari 1974). Kalau kita perhatika isinya, maka bab
tentang Kebudayaan Nasional Indonesia itu mengenai rencana-rencana program
pengembangan kesenian (yang kuno, yang merupakan warisan sejarah, maupun
yang daerah), pengembangan bahasa (nasional maupun daerah), dan juga ilmu
pengetahuan (bukan aspek penelitiannya melainkan soal penerbitan buku-buku
dan majalah ilmiah.
Adapaun saya sendiri yang mengetahui dari dekat sejarah terjadinya Bab
24 dari Repelita II itu, berpendapat bahwa masih ada usaha-usaha penting lain
yang sebenarnya harus erat dikaitkan dengan pengembangan Kebudayaan
Nasioanal Indonesia it, yaitu : (1) program kampanye dan penerangan besar-
besaran agar rakyat Indonesia mulai menghargai barang-barang hasil produksi
industry nasionalnya, dan barhenti untuk lebih menyukai barang-barang Made in
Hongkong, Made In Japan, atau Made In USA); (2) usaha lebih serius untuk
mengembangkan Hukum Nasional. Namun, karena orang biasanya
mengasosiasikan kebudayaan dengan kesenian, dan tidak dengan barang-barang
hasil produksi industri atau dengan hukum, maka kedua hal tersebut dikeluarkan
dari draft semula dari bab 24 Repelita II. Juga saran-saran bahwa pengembangan
Kebudayaan Nasional itu hanya mungkin dengan usaha-usaha serius untuk
meninggikan kapasitas intelektual, sotisfikasi, kebiasaan membaca, pengetahuan
umum, pokoknya mutu daru rakyat Indonesia pada umumnya, kurang menonjol
dalam Bab 24 itu, walaupun untunglah ada kalimat-kalimat tentang rencana
mengushakan penerbitan buku-buku serta majalah-majalah ilmiah tadi.
Menurut hemat saya, agar suatu Kebudayaan Nasional dapat didukung
oleh sebagian besar dari warga suatu Negara, maka sebagai syarat mutlak sifatnya
harus khas dan harus dapat dibanggakan oleh warganegara yang mendukungnya.
Hal itu perlu karena suatu kebudayaan nasional harus dapat member identitas
kepada warganegara tadi.
Sifat khas suatu kebudayaan memang hanya bisa dimanifestasikan dalam
beberapa unsure yang terbatas dalam suatu kebudayaan, yaitu dalam bahasanya,
dalam keseniannya (yang kuno warisan nenek moyang maupun yang
kontemporer, termasuk misalnya gaya pakaian), dan dalam upacara-upacaranya
(yang tradisional maupun yang baru). Sulit untuk menonjolkan sifat khas yang
memberi identitas itu dalam unsure-unsur lain dari suatu kebudayaan. Sulit
misalnya untuk member identitas dalam system teknologinya (karena teknologi
itu bersifat universal), dalam ekonominya (karena ekonomi itu harus dicocokkan
dengan system ekonomi dinegara-negara maju), dalam system kemayarakatannya
(karena struktur masyarakat berdasarkan beberapa prinsip yang terbatas
kemungkinannya), dalam ilmu pengetahuannya (karena ilmu itu harus bersifat
universal, tak bisa khas, kecuali kalau ada achievement yang khas berupa
misalnya penemuan baru), dan sulit juga dalam agama (karena agama adalah
kehendak Tuhan. Jadi kalau dengan sengaja mau mengembangkan suatu agama
khas Indonesia, hal itu tidak mungkin.
Walaupun demikian ada suatu aspek lain yang harus diperhatikan dalam
mengembangkan Kebudayaan Nasional suatu Negara itu. Aspek lain itu adalah
syarat bahwa agar suatu unsure Kebudayaan Nasional itu bisa memberi identitas
kepada warga dari negaranya, maka ia harus bisa menimbulkan rasa bangga
kepada mereka, dan sebaliknya, supaya bisa menyebabkan kebanggaan bangsa,
maka mutunya harus tinggi.
Kalau Kebudayaan Nasional Indonesia itu kita dasarkan atas konsepsi sifat
khas dan mutu tinggi tadi, maka soal hubungan antara kebudayaan daerah dan
kebudayaan nasional yang sering menjadi bahan perbincangan orang dulu pada
zaman Pergerakkan Nasional sampai sekarang itu, menjadi tak penting lagi. Lepas
dari soal daerah, maka tiap hasil karya putera Indonesia dari suku-bangsa
manapun asalnya, pokoknya asal khas dan bermutu saja, sedemikian rupa
sehingga sebagian besar orang Indonesia mau dan bisa mengidentifikasikan diri
dan merasa bangga dengan karya tadi, maka itulah Kebudayaan Nasional
Indonesia.
Maka apabila ada suatu gaya pakaian wanita yang khas sifatnya tetapi toh
indah, sehingga kita bangga mempertontonkannya, maka itulah suatu unsure
dalam Kebudayaan Nasional kita. Soal apakah gaya pakaian itu berasal dari
kebudayaan Bugis, Minangkabau, Jawa, Bali ataupun Maluku, menjadi tidak
penting lagi. Demikiam juga kalau ada suatu pementasa gamelan yang khas sifat-
sifatnya dan juga indah serta tinggi mutunya, maka gamelan itulah suatu unsure
lagi dalam Kebudayaan Nasional Indonesia. Soal apakah permainan gamelan itu
berasal dari kebudayaan Bali, Sunda atau lain, tidak menjadi penting lagi. Apabila
suatu film nasional mempunyai sifat-sifat yang khas, dan demikian tinggi
mutunya sehingga mendapat sukses besar difestival-festival Internasional, maka
film tersebut menjadi suatu unsure dalam Kebudayaan Nasional kita. Apakah
seniman-seniman dalam film itu orang Menado, orang Jawa, orang Aceh ataupun
orang Banjarmasin tidak penting lagi. Bilamana terjadi seorang ahli kimia
Indonesia menemukan suatu hal baru dalam bidang ilmiah yang khas sifatnya
sedangkan hasilnya tadi demikian tinggi mutunya sehingga ahli kimia tadi
mendapat hadiah Nobel, maka penemuan ilmiah tadi menjadi unsure dalam
Kebudayaan Nasional Indonesia. Soal apakah ahli kimia tadi orang Irian, orang
Lampung, orang Sunda ataupun orang keturunan China, menjadi tidak penting
lagi. Demikian, kalau orkes Simfoni Jakarta bisa mengembangkan sifat-sifat yang
khas dan mencapai mutu tingi sehingga menjadi terkenal di dunia, maka bangsa
Indonesia akan bangga dan sudi mengakui orkes Simfoni itu tadi sebagai suatu
unsure dalam Kebudayaan Nasionalnya. Soal bahwa orkes simfoni berasal dari
kebudayaan barat dan bahwa seniman-seniman dalam orkes tersebut ornag Subda,
orang Jawa, arang keturunan cina, serta orang Indo, tidak menjadi penting lagi.
Demikianlah konsepsi saya mengenai Kebudayaan Nasional Indonesia.
BIDANG-BIDANG KESENIAN
MANAKAH YANG MEMBERI ISI
KEPADA KEBUDAYAAN NASIONAL ?

