Al-Quran adalah kitab suci yang diwahyukan oleh Allah SWT melalui malaikat
Jibril yang kemudian diteruskan kepada Nabi Muhammad saw untuk disampaikan
kepada seluruh umat. Yakni tidak hanya sebatas manusia saja melainkan
menyeluruh “rahmatan lil ‘alamin” ke segenap alam. Baik alam gaibah (non
fisik) ataupun alam basyariyah (fisikal).
Al-Quran adalah satu di antara dua peninggalan Nabi (al-Quran dan al-hadis)
dimana seorang hamba tidak akan pernah tersesat dalam mengarungi kehidupan
ini selama berpegang teguh padanya. Karena itu dalam beberapa sabdanya nabi
Muhammad saw tak henti-hentinya memotifasi umatnya agar selalu menjadikan
al-Quran sebagai bacaan utama.
Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar ra, Nabi saw
menggambarkan bahwa derajat seorang hamba kelak di hari kiamat bergantung
pada seberapa gemar, seberapa banyak, serta seberapa istiqamahkah seorang
hamba membaca dan mengamalkan al-Quran.
“Bacalah, dan terus tambah kualitas dan kuantitas bacaanmu, karena derajatmu
di akhirat bergantung pada bacaanmu di dunia.”
Dalam kesempatan lain pun Nabi saw berkata kepada para sahabat,
“sesungguhnya Allah SWT memiliki keluarga (dari golongan manusia) di dunia
ini.” Setelah berkata demikian, kontan, para sahabat bertanya dengan penuh
penasaran. “siapakah mereka ya Rasulallah?.” Lalu Nabi saw menjawab,
“mereka adalah para ahlul quran (gemar membaca dan mengamalkan al-
Quran), mereka semua adalah keluarga Allah yang di khususkan.” (hadis riwayat
Anas ra.) Rasanya tidak ada the best family selain menjadi keluarga Allah SWT.
Maka masih layakkah jika seorang hamba berpaling lalu mencari keluarga lain
selain menjadi bagian dari keluarga besar-Nya.
Masih banyak motifasi dan informasi lain tentang keistimewaan membaca al-
Quran dari Rasulullah saw yang menjelaskan begitu tinggi dan mulianya al-
Quran. Dimana posisi al-Quran tak tergantikan (selain sebagai bacaan primer) pun
sebagai sumber dan pedoman hidup. Oleh karena itu, wajar jika ulama
menjastifikasi bahwa membaca al-Quran memiliki unsur ibadah “muta’abbad bi
tilawatih.” Yakni berpahala jika dibaca dan dosa ketika tidak membaca atau
bahkan salah saat membaca. Dari sinilah para ulama merancang beberapa kaidah
dan ilmu-ilmu (seperti ilmu tajwid dan qiraah) supaya para pembaca al-Quran
lebih berhati-hati dan meminimalisir kesalahan. Namun, tidak hanya cukup di sini
saja. Para ulama pun telah merangkum dan menetapkan beberapa tata cara atau
adab saat membaca demi menjaga sisi keagungan, kesucian, dan kesakralan al-
Quran.
8. Bagian dari adab membaca yaitu hendaknya para qari' membaca secara
berurutan, sebab demikianlah turunnya al-Quran (tauqifi). Sebuah
hadis yang diriwayatkan Ibn Mas'ud, "suatu saat Rasulullah saw
ditanya oleh seorang sahabat yang cara membaca al-Qurannya
secara acak, random. Lalu beliau menjawab bahwa yang demikian itu
menandakan akan lemahnya hati orang tersebut."
2. Pilih tempat yang sesuai. Misalnya, di masjid atau sebuah ruangan di rumah
yang dikosongkan dari gangguan dan kegaduhan. Meski begitu, membaca Al-
Qur’an saat duduk dengan orang banyak, di kendaraan, atau di pasar,
dibolehkan. Hanya saja kondisi seperti itu kurang maksimum untuk memberi
bekas di hati Anda.
3. Pilih cara duduk yang sesuai. Sebab, Anda sedang menerima pesan Allah swt.
Jadi, harus tampak ruh ibadahnya. Harus terlihat ketundukan dan kepasrahan di
hadapan-Nya. Arahkan wajah Anda ke kiblat. Duduk terbaik seperti saat
tasyahud dalam shalat. Jika capek, silakan Anda mengubah posisi duduk. Tapi,
dengan posisi yang menunjukkan penghormatan kepada Kalam Allah.
4. Baca Al-Qur’an dalam keadaan diri Anda suci secara fisik. Harus suci dari
jinabah. Bila Anda wanita, harus suci dari haid dan nifas. Berwudhulah. Tapi,
Anda boleh membaca atau menghafal Al-Qur’an tanpa wudhu. Sebab, tidak
ada nash yang mensyaratkan berwudhu sebagai syarat sah membaca Al-
Qur’an. Bahkan, para ulama menfatwakan boleh membaca Al-Qur’an bagi
wanita yang belajar dan mengajarkan Al-Qur’an saat ia sedang haid atau nifas
dengan alasan darurat.
