Anda di halaman 1dari 11

Tari Andun

Tari Andun merupakan salah satu tarian rakyat yang dilakukan pada saat pesta
perkawinan. Biasanya dilakukan oleh para bujang dan gadis secara berpasangan pada
malam hari dengan diringi musik kolintang. Pada zaman dahulu, tari andun biasanya
digunakan sebagai sarana mencari jodoh setelah selesai panen padi. Sebagai bentuk
pelestariannya, saat ini dilakukan sebagai salah satu sarana hiburan bagi masyarakat
khususnya bujang gadis.

1. Tari Bambangan Cakil

Tari Bambangan Cakil merupakan seni identitas Jawa Tengah, berasal dari Surakarta
dan menggambarkan peperangan antara kebaikan dan kejahatan. Tari ini mengandung
nilai filosofi yang tinggi, dimana kejahatan, kesombongan, kecongkakan dan
sebagainya ternyata tidak ada artinya, karena akan tertumpas habis oleh kebaikan.
Tari ini begitu artistik, biasanya dimainkan oleh wanita (berperan sebagai Arjuna) dan
laki-laki (berperan sebagai Cakil). Durasinya sekitar 20 menit. Fungsi tarian ini
adalah untuk hiburan atau upacara
2. Tari Bedana

Tari Bedana adalah tari muda/i Lampung. Tarian ini biasa dibawakan oleh pemuda/i
dalam acara2 adat dan acara2 yang tidak resmi sebagai ungkapan rasa gembira.

Tari Bedana adalah salah satu jenis seni Tari masyarakat Suku Lampung, baik
Lampung Pepadun maupun Lampung Sebatin. Namun masing-masing memiliki
karakteristik, baik dari alat musik yang digunakan maupun gerakan tarinya.

Menurut informasi, Tari Bedana masyarakat Lampung Pepadun memiliki warna


musik dan gerak yang lebih kaya. Hal ini dapat dimaklumi karena watak khas
masyarakat ini lebih terbuka dan berani dibandingkan masyarakat Lampung Sebatin.
Masyarakat yang disebutkan terakhir ini dikenal lebih halus perangainya, dan
cenderung membatasi diri. Namun pada umumnya mereka semua ramah dan baik
hati.

3. Beksan Lawung Ageng atau Lawung Gagah

Beksan Lawung Ageng atau Lawung Gagah Merupakan salah satu bentu genre yang
disebut wiring atau beksan sekawanan yang sangat heroic, sesuai dengan jiwa
penciptanya yaitu Pangeran Mangkubumi sebagai Pendiri Kraton Ngayogyakarta
Hadiningrat dengan penuh perjuangan yang gigih dan militant. Disamping itu lawung
ageng ini hamper selalu hadir dalam upacara perkawinan agung Kraton
Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai sebuah ritus kesuburan yang secara simbolis
menjadi ajaran yang menyertai perjalanan hidup dalam awal menempuh bahtera hidup
baru.
Tari Bines

Tari Bines merupakan tarian tradisional yang berasal dari kabupaten Gayo Lues. Tari
Bines merupakan bentuk tarian yang dimainkan oleh 12-14 orang perempuan dengan
gerakan mengayunkan tangan dan diikuti irama gerakan badan serta alunan lagu-lagu
Gayo yang di bawakan oleh salah satu penari. Mereka menyanyikan syair yang
berisikan dakwah atau informasi pembangunan. Para penari melakukan gerakan
dengan perlahan kemudian berangsur-angsur menjadi cepat dan akhirnya berhenti
seketika secara serentak.

Tari ini juga merupakan bagian dari tari Saman saat penampilannya. Hal yang
menarik dari tari Bines adalah beberapa saat mereka diberi uang oleh pemuda dari
desa undangan dengan menaruhnya diatas kepala perempuan yang menari.

Tarian ini adlah tarian untuk menyambut para tamu penting dalam adat dan budaya
Gayo.

4. Tari Bosara

Tarian ini berasal dari SiLAwesi selatan. Pada tarian


ini, Gerakan-gerakan badannya sangat luwes. Tari
Bosara merupakan tarian untuk menyambut para tamu
terhormat
Tari Cakalele

Tarian Cakalele atau tarian kebesaran adalah tarian perang yang saat ini lebih sering
dipertunjukan untuk menyambut tamu agung maupun untuk acara yang bersifat adat.

Cakalele merupakan tarian tradisional Maluku yang


dimainkan oleh sekitar 30 laki-laki dan perempuan.
Para penari cakalele pria biasanya menggunakan
parang dan salawaku sedangkan penari wanita
menggunakan lenso (sapu tangan). Cakelele
merupakan tarian tradisional khas Maluku.

