Anda di halaman 1dari 21

SEKAPUR SIRIH

Puji dan syukur, senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah Rabbul ‘Alamin,
yang senantiasa memberikan bimbingan dan kekuatan kepada kami, sehingga
kami diberikan kesempatan dan kemampuan untuk menulis risalah zakat ini
guna membantu kaum muslimin (khususnya di Indonesia) yang ingin
membersihkan harta benda kekayaannya dengan cara Zakat, Infaq, dan
Shodaqoh, dapat melaksanakannya, dengan cara yang mudah, praktis dan
mandiri.

Shalawat dan salam semoga senantiasa untuk Nabi akhiruz - zaman


Muhammad SAW, yang telah berhasil mengemban misi Allah, mengeluarkan
manusia dari kegelapan jahiliyah menuju keceriaan dan keselamatan. Beliau
juga telah berhasil untuk mengentaskan manusia dari lembah kebodohan,
kemiskinan dan keterbelakangan, menjadi manusia yang merdeka, adil dan
makmur. Semoga kita tetap menjadi pengikutnya yang setia serta
memperoleh syafa’atnya kelak di hari kiamat. Amien.

Terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
mendukung terbitnya “Buku Panduan Zakat Praktis” ini, terutama BANK BNI
SYARIAH atas dukungannya, semoga Allah melapangkan jalan menuju
kesuksesan.

Harapan kami, meskipun buku ini jauh dari sempurna, namun tetap
dapat memberikan pengertian tentang zakat yang cukup memadai, mudah
dan praktis, serta dapat mendorong para muzakki (wajib zakat) untuk segera
menunaikannya. Sebab jika bukan kita (para muzakki) yang menolong
saudara-saudara kaum dhu’afa, kepada siapa mereka meminta bantuan.

Akhirnya, kami berserah diri kepada Allah, semoga buku ini tercatat
sebagai amal shaleh. Amien.

Jakarta, Oktober 2003


Penulis

HASAN RIFA’I ALFARIDY


SAMBUTAN

Kesadaran ummat muslim negara kita untuk membayarkan zakat nampaknya


menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini tentunya seiring
dengan kesadaran untuk membersihkan harta yang dimiliki serta sekaligus
banyaknya upaya penyadaran dan kemudahan yang diberikan oleh Lembaga
Amil Zakat.

Perbankan syariah yang beroperasi dengan satu komitmen guna peningkatan


kesejahteraan ummat melalui sistem ekonomi yang berkeadilan, memiliki
tanggung jawab terhadap upaya sosialisasi dan penghimpunan dana zakat ini.
Salah satu upaya ini kami lakukan melalui kerjasama dengan DOMPET
DHUAFA REPUBLIKA, yang juga meliputi infaq/shadaqah dan wakaf tunai.

Melalui jaringan kami yang luas termasuk jaringan ATM, tentunya kami
memberikan kemudahan kepada masyarakat yang ingin melaksanakan
kewajiban membayar zakat , infaq/shadaqah atau wakaf tunai. Termasuk
melalui rekening penampungan Dompet Dhuafa di BNI Syariah.

Harapan kami, dengan diterbitkannya buku “Panduan Zakat Praktis” oleh Tim
Dewan Syariah Dompet Dhuafa Republika ini, dapat memberikan panduan
kepada masyarakat dalam dalam menghitung kewajibannya. Dengan
semakin banyak masyarakat yang berzakat akan semakin banyak pula
masyarakat kurang mampu yang terbantu diantaranya melalui program-
program yang dibuat oleh Dompet Dhuafa Republika. Sehingga tujuan
peningkatan kesejahteraan ummat tercapai. Insya Allah membawa berkah.

Jakarta, Oktober 2003


Ramadhan 1424 H

PT. BANK NEGARA INDONESIA (Persero) Tbk


DIVISI USAHA SYARIAH

Drs. Rizqullah, MBA


Pemimpin
BAB I
PENDAHULUAN

Ummat Islam adalah ummat yang mulia, ummat pertengahan (ummatan


washatan) yang dipilih Allah ke muka bumi untuk mengemban risalah agar
mereka menjadi saksi atas segenap ummat dan bangsa. Tugas ummat Islam
adalah mewujudkan tata kehidupan dunia dan yang adil, makmur, tenteram
dan sejahtera dimanapun mereka berada. Karena itu ummat Islam
seharusnya menjadi rahmat sekalian alam.

Bahwa kenyataan ummat Islam kini jauh dari kondisi ideal, adalah sebagai
akibat belum mampu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri (QS.
Ra’du; 11). Potensi-potensi dasar yang dianugerahkan Allah kepada ummat
Islam memiliki banyak intelektual dan ulama, disamping sumber daya
manusia dan ekonomi yang melimpah. Jika seluruh potensi itu dikembangkan
dengan seksama, dirangkai dengan potensi aqidah Islamiyah (Tauhid) dan
kandungan ajaran Islam yang jernih, tentu akan memperoleh hasil yang
optimal. Pada saat yang sama, kemandirian, kesadaran beragama, dan
ukhuwah Islamiyah kaum muslimin semakin meningkat, serta pintu-pintu
kemungkaran akibat kesulitan ekonomi akan semakin dipersempit.

Salah satu pokok ajaran Islam yang belum ditangani secara serius ialah
penanggulangan kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan
pendayagunaan zakat, infaq dan shodaqoh dalam arti yang seluas-luasnya.
Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasullah SAW serta penerus-
penerusnya dizaman keemasan Islam. Padahal ummat Islam (Indonesia)
sebenarnya memiliki potensi dana yang sangat besar.

Hipotesa awal, Indonesia berpenduduk 204,8 juta jiwa, diperkirakan 83%


ummat Islam atau lebih kurang 166 juta jiwa. Dengan asumsi penduduk yang
telah berkewajiban menunaikan zakat adalah mereka yang memiliki
pengeluaran diatas Rp. 200.000 / kapita / bulan, maka jumlahnya mencapai
18,7 % (SUSENAS 1999). Apabila dikurangi dengan berbagai kriteria, maka
rata-rata harta yang wajib dizakati dari harta (maal) adalah 20 dinar emas
murni (1 dinar = 4,25 gram) atau setara dengan 85 gram emas. Jika harga
emas Rp 80.000 per gram *, maka zakat dapat dihimpun dari sektor ini setiap
tahun adalah 2,5% x 85 x 80.000 x 30.000.000 = 5. 100.000.000.000.00.

