Anda di halaman 1dari 42

I.

PENDAHULUAN

Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan infeksi retrovirus RNA

yang dulunya disebut sebagai “human T lymphotrophic virus III” (HTL-III).

Infeksi HIV akan menyebabkan immunodefisieansi. Virus HIV bisa ditularkan

oleh penderita HIV melalui beberapa cara yaitu hubungan seksual, berbagi jarum

suntik atau syringe, transfuse darah dan organ serta melalui ibu hamil kepada

bayinya (Scully, 2004).

Terdapat dua virus utama pada infeksi HIV yaitu HIV-1 yang sejauh ini

paling umum di dunia dan HIV-2 yang menyebar terutama di Afrika Barat. Pintu

masuk utama HIV ke dalam tubuh adalah melalui darah dan mukosa yang terbuka

pada vagina, vulva, rectum, penis dan juga pada oral cavity (Scully, 2002).

Klasifikasi infeksi HIV yang paling sering digunakan adalah yang dipublikasi oleh

U.S. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 1986, yang

berdasarkan kondisi tertentu yang terkait dengan infeksi HIV. Pada tahun 1993,

klasifikasi CDC telah direvisi menjadi (CDC 1993b) (Hoffmann dkk., 2007).

Perawatan yang paling efektif untutk HIV/AIDS adalah beberapa tipe

medikasi antiretroviral. Perawatan pada penderita HIV membutuhkan terapi

kombinasi yaitu highly active antiretroviral therapy (HAART). Perawatan pada

pasien HIV dimulai apabila terjadi immunnosupresan yaitu CD4 <500, dan juga

adanya infeksi kronis (Little dkk., 2004).

1
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI HIV

Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan infeksi retrovirus RNA

yang dulunya disebut sebagai “human T lymphotrophic virus III” (HTL-III).

Infeksi HIV akan merusak limfosit T, terutama CD4+, yang akan menyebabkan

imunodefisiensi. Hal ini akan menjadi predisposisi terhadap infeksi virus, fungi,

mycobacteria atau parasit. Seiring dengan waktu, HIV akan menjadi Acquired

Immune Deficiency Syndrome (AIDS), apabila limfosit T CD4+ di bawah 200

cells/µl disertai infeksi HIV (Scully, 2004).

B. CARA PENULARAN

Menurut Scully (2004), virus HIV terdapat pada jaringan (tissue) dan

cairan tubuh (darah dan saliva) individu yang terinfeksi HIV dan bisa menularkan

virus HIV melalui :

1. Hubungan seksual. Kebanyakannya melalui seks heteroseksual yaitu

hubungan seksual antar lelaki dan lelaki. Penularan melalui anal lebih

berisiko dibanding vaginal.

2. Berbagi jarum atau syringes, biasanya pada pengguna narkoba.

3. Transfusi darah dan tranplantasi organ. Namun, penularan melalui cara ini

sudah berkurang karena sudah banyak negara yang terlebih dahulu

melakukan screening HIV pada pendonur darah atau organ),

2
4. Penularan melalui ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya melalui

plasenta dan breast-feeding.

C. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS HIV

Terdapat dua virus utama pada infeksi HIV, yang hanya mempunyai

sedikit perbedaan pada pathogenesis, manifestasi infeksi, perawatan dan prognosis

yaitu HIV-1 yang sejauh ini paling umum di dunia dan HIV-2 yang menyebar

terutama di Afrika Barat (Scully, 2004).

Pada individu yang terinfeksi,biasanya virus akan membentuk antibody

dalam waktu 6-12 minggu. Kebanyakan individu yang terinfeksi HIV akan berada

dalam fase viremia selama 2-6 minggu. Pada kasus yang langka, bisa selama 35

bulan.periode inkubasi AIDS pada kebanyakan individu yang terinfeksi HIV

adalah 10-12 tahun. Kira-kira 30% penderita AIDS yang meninggal setelah 3

tahun didiagnosa AIDS dan kira-kira 50% hidup selama 10 tahun (Little dkk.,

2002).

Pintu masuk utama HIV ke dalam tubuh adalah melalui darah dan mukosa

yang terbuka pada vagina, vulva, rectum, penis dan juga pada oral cavity. HIV

yang masuk ke dalam tubuh menuju kelenjar limfe dan berada dalam sel dendritik

selama beberapa hari (Greenberg dkk., 2008). Kemudian terjadi sindrom retroviral

akut seperti flu disertai viremia hebat dengan keterlibatan berbagai kelenjar limfe.

Sindrom ini akan hilang sendirir setelah 1-3 minggu, karena kadar virus yang

tinggi dalam darah dapat diturunkan oleh sistem imun tubuh. Proses ini

3
berlangsung berminggu-minggu sampai terjadi keseimbangan antara pembentukan

virus baru dan upaya eliminasi respon imun. Titik keseimbangan disebut set point.

Apabila angka ini tinggi, perjalanan penyakit menuju AIDS akan berlangsung

cepat (Tjay, 2000).

Tahap selanjutnya adalah serokonversi yaitu perubahan antibodi negatif

menjadi positif, terjadi 1-3 bulan setelah infeksi dan pasien akan memasuki masa

tanpa gejala. Pada masa ini terjadi penurunan CD$ secara bertahap (CD4 normal =

800-1.000/mm3) yang terjadi setelah replikasi persisten HIV dengan kadar RNA

virus realtif konstan. Mula-mula penurunan jumlah CD4 sekitar 30-60/tahun,

tetapi pada 2 tahun terakhir penurunan jumlah menjadi cepat sekitar 50-100/tahun

sehingga jika tanpa pengobatan, rata-rata masa infeksi HIV sampai masa AIDS

adalah 8-10 tahun saat jumlah CD4 akan mencapai di bawah 200 (Tjay, 2000).

D. KLASIFIKASI HIV

Menurut Little dkk. (2002), pertama kali terinfeksi HIV, pasien dapat

dikelompok menjadi tiga kelompok yang dapat dilihat pada tabel 1.

Klasifikasi infeksi HIV yang paling sering digunakan adalah yang

dipublikasi oleh U.S. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pada

tahun 1986, yang berdasarkan kondisi tertentu yang terkait dengan infeksi HIV.

Pada tahun 1993, klasifikasi CDC telah direvisi menjadi (CDC 1993b) (Hoffmann

dkk., 2007).

4
Tabel 1. Categorization of HIV Exposure
(Little dkk., 2002)
Kelompok Tanda
Kelompok 1 Immediate post-HIV exposure
Antibodi HIV positif- asimptomatik
Kelompok 2 Progressive Immunosupresan- HIV simptomatik stage.
CD4 < 400
Constitutional symptom (demam, malaise, limfadenopati, diarre,
penurunan berat badan, oral candidiasis)
Kelompok 3 AIDS; CD4 <200
Kaposi’s sarcoma, limfoma, pneumonia, cervical carcinoma,
diarre kronis.
HIV telah menginfeksi CNS yang bisa menyebabkan dimensia.

