Anda di halaman 1dari 24

PEMAHAMAN ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH

PEMAHAMAN ADAT BASANDI SYARAK,


SYARAK BASANDI KITABULLAH
DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU

Oleh : H. Mas’oed Abidin

PENDAHULUAN
Prakarsa ummat di Ranah Minang untuk membina anak
nagari, terutama di dalam berprilaku beradat, amat signifikan.
Bahkan sangat dominan sepanjang sejarah Ranah Bundo ini.
Apabila di runut sedari pengupayaan dan pembinaan ummat
itu sangatlah besar. Buktinya bertebaran pada setiap nagari.
Bahkan sampai kepelosok kampung, dusun dan taratak.
Adanya pemahaman bahwa,
Rarak kalikih dek mindalu,
tumbuah sarumpun jo sikasek,
Kok hilang raso jo malu,
bak kayu lungga pangabek
Dan kata-kata bidal selanjutnya,
Nak urang Koto Hilalang,
nak lalu ka pakan baso,
malu jo sopan kalau lah hilang,
habihlah raso jo pareso,
Kedua ungkapan ini menjadi bukti dilaksanakannya
sejak lama aturan beradat yang di temui di nagari-nagari dalam
tatanan masyarakat Minangkabau, sejak lama. Sungguhpun

H. MAS’OED ABIDIN 1
DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU

dimasa ini ungkapan itu tidak kentara dalam kenyataan


keseharian. Sesuatu yang perlu dipertanyakan, kenapa …???
Didalam pembinaan masyarakat, memulainya dari akar
rumput. Mengawali langkah dari surau dan rumah tangga serta
lingkungan masyarakatnya. Disini terletak kekuatan utama.
Potensi masyarakat mestinya digerakkan optimal dan terpadu
untuk menghidupkan tata masyarakat beradat itu. Tujuan mulia
yang hendak dicapai adalah mencerdaskan ummat dengan
menanamkan budi pekerti (akhlaq) yang sesuai dengan
bimbingan syariat Islami. Sejalan dengan kaedah adat bersendi
syara’, syara’ bersendi Kitabullah di Ranah Minang, syarak mangato
adat memakai. Didorong hendak mengamalkan Firman Allah,
“Tidak sepatutnya bagi orang Mukmin itu pergi semuanya
kemedan perang. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan
diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam ilmu
pengetahuan mereka tentang agama (syariat, syarak) dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya (dengan cara-cara
mengamalkannya pada setiap prilaku dan tindakan dengan
kehidupan beradat), apabila mereka telah kembali kepadanya –
kekampung halamannya --, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.” (QS.IX, at Taubah, ayat 122).
Dalam empat dasawarsa terakhir, khususnya sejak
decade 1970, ketika pemerintah mulai membuka akses lebih
besar kedunia pendidikan Islam dengan melakukan rekonsiliasi
dan melaksanakan kiat dekat mendekati dengan penyesuaian-
penyesuaian (rapprochement) terhadap surau terkesan ada
upaya “mengokohkan tangan” bergayut kepada program dan
anggaran pemerintah.
Dampak negatifnya potensi masyarakat yang lebih
banyak “berdiri diatas kaki sendiri“ menjadi melemah. Banyak
program pendidikan masyarakat di sejajarkan. Akibat langsung
yang sangat terasa adalah kurangnya kemandirian masyarakat di
nagari-nagari yang pada mulanya menjadi tumpuan harapan
bagi pembinaan anak nagari.

2 H. MAS’OED ABIDIN
PEMAHAMAN ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH

Disamping tentu tidak pula dilupakan karena pesatnya


penetrasi budaya dari luar.

MEMPERKUAT UMMAT DENGAN MENGHORMATI


PERBEDAAN
Merosotnya peran kelembagaan adat dan syarak, di
Minangkabau dalam bentuk surau, dan lemahnya pagar adat di
lingkungan kekerabatan masyarakat telah menjadi penyebab
hilangnya saing pemuka adat dan agama dalam peran
pembinaan anak nagari.
Disini pokok permasalahan yang amat perlu diamati.
Jika kondisinya demikian, peran serta bagaimana yang dituntut
kepada masyarakat kini ?
Rasanya tidak adil kalau pihak pemerintah menuntut
lebih banyak dari masyarakat. Khususnya dalam bidang dana dan
daya (tenaga pengajar, tuanku dan imam khatib di nagari-
nagari). Apalagi kalau kita melihat selama ini perhatian lebih
banyak diberikan kepada membedakan kesamaan di tengah
realitas muthlak adanya perbedaan itu, atau adat salingka nagari..
Senyatanya Firman Allah yang menjadi landasan syarak
itu telah menetapkan, “Wahai manusia, sesungguhnya Kami
telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berkabilah-kabilah (bangsa-
bangsa)dan berpuak-puak (suku-suku) supaya kamu saling
kenal mengenal …”, (QS.49, al Hujurat : 13). Nabi Muhammad
SAW memesankan pula, “Perbedaan di tengah-tengah umatku
adalah rahmat” (Al Hadist). Di dalam menghadi perubahan
zaman ada pedoman “innaz-zaman qad istadara”, bahwa
sungguh zaman berubah masa berganti (Al Hadist). Untaian
kata hikmah di Minangkabau mengungkapkan pemahaman
bahwa perbedaan semestinya dihormati.
“Pawang biduak nak rang Tiku,

H. MAS’OED ABIDIN 3
DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU

Pandai mandayuang manalungkuik,


Basilang kayu dalam tungku,
Di sinan api mangko hiduik”.