Jika ditambah dengan zakat perniagaan, pertanian, peternakan serta zakat


emas dan perak, juga infaq, shadaqah, kafarat, fidyah, wakaf dan lain-
lainnya, maka ummat Islam memiliki potensi dana yang sangat besar, dan
dapat digunakan untuk membantu ummat Islam yang kurang mampu secara
optimal. Sehingga kebutuhan-kebutuhan dasar ummat Islam dapat terpenuhi
secara layak dan baik.

Terdorong dari pemikiran inilah, kami mencoba untuk menuliskan risalah


zakat yang ringkas agar dapat dengan mudah dimengerti oleh pembaca.
Risalah ini merupakan revisi dan penyempurnaan dari buku yang pertama,
serta dilengkapi dengan beberapa objek zakat dan para mustahiq yang belum
ada pada cetakan sebelumnya. Meski demikian kami sadar bahwa risalah ini
masih tetap jauh dari sempurna, karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan risalah ini agar
menjadi berkualitas. Harapan kami risalah ini bermanfaat bagi ummat.

Semoga Allah SWT mengampuni kekurangan dan kesalahan yang ada dalam
risalah ini, serta tetap mencatatnya sebagai amal shaleh. Amiin.

BAB II
PENGERTIAN ZAKAT

1. Makna Zakat

enurut bahasa (lughat), zakat artinya tumbuh, berkembang, subur atau


bertambah; “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan shadaqah (Q.S Al
MBaqarah : 276), shadaqah itu tidak akan mengurangi harta (H.R Tirmidzi),
atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan (Q.S At Taubah :
103).

Menurut hukum (istilah Syara) zakat itu nama pengambilan tertentu dari
harta yang tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang
tertentu, dan untuk diberikan kepada golongan tertentu. (Al Mawardi dalam
kitab al Hawi)

Sementara itu istilah infaq dan shadaqah. Sebagian fuqaha (ulama fiqih)
mengatakan bahwa infaq adalah segala macam bentuk pengeluaran
(pembelanjaan) baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, ataupun yang lain.
Sedangkan shadaqah adalah segala bentuk pembelanjaan (infaq) di jalan
Allah. Berbeda dengan zakat, shadaqah tidak dibatasi dengan ketentuan-
ketentuan khusus (tidak berpembatasan). Shadaqah selain dalam bentuk
harta (maal) dapat juga berupa sumbangan tenaga atau pemikiran dan
bahkan sekedar senyuman.

2. Penyebutan Zakat dalam Al-Quran

1. Zakat (Q.S. Al Baqarah : 43)


2. Shadaqah (Q.S. At Taubah : 104)
3. Haq (Q.S. Al An’am : 141)
4. Nafaqah (Q.S. At Taubah : 34)
5. Al Afwu (Q.S. Al a’raf : 199)
3. Hukum Zakat

Zakat merupakan salah satu rukun Islam dan menjadi salah satu unsur pokok
bagi tegaknya syariat agama Islam. Oleh sebab itu hukum menunaikan zakat
adalah wajib setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. (Q.S
Al Bayyinah : 5); hadits nabi SAW : Islam didirikan atas lima sendi. Bersaksi
bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan Muhammad Rasullah SAW,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji ke Baitullah dan berpuasa di bulan
Ramadhan (H.R Muslim)

4. Zakat adalah Ibadah

Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang
telah diatur berdasarkan Al Quran dan As sunnah. Sekaligus merupakan amal
sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai
dengan perkembangan umat manusia.

5. Macam-macam Zakat

1. Zakat nafs (jiwa), juga disebut zakat Fitrah


2. Zakat Maal (harta)

6. Syarat-syarat Wajib Zakat

1. Muslim, aqil dan baligh


2. Memiliki harta yang mencapai nisab

BAB III
ZAKAT MAAL

1. Pengertian Maal

Menurut bahasa ialah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia
untuk memiliki dan menyimpannya. Sedangkan menurut syara adalah segala
yang dapat dipunyai (dikuasai) dan dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut
ghalibnya (kebiasaan).

Sesuatu dapat disebut dengan maal (harta/kekayaan) apabila memenuhi dua


syarat, yakni (1) dapat dimiliki / disimpan / dihimpun / dikuasai, (2) dapat
diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya. Misalnya rumah, mobil, ternak,
hasil pertanian, uang, emas, perak, dan lain-lain. Sedangkan sesuatu yang
tidak dapat dimiliki tetapi diambil manfaatnya seperti udara, sinar matahari,
dan lain-lain, tidaklah termasuk kekayaan (maal).
2. Syarat-syarat Kekayaan yang Wajib Dizakati

1. Milik penuh (Al Milkuttam)

Harta yang dimiliki secara penuh artinya pemilik harta tersebut


memungkinkan untuk mempergunakan dan mengambil manfaatnya secara
penuh. Harta tersebut juga berada dibawah kontrol dan kekuasaannya.
Adapun harta itu didapatkan melalui proses pemilikan yang dibenarkan oleh
syara, seperti usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain. Sedangkan
harta yang diperoleh dengan cara yang haram maka zakat tidaklah wajib atas
harta tersebut. Karena harta tersebut harus dibebaskan dari kewajiban zakat
yakni dengan mengembalikan kepada yang berhak ataupun ahli warisnya.

2. Berkembang (An Namaa)

Harta yang berkembang artinya harta tersebut dapat bertambah atau


berkembang bila diusahakan atau mempunyai potensi untuk berkembang.
Misalnya pertanian, perdagangan, ternak, emas, perak, uang dan lain-lain.
Pengertian berkembang menurut bahasa sekarang adalah bahwa sifat
kekayaan (harta) itu dapat memberikan keuntungan atau pendapatan lain
sesuai dengan istilah ekonomi.

3. Cukup Nishab

Nishab artinya harta yang telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan
ketetapan syara. Sedangkan harta yang tidak sampai nishabnya terbebas dari
zakat.