Para penari laki-laki mengenakan pakaian perang yang didominasi oleh warna merah
dan kuning tua. Di kedua tangan penari menggenggam senjata pedang (parang) di sisi
kanan dan tameng (salawaku) di sisi kiri, mengenakan topi terbuat dari alumunium
yang diselipkan bulu ayam berwarna putih. Sementara, penari perempuan
mengenakan pakaian warna putih sembari menggenggam sapu tangan (lenso) di
kedua tangannya. Para penari Cakalele yang berpasangan ini, menari dengan diiringi
musik beduk (tifa), suling, dan kerang besar (bia) yang ditiup.

Keistimewaan tarian ini terletak pada tiga fungsi simbolnya. (1) Pakaian berwarna
merah pada kostum penari laki-laki, menyimbolkan rasa heroisme terhadap bumi
Maluku, serta keberanian dan patriotisme orang Maluku ketika menghadapi perang.
(2) Pedang pada tangan kanan menyimbolkan harga diri warga Maluku yang harus
dipertahankan hingga titik darah penghabisan. (3) Tameng (salawaku) dan teriakan
lantang menggelegar pada selingan tarian menyimbolkan gerakan protes terhadap
sistem pemerintahan yang dianggap tidak memihak kepada masyarakat.

Tari Campak

Tari Campak merupakan tarian dari daerah Bangka-Belitung yang menggambarkan


keceriaan bujang dan dayang di Kepulauan Bangka Belitung. Tarian ini biasanya
dibawakan setelah panen padi atau sepulang dari ume (kebun).

Tari ini digunakan juga sebagai hiburan dalam berbagai kegiatan seperti penyambutan
tamu atau pada pesta pernikahan di Bangka Belitung. Tarian ini berkembang pada
masa pendudukan bangsa Portugis di Bangka Belitung. Hal ini bisa dilihat dari
beberapa ragam pada tari Campak antara lain akordion dan pakaian pada penari
perempuan yang sangat kental dengan gaya Eropa.

Tari Cokek

Tari Cokek merupakan


tarian yang berasal dari
budaya Betawi Tempo
Doloe. Dewasa ini
orkes gambang
kromong biasa
digunakan untuk
mengiringi tari
pertunjukan kreasi
baru, pertunjukan
kreasi baru, seperti tari
Sembah Nyai, Sirih
Kuning dan
sebagainya, disamping
sebagai pengiring tari pergaulan yang disebut tari cokek. Tari cokek ditarikan
berpasangan antara laki-laki dan perempuan. Tarian khas Tanggerang ini diwarnai
budaya etnik China. Penarinya mengenakan kebaya yang disebut cokek. Tarian
cokek mirip sintren dari Cirebon atau sejenis ronggeng di Jawa Tengah. Tarian ini
kerap identik dengan keerotisan penarinya, yang dianggap tabu oleh sebagian
masyarakat.

Sebagai pembukaan pada tari cokek ialah wawayangan. Penari cokek berjejer
memanjang sambil melangkah maju mundur mengikuti irama gambang kromong.
Rentangan tangannya setinggi bahu meningkah gerakan kaki.

Setelah itu mereka mengajak tamu untuk menari bersama,dengan mengalungkan


selendang. pertama-tama kepada tamu yang dianggap paling terhormat. Bila yang
diserahi selendang itu bersedia ikut menari maka mulailah mereka ngibing, menari
berpasang-pasangan. Tiap pasang berhadapan pada jarak yang dekat tetapi tidak
saling bersentuhan. Ada kalanya pula pasangan-pasangan itu saling membelakangi.
Kalau tempatnya cukup leluasa biasa pula ada gerakan memutar dalam lingkaran yang
cukup luas. Pakaian penari cokek biasanya terdiri atas baju kurung dan celana panjang
dari bahan semacam sutera berwarna.

Ada yang berwarna merah menyala, hijau, ungu, kuning dan sebagainya, polos dan
menyolok. Di ujung sebelah bawah celana biasa diberi hiasan dengan kain berwarna
yang serasi. Selembar selendang panjang terikat pada pinggang dengan kedua
ujungnya terurai ke bawah Rambutnya tersisir rapih licin ke belakang. Ada pula yang
dikepang kemudian disanggulkan yang bentuknya tidak begitu besar, dihias dengan
tusuk konde bergoyang-goyang.
5. Tari Didong