Tabel 2. Kategori Klinis Pada Klasifikasi CDC untuk Orang Yang Terinfeksi HIV
(Hoffmann dkk., 2007)
Kategori Tanda
Kategori A Infeksi HIV asimptomatis
Akut (primer) infeksi HIV yang disertai dengan penyakit atau
riwayat infeksi HIV akut
Lymphadenopathy yang persisten dan menyeluruh
Kategori B Kondisi simptomatik* yang tidak termasuk pada kondisi dalam
Kategori C. Contohnya, namun tidak tebatas pada:
Bacillary angiomatosis
Candidiasis, oropharyngeal (thrush)
Candidiasis, vulvovaginal; persistent, frequent, or poorly
responsive to therapy
Cervical dysplasia (sedang atau parah)/cervical carcinoma in situ
Constitutional symptoms, misalnya demam (38.5° C) atau diare
yang lebih dari 1 bulan
Hairy leukoplakia, oral
Herpes zoster (shingles), melibatkan paling tidak dua episode yang
terpisah atau lebih dari satu dermatome
Idiopathic thrombocytopenic purpura
Listeriosis
Pelvic inflammatory disease, khususnya jika terdapat komplikasi
dengan tuboovarian abscess
Peripheral neuropathy

5
Kategori Tanda
Kategori C Penyakit AIDS**
Candidiasis of bronchi, trachea, or lungs
Candidiasis, esophageal
Cervical cancer, invasive*
Coccidioidomycosis, disseminated or extra pulmonary
Cryptococcosis, extrapulmonary
Cryptosporidiosis, chronic intestinal (durasi lebih dari 1 bulan)
Penyakit Cytomegalovirus (selain liver, spleen, or nodes)
Cytomegalovirus retinitis (dengan hilangnya penglihatan)
Encephalopathy, HIV-related
Herpes simplex: chronic ulcer(s) (durasi lebih dari 1 bulan); atau
bronchitis, pneumonitis, atau esophagitis
Histoplasmosis, disseminated atau extrapulmonary
Isosporiasis, chronic intestinal (durasi lebih dari 1 bulan)
Kaposi's sarcoma
Lymphoma, Burkitt's (atau istilah sejenis)
Lymphoma, immunoblastic (or equivalent)
Lymphoma, primary, of brain
Mycobacterium avium complex or M. kansasii, disseminated or
extrapulmonary
Mycobacterium tuberculosis, pada tempat tertentu (pulmonary or
extrapulmonary)
Mycobacterium, spesies yang lain atau spesis yang belum
teridentifikasi, disseminated atau extrapulmonary
Pneumocystis pneumonia
Pneumonia, recurrent*
Progressive multifocal leukoencephalopathy
Salmonella septicemia, recurrent
Toxoplasmosis of brain
Wasting syndrome due to HIV

Terdapat juga klasifikasi menurut jumlah limfosit T CD4+ yang

ditunjukkan pada tabel 3. Klasifikasi lesi oral pada infeksi HIV ditunjukkan pada

tabel 4.

6
Table 3. The CD4+ T-lymphocyte categories
(Hoffmann dkk., 2007)
Kategori CD4+ T- lymphocyte
Kategori 1 >500 CD4+ T-cells/µl
Kategori 2 200-499 CD4+ T-cells/µ
Kategori 3 <200 CD4+ T-cells/µl

Tabel 4. Klasifikasi Lesi Oral Pada Penyakit HIV


(Scully, 2004)
Kelompok Tanda
Kelompok I Lesi yang sangat berhubungan dengan infeksi HIV
• Candidiasis: eritematous, hiperplastik, thrush
• Hairy leukoplakia (EBV)
• HIV gingivitis
• Necrotising ulcerative gingivitis
• HIV periodontitis
• Kaposi sarcoma
• Non-Hodgkin’s limfoma
Kelompok II Lesi yang kurang berhubungan dengan infeksi HIV
• Atypical ulceration (oropharyngeal)
• Idiopathic thrombocytogeic purpura
• Penyakit glandula salivarius: mulut kering, pembesaran
glandula salivarius mayor unilateral atau bilateral
• Infeksi virus (selain EBV): cytomegalovirus, herpes
simplex virus, human papilloma virus, epithelial
hyperplasia, verruca vulgaris, varicella zoster virus
Kelompok III Lesi yang mungkin berhubungan dengan infeksi HIV
• A miscellany of rare diseases

E. PENEGAKAN DIAGNOSIS HIV

Diagnosis suatu infeksi HIV normalnya dibuat secara tidak langsung,

misalnya melalui virus-spesific antibodies. Tanda respon pertahanan tubuh

humoral melawan agen ditemukan 100% pada individu yang terinfeksi HIV.

7
Adanya antibodi sebanding dengan diagnosis infeksi HIV aktif kronis. Diagnosis

langsung untuk infeksi HIV juga memungkinkan melalui demonstrasi virus

penginfeksi (menggunakan kultur sel – hal ini hanya mungkin dilakukan di

laboratorium dengan biological safety level 3), viral antigen (p24 antigen ELISA)

atau asam nukleus virus (misalnya genome virus; NAT – nucleic acid testing).

Untuk menentukan status infeksi seorang pasien, deteksi virus langsung

dibutuhkan pada keadaan tertentu, misalnya kecurigaan transmisi infeksi primer

atau vertikal (Hoffmann dkk, 2007).

Menurut Hoffmann dkk (2007), selain tes kualitatif (jawaban “ya” atau

“tidak”), pemeriksaan untuk deteksi kuantitatif virus juga penting. Konsentrasi

RNA virus pada plasma atau “viral load”, telah menjadi alat yang sangat

diperlukan sebagai petunjuk terapi antiretroviral.

Menurut Hoffmann dkk (2007), pengujian antibodi HIV paling tidak

membutuhkan 2 uji, yaitu:

1. Screening test, yaitu ELISA

2. Confimatory test, yaitu Western blot atau immunofluorescence assay (IFT or

IFA)

Untuk mengekslusi terjadinya pencampuran sampel, sampel darah kedua dari

pasien yang sama harus di uji. Baru kemudian diagnosis infeksi HIV dapat

dikomunikasikan kepada pasien dengan hasil seropositif (Hoffmann dkk, 2007).

Menurut Anonim (2010), tes HIV ELISA dan HIV Western blot digunakan

untuk mendeteksi virus HIV dalam darah. Menurut Nisyrios (2005), ELISA

8
dilakukan untuk mendeteksi HIV p24 antigen dan antibodi HIV. Beberapa

interpretasi uji ELISA dan Western Blot, antara lain:

➢ Tes ELISA yang menunjukkan hasil positif harus dikonfirmasi dengan uji

Western blot. Jika keduanya menunjukkan hasil yang positif maka

menegaskan suatu infeksi HIV. Pemeriksaan lebih lanjut harus diulang dalam

interval 3-6 bulan.