Dalam karangan no. 20 diatas saya mengambil pendirian bahwa


Kebudayaan Nasional Indonesia itu, harus bisa member rasa kepribadian kepada
bangsa Indonesia sebagai suatu keseluruhan dan sebagai suatu kesatuan nasional.
Maka dari itu Kebudayaan Nasional Indinesia harus memiliki sifat khas. Kecuali
itu, ia harus member kebanggaan kepada semua orang Indonesia, dan oleh karena
itu ia harus bermutu amat tinggi.
Kalau kita ambil konsep Kebudayaan Nasional dalam arti seperti itu,
ruang lingkupnya menjadi terbatas. Memang hanya satu diantara ketujuh unsure
kebudayaan universal itu hanya cocok dikembangkan secara khusus. Unsure-
unsur kebudayaan yang universal, seperti tersebut dalam karangan no. 1, adalah:
(1) system teknologi; (2) system mata pencaharian hidup; (3) system
kemasyarakatan; (4) bahasa; (5) system pengetahuan; (6) religi; dan (7) kesenian.
Adalah sulit untuk mengembangkan suatu system teknologi khas ala Indonesia
dalam abad elektronik dan atom ini, karena dalam lapangan itu bangsa Indonesia
sudah terlampau terbelakang. Sulit jiga untuk mengembangkan suatu system
ekonomi berkepribadian ala Indonesia, karena bangsa Indonesia terlampau miskin
untuk dapat berhasil dalam suatu usaha seperti itu. Juga untuk mengembangkan
suatu organisasi masyarakat khas Indonesia adalah sulit, karena prinsip-prinsip
struktur masyarakat itu terbatas kemungkinankemungkinannya. Hal yang bisa kita
beri sifat khas, mungkin hanya adat sopan santun pergaulan Indonesia. Bahasa
tentu merupakan alat jitu untuk mengembangkan rasa identitas Indonesia,
sebaliknya sulit untuk dipakai sebagai alat untuk meninggikan rasa kebanggaan
bangsa. Ilmu pengetahuan tidak bisa ditonjolkan sebagai unsure Kebudayaan
Nasional Indonesia, karena ilmu pengetahuan sekarang bersifat universal.
Walaupun demikian, suatu hasil yang gemilang dalam usaha ilmu pengetahuan,
suatu penemuan baru oleh seorang putera Indonesia, bisa meninggikan rasa
kebanggaan orang Indonesia sebagai keseluruhan. Religi dan agama sulit juga
untuk dengan sengaja menurut sifat-sifatnya khas Indonesia. Agama adalah titah
Tuhan, maka sebaiknya janganlah kita berusaha untuk mengembangkan suatu
agama Islam khas ala Indonesia (walaupun secara nyata suatu proses ke arah itu
toh sudah dan msih berlangsung, namun hal itu sulit ditonjolkan untuk
mempertinggi rasa kebanggaan dan kepribadian nasional kita).
Sudah jelaskah kiranya bahwa akhirnya hanya ada satu unsure kebudayaan
yang dapat menonjolkan sifat khas dan mutu, dan dengan demikian amat cocok
sebagai unsure paling utama daru unsure Kebudayaan Nasional Indonesia, yaitu
kesenia. Kalau demikian halnya, maka masalah mengembangkan Kebudayaan
Nasional Indonesia pada hakikatnya memang terbatas pada masalah
mengembangkan Kesenian Nasional Indonesia.
Dalam Repelita II (Buku III) ada suatu bab Khusus (bab 24), yang
mengenai pengembangan Kebudayaan Nasional. Memang para ahli
pengembangan perencanaan kita telah sadar akan pentingnya kebudayaan
Nasional bagi suatu bangsa, karena kebudayaan nasionla itu member identitas
nasional, dan identitas nasional itu perlu untuk mendorong motivasi untuk usaha
pembangunan.
Kalau kita perhatikan materi dari bab 24 dalam buku III Repelita II itu,
maka akan tampak bahwa bab tersebut mengenai dua unsure kebudayaan, yaitu :
(i) bahasa, dan (ii) kesenian nasional. Semua program dan proyek yang
direncanakan dalam bab itu mengenai usaha-usaha untuk mengembangkan bahasa
Indonesia maupun bahasa daerah, yang kuno maupun yang kontemporer. Saya
sendiri mengetahui bahwa dalam konsep-konsep permulaan dari bab itu,
materinya meliputi juga lapangan usaha lain, ialah; (1) usaha pengembangan
hukum nasional, dan (2) kampanye besar-besaran untuk mengembangkan sikap
rakyat Indonesia agar lebih menghargai hasil produksi nasional. Hal yang tersebut
pertama logis, karena hukum nasional harus memantapkan kehidupan masyarakat
Indonesia pada taraf nasional, sedangkan suatu kebudayaan nasional Indonesia
yang mantap dan sehat tak pernah akan dapat dikembangankan kalau rakyat
Indonesia dalam kehidupan sehari-hari masih lebih suka mengonsumsi barang-
barang Made In Hongkong daripada hasil-hasil produksi industri nasional sendiri.
Namun, karena kedua lapangan usaha tersebut terakhir itu secara konvensional
biasanya tidak dimasukkan ke dalam suatu bab yang membicarakan soal-soal
kebudayaan, maka kedua-duanya dikeluarkan dari bab 24.
Dengan demikian, kalau usaha mengembangkan Kebudayaan Nasional itu
dalam prakteknya toh menyangkut usaha mengembangkan kesenian nasional,
amat perlu untuk bisa mengetahui ruang lingkup dari kesenian itu agar bisa
diketahui ruang lingkup dari usaha mengembangkan kesenian itu. Semua bidang
yang termasuk ruang lingkup kesenian itu tercantum pada bagan 2 di bawah ini :