4. Lebih dari Kebutuhan Pokok (Al Hajatul Ashliyyah)

Kebutuhan pokok itu adalah kebutuhan minimal yang diperlukan untuk


kelestarian hidup. Artinya apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi,
maka yang bersangkutan tidak dapat hidup dengan baik (layak), seperti
belanja sehari-hari, pakaian, rumah, perabot rumah tangga, kesehatan,
pendidikan, transportasi, dan lain-lain. Ataupun segala sesuatu yang termasuk
kebutuhan primer atau kebutuhan hidup minimum (KHM).

5. Bebas dari Hutang

Orang yang mempunyai hutang sebesar atau mengurangi jumlah senishab


yang harus dibayar pada waktu yang sama (dengan waktu mengeluarkan
zakat), maka harta tersebut terbebas dari zakat. Sebab zakat hanya
diwajibkan bagi orang kaya (memiliki kelebihan), sedang orang yang
mempunyai hutang tidaklah termasuk orang kaya, oleh karena itu perlu
menyelesaikan hutang-hutangnya. Zakat diwajibkan untuk menyantuni orang-
orang yang sedang berada dalam kesulitan yang sama atau mungkin lebih
parah kondisinya dari fakir miskin.
6. Sudah Satu Tahun (Al Haul)

Maksudnya adalah bahwa pemilikan harta tersebut sudah berlalu masanya


selama dua belas bulan Qomariyyah. Persyaratan satu tahun ini hanya
berlaku bagi ternak, uang, harta benda yang diperdagangkan, dan lain-lain.
Tapi hasil pertanian, buah-buahan, rikaz (barang temuan), dan lain-lain yang
sejenis tidak dipersyaratkan satu tahun.

3. Harta (maal) yang Wajib Dizakati

1. Binatang ternak, syarat-syaratnya:

1. Sampai nishab yaitu mencapai kuantitas tertentu yang ditetapkan hukum


syara. Jumlah minimal (nishab) untuk 5 ekor, kambing/domba 40 ekor,
dan lain-lain.

2. Telah dimiliki satu tahun, syarat ini berdasarkan praktek yang pernah
dilaksanakan oleh Nabi SAW dan para Khulafaur-Rasyidin. Hal ini
merupakan ketetapan ijma’. Menghitung masa satu tahun anak-anak
berdasarkan masa satu tahun induknya.

3. Digembalakan, maksudnya ialah sengaja diurus sepanjang tahun untuk


dimaksud memperoleh susu, daging dan hasil perkembangbiakannya.
Ternak gembalaan ialah ternak yang memperoleh makanan di lapangan
penggembalaan terbuka.

4. Tidak untuk dipekerjakan demi kepentingan pemiliknya, seperti untuk


membajak, mengairi tanaman, alat transportasi dan sebagainya. (biasanya
hewan besar seperti sapi, kerbau, unta, dan lain-lain). Ternak yang wajib
dizakati antara lain : unta, sapi, kerbau, kuda, kecuali kuda tunggangan
(hewan besar) dan kambing, domba, biri-biri (hewan kecil) serta jenis
lainnya, kecuali hewan yang diharamkan menurut agama seperti babi.

2. Harta Peniagaan dan Perusahaan

Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk dijualbelikan


dalam berbagai jenisnya (Q.S. Al Baqarah : 267 dan HR Abu Dawud). Baik
berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, hewan ternak, mobil
perhiasan dan lain-lain. Maupun berupa jasa, seperti konsultan, jasa
kontruksi, pengacara, notaris, travel biro, biro reklame, transportasi, akuntan
publik, dan lain-lain. Diusahakan oleh perorangan maupun oleh usaha
perserikatan seperti CV, Firma, Koperasi, Yayasan, PT, Dan sebagainya.

3. Hasil Pertanian

Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai


ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-sayuran, buah-buahan,
tanaman keras, tanaman hias, rumput-rumputan, daun-daunan dan lain-lain
(Q.S. Al An’am : 141)
4. Ma’din dan Kekayaan Laut

Ma’din (hasil tambang) yaitu sesuatu benda yang terdapat dalam perut bumi
(selain air) dan memiliki nilai ekonomis. Ma’din dapat dibagi menjadi tiga
macam :
1. Benda padat yang dapat dibentuk (dicairkan dan diolah) seperti emas,
perak, alumunium, timah, tembaga, besi, giok, dan lain-lain.
2. Benda padat yang tidak dapat dibentuk seperti kapur, zionit, marmer,
zamrud, batu bara, dan lain-lain.
3. Benda cair seperti minyak.

5. Rikaz

Rikaz adalah harta terpendam dari zaman purbakala atau biasa disebut harta
karun. Termasuk didalamnya barang (harta) yang ditemukan atau tidak ada
pemiliknya (luqathah).

6. Emas dan Perak/ Simpanan

Emas dan perak merupakan logam mulia yang memiliki dua fungsi selain
merupakan tambang elok sehingga sering dijadikan perhiasan, emas dan
perak juga dijadikan mata uang yang berlaku dari waktu ke waktu. Syariat
Islam memandang emas dan perak sebagai harta yang potensial /
berkembang. Oleh karena itu, leburan logam, bejana, souvenir, ukiran atau
yang lain termasuk dalam kategori emas, atau harta wajib zakat.

Termasuk dalam kategori emas dan perak yang merupakan mata uang yang
berlaku pada waktu itu, adalah mata uang yang berlaku saat ini di masing-
masing negara. Oleh karena itu segala macam bentuk penyimpangan uang
seperti tabungan, deposito, cek, atau surat berharga lainnya, termasuk dalam
kriteria penyimpangan emas dan perak. Demikian pula pada harta kekayaan
lainnya seperti rumah, vila, tanah, kendaraan dan lain-lain, yang melebihi
keperluan menurut syara’, atau dibeli / dibangun dengan tujuan investasi dan
sewaktu-waktu dapat diuangkan. Pada emas dan perak atau lainnya, jika
dipakai dalam bentuk perhiasan. Asal tidak berlebihan, maka tidak diwajibkan
zakat atas barang-barang tersebut.