TUNTUTAN ZAMAN
Seiring perkembangan zaman, masyarakat memerlukan
pendidikan berkualitas (quality education)1. Ada dorongan
keras untuk memproduk SDM yang bisa dibeli pasar tenaga
kerja. Satu hal perlu di pahami pada awal abad 18, para ulama
dan ninikmamak di nagari-nagari berperan menjadi penggagas
dan pengasuh masyarakatnya. Mereka melengkapi diri dengan
perguruan surau (madrasah) yang memiliki jalinan hubungan
yang kuat dengan masyarakat. Kokoh di dalam satu hubungan
saling menguntungkan (symbiotic relationship).
Surau menjadi kekuatan perlawanan membisu (silent
opposition) terhadap penjajahan budaya dari luar. Dari surau ini
lebih jelas respon pemimpin dan komunitas Muslim menantang
penjajahan budaya luar. Ummat kuat dan berdaya. Masyarakat
Minangkabau sangat akomodatif, terhadap pendidikan di sekolah
negeri, seiring pemahaman syariat di dalam membentuk watak
anak nagari. Sungguhpun ada dikotomi antara sekolah agama
negeri dan surau, dalam sebutan ambtenaren dan orang surau2,

1
Beberapa kalangan, terutama kalangan menengah berduit dan terpelajar yang
mendasarkan pengalaman di rantau orang, memerlukan membangun
perguruan (madrasah) bukan asal-asalan dengan kualitas seadanya,
kesudahannya bangunan surau terbiarkan merana lapuk dan reot, dan akhirnya
“robohlah surau kami”, kata AA.Navis.
2
Sangat berbeda dengan kasus Aceh. Banyak ulama masih menjaga lembaga
pendidikan mereka, meunasah, dayah dan rangkang. Walau banyak korban tak
terelakkan. Pengalaman Aceh dan Minangkabau ini, mendorong prakarsa
masyarakat Muslim mengembangkan surau mulai berkurang. Jumlah surau
berkembang atas inisiatif masyarakat Muslim ditengah komunitasnya, mulai
berkurang. Ekspansi ormas Islam seperti Muhammadiyah, Perti dan lainnya

4 H. MAS’OED ABIDIN
PEMAHAMAN ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH

perbedaannya teramat kecil. Bahkan sikap akomodatif


masyarakat Minangkabau ini, telah menjadi pendorong lebih maju,
sangat dinamis.
MENYIKAPI PERUBAHAN ZAMAN
Perubahan cepat di tengah derasnya arus globalisasi
menompangkan riak dengan gelombang penetrasi budaya luar
(asing). Arus itu telah membawa akibat perilaku masyarakat,
praktek pemerintahan, pengelolaan wilayah dan asset, serta
perkembangan norma dan adat istiadat di banyak nagari di
ranah Sumatra Barat terlalaikan. Perubahan perilaku lebih
mengedepankan perebutan prestise dan kelompok berbalut
materialistis dan jalan sendiri (individualistik). Akibatnya,
kepentingan bersama dan masyarakat sering di abaikan.
Menyikapi perubahan sedemikian, acapkali idealisme
kebudayaan Minangkabau menjadi sasaran cercaan. Indikasinya
sangat tampak pada setiap upaya pencapaian hasil kebersamaan
(kolektif bermasyarakat) menjadi kurang peduli di banding
pencapaian hasil perorangan (individual).
Sebenarnya, nagari dalam daerah Minangkabau (Sumatra
Barat) seakan sebuah republik kecil. Memiliki sistim demokrasi
murni, pemerintahan sendiri, asset sendiri, wilayah sendiri,
perangkat masyarakat sendiri, sumber penghasilan sendiri,
bahkan hukum dan norma-norma adat sendiri.

gesit sekali. Tetapi kenyataanya telah terjadi stagnasi yang signifikan.

H. MAS’OED ABIDIN 5
DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU

Maka “Kembali ke Nagari“, menurut hemat saya,


semestinya lebih di titik beratkan kepada kembali banagari 3
dalam makna kebersamaan itu.

MEMAHAMI BIMBINGAN SYARAK DALAM KAEDAH


ADAT
Masyarakat adat berpegang adat bersendi syariat dan
syariat yang bersendikan Kitabullah, sebenarnya memahami
bahwa kaedah-kaedah adat dipertajam makna dan fungsinya oleh
kuatnya peran syariat. Pelajaran-pelajaran sesuai syara’ itu, antara
lain dapat di ketengahkan ;
1. Mengutamakan prinsip hidup berkeseimbangan
Ni’mat Allah, sangat banyak. “Dan jika kamu
menghitung-hitung ni’mat Allah, niscaya kamu tidak dapat
menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar
Maha Pengampun lagi maha Penyayang” (QS.16, An Nahl :
18).
Hukum Syara’ menghendaki keseimbangan antara hidup
rohani dan jasmani ; "Sesungguhnya jiwamu (rohani-mu)
berhak atas kamu (supaya kamu pelihara) dan badanmu
(jasmanimu) pun berhak atasmu supaya kamu pelihara"
(Hadist). Keseimbangan ini semakin jelas wujud dalam
kemakmuran di ranah ini, seperti ungkapan ;
“Rumah gadang gajah maharam,

3
Selama 21 tahun, telah terjadi banyak perubahan, dan kita tidak boleh
berbeda terutama terhadap sistim pemerintahan local yang khas -- Nagari di
Minangkabau – menjadi segaram, dengan diberlakukannya UU No.5 tahun
1979, dan Perda No.9/2000 untuk Kembali Ke Pemerintahan Nagari,
sebenarnya mesti di sikapi sebagai peluang besar untuk melakukan
pemerkasaan terhadap ummat dan masyarakat di nagari di Minangkabau
(Sumatra Barat).