Seni bangunan
Seni patung
Seni relief
Seni Rupa Seni lukis (gambar)
Seni rias
Seni Tari
Seni kerajinan
Seni drama (termasuk seni
Seni olah raga
pedalangan dan seni film
Seni vocal
Seni instrumental
Seni Suara
Puisi
Seni sastra
Prosa

Bagan 2 : Bidang-Bidang Kesenian

Seni bangunan sebenarnya adalah suatu bidang kesenian yang amat cocok
untuk dapat mempertinggi rasa kebanggaan dan identitas suatu bangsa. Wujudnya
sangat fisik dan lokasinya di kota-kota besar, yang sering dikunjungi bangsa-
bangsa dari segala penjuru mata angin, sehingga dapat tampak dari luar. Sifat
khasnya bisa mudah ditonjolkan , sedang mutunya pun mudah dapat observasi.
Sumber untuk mengembangkan sifat-sifat khas dalam seni bangunan dari suku-
suku bangsa didaerah atau alam Indonesia seluruhnya, sedangkan, pengembangan
mutu ditentukan oleh standar ilmu arsitektur. Gaya nasional yang bener-bener
bisa kita banggakan sebenarnya belum ditemukan oleh arsitek-arsitek kita. Suatu
gedung seperti Wisma Nusantara di Jakarta, meskipun indah dan bermutu, sama
sekali belum mengandung unsur-unsur khas Indonesia. Banyak gedung baru di
berbagai kota di Indonesia belum meperlihatkan suatu kepribadian yang kuat
walaupun usaha untuk mengelola unsur-unsur tertentu dari seni arsitektur
Indonesia sudah dicoba. Untunglah kita masih mempunyai sumber lain untuk
mengambil hasil-hasil dalam seni bangunan yang baik, yang mempunyai sifat
khas dan bermutu. Sumber itu adalah zaman yang lampau,. Bangunan-bangunan
seperti stupa Borobudur, candi prambanan, candi panataran, dan sebagainya,
memang member kebanggaan epada sebagian besar orang Indonesia, dan sangat
meninggikan kepribadian Indonesia serta mempertinggi rasa identitasnya.
Seni patunr, relief, lukisan dan gambar, merupakan bidang-bidang yang
paling fleksibel dan mudah dipakai untuk mengembangkan sifat kepribadian kita
berdasarkan sifat-sifat khas dan mutu yang tinggi. Sifat khas itu tak hanya dapat
dikaitkan dengan wujud lahiriah dari bidang kesenian itu,tetapi juga dengan
isinya, dan dengan konsepsi intelektualnya. Sumber untuk mencari unsure-unsur
yang bisa memberi sifat kekhususan itu tidak hanya kehidupan zaman yang
lampau, tetapi kehidupan zaman sekarang dan seluruh alam semesta Indonesia,
bahkan seluruh alam semesta di dunia ini.
Seni rias Indonesia, terutama seni pakaian untuk wanita, sudah
mempunyai sifat-sifat khas yang dapat kita banggakan keindahannya dan
kecantikannya, karena itu sebaiknya kita pelihara selama mungkin sebagai salah
satu unsur kebudayaan nasional kita yang menonjol.
Erat bersangkutan dengan seni berpakaian adalah seni kerajinan, terutama
seni tenun, seni batik, seni ikat, dan seni textile Indonesia lain. Cabang kesenian
itu sudah berakar dalam kebudayaan Indonesia sejak lama, tinggi mutu
keindahannya , bisa menonjolkan sifat khas Indonesia, bisa member rasa
kebanggaan kepada kita, dan bisa dikembangkan lebih lanjut dengan
mempertinggi mutunya dalam rangka industry textile modern. Itulah sebabnya
seni textile Indonesia merupakan suatu bidang kerajinan yang dapat mendorong
perkembangan Kebudayaan Nasional Indonesia.
Seni olahraga Indonesia yang harus dihubungkan erat dengan seni Tari
Indonesia, memang sering dipakai sebagai salah satu unsure penting dalam hal
usaha mengembangkan Kebudayaan Nasional Indonesia sejak zaman Taman
Siswa memulai perjuangan pendidikannya untuk menumbuhkan perasaan dan
kesadaran nasional antara anak-anak Indonesia dalam zaman penjajahan Belanda.
Sifat dari beberapa seni tari di Indonesia, baik yang dikembangkan dalam
lingkungan istana-istana swapraja (seperti dalam kebudayaan Jawa) maupun
ditengah kehidupan masyarakat desa (seperti Bali), memang amat khas,
sedangkan mutunya tak dapat diragukan lagi. Meskipun demikian rupa-rupanya
baik seni tari Jawa maupun seni tari Bali sudah mencapai suatu taraf
pengkhususan yang sudah sangat jauh berbeda, sehingga sukar dicampur menjadi
satu tanpa merugikan masing-masing. Memang usaha pencampuran semacam itu