BAB IV
NISHAB DAN KADAR ZAKAT

1. Harta Perternakan
1. Unta
Nishab unta adalah 5 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 5 ekor unta,
maka ia telah berkewajiban zakat. Selanjutnya zakatnya semakin
bertambah, jika jumlah unta yang dimiliki bertambah.
Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhori dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat tabel sebagai berikut:
Jumlah Zakat
5 – 10 1 ekor kambing / domba 1)
10 - 14 2 ekor kambing / domba
15 – 19 3 ekor kambaing / domba
20 – 24 4 ekor kambing / domba
25 - 35 1 ekor unta bintu makhad 2)
36 – 45 1 ekor unta bintu labun 3)
46 – 60 1 ekor unta hiqah 4)
61 – 75 1 ekor unta jadz’ah 5)
76 – 90 2 ekor unta bintu labun
91 - 120 2 ekor unta hiqah

Keterangan:
1. Kambing berumur 2 tahun atau lebih, atau domba berumur satu tahun
atau lebih
2. Unta betina umur 1 tahun, masuk tahun ke-2
3. Unta betina umur 2 tahun, masuk tahun ke-3
4. Unta betina umur 3 tahun, masuk tahun ke-4
5. Unta betina umur 4 tahun, masuk tahun ke-5

Selanjutnya setiap jumlah itu bertambah 40 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor


bintu labun setiap jumlah itu bertambah 50 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor
hiqah.

2. Sapi, Kerbau dan Kuda

Nishab kerbau dan kuda disetarakan dengan nishab sapi, yakni 30 ekor.
Artinya apabila seseorang telah memiliki 30 ekor sapi (kerbau dan kuda),
maka ia telah terkena kewajiban zakat.
Berdasarkan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh At Timidzi dan Abu
Daud dari Muadz bin Jabbal RA, maka dapat dibuat tabel sebagai berikut:

Jumlah (ekor) Zakat


30 - 39 1 ekor sapi betina / betina tabi’ 1)
40 - 59 1 ekor sapi betina musinnah 2)
60 - 69 2 ekor tabi’
70 – 79 1 ekor musinnah dan 1 ekor tabi’
80 - 89 2 ekor musinnah

Keterangan:
1. Sapi berumur 1 tahun, masuk tahun ke-2
2. Sapi berumur 2 tahun, masuk tahun ke-3
Selanjutnya setiap jumlah itu bertambah 30 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor
tabi’ dan setiap jumlah itu bertambah 40 ekor zakatnya bertambah 1 ekor
musinnah.

3. Kambing / domba

Nishab kambing / domba adalah 40 ekor, artinya apabila seseorang telah


memiliki 40 ekor kambing / domba, maka ia telah terkena kewajiban zakat.

Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Imam


Bukhari dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat tabel sebagai berikut:

Jumlah (ekor) Zakat


40 – 20 1 ekor kambing (2 Th) atau domba (1 Th)
121 - 200 2 ekor kambing / domba
201 - 300 3 ekor / domba

Selanjutnya, setiap jumlah itu bertambah 100 ekor, maka zakatnya


bertambah 1 ekor.

4. Ternak Unggas (ayam, bebek, burung) dan ikan.

Nishab pada ternak unggas dan perikanan tidak ditetapkan berdasarkan


jumlah (ekor), sebagaimana halnya unta, sapi dan kambing. Tapi dihitung
berdasarkan skala usaha. Nishab ternak unggas dan perikanan tidak
ditetapkan berdasarkan jumlah (ekor), sebagaimana halnya unta, sapi dan
kambing. Tapi dihitung berdasarkan skala usaha. Nishab ternak unggas dan
perikanan adalah setara dengan 20 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas murni)
atau sama dengan 85 gram emas. Apabila seseorang berternak ikan, dan
pada akhir tahun (tutup buku) ia memiliki kekayaan yang berupa modal kerja
dan keuntungan lebih besar atau setara dengan 85 gram emas murni, maka
ia telah terkena kewajiban zakat sebesar 2,5%. Dengan demikian usaha ini
dapat digolongkan kedalam zakat perniagaan.

Contoh:
Seorang peternak ayam broiler memelihara 1000 ekor ayam perminggu, pada
akhir tahun (tutup buku) terdapat laporan keuangan sebagai berikut:
1. Stok ayam broiler 5600 ekor
(dalam berbagai umur),
ditaksir harga sebesar Rp. 15.000.000,-
2. Uang kas / bank setelah pajak Rp. 10.000.000,-
3. Stok pakan dan obat-obatan Rp. 2.000.000,-
4. Piutang (dapat tertagih) Rp. 4.000.000,- +
Jumlah Rp. 31.000.000,-
5. Utang jatuh tempo Rp. 5.000.000,-

Saldo Rp. 26.000.000,-


Besar zakat = 2,5 % x Rp. 26.000.000.00 = Rp. 650.000,-
Catatan:
Kandang dan alat-alat peternakan tidak diperhitungkan sebagai harta yang
wajib dizakati, karena tidak diperjual belikan.
• Nishab : 85 gram emas murni, jika @ Rp. 60.000,00 maka 85 x Rp.
60.000,00 = Rp. 5. 100.000,00

2. Harta Perniagaan dan Perusahan

A. Harta Perniagaan / Trading

Harta Perniagaan adalah harta yang disiapkan untuk diperjual-belikan, baik


dikerjakan oleh individu maupun kelompok / syirkah (PT, CV, PD, FIRMA)

Azas Pendekatan Zakat Perniagaan

1. Nishabnya 85 gram emas, dan zakatnya 2.5%


2. Acuan perhitungannya adalah Annual Report Basis (laporan buku tahunan)
3. Objeknya adalah aktiva lancar profit / laba, termasuk hibah atau donasi,
royalti, hasil sewa asset, selisih kurs / revaluasi maupun penghargaan
(berupa harta) yang diterima.
4. Tidak dikenakan pada modal investasi / aktiva tetap.
5. Seluruh kewajiban perusahaan merupakan komponen pengurang dari
jumlah zakat yang diperhitungkan.
6. Komoditas yang diperdagangkan halal.
7. Diperhitungkan “after tax”
8. Bagi perusahaan yang tidak memiliki statement (income statement
financial statement, dan cash flow statement) atau memilikinya tetapi
tidak lengkap maka diperhitungkan secara taksiran.
9. Besarnya jumlah zakat yang harus dikeluarkan adalah berdasarkan “book
value”
10. Usaha patungan dengan non muslim labanya dipisahkan secara
proposional berdasarkan modal masing-masing.
11. Deviden yang telah dikeluarkan zakatnya tidak lagi menjadi komponen
zakat yang diperhitungkan.
12. Kompensasi rugi tahun lalu tidak diperkenankan dikurangkan pada
penghasilan tahun berjalan.
13. Jika tidak memungkkinkan membayar zakat dalam bentuk uang, maka
dapat menggantinya dengan materi lain yang bernilai dan dapat
diperjualbelikan kepada pihak lain.
14. Diperkenankan membayar zakat cicilan secara dimuka per-periode
tertentu.
15. Apabila terjadi likuidasi, maka zakatnya diperhitungkan dari total kekayaan
perusahaan, dan nilainya berdasarkan “harga jual”.