Tari Didong
merupakan tarian
yang sangat terkenal
di Aceh Tengah. Tari
ini biasanya
ditampilkan pada saat
acara pernikahan,
pertemuan. Tari juga
bisanya dimainkan
pada saat bulan
purnama di malam
hari. Setiap desa di Aceh biasanya memiliki sebuah team Tari Didong yang memiliki
syair-syair yang khas. Syair-syair yang disampaikan pada saat penampilan team ini
merupakan syair-syair yang spontan yang disesuaikan dengan acara yang sedang
berlangsung. Sehingga syair-syair yang dibawakan oleh 11 penari yang duduk bersila
bersebelahan dengan irama bantal kecil yang dipukulkan bisa menyiratkan rasa sedih,
gembira, tradisi, sosial, nasihat, maupun pesan-pesan yang dapat menggugah siapapun
yang menyaksikannya.

6. Tari Guel

Tari Guel adalah salah satu khasanah


budaya Gayo di NAD. Guel berarti
membunyikan. Khususnya di daerah
dataran tinggi gayo, tarian ini memiliki
kisah panjang dan unik. Para peneliti dan
koreografer tari mengatakan tarian ini
bukan hanya sekedar tari. Dia merupakan
gabungan dari seni sastra, seni musik dan
seni tari itu sendiri.

Dalam perkembangannya, tari Guel


timbul tenggelam, namun Guel menjadi
tari tradisi terutama dalam upacara adat
tertentu. Guel sepenuhnya apresiasi
terhadap wujud alam, lingkkungan
kemudian dirangkai begitu rupa melalui
gerak simbolis dan hentakan irama. Tari
ini adalah media informatif. Kekompakan
dalam padu padan antara seni satra,
musik/suara, gerak memungkinkan untuk dikembangkan (kolaborasi) sesuai dengan
semangat zaman, dan perubahan pola pikir masyarakat setempat. Guel tentu punya
filosofi berdasarkan sejarah kelahirannya. Maka rentang 90-an tarian ini menjadi
objek peneilitian sejumlah survesor dalam dan luar negeri.

Tari Gending Sriwijaya

Tarian Gending Sriwijaya


merupakan tari adat
masyarakat Sumatera
Selatan yang
mencerminkan sikap tuan
rumah yang ramah,
bahagia, tulus dan
terbuka terhadap tamu.
Tarian ini bertujuan
menyambut tamu
istimewa yang bekunjung
ke daerah, seperti kepala
negara, kepala
pemerintahan dan pihak mempelai besan dalam perayaan perkawinan.

Tarian digelarkan 9 penari muda dan cantik-cantik yang berbusana Adat Aesan Gede,
Selendang Mantri, Paksangkong, Dodot dan Tanggai. Mereka merupakan penari inti
yang dikawal dua penari lainnya membawa payung dan tombak. Sedang di belakang
sekali adalah penyanyi Gending Sriwijaya. Namun saat ini peran penyanyi dan musik
pengiring ini sudah lebih banyak digantikan tape recorder.

Dalam bentuk aslinya musik pengiring ini terdiri dari gamelan dan gong. Sedang
peran pengawal terkadang ditiadakan, terutama apabila tarian itu dipertunjukkan
dalam gedung atau panggung tertutup. Penari paling depan membawa tepak sebagai
Sekapur Sirih untuk dipersembahkan kepada tamu istimewa yang datang, diiringi dua
penari yang membawa pridon terbuat dari kuningan.

Dahulu kala persembahan Sekapur Sirih ini menurut dilakukan oleh putri Sultan atau
bangsawan. Pembawa pridon biasanya adalah sahabat akrab atau inang pengasuh sang
putri. Demikianlah pula penari-penari lainnya. Tari Gending Sriwijaya dan lagu
pengiringnya, diciptakan tahun 1944 untuk mengingatkan para pemuda bahwa para
nenek moyang adalah bangsa besar yang menghormati persaudaraan dan persahabatan
antar manusia dan hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta.

7. Tari Jaipongan

Jaipongan adalah sebuah genre


seni tari yang lahir dari
kreativitas seorang seniman
asal Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah
satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul
perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau
Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak
mincid dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk
mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan. Tarian
ini dapat berfungsi sebagai hiburan

8. Tari Jangget

Tarian ini berasal dari Lampung.Tari


Jangget, adalah tarian untuk upacar-
upacara peradatan. Tarian ini
melambangkan keluhuran budi dan susila
rakyat Lampung.

9. Tori Joged Lambak

Tori Joged Lambak, adalah


tarian yang berasal dari
Daeerah Riau.Tarian ini
juga merupakan tari
pergaulan muda-mudi, yang
sangat populer dan
disenangi. Tarian ini dapat
berfungsi sebagai hiburan.
Tari Kanjar

Tarian ini merupakan ritual yang dilakukan pada


upacara keagamaan suku Hindu Kaharingan dari suku
Dayak Bukit.