6 H. MAS’OED ABIDIN
PEMAHAMAN ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH

Lumbuang baririk di halaman,


Rangkiang tujuah sajaja,
Sabuah si bayau-bayau,
Panenggang anak dagang lalu,
Sabuah si Tinjau lauik,
Birawati lumbuang nan banyak,
Makanan anak kamanakan.
Manjilih ditapi aie,
Mardeso di paruik kanyang.
Sesuai bimbingan syara’, "Berbuatlah untuk hidup akhiratmu
seolah-olah kamu akan mati besok dan berbuatlah untuk
hidup duniamu, seolah-olah akan hidup selama-lamanya"
(Hadist).
2. Kesadaran kepada luasnya bumi Allah, merantaulah !
Allah telah menjadikan bumi mudah untuk digunakan. Maka
berjalanlah di atas permukaan bumi, dan makanlah dari
rezekiNya dan kepada Nya lah tempat kamu kembali. “Maka
berpencarlah kamu diatas bumi, dan carilah karunia Allah
dan (di samping itu) banyaklah ingat akan Allah, supaya
kamu mencapai kejayaan", (QS.62, Al Jumu’ah : 10).
Agar supaya “jangan tetap tertinggal dan terkurung dalam
lingkungan yang kecil”, dan sempit (QS.4, An Nisak : 97).
Karatau madang di hulu babuah babungo balun.
Marantau buyuang dahulu di rumah paguno balun.
Ditanamkan pentingnya kehati-hatian,
“Ingek sa-balun kanai,
Kulimek sa-balun abih,

H. MAS’OED ABIDIN 7
DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU

Ingek-ingek nan ka-pai,


Agak-agak nan ka-tingga”.
3. Mencari nafkah dengan "usaha sendiri"
Memiliki jati diri, self help dengan tulang delapan kerat dengan
cara amat sederhana sekalipun "lebih terhormat", daripada
meminta-minta dan menjadi beban orang lain, "Kamu ambil
seutas tali, dan dengan itu kamu pergi kehutan belukar
mencari kayu bakar untuk dijual pencukupkan nafkah bagi
keluargamu, itu adalah lebih baik bagimu dari pada
berkeliling meminta-minta". (Hadist). Membiarkan
diri hidup dalam kemiskinan tanpa berupaya adalah salah ,
"Kefakiran (kemiskinan) membawa orang kepada kekufuran
(ke-engkaran)" (Hadist).
4. Tawakkal dengan bekerja dan tidak boros.
Tawakkal, bukan "hanya menyerahkan nasib" dengan tidak
berbuat apa-apa, "Bertawakkal lah kamu, seperti burung
itu bertawakkal" (Atsar dari Shahabat). Artinya,
pemahaman syarak menanamkan dinamika hidup yang
tinggi.
5. Kesadaran kepada ruang dan waktu
Menyadari bahwa peredaran bumi, bulan dan matahari,
pertukaran malam dan siang, menjadi bertukar musim
berganti bulan dan tahun, adalah hukum alam semata.
"Kami jadikan malam menyelimuti kamu (untuk
beristirahat), dan kami jadikan siang untuk kamu mencari
nafkah hidup". (QS.78, An Naba’ : 10-11). Ditananamkan
kearifan akan adanya perubahan-perubahan. Yang perlu
dijaga ialah supaya dalam segala sesuatu harus pandai
mengendalikan diri, agar jangan melewati batas, dan
berlebihan,
“Ka lauik riak mahampeh,

8 H. MAS’OED ABIDIN
PEMAHAMAN ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH

Ka karang rancam ma-aruih,


Ka pantai ombak mamacah.
Jiko mangauik kameh-kameh,
Jiko mencancang, putuih – putuih,
Lah salasai mangko-nyo sudah”.

Artinya, pemahaman syarak menekankan kepada kehidupan


yang dinamis, mempunyai martabat (izzah diri), bekerja
sepenuh hati, menggerakkan semua potensi yang ada,
dengan tidak menyisakan kelalaian ataupun ke-engganan.
Tidak berhenti sebelum sampai. Tidak berakhir sebelum
benar-benar sudah.

KONSEP TATA RUANG YANG JELAS


Nagari di Minangkabau berada di dalam konsep tata
ruang yang jelas.
Basasok bajarami, Bapandam bapakuburan, Balabuah
batapian, Barumah batanggo, Bakorong bakampuang, Basawah
baladang, Babalai bamusajik.
Ba-balai (balairuang atau balai-balai adat) tempat
musyawarah dan menetapkan hukum dan aturan ;
“Balairuang tampek manghukum,
ba-aie janieh basayak landai,
aie janiah ikan-nyo jinak,
hukum adie katonyo bana,
dandam agiae kasumaik putuih,
hukum jatuah sangketo sudah”.
Ba-musajik atau ba-surau tempat beribadah,