B. Zakat Perusahaan

Syarat-syarat sebagai objek zakat


1. Kepemilikan dikuasai oleh muslim baik individu maupun patungan.
2. Bidang usaha halal.
3. Dapat diperhitungkan nilainya.
4. Dapat berkembang.
5. Memiliki kekayaan minimal setara 85 gram emas.
6. Dianalogikan pada zakat perniagaan.

Cara menghitung zakat perniagaan / perusahaan


Kekayaan yang dimiliki badan usaha tidak akan lepas dari salah satu atau
lebih dari tiga bentuk dibawah ini :
1. Kekayaan dalam bentuk barang.
2. Uang tunai / bank
3. Piutang.

Maka yang dimaksud harta perniagaan yang wajib dizakati adalah ketiga
bentuk harta tersebut dikurangi dengan kewajiban perusahaan, seperti utang
yang harus dibayar (jatuh tempo) dan pajak.

Contoh:
Sebuah perusahaan meubel pada tutup buku per 31 Desember tahun 2000
dengan keadaan sebagai berikut:

1. Stok meubel 5 set seharga Rp. 10.000.000,-


2. Uang tunai / bank Rp. 15.000.000,-
3. Piutang Rp. 2.000.000,-
Jumlah Rp. 27.000.000,-
4. Utang dan pajak Rp. 7.000.000,-
Saldo Rp. 20.000.000,-
Besar zakat 2,5% x Rp. 20.000.000,- = Rp. 500.000,-

3. Hasil Pertanian

Nishab hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan 653 kg.

Apabila hasil pertanian tersebut termasuk makanan pokok, seperti beras,


jagung, gandum, kurma, dan lain-lain, maka nishabnya adalah 653 kg dari
hasil pertanian tersebut. Tetapi jika hasil pertanian itu selain makanan pokok,
seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga, dan lain-lain, maka
nishabnya disetarakan dengan harga nishab dari makanan pokok yang paling
umum di daerah (negeri) tersebut, misalnya untuk Indonesia adalah beras.

Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan air hujan, atau sungai
/ mata air, maka 10%, sedangkan apabila diairi dengan disirami / irigasi (ada
biaya tambahan) maka zakatnya 5%.

Dari ketentuan ini dapat dipahami bahwa pada tanaman yang disirami
(irigasi) zakatnya 5%. Artinya 5% yang lainnya dialokasikan untuk biaya
pengairan. Imam Az Zarkoni berpendapat bahwa apabila pengelolaan lahan
pertanian diairi dengan air hujan (sungai) dan disirami (irigasi) dengan
perbandingan 50 : 50, maka zakatnya 7,5% (3/4 dari 10%).
Pada sistem pengairan saat ini, biaya tidak sekedar air, akan tetapi ada biaya-
biaya lain seperti pupuk, insektisida, dan lain-lain. Maka untuk mempermudah
perhitungan zakatnya, biaya pupuk, insektisida dan sebagainya diambil dari
hasil panen, kemudian sisanya (apabila lebih nishab) dikeluarkan zakatnya
10% atau 5% (tergantung sistem pengairan).

Contoh:
Pada sawah tadah hujan ditanami padi. Dalam pengelolaan dibutuhkan pupuk
dan insektisida seharga Rp. 200.000,00. Hasil panen 5 ton beras, 1 kg beras
harganya Rp. 1.000,00.
Hasil panen (bruto) 5 ton beras = 5.000 kg
Saprotan = Rp. 200.000,00 atau = 200 kg
Netto = 4.800 kg
Besar zakat : 10% x 4.800 kg = 480 kg
Jika airnya disirami (ada biaya)
Maka zakatnya 5% x 4.800 kg = 240 kg

Hasil pertanian yang bukan merupakan makanan pokok, seperti buah-


buahan, sayuran, daun, dammar, kayu dan lain-lain, yang memiliki hasil
panen tertentu, zakatnya dihitung setiap kali musim panen. Sedangkan hasil
pertanian yang tidak memiliki musim panen (tertentu) atau panen secara
terus menerus, zakatnya dihitung berdasarkan harga yang senilai dengan
harga nishab makanan pokok yang berlaku di negeri yang bersangkutan.

4. Emas dan Perak / harta simpanan

Nishab emes dan perak adalah 20 dinar (85 gram emas murni) dan perak
adalah 200 dirham (setara 595 gram perak). Artinya bila seseorang telah
memiliki emas atau perak sebesar 20 dinar atau 200 dirham dan sudah
memilikinya selama setahun. Maka ia terkena kewajiban zakat sebesar 2,5%.

Demikian juga macam jenis harta yang merupakan harta simpanan dan dapat
dikategorikan dalam emas dan perak, seperti uang tunai, tabungan, cek,
saham, surat berharga ataupun bentuk lainnya. Maka nishab dan zakatnya
sama dengan ketentuan emas dan perak. Artinya jika seseorangn memiliki
bermacam-macam bentuk harta dan jumlah akumulasinya lebih besar atau
sama dengan nishab (85 gram emas) maka ia telah terkena kewajiban zakat
(2.5%).

Contoh :
Seorang memiliki harta kekayaan sebagai berikut:
1. Tabungan Rp. 5.000.000,-
2. Uang tunai (diluar kebutuhan pokok)Rp. 2.000.000,-
3. Perhiasan emas (berbagai bentuk) 100 gram
4. Utang jatuh tempo Rp. 1.500.000,-

Perhiasan emas atau yang lain tidak wajib dizakati kecuali sebaliknya dari
jumlah maksimal perhiasan yang layak dipakai. Jika layaknya seseorang
memakai perhiasan maksimal 60 gram maka yang wajib dizakati hanyalah
perhiasan yang selebihnya dari 60 gram.