➢ Jika hasil Western blot menunjukkan hasil negatif, maka hasil ELISA

dipertimbangkan sebagai hasil false positive, hal ini menunjukkan pasien tidak

terinfeksi HIV. Pengulangan tes dilakukan jika pasien memiliki resiko dalam

tiga bulan dari tes pertama.

➢ Jika Western blot menunjukkan hasil yang tidak tentu, pasien mungkin baru

terinfeksi HIV dan dalam proses seroconverting. Skrining HIV ELISA harus

diulang setiap interval 2 minggu untuk menentukan apakah uji Western blot

menjadi positif.

➢ Jika HIV ELISA dan Western blot menunjukkan hasil positif, tes darah lainnya

dapat dilakukan untuk menentukan banyaknya HIV pada aliran darah.

Pada suatu infeksi HIV, hasil uji CBC (complete blood count) dan sel

darah putih akan menunjukkan suatu abnormalitas. Selain itu, jumlah sel CD4

yang lebih rendah dari rentang normal juga menjadi tanda bahwa virus sedang

merusak sistem pertahanan tubuh (Anonim, 2010).

Menurut Hoffmann dkk (2007), saat ini tersedia tes HIV sederhana/cepat.

Tes semacam ini berguna pada saat dibutuhkan hasil yang cepat, misalnya pada

9
ruangan emergency, sebelum operasi emergency, setelah perlukaan dari jarum dan

untuk meminimalisir rerata hasil “unclaimed” tes (jika hasil tes baru didapat

beberapa hari kemudian, beberapa orang tidak kembali lagi untuk mengambil

hasil tes tersebut).

F. RAPID ATAU POINT-OF-CARE TESTS UNTUK HIV

Rapid Antibody Test adalah immunoassays kualitatif yang bertujuan untuk

digunakan sebagai titik uji perawatan untuk membantu dalam diagnosis infeksi

HIV. Tes ini harus digunakan pada seseorang yang memiliki resiko pada status

klinis, riwayat, dan memiliki faktor risiko. Tes ini harus digunakan dalam

algoritma multites yang sesuai yang dirancang untuk validasi statistik hasil tes

HIV cepat (Anonimb, 2010). Menurut Fine dkk (2005), pada Oktober 2004 FDA

telah menyetujui suatu tes HIV yang baru, dimana seseorang dapat melakukannya

tanpa penggunaan jarum dan menunjukkan hasilnya dalam 20 menit.

Menurut FDA (2004), OraQuick® ADVANCE Rapid HIV-1/2 Antibody

Test merupakan kualitatif immunoassay sekali pakai untuk mendeteksi antibodi

Human Immunodeficiency Virus Type 1 (HIV- 1) and Type 2 (HIV-2) pada cairan

rongga mulut, darah dari fingerstick, darah dari venipuncture, dan spesimen

plasma. Menurut Roeslan (2002), cairan rongga mulut atau cairan celah gusi

mengandung leukosit, komponen komplemen, seluler dan humoral yang terlibat

pada respons imun.

10
Gambar 1. Desain OraQuick Assay

Gambar 2. OraQuick Assay

Menurut Anomim (2009), prosedur tes dengan menggunakan OraQuick

Assay yaitu:

1. Usap antara gigi dan gusi atas dan bawah sekali

11
2. Masukkan perangkat ke dalam buffer

3. Baca hasilnya antara 20-40 menit

a) Non reaktif: garis berada pada zona C

b) Preliminary Positive: garis berada antara zona

T–C

Menurut FDA (2004), keterbatasan OraQuick Assay antara lain:

1. Pembacaan hasil test kurang dari 20 menit atau lebih dari 40 menit akan

menunjukkan hasil yang tidak akurat.

2. Tes ini disetujui FDA untuk penggunaan dengan cairan rongga mulut,

fingerstick darah, venipuncture darah dan spesimen plasma. Penggunaan

spesimen yang lain, pengujian spesimen venipuncture darah yang diambil

dengan tube yang berisi antikoagulan selain EDTA, sodium heparin, sodium

citratem atau ACD solutions A, atau pengujian spesimen plasma yang diambil

menggunakan tube yang mengandung antikoagulan selain EDTA dapat

menunjukkan hasil yang tidak akurat.

3. Individu yang terinfeksi HIV-1 atau HIV-2 yang mendapat HAART (highly

12
active antiretroviral therapy ) dapat memproduksi hasil negatif yang palsu.

4. Data klinik belum dikumpulkan untuk menunjukkan perfomance OraQuick®

ADVANCE Rapid HIV-1/2 Antibody Test pada orang dibawah 12 tahun.

5. Hasil reaktif dengan menggunakan OraQuick® ADVANCE Rapid HIV-1/2

Antibody Test menunjukkan adanya antibodi HIV-1 dan/atau HIV-2 pada

spesimen. OraQuick® ADVANCE Rapid HIV-1/2 Antibody Test bertujuan

sebagai tambahan dalam diagnosis infeksi HIV-1 dan/atau HIV-2. AIDS dan

kondisi yang berhubungan dengan AIDS merupakan sindrom klinik dan

diagnosisnya hanya bisa ditegakkan secara klinis.

6. Untuk hasil yang reaktif, intensitas warna pada garis tes tidak berhubungan

dengan titer antibodi pada spesimen.

7. Untuk hasil non-reaktif tidak tidak mengindarkan kemungkinan terpapar HIV

atau adany infeksi HIV. Respon antibodi dari paparan awal membutuhkan

waktu beberapa bulan untuk mencapai level yang dapat dideteksi.

G. MEDICAL MANAGEMENT

Perawatan yang paling efektif untutk HIV/AIDS adalah beberapa tipe

medikasi antiretroviral. Perawatan pada pasien HIV dimulai apabila terjadi

immunnosupresan yaitu CD4 <500, dan juga adanya infeksi kronis (Little dkk.,

2004). Menurut Greenberg dkk. (2008), terdapat empat kelas antiretroviral yaitu

fusion inhibitor, nucleotiside reverse transcriptase inhibitors (NRTIs), non-

nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTIs) dan protease inhibitors (PIs).

13
Perawatan pada penderita HIV membutuhkan terapi kombinasi yaitu highly active

antiretroviral therapy (HAART). Pada penderita HIV yang naïf, perawatan yang

direkomendasikan adalah NNRTI yang didasari oleh (1 NNRTI+ 2 NRTIs), PI

yang didasari oleh (1 atau 2 PIs+ 2NRTIs), atau triple NRTI yang didasari oleh (3

NRTIs). Pada penderita HIV dengan koinfeksi HBV, HCV, dan tuberculosis

memerlukan perawatan antiretroviral yang khusus.

