Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
http://babang‐juwanto.blogspot.com/2010/08/istilah‐salah‐kaprah‐
itu‐sendiri‐sudah.html
1
Menurut Jaya Suprana, Ketua Umum Pusat Studi Kelirumologi,
kekeliruan yang paling parah adalah kekeliruan yang sudah
terlanjur mengaprah yaitu kekeliruan yang tidak disadari. Kalimat
di atas amat menarik untuk ditelisik dimensi waktu, ruang, dan
sosial terhadap pernyataan Jaya Suprana tersebut. Bagaimana
tidak, menurut dia, sesuatu kekeliruan yang tidak disadari bahwa
keliru mustahil akan ditelaah karena diangap bukan kekeliruan.
Maka, kesadaran bahwa sesuatu adalah kekeliruan menjadi
penting bahkan vital untuk upaya penelaahannya. Tanpa
kesadaran mustahil ada penelaahan dan lebih mustahil lagi ada
upaya mencari kebenaran melalui jalur koreksi. (Dikutip dari kata
pengantar buku Salah Kaprah, Rancu Pikiran, Rancu Tindakan,
penulis DR. Maufur & Adi Ekopriyono)
Di bawah ini merupakan artikel bagus dari rubrik Bahasa
Majalah Tempo yang saya salin dari (dalam jaringan) internet.
Amat bermanfaat untuk saya pribadi!
PANDUAN
PRAKTIS
BERBAHASA
3
Seronok Canggih
http://babang‐juwanto.blogspot.com/2010/08/istilah‐salah‐kaprah‐
itu‐sendiri‐sudah.html
3
Indonesia, tiada lain daripada berarti "menyenangkan hati";
"sedap dilihat (didengar dsb)". Keterangan seperti ini sudah
tercantum nian bahkan sejak Kamus Umum Bahasa Indonesia,
W.J.S. Poerwadarminta, 1985.
Bagaimana "seronok" kemudian berubah makna menjadi
sesuatu yang kecabul-cabulan, nah, di sinilah (bukan disinilah!)
masalahnya. Pada tingkat pertama tentu ada kesembronoan—atau
mungkin lebih tepat disebut keabaian— dalam mengambil sikap
kebahasaan yang tepat. Karena merasa diri "orang Indonesia"
sejak dari sononya, tipis sekali perasaan tanggung jawab untuk
mencari rujukan ketika harus berurusan dengan bahasa Indonesia,
yang adalah "memang bahasa kita".
Pendekatan diakronis berkali-kali menunjukkan betapa,
sepanjang perjalanan waktu, sebuah kata atau istilah mengalami
pergeseran makna. Contohnya "canggih". Sejak Kamus Umum
Bahasa Indonesia sampai Kamus Besar Bahasa Indonesia,
"canggih" selalu dimaknakan sebagai "suka mengganggu (ribut,
bawel dsb.)", "banyak cakap" atau yang seperti itulah. Hanya
Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Drs Peter Salim dan
Yenny Salim, 1991, yang mencantumkan tambahan makna
"modern dan rumit".
Kini "canggih" sudah tak terselamatkan. Ia sudah telanjur
menjadi padanan "sophisticated" seraya, dalam bentuk kata kerja,
para pemakai umumnya lebih menyukai "sofistikasi" ketimbang
"pencanggihan". Tak pernah jelas mengapa, pada awalnya, para
PANDUAN
PRAKTIS
BERBAHASA
5
http://babang‐juwanto.blogspot.com/2010/08/istilah‐salah‐kaprah‐
itu‐sendiri‐sudah.html
5