Dengan demikian jumlah harta yang wajib dizakati, sebagai berikut:


1. Uang tabungan, deposito,
Obligasi, dll Rp. 5.000.000,-
2. Uang tunai Rp. 2.000.000,-
3. Emas (100 – 60 = 40 gram)
@ Rp.60.000,00 Rp. 2.400.000,-
Jumlah Rp. 9.400.000,-
4. Utang Rp. 1.500.000,-
Saldo Rp. 7.900.000,-

Besar zakat = 2,5 % x Rp. 7.900.000,- Rp. 197.500,-

Catatan:
• Perhitungan harta yang wajib dizakati dilakukan setiap tahun pada bulan
yang sama
• Zakat dihutang 2,5% dari saldo akhir tahun berjalan.

BAB V
ZAKAT (PENGHASILAN) PROFESI

Dasar hukum

Firman Allah SWT :


“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta
dan orang miskin yang tidak mendapat bagian” (Q.S. Adz Dzariyat : 19)

Firman Allah SWT :


“……Dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan
kamu menguasainya…………” (Q.S. Al Hadid : 7)

Firman Allah SWT :


“Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik………” (Q.S. Al Baqarah : 267)

Hadits Nabi SAW :


Bila suatu kaum enggan mengeluarkan zakat, Allah akan menguji mereka
dengan kekeringan dan kelaparan (H.R. Thabrani)

Hadits Nabi SAW :


Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu.
(H.R. Al Bazar dan Baehaqi).
Hasil Profesi

Hasil profesi (pegawai negeri, swasta, konsultan, dokter, notaris dan lain-lain)
merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal dimasa
salaf (generasi terdahulu). Oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak
dibahas, khususnya yang berkaitan dengan zakat. Lain halnya dengan bentuk
kasab yang lebih popular saat itu, seperti pertanian, peternakan, dan
perniagaan, mendapat porsi pembahasan yang sangat memadai dan detail.

Meskipun demikian bukan berarti harta yang didapat dari hasil profesi
tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada hakekatnya adalah pungutan
harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-
orang miskin diantara mereka (sesuai dengan ketentuan syara). Dengan
demikian apabila seseorang dengan hasil profesinya ia menjadi kaya, maka
wajib atas kekayaannya itu zakat.

Akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup (dan keluarga)
nya, maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat), sedang jika hasilnya
sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit, maka
bagiannya tidak wajib zakat.

Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni pangan,


sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan biaya yang diperlukan untuk
menjalankan profesinya.

Ketentuan Zakat (Penghasilan) Profesi

Zakat profesi memang tidak dikenal dalam hasanah keilmuan Islam,


sedangkan hasil profesi yang berupa harta dikategorikan berdasarkan qiyas
atas kemiripan (syabbah) terhadap karakteristik harta zakat yang telah ada,
yakni: (1) model memperoleh harta penghasilan (profesi) mirip dengan panen
(hasil pertanian), sehingga harta ini dapat diqiyaskan kedalam zakat pertanian
berdasarkan nishab (653 kg gabah kering giling atau setara dengan 552 kg
beras) dan waktu pengeluaran zakatnya (setiap kali panen). (2) Model harta
yang diterima sebagai penghasilan berupa uang, sehingga bentuk harta ini
dapat diqiaskan dalam zakat harta (simpanan / kekayaan) berdasarkan kadar
zakat yang harus dibayarkan (2,5%). Dengan demikian hasil profesi
seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat, maka wajib
baginya untuk menunaikan zakat.

Contoh :
Abdul Baihaqie adalah seorang karyawan swasta yang berdomisili di Bogor.
Mempunyai seorang istri dan dua orang anak yang masih kecil. Penghasilan
bersih per bulan Rp. 1.500.000,00,-
Perhitungan zakatnya
a. Pemasukan
Gaji / bulan Rp. 1.500.000,-
b. Nishab
Nishab = 552 kg beras @ Rp. 2000 Rp. 1.104.000,-
c. Zakat (dapat) dibayar stiap bulan
Sebesar 2,5%
Zakat : 2,5% x Rp. 1.500.000 Rp. 37.500,-

BAB VI
HARTA LAIN-LAIN

1. Saham

Pemegang saham adalah pemilik perusahaan yang mewakilkan kepada


manajemen untuk menjelaskan operasional perusahaannya.

Jenis Saham:

• Saham yang dimiliki oleh individu atau lembaga terdiri dari saham biasa
(kommon stock) dan saham prefern (preferred stock)
• saham yang dimilliki oleh perusahaan (treasury stock) yakni saham milik
perusahaan yang sudah pernah dikeluarkan dan beredar, kemudian dibeli
oleh perusahaan untuk disimpan sebagai treasury yang nantinya dapat
dijual kembali.

Azas pendekatan atas saham

• Nishab zakat saham diqiaskan dengan zakat perniagaan


• Haul zakat saham dihitung per annual report
• Zakat kepemilikan saham awal / pra Initial Public Offering (IPO) masih
disatukan dengan zakat maal lain yang dimiliki oleh muzakki pada periode
haul tersebut
• Saham yang dimiliki atas dasar book value ditambah nilai deviden
• Saham yang dijual (divestasi) dihitung berdasarkan Intrinsic value.
Dikeluarkan pada periode transaksi.

Contoh:
Nyonya Salamah memiliki 500.000,- lembar saham PT. Abdi Ilahi. Harga
nominal Rp. 5.000.00 per lembar. Pada akhir tahun buku tiap lembar saham
memperoleh deviden Rp. 300,00,-

Perhitungan Zakat
Nilai saham (book value)
(500.000 x Rp. 5.000,-) Rp. 2.500.000,000-
Deviden (500.000 x Rp. 300,-) Rp. 150.000.000-

Total Rp. 2.650.000.000-

Zakat : 2,5% x Rp. 2.650.000,000,-Rp. 66.750.000,-


2. Rezeki tak terduga dan undian (kuis) berhadiah
Harta yang diperoleh sebagai rezeki nomplok (tanpa usaha), atau
memperoleh hadiah (yang tidak mengandung unsur judi), merupakan salah
satu sebab dari kepemilikan harta dan dapat diqiaskan dengan harta temuan
(luqathah) atau rikaz.
Maka apabila perolehan harta tersebut mencapai nishab (setar 85 gram
emas), maka wajib zakat atas harta tersebut sebesar 20% yang harus
dikeluarkan pada saat memperolehnya, setelah dikurangi biaya atau pajak.