Tabel 5. Antiretroviral therapy


(Little dkk., 2002)
Tipe Obat
Nucleoside analogs • Zidovudine (retrovir)- formerly known
as azidothymidine (AZT)
• Dideoxyinosine (videx)
• Zalcitabine (HIVID)
• Stavudine (ZERIT) (d4T)
• Lamivudine (Epivir) (3TC)
• Abacavir (Ziagen) (ABC)
Protease inhibitors • Saquinavir (Fortovase)
• Indinavir (Crixivan)
• Ritonavir (Norvir)
• Nelfinavir (Viracept)
• Amprenavir (Agenerase)

Non-nucleoside reverse • Delaviridine (Resciptor)


trancriptase inhibitors • Efavirenz (Sustiva)

Banyak kasus yang menunjukkan pada pemakaian jangka panjang

antiviretrovirus ini (lebih dari 6 bulan), akan menyebabkan resistensi terhadap

HIV strains sehingga harus dilakukan perawatan dengan kombinasi antivirus yang

lain seperti acyclovir. Selain itu, perawatan dengan antiretrovirus ini juga

14
mempunyai efek samping yang signifikan. Anemia adalah efek samping utama

karena obat-obat ini merupakan toxic terhadap bone narrow dan sel darah. Pada

kasus tertentu, harus dilakukan tranfusi darah. Leukopenia dan granulositopenia

mempengaruhi terjadinya infeksi, nausea, diarre, dan headaches. Efek samping

yang lainnya adalah hepatoxicity, peripheral neuropathy dan pancreatitis (Little

dkk., 2002).

15
H. MANIFESTASI ORAL DAN MANAJEMEN DENTAL

PADA PASIEN HIV

Menurut Vaseliu dkk (2010), sistem klasifikasi untuk lesi oral yang

berhubungan dengan infeksi HIV dibagi menjadi dua sistem. Sistem klasifikasi

pertama adalah berdasarkan etiologi lesi oral, yaitu diklasifikasikan berdasarkan

infeksi bakteri, virus atau fungal atau lesi neoplastic atau kondisi lainnya (Tabel

6). Sistem klasifikasi yang kedua, merupakan sistem yang direkomendasi oleh EC

Clearinghouse on Oral Problems Related to HIV Infection and WHO

Collaborating Centre on Oral Manifestations of the Human Immunodeficiency

Virus , mengklasifikasikan lesi menjadi 3 kelompok berdasarkan derajat

hubungannya dengan infeksi HIV (Tabel 7).

Tabel 6. Lesi Oral Yang Berhubungan Dengan HIV


(Greenspan, 1998)

Etiologi Lesi Oral

Fungal Candidiasis
Pseudomembranous
Erythematous
Angular cheilitis
Histoplasmosis
Cryptococcosis
Viral Herpes simplex
Herpes zoster
Human papillomavirus lesions
Cytomegalovirus ulcers
Hairy leukoplakia

16
Etiologi Lesi Oral
Bakteri Linear gingival erythema
Necrotizing ulcerative periodontitis
Mycobacterium avium complex
Bacillary angiomatosis
Neoplastic Kaposi's sarcoma
Non-Hodgkin's lymphoma
Kondisi lainnya Recurrent aphthous ulcers
Immune thrombocytopenic purpura
HIV salivary gland disease - DILS

Tabel 7. Lesi Orofasial Yang Behubungan Dengan HIV/AIDS Pada Dewasa


(Vaseliu dkk, 2010)
1 Lesi yang sangat berhubungan dengan infeksi HIV
• Candidiasis • Non-Hodgkin’s lymphoma
a) Erythematous • Periodontal disease
b) Pseudomembranous a) Linear gingival erythema
• Hairy leukoplakia b) Necrotizing (ulcerative)
• Kaposi's sarcoma gingivitis
c) Necrotizing (ulcerative)
periodontitis
2 Lesi kurang berhubungan dengan infeksi HIV
• Bacterial infections • Thrombocytopenic purpura
a) Mycobacterium avium- • Ulceration NOS (not otherwise
intracellulare specified)
b) Mycobacterium tuberculosis • Viral infections
• Melanotic hyperpigmentation a) Herpes simplex virus
• Necrotizing (ulcerative) b) Human papillomavirus
stomatitis (wart-like lesions)
• Salivary gland disease ∼ Condyloma acuminatum
a) Mulut kering akibat ∼ Focal epithelial
penurunan laju saliva hyperplasia
b) Pembengkakan glandula c) Verruca vulgaris
salivarius unilateral atau ∼ Varicella zoster virus
bilateral ∼ Herpes zoster
∼ Varicella

17
3 Lesi yang terlihat pada infeksi HIV
• Infeksi Bakteri • Infeksi jamur selain candidiasis
a) Actinomyces Israel a) Cryptococcus neoformans
b) Escherichia coli b) Geotrichum candidum
c) Klebsiella pneumoniae c) Histoplasma capsulatum
• Cat-scratch disease d) Mucoraceae
• Reaksi obat (ulseratif, erythema (mucormycosis/
multiforme, lichenoid, toxic zygomycosis)
epidermolysis) e) Aspergillus flavus
• Epithelioid (bacillary) • Recurrent aphthous stomatitis
angiomatosis • Viralinfections
• Neurologic disturbances a) Cytomegalovirus
a) Facial palsy b) Molluscum contagiosum
b) Trigeminal neuralgia

Tabel 8. Contoh Lesi Pada Pasien HIV Pasien

1 Oral Hairy Leukoplakia


in an HIV-infected adult
(Vaseliu dkk, 2010)

2 Linear Gingival
Erythema in an HIV-
infected adult
(Vaseliu dkk, 2010)

18
3 Karies servikal yang
terjadi akibat xerostomia
(Reznik, 2005)

4 Pseudomembranosus
candidiasis pada
penyakit ringan-sedang
(Reznik, 2005)

5 Pseudomembranosus
candidiasis pada
penyakit yang parang
(Reznik, 2005)

6 Oral candidiasis akibat


resisten terhadap
Floconazole
(Reznik, 2005)

19
7 Kaposi's sarcoma
(Reznik, 2005)

8 Angular cheilitis
(Reznik, 2005)

Beberapa pilihan perawatan untuk manifestasi oral yang sering muncul

pada pasien HIV dapat dilihat pada Tabel 9.