tak perlu diusahakan untuk membentuk suatu seni tari nasional Indonesia. Seni
Tari Indonesia adalah seni tari Jawa dalam manifestasinya yang setinggi-tingginya
(tentu disesuaikan dengan persepsi orang sekarang mengenai waktu) dan seni tari
Bali juga dalam manifestasinya yang setinggi-tingginya. Sedangkan harus ada
kesempatan untuk perkembangan aliran-aliran seni tari yang mempunyai dasar
yang lain, tetapi yang menonjolkan tema indonesia yang khusus dengan mutu
yang tinggi, baik dalam tekhnik seni tari maupun dalam konsepsi intelektualnya.
Seni musik Indonesia berkembang erat sejajar dengan senit tari Indonesia,
tetapi disamping itu dalam seni musik nasional Indonesia harus ada suatu tempat
yang penting untuk seni musik pop Indonesia dan seni musik klasik Indonesia.
Kedua-keduanya memerlukan sifat khas Indonesia dan mutu yang tinggi. Seni pop
Indonesia sedang mencari sifat khasnya itu, sedangkan mutunya msih bisa
ditingkatkan. Seni musik Indonesia masih belum sampai pada taraf kemampuan
untuk mencari sifat khasnya karena mutunya memang masih ada dibawah standar
yang semestinya. Hal itu karena dukungan dari masyarakat luas belum ada.
Pendukung musik klasik dimanapun didunia biasanya adalah golongan intelektual
dalam masyarakat, padahal di Indonesia golongan itu masih sangat lemah.
Seni sastra Indonesia yang bersifat daerah ada benyak macamnya, menurut
bahasa daerah yang menjadi pengembannya. Diantara kesusasteraan-
kesusasteraan daerah itu ada yang mempunyai sejarah tertulis yang panjang
seperti misalnya kesusastraan jawa, bali, melayu dan lain-lain, tetapi pada masa
ini seni sastra daerah yang bersifat kontenporer belum banyak berarti. Hal itu
adalah suatu pra tanda bahwa kehidupan intelektual dalam kebudayaan daerah
pada umumnya masih sangat berorientasi kemasa yang lampau dan belum
menunjukan kemampuan dan potensi baru untuk menyesuaikan diri dengan
suasana hidup masa kini. Sebab dari keadaan itu udah dapat kita pahami.
Industrialisasi dan suasana hidup modern belum berkembang secara berarti di
daerah –daerah. Kota-kota didaerah masih terlampau bersifat kota administratif
dengan suatu golongan pegawai atau golongan priyai sebagai kelas social yang
dominan. Baik kelas usahawan daerah maupun kehidupan intelektual dikota-kota
seperti itu masih terlampau terpengaruh oleh gaya hidup dan metalitas priayi,
yang umumnya belum mempunyai suatu sikap mental modern dan yang karena itu
masih terlampau berorientasi kemasa yang lampau.
Seni sastra dalam bahasa nasional dalam suatu masyarakat majemuk
seperti masyarakat Indonesia, memang merupakan salah satu bidang kesenian
yang paling cocok dan paling kuat untuk bisa mengembangkan kebudayaan
nasional. Kita telah dapat melihat bagaimana pentingnya peranan kesusastraan
nasional dalam perkembangan bahasa nasional kita, dan sebaliknya bagaimana
pentingnya peranan bahasa nasional kita dalam halmengembangkan rasa
kesatuaan nasional dalam masa pergerakan nasional, maupun dalam masa revolusi
kita. Kesusastraan nasional kita, walaupun masih sda dalam pasang surut, toh
sudah menunjukan kemampuannya untuk menghasilkan karya-karya bermutu
yang menonjolkan sifat-sifat khas Indonesia. Cepat atau lambatnya perkembangan
kesusastraan nasional. Walaupun demikian, saya berpendirian bahwa
kesusasteraan nasional Indonesia akan lebih terdorong maju, kalau diimbangi,
kesusastraan daerah kontempoorer dalam bahasa daerah yang juga kuat. Kecuali
penting dipandang dari sudut persaingan yang sehat, kesusastraan daerah yang
lebih terorientasi kejaman sekarang, akan dapat diperkaya kesusastraan nasional.
Lepas dari itu hasil-hasil karya dalam kesusastraan daerah yang khas dan bermutu
tinggi secara an sich dapat pula diangkat sebagai unsure dalam kebudayaan
nasional untuk dibanggakan.
Seni drama, yang dapat dianggap sebagai suatu bidang kesenian keluasan
dari seni kesusastraan, seperti apa yang tergambar dalam bagan 2, mencakup