Contoh:
Fitri memperoleh hadiah dari tabungan Ummat Bank Muammalat, berupa
voucher umrah seharga 2000 UU$. Pajak undian ditanggung pemenang.
Perhitungan zakat
Nilai hadiah UU$ 2.000,-
Pajak 20% x UU$ 2.000,- UU$ 400,-

Total penerimaan UU$ 1.600,-

Zakat 20% x US$ 1.600,- UU$ 320,-


BAB VII
PEMBAGIAN HARTA ZAKAT

1. MASHARIFUZ ZAKAT (Orang yang berhak menerima zakat)

Orang-orang yang berhak menerima harta zakat, terbagi atas delapan


golongan, sebagaimana yang telah diterangkan Allah dalam Al-Quran dan
Rasulullah dalam As Sunnah .(Q.S. At Taubah : 58 – 60), hadits Nabi SAW :
Aku telah menemui Rasullah SAW lalu aku membaiatnya. Ia menyebutkan
sebuah hadits panjang ketika itu, datang seorang laki-laki yang mengatakan :
Berilah aku sedekah ! Maka Rasullah berkata kepada orang itu : Allah tidak
menyukai ketentuan nabi atau orang lain mengenai sedekah, kecuali
ketentuan-Nya, maka sedekah itu dibagi kedalam delapan bagian, kalau
engkau termasuk kedalam bagian itu kuberikan hakmu. (H.R. Abu Dawud).

1 & 2 Fakir dan miskin

Fakir dan miskin adalah mereka yang kebutuhannya tidak tercukupi. Mereka
dari golongan :
1. Orang yang tidak punya harta dan usaha sama sekali
2. Orang yang punya usaha atau harta, tapi tidak mencukupi untuk diri dan
keluarganya, yaitu penghasilannya tidak memenuhi kebutuhannya.
3. Orang yang punya harta dan usaha, tapi hanya dapat memenuhi separuh
atau lebih dari kebutuhan keluarganya.

3. Amil Zakat

Amil zakat adalah mereka yang diangkat oleh penguasa atau badan
perkumpulan, untuk mengurus zakat. Hadits Nabi SAW : Aku (Abdullah bin As
Sa’dy) telah diangkat Umar untuk menjadi seorang amil zakat. Maka
manakala aku telah selesai mengerjakan urusan itu dan aku serahkan
kepadanya. Umarpun menyuruh memberikan kepadaku upahku. Disaat itu
aku berkata : Saya beramal karena Allah. Mendengar itu Umar berkata : aku
sendiri dimasa Rasullah SAW sering dijadikan seorang amil, dan aku juga
pernah mengatakan kepada Rasullah seperti apa yang engkau katakan
kepadaku ini. Perkataanku dijawab Rasul dengan sabdanya : Apabila
diberikan sesuatu kepada engkau denga tidak engkau memintanya, maka
makanlah dan sedekahkanlah. (H.R. Bukhari Muslim). Adapun tugas Amil
terdiri dari tiga bagian : 1) Urusan pengumpulan zakat, 2). Urusan pengelola,
3). Urusan pembagian zakat.

4. Golongan Muallaf

Golongan Muallaf antara lain ialah mereka yang diharapkan kecenderungan


hatinya atau keyakinannya bertambah terhadap Islam, atau terhalang niat
jahat mereka atas kaum muslimin, atau harapan akan adanya kemanfaatan
mereka dalam membela dan menolong kaum muslimin dari musuh.
5. Dana untuk memerdekakan budak

Riqab artinya budak belian (hamba sahaya). Dana untuk memerdekakan


budak artinya, dana yang dipergunakan untuk membebaskan budak belian
dan atau untuk menghilangkan segala macam perbudakan.

6. Orang yang berhutang (Gharimin)

Gharimin adalah orang yang mempunyai hutang. Sedang ia tidak (sulit)


memiliki bagian harta yang lebih untuk membayar hutangnya. Orang
berhutang itu ada dua macam.
1. Orang yang berhutang karena kefaqirannya dan tidak mempunyai suatu
acara apapun untuk dapat melunasi hutang-hutang dalam batas waktu
yang telah ditentukan.
2. Orang yang berhutang karena kebutuhan yang sangat mendesak, seperti
mengobati sakit, paillit, membayar denda, dll. Dan ia tidak menemukan
cara-cara lain, dalam waktu singkat, untuk mendapatkan pertolongan
kecuali dengan cara berhutang. Kemudian ia merasa kesulitan untuk
membayar hutang.

7. Di Jalan Allah (Fi Sabilillah)

Fi Sabilillah adalah orang Islam yang berhutang dengan nama Allah, dibawah
panji-panji Al-Quran, tujuannya adalah untuk mengeluarkan manusia dari
penyembahan terhadap makhluk menjadi hanya kepada Allah SWT,
mengeluarkan manusia dari kesempitan hidup jahiliyyah kepada kelapangan
cahaya Islam, dan dari aniaya (kedholiman) kepada keadilan Islam.

Ciri yang jelas dari jihad fi-sabilillah adalah perjuangan yang sesuai dengan
ajaran Islam yang benar, berdasarkan Al-Quran dan As Sunnah, tidak
dicampuri dengan unsur-unsur kesukuan dan kebangsaan, tidak dicampuri
dengan faham kapitalis barat atau sosialisme timur, dan senantiasa
menjadikan Islam sebagai dasar, sumber, tujuan, arah, pedoman dan
penuntun dalam perjuangan.

8. Ibnu Sabil

Ibnu Sabil adalah orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan dan tidak
dapat mendatangkan bekal tersebut dengan cara apapun, atau orang yang
hendak melaksanakan perjalanan yang sangat penting (dharurat) sedang ia
tidak memiliki bekal.