20
Tabel 9. Pilihan Perawatan Untuk Manifestasi Oral Yang Sering Muncul Pada Pasien HIV
(Vaseliu dkk, 2010)
Lesi Oral Perawatan untuk dewasa Keterangan
Oral Candidiasis Topikal • Bentuk oral kandidiasis yang berbeda
(Erythematous, • Nystatin (Mycostatin) dapat terjadi secara terus menerus
Pseudomembranous • Gel Oral: aplikasi gel setiap 8 atau 6 jam • Hiperplastik candidiasis membutuhkan
dan Hyperplastic) sekali selama 10-14 hari perawatan sistemik
• Cream: aplikasi setiap 12 jam, selama 10-14 • Ketoconazole dapat berinteraksi dengan
hari Lopinavir-Ritonavir (Kaletra) pada dosis
Sistemik >200 mg/hari
• Nystatin (Mycostatin) 400.000-600.000 U • Topikal fluoride harus digunakan untuk
setiap 6 jam selama 14 hari periode yang lama untuk menghalangi
• Ketoconazole (Nizoral) 200-400 mg PO q.d kandungan gula yang tinggi pada
• Fluconazone (Diflucan) 50-100 PO q.d beberapa medikasi antifungal.
• Itroconazole (Sporanox) (capsule atau • Amphotericin B dapat digunakan pada
solution) 200mg PO qd selama 7 hari infeksi yang resisten terhadap azole
• Amphotericin B10 mg IV setiap 6 jam, • Amphotericin B juga terdapat pada
selama 10 hari sediaan topikal
Profilaksis • Gigi tiruan harus dilepas ketika
• Fluconazole 100mg PO qwk, untuk waktu dilakukan medikasi
yang lama
Angular Cheilitis Topikal Lesi cenderung sembuh secara perlahan
• Nystatin-triamcinolone (Mycostatin II) karena gerakan membuka mulut yang selalu
ointment yang diaplikasikan pada area yang berulang-ulang
terkena setelah makan dan waktu tidur.

21
Lesi Oral Perawatan untuk dewasa Keterangan
• Cream Clotrimazole 1% (Mycelex)
• Cream Miconazole 2% diaplikasikan setiap
12 jam pada area terkena, selama 1-2
minggu
Infeksi Herpes Simplex Sistemik • Ganciclovir, Valacyclovir dan
Virus (HSV) • Acyclovir (Zovirax) 800 mg PO q4h, selama Famciclovir kemungkinan efektif.
10 hari • Foscarnet merupak obat pilihan untuk
• Foscarnet 24-40 mg/kg PO q8h, untuk lesi kasus dimana resisten terhadap Acyclovir.
herpetik yang menetap. • Pasien yang mengkonsumsi Acyclovir
harus diinstruksikan untuk mengkonsumsi
banyak cairan.
• Medikasi antiviral topikal berguna untuk
lesi herpes labial dan perioral
Linear Gingival Lokal • Profilaksis yang dianjurkan: sikat gigim
Erythema (LGE) • Skaling dan root-planning flossing, dan penggunaan obat kumur.
• 0.12% chlorhexidine gluconate (Periogard, • Agen antifungal berguna pada perawatan
Peridex) 0.5 oz q12h dikumurkan selama 30 LGE
detik dan diludahkan
Xerostomia Topikal • Pengukuran higienitas oral yang baik dan
• Mengunyah atau menghisap permen bebas- kontrol diet (kontrol gula dan makanan
gula mengandung gula) sangat diajurkan
• Minum air sesering mungkin untuk mencegah karies.

22
Lesi Oral Perawatan untuk dewasa Keterangan
• Subtitusi commercial artificial saliva • Obat kumur dengan kandungan alkohol
• Produk topikal fluoride yang tinggi harus dihindari karena
Sistemik memiliki efek mengeringkan.
• Pilocarpine (Salagen) 5 mg PO q8h sebelum
makan; obat dapat ditingkatkan hingga 7. 5
mg PO q8h
Pembesaran Parotid Sistemik • Pembuangan glandula parotid secara
(Glandula saliva • Anti-inflamasi non steroid bedah berguna untuk alasan estetika
Mayor) • Analgesik
• Antibiotik
• Steroid
Oral Hairy Leukoplakia Lokal • Penggunaan chlorhexidine dapat
(OHL) • Podophyllin resin 25 1-2 kali aplikasi pada menyebabkan staining pada gigi, lidah,
daerah yang terkena, dengan interval 1 dan restorasi; perubahan rasa; dan
minggu deskuamasi dan iritasi mukosa.
• Retinoic acid (Tretinoin) • Metronidazole tidak boleh diberikan
• Surgical excision pada pasien yang mengkonsumsi
Sistemik didanosine (ddI) atau zacitabine (ddC),
• Acyclovir (Zovirax) 800 mg PO q6h, selama karena dapat berpotensi menimbulkan
14 hari peripheral neuropathy.
• Famciclovir 500 mg PO q8h, selama 5-10 hari
• Valacyclovir 1000 mg PO q8h, selama 5-10
hari

23
Lesi Oral Perawatan untuk dewasa Keterangan
Necrotizing Ulcerative Sistemik Lihat keterangan sebelumnya.
Gingivitis (NUG) , • Metronidazole (Flagyl) 250 mg PO q8h atau
500 mg q12h, selama 7-10 hari.
Necrotizing Ulcerative • Clindamycin (Cleocin) 150 mg PO q6h atau
Periodontitis (NUP), 300 mg PO q8h selama 7 hari
• Amoxicillin clavulanate (Augmentin) 250
Necrotizing Stomatitis mg PO q12h, selama 7 hari
Oral Ulcers (Recurrent Topikal • Major aphtous ulcer umumnya
Aphthous Ulcers) • Pasta Triamcinolone dalam membutuhkan steroid sistemik
Carboxymethylcellulose 0.1% • Aphtous ulcer dapat dieksaserbasi oleh
• Betamethasone phosphate: stres
• Ointment Fluocinonide (Lidex) 0.05% yang • Defisiensi besi, vitamin B12, dan folat
diaplikasikan pada ulcer setiap 4 jam sekali harus dihilangkan
• Obat kumur dan expectorate • Dexamethasone elixir harus digunakan
Dexamethasone exilir (0.5 mg/5 ml) untuk multiple ulcer atau ulcer yang tidak
Sistemik dapat dijangkau dengan pemakaian
• Prednisone dimulai 30-40 mg PO setiap hari topikal.
dengan taper over 1 buln untuk penyakit • Thalidomide diindikasikan pada rekurensi
berat yang resisten terhadap agen topikal yang parah dan sering terjadi.
• Thalidomide 200 mg PO setiap hari • Perawatan dengan Thalidomide harus
dimonitor karena kemampuan
teratogenicity. Pengukuran bayi baru lahir
sangat diperlukan.