5. Sucikan semua indera Anda -lidah, mata, telinga, hati– yang berhubungan
dengan tilawah Al-Qur’an dari perbuatan maksiat. Sesungguhnya Al-Qur’an
itu seperti hujan. Batu tidak akan menyerap air hujan. Air hujan hanya
berinteraksi dengan lahan yang siap menyerap segala keberkahan. Jadi, jangan
Anda bungkus lidah, mata, telinga, dan hati dengan lapisan masiat, dosa, dan
kemunkaran yang kedap dari limpahan rahmat membaca Al-Qur’an.
6. Hadirkan niat yang ikhlas hanya kepada Allah swt. Dengan begitu tilawah yang
Anda lakukan akan mendapat pahala. Ketahuilah, amal dinilai berdasarkan
niat. Sedangkan ilmu, pemahaman, dan tadabbur adalah nikmat dan rahmat
yang murni dari Allah. Dan rahmat Allah tidak diberikan kepada orang yang
hatinya bercampur aduk dengan niat-niat yang lain.
7. Berharaplah akan naungan dan lindungan Allah swt. seperti orang yang
kapalnya sedang tenggelam dan mencari keselamatan. Dengan perasaan itu
Anda akan terbebas dari rasa memiliki daya dan upaya, ilmu, akal,
pemahaman, kecerdasan, serta keyakinan secara pasti. Sebab, kesemuanya itu
tidak akan berarti tanpa Allah swt. menganugerahkan tadabbur, pemahaman,
pengaruh, dan komitmen untuk beramal kepada diri Anda.
9. Kosongkan jiwa Anda dari hal-hal yang menyita perhatian, kebutuhan, dan
tuntutan yang harus dipenuhi sebelum membaca Al-Qur’an. Jika tidak, semua
itu akan terbayang saat Anda membaca Al-Qur’an. Pintu tadabbur pun tertutup.
Jadi, selesaikan dulu urusan Anda jika sedang lapar, haus, pusing, gelisah,
kedinginan, atau ingin ke toilet. Setelah itu, baru baca Al-Qur’an dengan haqul
tilawah.
10. Saat membaca, batasi pikiran Anda hanya kepada Al-Qur’an saja. Pusatkan
pikiran, buka jendela pengetahuan, dan tadabburi ayat-ayat dengan sepenuh
jiwa, perasaan, cita rasa, imajinasi, pemikiran, dan bisikan hati. Dengan begitu,
Anda akan merasakan limpahan rahmat dan lezatnya membaca Al-Qur’an.
12. Rasakan keagungan Allah swt. Yang Mahabesar yang dengan kemurahannya
memancarkan nikmat dan anugerah-Nya kepada Anda. Pengagungan ini akan
menumbuhkan rasa takzim Andfa kepada Allah dan Kalam-Nya. Dengan
begitu interasi, tadabbur, dan tarbiyah Anda dengan Al-Qur’an akan memberi
bekas, makna, hakikat, pelajaran, dan petunjuk yang sangat luar biasa
manfaatnya.
13. Perhatikan ayat-ayat untuk ditadabburi. Pahami maknanya. Resapi hakikat-
hakikat yang terkandung di dalamnya. Kaitkan juga dengan berbagai ilmu,
pengetahuan, dan pelajaran yang bisa menambah pengayaan Anda tentang
ayat-ayat tersebut. Inilah tujuan tilawah. Tilawah tanpa tadabbur, tidak akan
melahirkan pemahaman dan memberi bekal apa pun pada Anda. Al-Qur’an
hanya sampai di tenggorokan Anda. Tidak sampai ke hati Anda.
14. Hanyutkan perasaan dan emosi Anda sesuai dengan ayat-ayat yang Anda baca.
Bergembiralah saat membaca kabar gembira. Takutlah saat membaca ayat
peringatan dan tentang siksaan. Buka hati saat membaca ayat tentang perintah
beramal. Koreksi diri saat bertemu tilawah Anda membaca sifar-sifat orang
munafik. Resapi ayat-ayat yang berisi doa. Dengan begitu hati Anda hidup dan
bergetar sesuai dengan sentuhan setiap ayat. Inilah ciri orang beriman yang
sejati dengan imannya (Al-Anfal: 2).
15. Rasakan bahwa diri Anda sedang diajak berbicara Allah swt. lewat ayat-ayat-
Nya. Berhentilah sejenak saat bertemu dengan ayat yang didahului dengan
kalimat “Wahai orang-orang yang beriman…, hai manusia….” Rasakan setiap
panggilan itu hanya untuk Anda. Dengan begitu lanjutan ayat yang berisi
perintah, larangan, teguran, peringatan, atau arahan akan dapat Anda respon
dengan baik. Kami dengar dan kami taat. Bukan kami dengarin lalu kami
cuekin.