2. ORANG YANG HARAM MENERIMA ZAKAT

a. Orang yang kafir dan mulhid (atheis) secara umum orang kafir tidak
berhak (haram) menerima bagian dari harta zakat, tapi boleh menerima
shadaqah (sunnah) kecuali mereka termasuk dalam kategori muallaf

b. Orang kaya dan orang mampu berusaha. Seseorang dikatakan kaya,


apabila ia memiliki sejumlah harta yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan pokok diri dan keluarganya, sampai ia mendapatkan harta
berikutnya. Atau seseoranng yang memiliki harta yang cukup untuk
menjamin kelangsungan hidupnya dari waktu ke waktu.

c. Keluarga Bani Hasyim dan Bani Muthalib (Ahlul Bait)

Keluarga Bani Hasyim yaitu Keluarga Ali bin Abi Thalib, keluarga Abdul
Muthallib, kelurga Abbas Bin Abdul Muthallib dan keluarga Rasullah SAW
diharamkan untuk menerima zakat. Hal ini berlaku apabila negara tidak
menjamin kebutuhan hidup mereka, akan tetapi apabila negara tidak
menjaminnya, maka kedudukan mereka sama dengan anggota masyarkat
yang lain, dan berhak untuk menerima zakat apabila termasuk dalam
kategori mustahiq zakat.

d. Orang yang menjadi tanggung jawab para wajib zakat (muzakki)

Muzakki adalah orang kaya. Artinya ia masih memiliki kelebihan harta


setelah digunakan untuk mencukupi diri dan keluarganya (orang yang
menjadi tanggung jawabnya). Oleh sebab itu, jika ia melihat para anggota
keluarganya masih terdapat kekurangan, maka ia berkewajiban untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya terlebih dahulu. Dan jika masih
memiliki kelebihan (mencapai nishab) barulah ia terkena wajib zakat. Jadi
tidak dibenarkan seorang suami berzakat kepada istri atau orang tuanya.

BAB VIII
HIKMAH ZAKAT

akat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda, transendental dan


horisontal. Oleh sebab itu, zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan
Zummat manusia, terutama ummat Islam. Zakat memiliki banyak hikmah,
baik yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun
hubungan sosial kemasyarakatan diantara manusia, antara lain :

1. Menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhuafa dan lemah


papa, untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Dengan kondisi
tersebut mereka akan mampu malaksanakan kewajiban-kewajibannya
terhadap Allah SWT.
2. Memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dari diri manusia
yang biasa timbul dikala ia melihat orang-orang disekitarnya berkehidupan
cukup, apalagi mewah. Sedang ia sendiri tak punya apa-apa dan tidak ada
uluran tangan dari mereka (orang kaya) kepadanya.
3. Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan jiwa
(menumbuhkan ahlaq mulia, menjadi murah hati, memiliki rasa
kemanusiaan yang tinggi) dan mengikis sifat bakhil (kikir) dan serakah
yang menjadi tabiat manusia, sehingga dapat merasakan ketenangan
batin karena terbebas dari tuntutan Allah dan tuntutan kewajiban
kemasyarakatan.
4. Dapat menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri
diatas prinsip-prinsip : Ummatan Wahidan (ummat yang satu), Musawah
(persamaan derajat, hak dan kewajiban), Ukhuwah Islamiyah
(Persaudaraan Islam), dan Takaful Ijtimai (tanggung jawab bersama).
5. Menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan dalam distribusi
harta (social distrution) keseimbangan dalam kepemilikian harta (social
ownership), dan keseimbangan tanggung jawab individu dalam
masyarakat.
6. Zakat adalah ibadah maaliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi
ekonomi atau pemerataan karunia Allah dan merupakan perwujudan
solidaritas sosial, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persaudaraan
ummat dan bangsa sebagai penghubung antara golongan kuat dan lemah.
7. Dapat mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera dimana hubungan
seorang dengan lainnya rukun, damai dan harmonis yang dapat
menciptakan situasi yang tenteram dan aman lahir dan batin. Dalam
masyarakat seperti itu akan tumbuh lagi bahaya komunisme (Atheis) dan
paham atau ajaran yang sesat dan menyesatkan. Sebab, dengan dimensi
dan fungsi ganda zakat, persoalan yang dihadapi kapitalisme sudah
dijawab. Akhirnya sesuai janji Allah, akan tercipta sebuah masyarakat
baldatun thoyyibatun wa rabbun ghafur.

DAFTAR PUSTAKA

1. Al-Qur’an al Karim
2. Tafsir Al-Qur’an Al Adzim, Al Hafidz Abu Alfida ‘Ismail Ibnu Katsir (MD 774
H)
3. Al Mu’jam Al Mufahris li Alfadz Al-Qur’an Al Karim, Ustaz Muhammad Fuad
Abdul Baqi, Daar Al Fikr, 1407 H
4. At Tibyan fi Ulum Al-Qur’an, Muhammad Aly Ash Shabuny, 1390 H
5. Al Jami’ Ash Shahih, Imam Muhammad bin Ismail Al Bukhari, (MD 256)
6. Shahih Muslim, Imam Muslim Bin Al Hajjah Al Qusyairi Al Naisaburi (MD
261 H)
7. Bustanul Ahbar – Mukhtashar – Nailul Author, Asy Syekh Faisal bin Abdul
Azis Al Mubarak, Kairo – Mesir, 1374 H
8. Pedoman Zakat, Prof DR. Hasbi Asy Syiddieqy, Bulan Bintang, Jakarta,
1953 M
9. Fiqh Az Zakat, Prof. DR. Qardawi, muassasah Ar Risalah, Bairur Libanon,
1973 M
10. Al Fiqh Al Manhaji’ Ala Madzhabi Imam Asy Syafii, Dr. Musthofa, et .al,
Darul Qalam – Damsyik, 1987 M
11. Musykilah Al Fakr wa Kaifa’ Alajaha Al Islam, Prof. DR. Yusuf Qardawi,
Maktabah Wabbah, Kairo – Mesir, 1977 M
12. Minhaj Ash Shalihin, Izzudin Baliq, Beirut – Libanon, 1398 H
13. Islamic Economic; Theory and Practice, Muhammad Abdul Manan, pent.
Potan Arif Harahap, Jakarta, 1922 M.

Anda mungkin juga menyukai