H. MAS’OED ABIDIN 9
DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU

“Musajik tampek ba ibadah,


tampek balapa ba ma’ana,
tampek balaja al Quran 30 juz,
tampek mangaji sah jo batal”4,
Artinya ada pusat pembinaan ummat untuk menjalin
hubungan masyarakat yang baik (hablum-minan-naas) dan
terjamin pemeliharaan ibadah dengan Khalik (hablum minallah).
Adanya balairuang dan musajik (surau) menjadi lambang utama
terlaksananya hukum -- kedua lembaga – balairung dan mesjid –
ini merupakan dua badan hukum yang disebut dalam pepatah :
“Camin nan tidak kabuah, palito nan tidak padam”5—di dalam
pemahaman “adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah.,
syara’ mangato adat nan kawi syara’ nan lazim”. Kedua
lembaga ini – balai adat dan surau – keberadaannya tidak dapat
dipisah dan dibeda-bedakan.
“Pariangan manjadi tampuak tangkai,
Pagarruyuang pusek Tanah Data,
Tigo Luhak rang mangatokan.
Adat jo syara’ jiko bacarai,
bakeh bagantuang nan lah sakah,
tampek bapijak nan lah taban”.
Apabila kedua sarana ini berperan sempurna, maka di
kelilingnya tampil kehidupan masyarakat yang berakhlaq
perangai terpuji dan mulia (akhlaqul-karimah) itu.
4
Memang di surau tidak ada yang dapat di cari benda-benda (materi), kecuali
hanya bekal ilmu, hikmah dan kepandaian-kepandaian untuk mengharungi
hidup di dunia ini, dan dalam mempersiapkan hidup di akhirat. Sebagai
terungkap di dalam Peribahasa Minangkabau, “bak batandang ka surau”,
karena memang surau tak berdapur (Anas Nafis, 1996:464 -Surau-2).
5
Dt.Rajo Pengulu, Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau,
1994 : 62.

10 H. MAS’OED ABIDIN
PEMAHAMAN ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH

“Tasindorong jajak manurun,


tatukiak jajak mandaki,
adaik jo syara’ kok tasusun,
bumi sanang padi manjadi”.
Konsep tata-ruang ini adalah salah satu kekayaan budaya
yang sangat berharga di nagari dan bukti idealisme nilai budaya
di Minangkabau, termasuk di dalam mengelola kekayaan alam
dan pemanfaatan tanah ulayat.
“Nan lorong tanami tabu, Nan tunggang tanami bambu,
Nan gurun buek kaparak, Nan bancah jadikan sawah,
Nan munggu pandam pakuburan, Nan gauang katabek
ikan,
Nan padang kubangan kabau, Nan rawang ranangan
itiak”.
Tata ruang yang jelas memberikan posisi peran
pengatur, pemelihara. Pendukung sistim banagari yang terdiri
dari orang ampek jinih, yang terdiri dari ninikmamak ( yakni
penghulu pada setiap suku, yang sering juga disebut
ninikmamak nan gadang basa batuah, atau nan di amba gadang,
nan di junjung tinggi, sebagai suatu legitimasi masyarakat nan di
lewakan.), alim ulama (juga disebut dengan panggilan urang siak,
tuanku, bilal, katib nagari atau imam suku, dll dalam peran dan
fungsinya sebagai urang surau pemimpin agama Islam. Gelaran
ini lebih menekankan kepada pemeranan fungsi ditengah
denyut nadi kehidupan masyarakat (anak nagari), cerdik pandai
(dapat saja terdiri dari anak nagari yang menjabat jabatan
pemerintahan, para ilmuan, perguruan tinggi, hartawan,
dermawan), urang mudo (yakni para remaja, angkatan muda,
yang dijuluki dengan nan capek kaki ringan tangan, nan ka
disuruah di sarayo) dan bundo kanduang (terdiri dari kalangan
ibu-ibu, yang sesungguhnya ditangan mereka terletak garis

H. MAS’OED ABIDIN 11
DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU

keturunan dalam sistim matrilinineal dan masih berlaku hingga


saat ini, lebih jelasnya di ungkap di dalam Pegangan Penghulu,
Bundo Kanduang di Minangkabau, adalah menjadi “limpapeh
rumah nan gadang,umbun puruak pegangan kunci, pusek jalo
kumpulan tali, sumarak dalam nagari, nan gadang basa batuah”).
Maka, nagari di Minangkabau tidak sebatas pengertian
ulayat hukum adat. Lebih mengedepan dan utama adalah
wilayah kesepakatan antar berbagai komponen masyarakat di
dalam nagari . Spiritnya adalah ;
a. kebersamaan (sa-ciok bak ayam sa-danciang bak basi),
ditemukan dalam pepatah ;
“Anggang jo kekek cari makan,
Tabang ka pantai kaduo nyo,
Panjang jo singkek pa uleh kan,
mako nyo sampai nan di cito.”
b. keterpaduan (barek sa-pikua ringan sa-jinjiang) atau
hidupnya prilaku ditengah masyarakat dengan ;
“Adat hiduik tolong manolong,
Adat mati janguak man janguak,
Adat isi bari mam-bari,
Adat tidak salang ma-nyalang”.
Basalang tenggang, artinya saling meringankan.
Kesediaan memberikan dukungan terhadap kehidupan
bersama. “Karajo baiak ba-imbau-an, Karajo buruak
bahambau-an”.
c. musyawarah (bulek aie dek pambuluah, bulek kato dek
mupakat). “Senteng ba-bilai, Singkek ba-uleh, Ba-tuka
ba-anjak, Barubah ba-sapo”