Wujud tarian ini berupa gerakan berputar-putar


mengelilingi suatu poros berupa altar tempat
meletakan sesaji (korban). Jadi mirip dengan tarian upacara ritual pada suku Dayak
rumpun Ot Danum lainnya, misalnya pada suku Dayak Benuaq di Kalimantan Timur.
Tarian ini dilakukan para lelaki, sedangkan tarian serupa oleh wanita disebut
babangsai.

Tari Kecak

Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada
pada kondisi tidak sadar.

Tari kecak merupakan pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan tahun 1930-an,
dimainkan oleh puluhan laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama
tertentu menyerukan kata "cak" dan mengangkat kedua lengannya.

Para penari yang duduk melingkar mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur
melingkari pinggang mereka.

Tarian ini menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama
melawan Rahwana. Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang yaitu tradisi
tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar, melakukan komunikasi
dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-
harapannya kepada masyarakat.

Wisatawan yang berminat menyaksikan Tari Kecak dapat memilih satu di antara tiga
lokasi pertunjukan, antara lain di Pura Luhur Uluwatu, di Desa Batubulan, serta di
Jalan Hanoman.

Keistimewaan Tari Kecak yaitu tidak mengandalkan alat musik untuk mengiringi
tarian, melainkan paduan suara para penarinya. Tari Kecak juga dikenal dengan
sebutan Tarian Kecak dan Api. Pertunjukan terkahir ini semacam bonus yang dapat
mengundang decak kagum para penonton.
Tari ini dapat berfungsi sebagai hiburan.

10. TARI LARIANGI

Tari Lariangi merupakan bentuk tarian hiburan bagi masyarakat Wakatobi, tarian ini
biasanya dimainkan oleh dua belas orang gadis remaja desa setempat. Tarian ini
sangat eksotik terutama kostumnya. Nama kostum tarian ini sama dengan nama tarian
yaitu Lariangi. Tarian ini dilakukan sambil bernyanyi. Dahulu tarian ditampilkan
untuk menyambut para tamu kerajaan.

Dulunya, Lariangi dimainkan di istana raja yang berfungsi sebagai penerangan.


Karena itu, Lariangi diwujudkan dalam gerakan dan nyanyian. Mereka bernyanyi
dengan menggunakan bahasa Kaledupa kuno. Saat ini, bahasa ini sudah tidak
dipergunakan dalam percakapan sehari-hari.

Lariangi terdiri dari dua suku kata. Lari dan Angi. Lari berarti menghias atau
mengukir. Angi berarti orang-orang yang berhias dengan berbabagai ornamen untuk
menyampaikan informasi, dengan maksud untuk memberikan nasehat. Bisa juga
menjadi hiburan dengan gerakan tari dan nyanyian.

Sebagai perwujudan dari Lari adalah pakaian para penari yang terdiri dari kain,
manik-manik, hiasan sanggul, logam berukir untuk gelang, kalung, dan hiasan sarung.
Misalnya saja, hiasan sanggul yang dinamakan pantau seperti sebuah radar. Atau
hiasan rambut yang rumit sekali membuatnya. Hanya orang tertentu yang bisa
membuat hiasan rambut ini. Angi diwujudkan dalam bentuk gerakan dan nyanyian.

Tari ini bedurasi 10 menit. Selama sepuluh menit in, kami akan melihat sepuluh orang
perempuan cantik menari dan bernyanyi. Tarian didominasi oleh gerakan duduk dan
melingkar dengan mengibaskan lenso atau kipas.

Klimaks tarian ini ada di akhir. Yaitu gerakan yang dinamakan dengan nyibing.
Nyibing dilakukan oleh dua orang penari lelaki. Mereka menari mengelilingi dua
orang penari perempuan. Ini mengandung maksud, para lelaki, dalam kondisi apapun
harus tetap melindungi para perempuan.
Tari Laweut

Tari Laweut berasal dari kata Selawat,


yaitu suatu sanjungan yang ditujukan
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.
Tarian ini berasal dari Pidie.
Gerak tari ini, yaitu penari dari arah kiri atas
dan kanan atas dengan jalan gerakan barisan
memasuki pentas dan langsung membuat
komposisi berbanjar satu, menghadap
penonton, memberi salam hormat dengan mengangkat kedua belah tangan sebatas
dada, kemudian mulai melakukan gerakan-gerakan tarian. Tarian ini berfungsi juga
sebagai hiburan...

Anda mungkin juga menyukai