segala bidang kesenian yang lain. Masalahnya sejajar dengan seni kesusastraaan
Indonesia. Seni drama Indonesia yang bersifat daerah ada banyak macamnya
menurut kebudayaan suku bangsa yang mendiami daerah yang bersangkutan. Seni
drama jawa, bali, Lombok, Banjarmasin, dan lain-lain hidup dalam berbagai
bentuk, tetapi yang paling penting diantaranya adalah sini drama atau seni
pedalangan. Seni drama wayang, diberbagai didaerah tersebut diatas terorientasi
dijaman yang lampau, tapi dismping itu, terutama dikota-kota dijawa, juga ada
beberapa bentuk seni drama yang bersifat kontemporer ( ludruk), sandiwara
rakyat, lenong dan lain-lain. Tentunya masih kasar karena sini drama itu basanya
merupakan tontonan bagi rakyat buruh dikota-kota. Walaupun semikian, sifatnya
menarik, sepontan, mempunyai fungsi social yang penting, dan mungkin juga bisa
memunculkan sifat-sifat kekhususan kebudayaan dan kehidupan bangsa
Indonesia. Hanya saja mutunya belum sedemikian tinggi, sehingga bisa kita akui
sebagai suatu unsur kebudayaan nasional kita.
Seni drama dalam bahasa nasional sudah berkembang mencari
kepribadiaannya sendiri. Demikian juga halnya dengan suatu bidang seni drama
yang sekarang menjadi universal, ialah seni film. Tugas seni film Indonesia
sedang mencari-cari kepribadiannya, dan belum mencapai suatu pemantapan
tekniknya sudah baik, tetapi dipandang dari sudut isinya belum menemukan sifat-
sifat khas kehidupan masyarakat dan kebudayaan Indonesia dan hanya dengan
beberapa terkecualian yang mencolok, pada umumnya masih menunjukan suatu
mutu intelektual yang rendah.
Peninjuaan sepintas lalu mengenai distribusi potensi dan kelemahan dari
berbagai tingkat kesenian yang ada diindoonesia, hanya dimaksud sebagai contoh
mengnai unsure-unsur dan bidang-bidang apakah yang harus kita perhatikan
apabila kita hendak merencanakan pembangunan kebudayaan nasional kita untuk
mengembangkan cirri kekhususan dalam berbagai bidang kesenian, tapi terutama
kesusastraan Indonesia yang dapat kita banggakan, diperlukan mutu. Mutu juga
diperlukan untuk meningkatkan daya kreativ para arsitek, pemahat, pelukis,
penari, ahli music, tetapi terutama daya kreatif para pengarang kita daya kreatif itu
biasanya timbul pada para karyawan, ahli , sarjan atau seniman, dalam suatu
bidang keahlian yang sadar akan kekurangan dalam lingkungan atau karya
mereka. Walaupun demekian, kesadaran saja belum cukup. Walaupun orang sadar
akan bermacam kekurangan yang ada dalam masyarakat sekitarnya yang sadar
akan kekurangan dalam pekerjaan, karya dan hasil karya mereka sendiri, tetapi
toh tak berbuat apa-apa, karena menerima saja kekurangan itu. Atau karena tidak
mampu memperbaiki kekurangan itu sebaliknya, kalau karyawan, ahli sarjana
atau seniman yang bersangkutan telah mempunyai keahlian tinggi, dan memiliki
suatu metalitas untuk selalu memperbaiki buku dari karya-karyanya, maka pada
suatu ketika, ia akan mencapai suatu hasil yang belum pernah dicapai
sebelumnya, baik oleh dirinya, atau pun oleh orang lain dengan demikian ia talah
menciptakan, mengkreasikan, suatu hasil karya yang baru atau ia telah
menciptakan suatu penemuan yang baru.
Daya kreatif diantara para karyawan, ahli, sarjana, atau seniman memang
hanya bisa dikembangkan melalui peningkatan mutu karya mereka dalam teknik
maupun dalam konsepsinya walaupun demikian, pengembangan kesenian
nasional tidak hanya mengharapkan pengembangan waktu dan daya kreatif dari
para karyawan, ahli, sarjana dan senimannya saja tetapi juga menyaratkan
peningkatan mutu dari para konsumennya, yaitu dari golongan rakyat disini
berarti bahwa lebih banyak diantara kita orang Indonesia dari berbagai golongan
harus meningkatkan kemampuan umum kita, harus dibiasakan diri kita unutk
lebih banyak membaca untuk mengambangkan kebiasaan membaca pada anak-
anak kita yang menjadi konsumen dan pendukung kesenian nasional dimasa yang
akan datang.
APAKAH KEPRIBADIAN
MENURUT SUATU KONSEP NON-BARAT