12 H. MAS’OED ABIDIN
PEMAHAMAN ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH

d. keimanan kepada Allah SWT menjadi pengikat spirit


yang menjiwai sunnatullah dalam setiap gerak mengenali
alam keliling.
“Panggiriak pisau sirauik,
Patungkek batang lintabuang,
Satitiak jadikan lauik,
Sakapa jadikan gunuang,
Alam takambang jadikan guru ”.
Alam telah diciptakan oleh Yang Maha Kuasa.
Terkandung faedah kekuatan, dan khasiat yang perlu
untuk mempertinggi mutu hidup jasmani manusia. Ada
keharusan berusaha membanting tulang. Ada kewajiban
memeras otak untuk mengambil sebanyak-banyak faedah
dari alam sekelilingnya itu. Sambil menikmatinya, ada
kewajiban mensyukurinya, dengan beribadah kepada
Ilahi.
d. kecintaan ke nagari adalah perekat yang sudah dibentuk
oleh perjalanan waktu dan pengalaman sejarah.6
Menjaga dari pada melewati batas-batas yang patut dan
pantas. Tidak terbawa hanyut materi dan hawa nafsu yang
merusak. Menghendaki keseimbangan rohani dan jasmani.
“Jiko mangaji dari alif, Jiko babilang dari
aso,
Jiko naiak dari janjang, Jiko turun dari
tango”.
Sikap hidup (attitude towards life) ini, menjadi sumber
pendorong kegiatan di bidang ekonomi. Tujuan utama untuk
keperluan jasmani (material needs). Hasilnya tergantung kepada
6
Bukti kecintaan kenagari ini banyak terbaca dalam ungkapan-ungkapan
pepatah hujan ameh dirantau urang hujang batu dinagari awak, tatungkuik
samo makan tanah tatilantang samo mahiruik ambun.

H. MAS’OED ABIDIN 13
DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU

dalam atau dangkalnya sikap hidup tersebut berurat dalam jiwa


masyarakat nagari. Dan bergantung pula kepada tingkat
kecerdasan yang telah dicapai.
Dukungan masyarakat adat dan kesepakatan tungku tigo
sajarangan yang terdiri dari ninikmamak, alim ulama, cadiak pandai,
bundo kanduang dan kalangan rang mudo, menjadi penggerak
utama mewujudkan tatanan sistim di nagari. Terutama dalam
menerjemahkan peraturan daerah kembali kepemerintahan
nagari (OTODA). Hakekatnya, anak nagari sangat
berkepentingan dalam merumuskan nagarinya. Konsep ini mesti
tumbuh dari akar nagari itu sendiri. Tidak suatu pemberian dari
luar.
“Lah masak padi 'rang singkarak,
masaknyo batangkai-tangkai,
satangkai jarang nan mudo,
Kabek sabalik buhul sintak,
Jaranglah urang nan ma-ungkai,
Tibo nan punyo rarak sajo”,
Artinya diperlukan orang-orang yang ahli di bidangnya.
Lebih lagi didalam menatap setiap perubahan peradaban yang
tengah berlaku. Hal ini perlu dipahami, supaya jangan tersua
“ibarat mengajar kuda memakan dedak”.
Masyarakat nagari tidak terdiri dari satu keturunan
(suku) saja, tetapi asal muasalnya berdatangan dari berbagai
daerah di sekeliling ranah bundo. Namun mereka dapat bersatu
dalam satu kaedah hinggok mancangkam tabang basitumpu atau
hinggok mencari suku dan tabang mencari ibu.
“Hiyu bali balanak bali, ikan panjang bali dahulu.
Ibu cari dunsanak cari, induak samang cari dahulu “,

14 H. MAS’OED ABIDIN
PEMAHAMAN ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH

Maknanya, -- yang datang dihargai, yang menanti


dihormati --, “Dima bumi di pijak, di sinan langik di junjuang,
di situ adaik bapakai”. Ada satu bentuk perilaku duduk samo
randah tagak samo tinggi. Menjadi prinsip egaliter di
Minangkabau. Kalau bisa dipertajam, inilah prinsip demokrasi
murni dan otoritas masyarakat yang sangat independen.
Langkah Penting kedepan adalah,
1. Menguasai informasi substansial
2. Mendukung pemerintahan yang menerapkan low-
enforcment
3. Memperkuat kesatuan dan Persatuan di nagari-nagari,
dengan muaranya adalah ketahanan masyarakat dan
ketahanan diri.

Dimulai dengan apa yang ada. Kekayaan alam dan potensi


yang terpendam dalam unsur manusia. Kekayaan nilai-nilai
budaya lengkap dengan sarana pendukungnya. Selangkah demi
selangkah mesti diberdayakan. Melaksanakan idea self help mesti
seiring dengan sikap hati-hati. Ada kesadaran tinggi bahwa setiap
gerak di awasi. Kesungguhan diri ditumbuhkan dari dalam.
Tanamkan keyakinan bahwa Allah SWT satu-satunya pelindung
dalam kehidupan. Maka, masyarakat Minangkabau yang beradat
dan beragama selalu hidup dengan mengenang hidup sebelum mati
dan hidup sesudah hidup ini. Sesuai peringatan Ilahi, "Bagi
manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas
perintah Allah. Sesungguhnya Allah Subhanahu Wata'ala tidak
merobah keadan sesuatu kaum, kecuali mereka mau merubah
keadaan yang ada dalam dirinya masing-masing .... Dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap satu kaum, maka tidak
ada yang dapat menolaknya; sekali-kali tidak ada pelindung bagi
mereka selain Dia”.(QS.13, Ar Ra’du : 11).

