1
Diantaranya terdapat dalam A.1:14,QS.Ibrahim.
2
Ungkapan Umar bin Khattab RA, kepada seorang pemuda yang hanya
mendoa dibawah naungan Ka’bah adalah; “Harrik yadaka unzil
‘alaika ar-rizqa”. (al atsar).
3
Sebagai catatan, kata-kata madani belum ada dalam kamus bahasa
Indonesia. Bukan berarti bahwa masyarakat madani adalah “masyarakat
Menghidupi Masyarakat Desa
(Kaum Dhu’afak)
Mengangkat taraf hidup kelompok lemah, akar serabut (grass root)
dari masyarakat alas terbawah piramida, bukan usaha mustahil dikerjakan.
Asal saja dapat merasakan nilai kepentingan, mempunyai daya inisiatif
dan imagination (daya cipta) mengangkatnya, tentu akan dapat
memulainya. 4
Kepandaian-kepandaian betapapun sederhananya, seperti membuat tempe,
tahu dan kecap, membibitkan buah-buahan, menanam sayur mayur, merangkai
dan mengatur bunga, menganyam tikar, beternak itik ataupun ayam buras,
dengan jumlah kecil, dizaman jet supersonic dan satelit-satelit mengitari bumi
seperti sekarang ini, tidak dapat dikatakan apalah artinya. Tidak dapat dianggap
rendah usaha-usaha kecil yang mungkin oleh banyak kalangan dianggap
kurang bermakna.
Proses mempertinggi kesejahteraan hidup dhu’afak, adalah
rangkaian gerbong yang erat terkait dengan proses pembangunan ekonomi
bangsa. Proces geraknya bisa dipercepat. Ada undang-undang bajanya
sendiri, yang tak dapat tidak, harus dijalani, yang umumnya bersifat
natuurlijk (alami dan sunnatullah), yaitu faktor manusia yang terikat erat
dengan adat kebiasaan. Karena sering dilupakan, akhir kesudahannya
menanggung akibat-akibat yang mengecewakan.
Andai kata faktor kebiasaan masyarakat sengaja dilupakan maka
nasibnya tak ubah dari nasib induk ayam menetaskan telor itik. Akibat
langsung adakalanya program tidak jalan, pemborosan disegala sektor,
malah didapati tindakan yang wasted (mubazir).
Dalam setiap proses pembangunan keummatan (ummatisasi) tidak
selalu harus ditilik dari sudut efisiensi dan rendemen ekonomis semata,
tetapi perlu ada pemahaman mendalam kedalam lubuk hati serta kemauan