24
Lesi Oral Perawatan untuk dewasa Keterangan
Oral Wartz Topikal • Rerata rekurensi sangat tinggi
• Aplikasi podophyllin resin 25% q6h selama • Pendekatan terapi secara bersamaan harus
periode yang lama dipertimbangkan
• Eksisi dengan bedah
• Laser ablation
• Cryotherapy
Sistemik
• Cimetidine (Tagamet) 600 mg PO q6h,
untuk jangka waktu yang lama (bulan)
• Interferon alfa-n3 SC/IM 3.000.000 U (1
ml) qwk, untuk beberapa minggu

25
III. LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

• Nama : Supriyanto

• Jenis kelamin : Laki-laki (♂)

• Tanggal lahir : 24 Januari 1970

• Umur : 40 tahun

• Pendidikan : SLTP

• Pekerjaan : Pamong / Perangkat desa

• Alamat : Potorono RT 01 Banguntapan Bantul

• No RM : 01.48.65.40 (6)

• Status : Belum Menikah

B. Anamnesis Pasien

i. Keluhan utama :

Demam 1 bulan (kiriman dari dr. Kartika W, Sp.PD dengan B20, HBV)

ii. Riwayat Perjalanan Penyakit :

± 2 BSMRS OS mengeluh demam (+) kumat-kumatan menggigil (-)

batuk (+) darah (-) Pembesaran kelenjar (-). OS pindah ke dr.umum. Dx?

Tx? → keluhan membaik.

± 1 BSMRS OS mengeluh demam lagi (+) kumat-kumatan kadang naik

kadang turun menggigil (-) batuk (+) darah (-) ma ↑ mt ↓. Penurunan BB

26
> 10 kg selama 3 bulan terakhir. BAK seperti teh (-). OS periksa RS

Hidayatullah → rawat G.Ker → Rujuk RSS HMRS: diare (-) demam (-)

sariawan (-) mual (-) muntah (-). Faktor resiko: unsave sex (+) transfusi

(+) tato (-) IVDU (-)

iii. Riwayat kesehatan oral :

Pernah mencabutkan gigi geraham kanan dan kiri beberapa tahun yang

lalu.

iv. Riwayat kesehatan keluarga : -

v. Riwayat kehidupan pribadi :

Mempunyai banyak pasangan, hubungan seksual dilakukan secara

vaginal tanpa menggunakan kondom.

vi. Pemeriksaan fisik :

• Berat badan : 59 kg

• Tinggi badan : 162 cm

• Tensi : 110/80 mmHg

• Nadi : 100 x/menit

• Respirasi : 24x/menit

• Suhu : 36°C (afebris)

• Kepala : CA +, SI –

• Leher : JUP 5+2, Inn ++6

• Thorax : retraksi -, KE –

27
• COI : Cardiomegali -, SI-2 murni, regular, gallop

• Pulmo : Sonor, vestikuler + N, RBB -, RB K-

• ABD : ket Bu + N, HIL Hb NTE –

• Ekut : edema +

vii. Hasil Lab dan Penunjang :

• Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal Rentang
Pemeriksaan
30 -7- 2010 31 -7- 2010 2 – 8 – 2010 4 – 8 - 2010 Normal
Hb 8.5 8.5 11,3 8.5 13.0 - 18.0
Al 2.13 2.13 2,18 4.0 - 11.0
AE 3.13 3.13 4,13 3.43 4.5 – 6.5
AT 352 352 401 150 – 450
HMT 25.3 25.3 35,4 40.0 - 54.0
S 73.7 66,5
MCV 12.7 85,7 80.8 79.0 - 99.0
MCH 12.2 26,7 27.7 27.0 - 31.0
Na 0.5 136 135 – 146
K 0.9 3.5 3.4 - 5.4
Cl 100 106 95 – 108
Alb 1.96 3.5 - 5.0
SGOT/AST 176 (↑) 176 139 (↑) 176 10.0 - 42.0
SGPT/ALT 64 (↑) 64 40 92 10.0 - 40.0
BUN 5.1 (↓) 5,6 7.0 - 18.0
Creatinin 0.84 0,82 0.6 - 1.3
Asam urat 3.2 2,7 2.6 - 7.2
GDS 92
Fe : 10 (↓)
TIBC 206 (↓)

28
Tanggal Rentang
Pemeriksaan
30 -7- 2010 31 -7- 2010 2 – 8 – 2010 4 – 8 - 2010 Normal
IBC : 196
Index = SAT 4.6
Glu 0
prot 1
Bill -
Urobil +
pH 7
Keton -
Tintrit -
Lp 1–2
Bld 0.3
Estimasi 54 64 54 400 – 1200
CD 4
EKG SR.HR 100
x/menit

• Hasil pemeriksaan radiologi (30 Juli 2010) :

RO Thorax, AP view, Supine, Simetris, inspirasi dan kondisi cukup

baik, Hasil:

➢ Corak bronchovaskuler tampak normal. Kedua sinus

costofrenicus lancip. Tak tampak penebalan pleural space

hemithorax bilateral. Kedua diafragma licin.

➢ Cor= CTR <0,56

➢ Sistema tulang intact

29
Kesan : Pulpo dan besar COC normal

• Hasil pemeriksaan Imunologi (3 Agustus 2010)

Hasil Nilai rujukan Metode Kesimpulan


Anti HIV Positif Negatif ICT Reaktif
Antibody HIV 15,95 0,25 ELFA Reaktif
Antigen HIV ND 0,25 ELFA

• Pada tanggal 4 agustus 2010, sudah dilakukan kaunseling post test

HIV. Hasil rektif +, klien sudah diberitahu dan menerima situasinya.

Klien akan membuka status HIV nya kepada kakak kandung.

C. Diagnosis Banding

i. Malaria

ii. Tuberkulosa

iii. Keganasan

iv. Penyakit auto imun

D. Diagnosis Kerja

i. Suspect B20

ii. HBV Infection

E. Terapi

i. Diet TKTP

ii. Infuse NaCl 0,9% 20 tpm

iii. Cortrimoxamol 1 x 960mg

iv. New diatab

30
v. Curama 3x 1

vi. Sifenol 3x1

vii. Aspar k 1x1

Saran : ◘ Evaluasi CD4 → Bila > 200 → indikasi terapi Hepatitis B

◘ Bila pasien setuju tp/ Hep. B → Periksa HbcAg dan HBV

DNA

F. Rencana Pemeriksaan Selanjutnya

i. Mon KU/VS

ii. VcT

iii. KS darah KS urin

iv.USG abdomen

v. Cek CD4 count

G. Hasil pemeriksaan oral

i. Keluhan utama : tidak ada keluhan

ii. Riwayat kesehatan oral

Pernah mencabutkan gigi geraham bawah kanan dan kiri beberapa tahun

yang lalu,

iii. PDH

Tidak pernah sariawan, dahulu gusi suka berdarah saat gosok gigi, mulut

terasa kering saat cuaca panas namun tidak terasa kering saat demam.

iv. OHI-S : buruk

v. Pemeriksaan gigi geligi

31
6 : telah dicabut

6 : telah dicabut

8 : belum erupsi

8 : belum erupsi

vi. Pemeriksaan jaringan lunak

▪ Palatum : agak pucat → suspect anemia

▪ Dasar mulut : T.A.K

▪ Orofaring : T.A.K

▪ Gingiva : gingivitis

Gambar 1. Hiperplasi gingiva pada pasien B20 HIV (+)

▪ Mukosa oral : linea alba pada sisi kanan

▪ Lidah : brown hairy tongue dan coated tongue

▪ Labium superior & inferior : kering

32
Gambar 2. linea alba pada sisi kanan

Gambar 3. Labium superior & inferior yang kering

Gambar 4. brown hairy tongue dan coated tongue

33
Gambar 5. T.A.K pada Lidah

vii. Keterangan lainnya : perokok aktif sejak tahun 2000.