H. MAS’OED ABIDIN 15
DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU

MEMPERKUAT POSISI NAGARI


Tugas kembali kenagari adalah menggali potensi dan
asset nagari yang terdiri dari budaya, harta, manusia, dan agama
anutan anak nagari. Apabila tidak digali, akan mendatangkan
kesengsaraan baru bagi masyarakat nagari. Dimulai dengan
memanggil potensi yang ada dalam unsur manusia, masyarakat
nagari. Gali kesadaran akan benih-benih kekuatan yang ada
dalam diri masing-masing. Kemudian observasinya dipertajam,
daya pikirnya ditingkatkan, daya geraknya didinamiskan ,
daya ciptanya diperhalus, daya kemauannya dibangkitkan.
Upaya ini akan berhasil dengan menumbuhkan atau
mengembalikan kepercayaan kepada diri sendiri.
“Handak kayo badikik-dikik,
Handak tuah batabua urai,
Handak mulia tapek-i janji,
Handak luruih rantangkan tali,
Handak buliah kuat mancari,
Handak namo tinggakan jaso,
Handak pandai rajin balaja.
Dek sakato mangkonyo ado,
Dek sakutu mangkonyo maju,
Dek ameh mangkonyo kameh,
Dek padi mangkonyo manjadi.”.
Tujuannya sampai kepada taraf yang memungkinkan
untuk mampu berdiri sendiri dan membantu nagari tetangga
secara selfless help, dengan memberikan bantuan dari rezeki yang
telah kita dapatkan tanpa mengharap balas jasa, "Pada hal tidak
ada padanya budi seseorang yang patut dibalas, tetapi karena

16 H. MAS’OED ABIDIN
PEMAHAMAN ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH

hendak mencapai keredhaan Tuhan-Nya Yang Maha Tinggi".


(QS.al-Lail :19- 20).
Walaupun ada kendala, optimisme banagari mesti selalu
dipelihara.
“Alah bakarih samporono,
Bingkisan rajo Majopahik,
Tuah basabab bakarano,
Pandai batenggang di nan rumik”.
Mendukung percepatan pembangunan di era otonomi
daerah di Sumbar, sangat perlu disegerakan upaya upaya ;
1. Meningkatkan Mutu SDM anak nagari, dan memperkuat
Potensi yang sudah ada melalui program utama,
a. menumbuhkan SDM Negari yang sehat dengan gizi
cukup, meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi (terutama terapan),
b. mengokohkan pemahaman agama, sehingga anak
negari menjadi sehat rohani,
c. menjaga terlaksananya dengan baik norma-norma
adat, sehingga anak nagari menjadi masyarakat
beradat yang beragama (Islam).
Membentuk masyarakat beradat dan beragama sebagai
suatu identitas yang tidak dapat ditolak dalam kembali
kenagari..
2. Menggali potensi SDA di nagari, selaras perkembangan
global dengan memperkuat ketahanan ekonomi rakyat.
Membangun kesejahteraan bertitik tolak pembinaan
unsur manusia. Dari menolong diri sendiri kepada
mutual help. Tolong-menolong adalah puncak budaya
Adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah. Berbagi
pekerjaan (ta'awun) ajaran syarak. "Bantu membantu,
ta'awun, mutual help dalam rangka pembagian
pekerjaan (division of labour) menurut keahlian masing-

H. MAS’OED ABIDIN 17
DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU

masing ini, akan mempercepat proses produksi, dan


mempertinggi mutu, yang dihasilkan. Itulah taraf ihsan
yang hendak di capai.

3. Memperindah nagari dengan menumbuhkan contoh di


nagari. Indicator utama adanya moral adat “nan kuriak
kundi, nan sirah sago, nan baik budi nan indah baso”.
Efisiensi organisasi dengan reposisi dan refungsionisasi
semua pemeranan fungsi dari elemen masyarakat.
Ketiga pengupayaan diatas menjadi satu konsepsi tata
cara hidup. Sistem sosial dalam "iklim adat basandi syara' syara'
basandi Kitabullah", adalah membina negara dan bangsa
keseluruhannya untuk melaksanakan Firman Ilahi "Berbuat
baiklah kamu (kepada sesama makhluk) sebagaimana Allah
berbuat baik terhadapmu sendiri (yakni berbuat baik tanpa
harapkan balasan)”. (QS.28, Al Qashash : 77). Kekuatan moral
yang dimiliki, ialah menanamkan "nawaitu" dalam diri masing-
masing.
Untuk membina umat dalam masyarakat di nagari harus
diketahui pula kekuatan-kekuatan.
“Latiak-latiak tabang ka Pinang,
Hinggok di Pinang duo-duo,
Satitiak aie dalam piriang,
Sinan bamain ikan rayo”.

Teranglah sudah, bagi setiap orang yang secara serius


ingin berjuang di bidang pembangunan masyarakat nagari lahir
dan batin, material dan spiritual pasti akan menemui disini
iklim (mental climate) yang subur.
Apabila pandai menggunakan dengan tepat akan banyak
membantu usaha pembangunan itu.
18 H. MAS’OED ABIDIN
PEMAHAMAN ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH

Melupakan atau mengabaikan ini, adalah satu kerugian.


Berarti mengabaikan satu partner "yang amat berguna"
dalam pembangunan masyarakat dan negara.