Ada seorang sarjan Amerika keturunan China yang mengkombinasikan


dalam dirinya keahlian di dalam ilmu antrhopologi, ilmu psikologi, ilmu filsafat,
dan ilmu kesusasteraan china klasik. Sarjan tersebut yang bernama Francis
L.K.Hsu, dalam sebuah karanganya berjudul Psychologycal Homeostatis and Jen
(dimuat dalam majalan American Anthropologyst jilid 73 thn 1971:hal 23-44),
pernah menyatakan pendapatnya bahwa ilmu psikologi yang memang berasal dan
timbul dalam masyarakat barat, di mana konsep individu itu mengambil tempat
yang amat penting, biasanya menganalisa jiwa manusia dengan terlampau banyak
menekan kepada konsep individu sebagai suatu kesatuan analisa tersendiri.
Sampai sekarang, kata Hsu, ilmu psikologo di Negara-negara barat itu terutama
nmengembangkan konsep-konsep dan teori mengenai aneka warna isi jiwa serta
metode dan alat-alat untuk menganalisa dan menukur secsara detail variasi isi
jiwa individu itu. Sebaliknya, ilmu itu masih kurang mengembangkan konsep-
konsep yang dapat menganalisa jaringan berkait antara jiwa individu dan
lingkungan social budayanya, dengan demikian untuk menghindari pendekatan
jiwa manusia itu, hanya sebagai suatu subject yang terkandung dalam batas
individu yang terisolasi maka Hsu telah mengembangkan suatu konsepsi bahwa
lama jiwa manusia sebagai mahkluk sosial budaya itu mengandung 8 daerah yang
berwujud seolah-seolah seperti lingkaran-lingkaran konsentris sekitar diri
pribadinya. Bagan 3 pada halaman 128 menggambarkan ke 8 daerah.
Lingkaran yang diberi nomor 7 dan 6 adalah daerah dalam jiwa individu
yang oleh para ahli psikologi disebut daerah “Tak Sadar” dan “sub sadar”. Kedua
lingkaran daerah itu berada didaerah pedalaman dari alam jiwa individu dan
terdiri dari bahan fikiran dan gagasan yang telah terdesak kedalam sehingga tak
disadari lagi oleh individu yang bersangkutan. Bahan pemikiran dan gagasan tadi
sering sudah tidak utuh lagi, beberapa sudah hilang terlupkan dan unsure-
unsurnya ibarat isi impian sudah tak lagi tersusun menurut logika yang biasa
dianut manusia dalam kehidupan sehari-hari. Individu yang bersangkutan sudah
lupa akan unsure-unsur pikiran dan gagasan tersebut tetapi dalam keadaan tertentu
unsure-unsur itu bisa meledak keluar lagi. Dan menganggu kabiasaan hidup
sahari-harinya. Daerah pedalam dan jiwa manusia sudah banyak diteliti dan
dianalisa oleh para ahli psikoanalisa seperti S. Freud dan pengikut-pengikutnya.
Kemudian ada lingkaran no 5 yang oleh Hsu disebut “kesadaran yang tak
dinyatakan” (unexpressed conscious).lingkaran itu terdiri dari pikiran-pikiran dan
gagasan-gagasan yang disadari penuh oleh si individu yang bersangkutan, tetapi
disimpannya saja dalam alam jiwanya sendiri dan tak dinyatakannya kepada
siapapun juga dalam lingkungannya. Hal itu disebabkan karena ada kemungkinan
bahwa (i) ia takut salah dan takut dimarahi orang tua apabila ia menyatakannya,
atau ia puna maksud jahat : (ii) ia sungkan menyatakannya, karena belum yakin
bahwa ia akan mendapat respond an pengertian yang baik dari sesamanya, dan
takut bahwa walaupun diberi respon, respon itu sebenarnya tidak diberikan
dengan hati yang ikhlas atau juga ia takut ditolak mentah-mentah (iii) ia malu
karena takut ditertawakan, atau karena ada perasaan bersalah, : (iv) ia tak bisa
menamukan kata-kata atau perumusan untuk menyatakan gagasan yang
bersangkutan tadi kepada sesamanya.
Selanjutnya ada lingkaran no.4 yang oleh Hsu disebut dalam “ Kesadaran
yang dinyatakan “ (Exspressed Conscious) lingkaran ini didalam alam jiwa
manusia mengandung pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, dan perasaan-perasaan
yang dapat dinyatakan secara terbuka oleh si individu oleh sesamanya, yang
dengan mudah diterima dan di jawab oleh sesamanya. Simpati, kemarahan,
kebencian, rasa puas, rasa senang, kegembiraan, rasa terima kasih, konsep-konsep
tentang cara hidup sehari-hari, pengetahuan yang dipahami oleh umum adat
istiadat sehari-hari, peraturan-peraturan sopan santun dan sebagainya yang dikenal
semua orang, dan banyak hal lain semuanya itu menjadi bahan aktivitas berfikir
dan pencetusan emosi manusia dari titik tertentu dan dari hari kehari , yang
bersumber pada lingkaran nomor 4 ini.
Lingkaran nomor 3 yang oleh Hsu disebut “lingkaran hubungan karib”
(Intimate society), mengandung konsepsi-konsepsi tentang orang-orang, binatang