H. Rekomendasi Oral

a. Dental Health Education

Pasien dianjurkan untuk menjaga Oral hygiene dengan menyikat gigi

menggunakan sikat gigi berbulu lembut minimal 2 kali sehari serta

menyikat lidah dengan sikat atau kassa lembut. Menyikat lidah juga

berguna untuk mengurangi coated tongue. Cara menyikat gigi

dianjurkan dengan metode merah putih (dari vestibulum ke arah oklusal

gigi) untuk mengurangi resiko resesi gingiva. Pasien juga dianjurkan

untuk berkumur dengan obat kumur yang tidak mengandung alkohol,

misalnya: Chlorhexidine (Peridex). Obat kumur yang mengandung

alkohol dapat meningkatkan kekeringan mulut. Penggunaan topikal

fluoride juga disarankan untuk mencegah terjadinya karies akibat

penurunan volume saliva. Jika gejala mulut kering bertambah parah

maka pasien dapat diberikan Oral Balance®, yaitu lubrikan oral yang

membantu penyembuhan dry mouth.

34
b. Skaling

• Dilakukan skaling pada seluruh rahang untuk meningkatkan OHI

dan mencegah terjadinya infeksi dari dan ke jaringan periodontal.

• Skaling dan root planning harus dilakukan dengan irigasi 10%

povidone-iodine (Betadine). Selanjutnya diresepkan 0.12%

chlorhexidine gluconate (Peridex) sebagai obat kumur di rumah.

• Follow-up dan pemeliharaan serta pemantauan penggunaan Peridex

pada jangka waktu pendek harus dilakukan karena dapat

menyebabkan stain pada mukosa oral

35
IV. PEMBAHASAN

Perawatan yang paling utama pada pasien HIV adalah mencegah infeksi

dan menjaga pasien agar terbebas dari penyakit gigi dan mulut. Pada kasus ini

pasien belum merasakan suatu keluhan pada rongga mulutnya. Hal ini dapat

disebabkan karena deteksi dini adanya suatu infeksi HIV pada pasien. Menurut

Steel (2010), stage akut atau primer pada infeksi HIV dapat diiringi dengan flu-

like symptoms, sedangkan tahap infeksi terlama umumnya asimptomatik. Gejala

oral pada HIV umumnya tidak terjadi hingga stage 3, yaitu pada saat sistem imun

sudah goyah namun belum berkembang menjadi AIDS. Monitoring kesehatan

rongga mulut dapat menjadi cara yang baik untuk mengikuti jejak perkembangan

umum penyakit HIV.

Pada kasus ini ditemukan adanya gingivitis pada pasien. Menurut Steel

(2010), gingivitis merupakan salah satu dari tiga simptom oral utama pada tahap

awal penyakit HIV simptomatik. Pada gingivitis, plak dan tartar menumpuk di

sekitar gigi dan menyebabkan radang gusi. Orang dengan HIV yang menderita

gingivitis mungkin mengalami pendarahan pada gusi dan gusi menjadi berwarna

merah cerah. Komplikasi gingivitis pada orang dengan HIV adalah HIV-NUG dan

HIV-NUP (HIV-related necrotizing ulcerative periodontitis), yang keduanya dapat

mengakibatkan cedera serius dan permanen Dokter gigi dapat membantu pasien

untuk menghilangkan tartar dan plak dari gumline untuk mengurangi radang gusi.

Intervensi dasar yang dapat dilakukan oleh seorang dokter gigi pada pasien

36
HIV adalah memberikan edukasi kepada pasien. Paket standar minimal edukasi

kesehatan gigi dan mulut yang harus diberikan kepada pasien adalah frekuensi,

waktu, cara, alat, dan durasi menyikat gigi, lidah, dan palatum. Frekuensi

menyikat gigi adalah minimal dua kali sehari, sebelum waktu panjang

kekurangaktifan mulut, yaitu setelah sarapan dan sebelum tidur. Kurang aktifnya

mulut akan menyebabkan sekresi saliva minimal sehingga tidak dapat

memberikan efek selfcleansing yang maksimal bagi mulut. Secara umum cara

menyikat gigi dan gusi yang dianjurkan adalah dengan metode merah putih, yaitu

dari vestibulum oris (perbatasan gingiva cekat dengan mukosa bergerak) ke arah

oklusal/gingival gigi. Alat yang dianjurkan adalah sikat gigi berbulu halus/lembut

supaya tidak melukai gingiva selama proses aplikasi. Penyikatan pada gingiva

bertujuan untuk memberikan masase pada gingiva supaya mikrometabolisme

gingiva tetap lancar dan sekresi gingival crevicular fluid (GCF) optimal untuk

membersihkan debris di servix gigi dan mencegah resiko munculnya kalkulus,

terutama kalkulus subgingiva. Untuk dapat melakukan metode menyikat gigi yang

baik, pemilihan alat menjadi penting. Standar individual sikat gigi yang baik

adalah memiliki kepala sikat sepanjang jarak antara mesial kaninus kanan dan kiri

rahang bawah. Bila tidak ada sikat gigi yang sesuai di pasaran, sikat gigi yang

tersedia dapat dipotong menyesuaikan dengan ukuran individualnya. Durasi

menyikat gigi juga perlu diperhatikan, beberapa literatur menyebutkan durasi

menyikat gigi yang berbeda-beda, namun berkisar antara 2-5 menit. Penggunaan

sikat gigi yang berbulu halus akan lebih memungkinkan pencapaian durasi ini

37
karena secara psikologis pasien tidak akan segera merasa mulutnya bersih. Selain

menyikat gigi, pasien juga tetap disarankan menyikat palatum dan lidah. Pada

kasus ini, ditemukan brown hairy tongue yang disertai coated tongue sehingga

perlu dilakukannya pembersihan pada daerah lidah untuk mengurangi

penumpukan sisa makanan. Penggunaan sikat untuk lidah lebih direkomendasikan

dibandingkan menggunakan sikat gigi khusus untuk menyikat lidah atau

menggunakan kassa. Penggunaan sikat gigi untuk menyikat lidah memiliki

beberapa kelemahan, terutama bila digunakan dengan tekanan berlebih justru

dapat mendorong debris ke dalam interpapillary space dan bila digunakan untuk

menyikat bagian lain dari rongga mulut setelah menyikat daerah yang mungkin

terinfeksi dapat menyebabkan penyebaran infeksi. Untuk penyikatan palatum

dapat menggunakan sikat gigi biasa.