HAKIKAT SYARAK MANGATO DI MINANGKABAU


Peran syarak di Ranah Minang sekarang ini adalah
menyadarkan ummat akan peran mereka dalam membentuk
diri mereka sendiri. "Sesungguhnya Allah tidak akan merobah
nasib satu kaum, hingga kaum itu sendiri yang berusaha
merobah sikap mereka sendiri." (QS.Ar-Ra’du).
Kenyataan sosial anak nagari harus di awali dengan
mengakui keberadaan mereka, menjunjung tinggi puncak-
puncak kebudayaan mereka, menyadarkan mereka akan potensi
besar yang mereka miliki, mendorong mereka kepada satu
bentuk kehidupan yang bertanggung jawab. Inilah tuntutan
syarak sesuai Kitabullah.
Pencapaiannya mesti melalui gerakan dakwah ilaa Allah.
Da'wah adalah satu kata, di dalam Al-Qur'an, bermakna ajakan
atau seruan. Maka seruan atau ajakan itu, tidak lain adalah
seruan kepada Islam. Yaitu agama yang diberikan Khaliq untuk
manusia, yang sangat sesuai dengan fithrah manusia itu. Islam
adalah agama Risalah, yang ditugaskan kepada Rasul, dan
penyebaran serta penyiarannya dilanjutkan oleh da'wah, untuk
keselamatan dan kesejahteraan hidup manusia.
Rentangan sejarah mencatat "Risalah merintis, da'wah
melanjutkan". Kaedah ini mesti dipahami sebagai upaya intensif
menerapkan adat basandi syarak syarak basandi Kitabullah.
Risalah yang menjadi tugas rasul itu, berisi khabar
gembira dan peringatan. Ditujukan untuk seluruh ummat
manusia. Risalah itu cocok untuk semua zaman. Maksudnya
untuk Rahmat seluruh alam. Nabi Muhammad Rasulullah

H. MAS’OED ABIDIN 19
DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU

S.A.W, da'i pertama yang ditetapkan Allah (QS. Saba’, 34 : 28)


mengajak manusia dengan ilmu, hikmah dan akhlaq. Maka
perintah melaksanakan tugas da'wah secara kontinyu adalah,
a) Supaya menyeru kejalan Allah, dengan petunjuk yang lurus
(QS.Al-Ahzab, 33 : 45-46).
b) Supaya menyembah Allah. Tidak boleh musyrik. Agar hanya
meminta kepadaNya. Mempersiapkan diri untuk kembali
kepadaNya (QS.Al Qashash, 28 : 87).
Setiap Da'I, Imam, Khatib, Urang Siak, Tuanku, alim ulama
suluah bendang di nagari-nagari, mesti meneladani pribadi
Muhammad SAW dalam membentuk effectif leader di Medan
Da'wah.
Da'wah itu, menuju kepada inti dan isi Agama Islam
(QS. Al Ahzab, 33 : 21). Inti agama Islam adalah tauhid.
Implementasinya adalah Akhlaq.
Ummat kini hanya akan menjadi baik dan kembali
berjaya, bila sebab-sebab kejayaan ummat terdahulu di
kembalikan.
Kita semestinya bertindak atas dasar syara’ itu.
Mengajak orang lain untuk menganutnya. "Memulai dari diri
da'i, mencontohkannya kepada masyarakat lain", (Al Hadist).
Inilah cara yang tepat.
Keberhasilan upaya da'wah (gerak da'wah) memerlukan
pengorganisasian (nidzam).
Bimbingan syara’ mengatakan bahwa al haqqu bi-laa
nizham yaghlibuhu al baathil bin-nizam. Maknanya, yang hak
sekalipun, tidak berperaturan (organisasi) akan dikalahkan oleh
kebathilan terorganisir.
Jelaslah bahwa program langkah (action planning)
disetiap lini adalah keterpaduan, kebersamaan, kesepakatan,

20 H. MAS’OED ABIDIN
PEMAHAMAN ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH

dan keteguhan. Langkah awal dengan menghidupkan


musyawarah, sesuai bimbingan adat basandi syarak, syarak
basandi Kitabullah.
Allah menghendaki kelestarian Agama dengan
kemampuan mudah, luwes, elastis, tidak beku dan tidak
berlaku bersitegang.
BAHASA SYARAK ADALAH BAHASA KEHIDUPAN
Koordinasi sesama akan mempertajam faktor-faktor
pendukungnya, membuka pintu dialog persaudaraan (hiwar
akhawi). Kaedah syara’ akan menjadi pendorong dan anak
kunci keberhasilan da'wah untuk menghidupkan adagium adat
basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.
Aktualisasi Kitabullah, nilai-nilai Al-Qur'an, hanya dapat
dilihat melalui gerakan amal nyata yang berkesinambungan
(kontinyu). Terkait dengan seluruh segi dari aktivitas kehidupan
manusia, seperti kemampuan bergaul, mencintai, berkhidmat,
menarik, mengajak (da'wah), merapatkan potensi barisan
(shaff) dalam mengerjakan amal-amal Islami secara bersama-
sama (jamaah) --, sehinga membuahkan agama yang mendunia.
Usaha inilah yang akan menjadi gerakan antisipatif
terhadap arus globalisasi negatif pada abad-abad sekarang..
Kitabullah (Al-Qur'an) telah mendeskripsikan peran
agama Allah (Islam) sebagai agama yang kamal (sempurna) dan
nikmat yang utuh, serta agama yang di ridhai (QS.Al Maidah, 5 :
3), dan menjadi satu-satunya Agama yang diterima di sisi
Allah,yaitu Agama Islam (QS. Ali Imran, 3 : 19).
Konsekuensinya adalah yang mencari manhaj atau tatanan
selain Islam, tidak akan di ridhai ( QS. Ali Imran, 3 : 85).
Tidak ada pilihan lain hanya Islam, "Dan siapakah yang
lebih baik agamanya dari pada orang yang menyerahkan
dirinya kepada Allah secara ikhlas, yakni orang Muslim,