atau benda-benda yang oleh individu di ajak bergaul secara mesra dan karib, yang
bisa dipakai sebagai tempat berlindung dan tempat mencurahkan isi hati apabila ia
sedang terkena tekanan batin atau dikejar-kejar oleh kesedihan dan oleh masalah-
masalah hidup yang menyulitkan. Orang tua, saudara kandung, kerabat dekat,
sahabat karib, biasanya merupakan penghuni penting dari daerah no 3 dalam alam
pikiran alam manusia ini, yang kecuali oleh tokoh-tokoh manusia yang juga
ditempati oleh pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan terhadap binatang
kesayangan, benda kesayangan, benda pusaka, dan juga oleh hal-hal, ide-ide, atau
ideology-ideologi yang dapat menjadi sasaran rasa kebaktian penuh dari jiwanya,
seperti tuhan bagi kita, ruh nenek moyang bagi orang bereligi animis, ideology
komunisme bagi orang komunis, kaisar Hirohoti yang keramat bagi orang Jepang
zaman perang Dunia ke II dan sebagainya.
Sikap manusia terhadap orang, binatang atau benda lingkaran nomor 2,
yang dapat kita sebut “ Lingkungan Hubungan Berguna” tidak lagi ditandai sikap
saying mesra,melainkan ditentukan oleh fungsi kegunnaan dari orang, binatang
atau benda-benda itu bagi dirinya. Bagi seorang murid, guru berada dilingkungan
2 bagi alam pikirannya; bagi seorang pedagang, para pembelinya ada disitu; bagi
seorang tukang cukur, langganannya lah berada disitu dan sebagainya. Kecuali
manusia, jga banyak benda dan alat kehidupan sehari-hari yang dipergunakan
manusia secara otomatis, tanpe banyak mengeluarkan perasaan, kecakapan atau
tenaga, berada juga didaerah lingkaran nomor 2 itu. Contoh dari benda-benda
yang terletak pada lingkaran itu adalah pakaian harian, makan, perabot rumah
tangga, uang dan sebagainya.
Lingkaran nomor 1, yang dapat kita sebut “Lingkaran Hubungan Jauh”
terdiri dari pikiran dan sikapa dalam alam jiwa manusia tentang manusia, benda-
banda, alat-alat, pengetahuan dan adat yang ada dalam kebudayaan dan
masyarakatnya sendiri teteapi yang jarang sekali mempunyai arti dan pengaruh
langsung terhadap kehidupannya sehari-hari. Bagi petani jawa didesa-desa di jawa
tengah, pandangan mereka tentang kota Jakarta mungkin terletak dalam daerah
lingkaran ini, bagi seorangmandor jalan di jawa timur, pandangannya tentang
computer IBM 1130 dari department PUTL dijakarta terletak dalam daerah
lingkaran ini, bagi seorang ibu rumah tangga digarut, pertandingan kejuaraan
nasional renang dijakarta terletak dalam lingkaran ini dan sebagainya. Mungkin
orang-orang tadi akan terkagum-kagum apa bila mereka mendengar mengenai
hal-hal tersebut, tetapi sesudah itu aka nada kelanjutan lebih jauh dari kekaguman
tadi karena bagi hal-hal tersebut di atas tak ada tempat dan fungsi langsung dalam
kehidupan mereka sehari-hari.
Daerah nomor 0, yang dapat kita sebut “Lingkungan Dunia Luar” terdiri
dari pikiran-pikiran dan anggapan-anggapan yang hampir sama dengan pikiran-
pikiran yang terletak dengan pikiran nomor 1, hanya saja bedanya antara yang
pertama dan kedua adalah, bahwa yang pertama terdiri dari pikiran-pikiran dan
anggapan-anggapan tentang orang dan hal yang terletak diluar masyarakat dan
Negara Indonesia, dan ditanggapi oleh individu bersangkutan dengan sikap masa
bodoh. Contoh-contohnya adalah : anggapan seorang pelajar Indonesia yang tak
pernah keluar negeri, tentang Negara amerika, anggapan seorang pegawai
rendahan disuatu departemen di Jakarta tentang kota kopenhagen, anggapan
seorang sopir bis di Jakarta tentang Negara sebuah papua nugini pandangan
seorang tukang kebun di ambon tentang orang Eskimo dan sebagainya.
Pada bagan psiko-sosiogram manusia diatas, daerah lingkaran nomor 4
dibatasi oleh garis yang digambar lebih tebal dari pada yang lain. Garis itu
menggambarkan batas dari alam jiwa individu yang dalam ilmu psikologi disebut
personality atau “Kepribadian”. Sebagian besar dari isi jiwa manusia (Termasuk
yang telah didesak kedalam daerah tak sadar dan sub sadar), sebagian besar dari
pengetahuan dan pengertiannya tentang adat istiadat dan kebudayaannya,
sebagian besar dari pengetahuan dan pengertian tentang lingkungannya, dan
sebagian besaar dari nilai budaya dan norma-norma yang dianutnya, menurut ilmu
psikologi barat terkandung dalam kepribadian manusia. Itulah yang merupakan
konsep ego atau akunya manusia dalam ilmu psiologi barat.
0