Skor OHI pasien buruk karena skor indeks kalkulus yang cukup tinggi,

sehingga untuk meningkatkan kebersihan mulut, perlu dilakukan scaling. Scaling

dilakukan secara hati-hati supaya tidak menimbulkan perlukaan berlebih. Apabila

terjadi perdarahan berlebih pasca scaling, dapat diatasi secara local dengan teknik

kompresi atau aplikasi topikal adrenaline. Menurut Ganda (2008), pedoman

umum perawatan gingivitis pada pasien HIV antara lain:

• Skaling dan root planning harus dilakukan dengan irigasi 10% povidone-

iodine (Betadine). Selanjutnya diresepkan 0.12% chlorhexidine gluconate

(Peridex) sebagai obat kumur di rumah.

• Follow-up dan pemeliharaan serta pemantauan penggunaan Peridex pada

38
jangka waktu pendek harus dilakukan karena dapat menyebabkan stain pada

mukosa oral

Pada kasus ini pasien tidak mengeluhkan adanya rasa kering pada rongga

mulut, namun pada pemeriksaan ekstraoral ditemukan pecah-pecah pada labium

superior dan inferior. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya penurunan

volume saliva atau kurangnya cairan pada tubuh pasien. Untuk mengantisipasi

terjadinya gejala rasa kering pada rongga mulut maka pasien dapat diberikan

permen karet non-gula untuk menstimulasi produksi saliva serta penggunaan obat

kumur yang tidak mengandung alkohol. Obat kumur yang mengandung alkohol

dapat meningkatkan kekeringan mulut. Penggunaan topikal fluoride juga

disarankan untuk mencegah terjadinya karies akibat penurunan volume saliva.

Jika gejala mulut kering bertambah parah maka pasien dapat diberikan Oral

Balance®, yaitu lubrikan oral yang membantu penyembuhan dry mouth.

Pertimbangan utama dokter gigi untuk memberi perawatan kepada

penderita HIV adalah dengan mengetahui tingkat immunosupresan, terapi obat,

dan potensi terkena infeksi untuk meminimalkan kemungkinan penularan virus

oleh penderita HIV kepada dokter gigi, perawat dan pasien lainnya (Little dkk.,

2002). Penularan virus HIV dari pasien kepada ahli kesehatan (Health cara

personnel) dapat terjadi melalui percutaneous (dari instrument tajam seperti

jarum) dan melalui mucocutaneous yang terkena darah atau cairan badan yang

bercampur darah (Greenberg dkk., 2008). Walaupun diketahui bahwa virus HIV

tidak bisa ditularkan melalui saliva, namun perawatan dental akan menyebabkan

39
perlukaan pada mukosa jaringan lunak yang bisa menyebabkan perdarahan yang

hebat. Darah yang bercampur dengan saliva bisa memercik sehingga mengenai

mata. Selain itu, pada perawatan gigi, sering digunakan benda tajam seperti jarum

suntik untuk anestesi local yang bisa melukai dokter gigi (Little dkk., 2002).

Sebagai catatan, penanganan untuk pasien HIV dilakukan dengan prosedur

tetap penanganan pasien B20 sebagai berikut :

1. Cuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa pasien B20.

2. Dokter/petugas kesehatan diwajibkan memakai :

• Masker (minimal masker N95)

• Sarung tangan rangkap dua

• Gown yang disposable

• Apron

• Sepatu yang bisa didesinfeksi

• Memakai pelindung mata

3. Dalam melakukan perawatan pasien B20 diharuskan memakai alat disposable,

setelah penggunaan harus dibuang sesuai aturan rumah sakit. Jika

menggunakan alat non-disposable, alat harus didesinfeksi dengan desinfektan

spektrum luas yang punya efek antiviral.

4. Pasien di luar ruangan isolasi harus minimal. Jika terpaksa harus

menggunakan masker N95.

5. Pengunjung yang membesuk pasien B20 harus memakai masker, gown

diposable dan sepatu yang bisa didesinfeksi.

40
DAFTAR PUSTAKA

Anonima, 2010, HIV Infection,


http://health.nytimes.com/health/guides/disease/hiv-
infection/overview.html, Accessed 8/8/2010.

Anonimb, 2010, HIV Tests, http://en.wikipedia.org/wiki/HIV_test, Accessed


8/8/2010.

Anonim, 2009, Product Information of OraQuick ADVANCE® Rapid HIV-1/2


Antibody Test, http://www.orasure.com/products-infectious/products-
infectious-oraquick.asp, Accessed 8/8/2010.

FDA, 2004, Summary of Safety and Effectiveness Data,


http://www.fda.gov/downloads/BiologicsBloodVaccines/BloodBloodProdu
cts/ApprovedProducts/PremarketApprovalsPMAs/ucm091919.pdf,
Accessed 8/8/2010.

Fine, F., Bremers, A., Masci J.R., Windle, M.L., 2005, Rapid Oral HIV Test,
http://www.emedicinehealth.com/rapid_oral_hiv_test/article_em.htm#Rapi
d Oral HIV Test Introduction, Accessed 8/8/2010.

Ganda K.M., 2008, Dentist's Guide To Medical Conditions and Complications,


Wiley-Blackwell, USA, h.360-1

Greenberg MS., Glick M., Ship J.A., 2008, Burket’s Oral Medicine, 11th edition,
BC Decker Inc, Hamilton.

Greenspan, D., 1998, Oral Manifestations of HIV, http://hivinsite.ucsf.edu/InSite?


page=kb-04-01-14, Accessed 8/8/2010.

Hoffman C., Rockstroh J.K., Kamps B.S.,, 2007, HIV Medicine, 15th Ed, Flying
Publisher, Paris

Little JW., Falace DA., Miller CS., Rhodus NL., 2002, Dental Management of
The Medically Compromised Patient, 6th edition, Mosby.

Reznik, D.A., 2005, Oral Manifestations of HIV Disease, International AIDS


Society-USA, 13(5):146-7

Scully C., 2004, Oral Maxillofacial Medicine- ther basis of diagnosis dan
treatment. Elsevier Limited.

41
Steel E., 2010, Early HIV Symptoms in the Mouth,
http://www.ehow.com/about_5138970_early-hiv-symptoms-mouth.html,
Accessed 8/8/2010.

Tjay TH. 2000. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efeknya.


Elexcomputindo: Jakarta.

Vaseliu, N., Kamiru, H., Kabur, M. , 2010, Oral Manifestations of HIV Invection,
http://www.bayloraids.org/curriculum/files/13.pdf, Accessed 8/8/2010.

42

Anda mungkin juga menyukai