H. MAS’OED ABIDIN 21
DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU

merekapun mengerjakan kebaikan-kebaikan" (QS. An Nisak, 4 :


125).
Setiap Muslim, dengan nilai-nilai Kitabullah (Al Qur'an)
wajib mengemban missi yang berat dan mulia yaitu merombak
kekeliruan ke arah kebenaran.
Inilah yang di maksud secara hakiki "perjalanan kepada
kemajuan (al madaniyah, modernitas)", yang disebut
pemahaman adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.
KHULASAH
Penerapan dari pemahaman adat basandi syarak, syarak
basandi Kitabullah di Minangkabau berkehendak kepada gerak
yang utuh dan terprogram. Hasilnya tidak mungkin di raih
dengan kerja sambilan. Buah yang di petik, sesuai dengan bibit
yang di tanam. Demikian natuur-wet (sunnatullah, = undang-
undang alami). Dalam langkah da'wah, setiap muslim
berkewajiban menapak tugas tabligh (menyampaikan),
kemudian mengajak dan mengujudkan kehidupan beragama
(bersyariat) yang mendunia (dinul-harakah al-alamiyyah).
Pemeranan semua elemen masyarakat di Minangkabau
menghidupkan adat basandi syara’ syara’ basandi Kitabullah
menjadi tugas "ummat da'wah" menurut nilai-nilai Al-Qur'an --
(QS. Ali Imran, 3 : 104 ). Da'wah ini tidak akan berhenti dan
akan berkembang terus sesuai variasi zaman yang senantiasa
berubah, namun tetap di bawah konsep mencari ridha Allah.
Maka peran serta masyarakat yang di tuntut adalah ;
1. Mengelola pembinaan anak nagari dengan peningkatan
manajemen yang lebih accountable dari segi keuangan
maupun organisasi. Melalui peningkatan ini, sumber
finansial masyarakat dapat di pertanggung jawabkan
secara lebih efisien dan peningkatan kualitas pembinaan
ummat dapat dicapai. Segi organisasi anak nagari mesti
lebih viable -- dapat hidup terus, berjalan tahan banting,

22 H. MAS’OED ABIDIN
PEMAHAMAN ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH

bergairah, aktif dan giat – menurut permintaan zaman, dan


durable – yakni dapat tahan lama – seiring perubahan dan
tantangan zaman.
2. Peran serta masyarakat berorientasi kepada mutu
menjadikan pembinaan masyarakat berkembang menjadi
lembaga center of exellence, menghasilkan generasi
berparadigma ilmu komprehensif, berpengetahuan
agama luas dan praktis, berbudi akhlaq plus
keterampilan.
3. Peningkatan peran serta masyarakat mengelola surau
dalam sistim terpadu menjadi bagian integral dari
masyarakat Minangkabau seluruhnya. Pengembangan
surau dalam peran pembinaan dapat menjadi inti, mata
dan pusar dari learning society, masyarakat belajar.
Sasarannya, membuat anak nagari generasi baru menjadi
terdidik, berkualitas, capable, fungsional, integrated di
tengah masyarakatnya, dengan landasan adat basandi
syarak, syarak basandi Kitabullah.
Padang, 27 Oktober 2001

Bio Data

H. MAS’OED ABIDIN

Lahir tanggal : 11 Agustus 1935 di Kotogadang,


Bukittinggi,
Dari pasangan : H.Zainal Abidin bin Abdul Jabbar Imam
Mudo dan Khadijah binti Idriss.
Pendidikan : Surau (madrasah) Rahmatun Niswan Koto
Gadang, Sumatra Thawalib Syeikh H. Abdul Mu’in
Lambah, Sumatra Thawalib Syaikh Ibrahim Moesa Parabek,
SR Kotogadang, SMP II Neg. Bukittinggi, SMA A/C
Bukittinggi (1957), dan FKIP UNITA Padangsidempuan, IKIP
Medan (1963).

H. MAS’OED ABIDIN 23
DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU

Jabatan sekarang : Wakil Ketua Dewan Dakwah


Islamiyah Indonesia Perwakilan Sumbar di Padang (2000-
2005) dan Ketua MUI Sumbar Membidangi Dakwah (2001-
2005), Sekretaris Dewan Pembina ICMI Orwil Sumbar,
Ketua Umum BAZ Prop. Sumbar (2001-2005).
Alamat sekarang : Jalan Pesisir Selatan V/496 Siteba
Padang (KP - 25146), Fax/Telepon 52898, Tel: 58401.
Buku yang sudah diterbitkan ;
1. Islam Dalam Pelukan Muhtadin MENTAWAI, DDII Pusat,
Percetakan ABADI, Jakarta - 1997.
2. Dakwah Awal Abad, Pustaka Mimbar Minang, Padang -
2000.
3. Problematika Dakwah Hari Ini dan Esok, Pustaka
Mimbar Minang, Padang – 2001.
Web-site : http://www.masoedabidin.web.id
mailto : masoedabidin@ mimbarminang.com
masoedabidin@yahoo.com

24 H. MAS’OED ABIDIN

Anda mungkin juga menyukai