4
5
6
7

Homeostatis

Psikologi

7. Tak sadar Konsep Freud


6. Sub Sadar
5. Kesadaran yang tak dinyatakan
4. Kesadaran yang dinyatakan
Konsep manusia berjiwa selaras
3. Lingkungan hubungan karib
2. Lingkungan hubungan berguna
1. Lingkungan hubungan jauh
0. Dunia luar

Menurut Francis Hsu makhluk manusia masih memerlukan suatu daerah


isi jiwa tambahan untuk memuaskan suatu kebutuhan rohaniah yang bersifat
fundamental dalam hidupnya. Daerah isi jiwa tambahan terhadap lingkaran-
lingkaran nomor 7,6,5, dan 4 yang menggambarkan kepribadian manusia tadi,
adalah daerah lingkaran 3. Hubungan yang berdasarkan cinta dan kemesraan dan
juga rasa untuk bisa berbakti secara penuh dan mutlak, merupakan suatu
kebutuhan fundamental dalam hidup manusia. Tanpa adanya tokoh-tokoh orang
atau benda kesayangan, tanpa tuhan, tanpa ide-ide atau ideology-idelogi yang bisa
menjadi sasaran dari rasa kebaktian mutlak yang semuanya menempati daerah
lingkaran nomor 3 dalam alam jiwanya, hidup kerohanian manusia takakan bisa
selaras. Manusia yang tak mempunyai semuanya itu akan merupakan manusia
yang sangat menderita kaena ia kehilangan mutu hidup. Kehilangan arti untuk
hidup, dan kehilangan landasan rasa keamanan murni dalam hidup. Manusia
seperti itu sering akan memilih jalan keluar dari penderitaan dengan bunuh diri.
Berdasarkan konsepsi terurai diatas, maka Hsu mengusulkan untuk
mengembangkan suatu konsep kepribadia yang lain, sebagai tambahan terhadap
konsep personality yang telah lama di kembangkan oleh para ahli psikolgi barat
itu konsep kepribadian yang lain itu perlu terutama guna dipakai sebagai konsep
untuk menganalisa alam jiwa dari manusia yang hidup dalam lingkungan
masyarakat timur, yaitu masyarakat cina pada khususnya, masyarakat bangsa-
bangas asia pada umumnya, dan menurut pendirian saya pada masyarakat bangsa
Indonesia juga.
Konsep yang dapat dipakai sebagai Indonesia untuk mengembangkan
konsep lain itu, menurut Hsu adlah Jen dalam kebuidayaan cina. Jen adalah
“Manusia yang berjiwa selaras, manusia yang berkepribadian”. Karena itu usul
Hsu tidak lain kecuali agar para ahli psikologi tidak hanya memakai konsep barat
mengenai kepribadian itu, tetapi juga memperhatikan unsure hubungan mesra dan
bakti itu. Dalam konsep Jen tersebut di atas manusia yang selaras dan
berkepribadian adalah manusia yang dapat menjaga keseimbangan hubungan
antara diri kepribadiannya dengan lingkungan sekitarnya, terutama lingkungan
sekitarnya yang paling dekat dan paling serius, kepada siapa ia dapat
mencurahkan rasa cinta, kemesraan dan baktinya.
Dalam bagan kedua, daerah lingkaran no. 4 dan 3 yang dibedakan dari
yang lain dengan garis-garis arser yang sedikit memasuki daerah lingkaran no. 5
dan no. 2 juga, menggambarkan konsep Jen atau alam jiwa dari “manusia yang
berjiwa selaras” itu. Kedua lingkaran itu adalah daerah-daerah dalam individu
yang ada dalam suatu keadaan psikologi yang oleh Hsu disebut Psychological
homeostatis (judul karangannya).
Untuk mendapatkan suatu pengertian mengenai alam jiwa manusia
Indonesia, tetapi juga untuk mengerti perbedaan antara pandangan hidup manusia
barat dan manusia timur yang akan dibicarakan dalam karangan no. 23 berikut ini,
konsep tambahan dari Hsu mengenai “alam jiwa manusia yang selaras” itu,
menurut hemat saya merupakan konsep psikologi yang amat penting.

Anda mungkin juga menyukai