Anda di halaman 1dari 4

Seminar Nasional dan Kongres Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) TP-17

Peranan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Mewujudkan Kemandirian Pangan di Indonesia, Jakarta 17-18 Desember 2004

AKUMULASI PB DAN CD PADA BUAH TOMAT YANG DITANAM DI


TANAH MENGANDUNG LUMPUR KERING DARI INSTALASI
PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK
Reginawanti Hindersah1 , A. Marthin Kalay2 , Barti Setiani Muntalif3
1
Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
Jalan Raya Jatinangor Km.21 Bandung 40600
Telp/Fax 022 7796316, e-mail reginahindersah@yahoo.com
2
Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon
3
Departemen Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10 Bandung 40116

Abstrak

Penggunaan lumpur kering domestik sebagai bahan organik pada lahan pertanian
merupakan cara yang praktis untuk memanfaatkan limbah, dan dianggap
menguntungkan karena mengandung bahan organik dan nutrisi tanaman. Namun lumpur
mengandung logam berat seperti Pb dan Cd sehingga penggunaan dalam jumlah
berlebih dan jangka panjang dapat berpengaruh buruk terhadap kualitas tanah dan
mengkontaminasi bagian tanaman yang dikonsumsi. Penelitian pot ini dilakukan untuk
mengetahui tingkat akumulasi Pb dan Cd di buah tomat yang ditanam di tanah yang
mengandung lumpur. Penambahan lumpur sampai 50 % di dalam media tanam,
menyebabkan peningkatan akumulasi Pb dan Cd di buah tomat, namun dosis lumpur
kering terbaik untuk meningkatkan hasil adalah 25 %.
Kata kunci: Lumpur domestik, nutrisi tanaman, akumulasi Pb dan Cd di buah tomat

1. Pendahuluan
Untuk mempertahankan efektivitas pengolahan air limbah, secara berkala lumpur diangkat
dari dasar kolam di Instalasi Pengolahan Air Limbah Perusahaan Daerah Air Minum Bandung (IPAL
PDAM) dan selanjutnya ditimbun di bak pengering. Penggunaan Lumpur sebagai masukan dalam
produksi pertanian telah banyak dilakukan di berbagai negara maju dengan pertimbangan bahwa
lumpur mengandung bahan organik dan sejumlah elemen yang mendukung pertumbuhan tanaman.
Namun logam berat di dalam lumpur dapat mengancam rantai makanan di tanah, keamanan pangan
dan kualitas makanan. Lumpur kering IPAL PDAM mengandung 11.78 % C organik 1.24 % N total,
1.63 mg/100g P dan 48.50 mg/100g K, tetapi kandungan timah dan kadmium yang mencapai masing-
masing 173.98 dan 3.72 mg/kg perlu dipertimbangkan sebelum dimanfaatkan untuk pertanian.
Secara alami tanah mengandung Pb dan Cd dengan konsentrasi 20 - 42 mg/kg yang
tergantung dari batuan induk, cara terbentuknya tanah, dan translokasi logam berat di tanah (Alloway,
1995). Namun Pb dan Cd adalah logam berat yang secara fisiologis tidak diperlukan tanaman
maupun hewan. Oleh karena itu, sebelum menggunakan lumpur kering dalam produksi tanaman perlu
dipastikan dosis yang akan dipakai dan tingkat akumulasi logam berat di bagian tanaman konsumsi.
Setiap tanaman memiliki perbedaan sensitivitas terhadap logam berat dan memperlihatkan
kemampuan yang berbeda dalam mengakumulasi logam berat. Pada percobaan pot, lumpur ini
terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif awal tanaman sayuran di pot (Kalay dan
Hindersah, 2003; Muntalif dan Hindersah, 2003) dan tidak menyebabkan peningkatan konsentrasi Pb
dan Cd yang nyata di tanaman pakcoy (Qodaryah, 2004) dan jagung manis (Maryani, 2004). Untuk
lebih memastikan aspek keamanan, kami mengujinya pada tanaman tomat untuk mendapatkan
gambaran seberapa besar Pb dan Cd dari lumpur akan ditranslokasikan ke buah tomat dan seberapa
besar perbedaan akumulasi kedua logam ini jika dibandingkan dengan buah tomat dari tanaman
yang tumbuh di tanah tanpa lumpur.

142 ISBN : 979-99965-0-3


Seminar Nasional dan Kongres Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) TP-17
Peranan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Mewujudkan Kemandirian Pangan di Indonesia, Jakarta 17-18 Desember 2004

2. Metodologi
Percobaan rumah kaca ini menguji pengaruh tiga konsentrasi lumpur kering di dalam media
tanam tomat. Ketiga konsentrasi tersebut adalah 25, 50, dan 75 % dengan satu perlakuan kontrol
berupa media tanam tanpa lumpur kering. Percobaan dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran Bandung dari bulan April sampai Juni 2004.
Media tanam terdiri atas campuran Inceptisols Jatinangor (pH (H2O) of 5.4, 2.54 % C organik,
0.18 % N, 1.1 mg/kg P2O5, 0.22 cmol/kg K-dd, kapasitas tukar kation sedang, 19.87 mg/kg Pb, and
0.14 mg/kg Cd) dan pupuk kandang sapi (18.65 mg/kg Pb dan 0.12 mg/1000kg Cd) dengan
perbandingan 2:1 (v/v). Sebanyak 10 kg media tanam yang telah dicampur dengan lumpur sesuai
perlakuan dimasukkan ke dalam kantung plastik hitam. Setiap pot ditanami dengan satu bibit tomat
dan dipelihara di rumah kaca sampai umur panen. Tanaman diberi pupuk NPK sesuai dengan anjuran
yang diberikan 3 kali. Pada setiap tanaman dibiarkan tumbuh empat rangkaian bunga pertama.
Rancangan percobaan adalah rancangan acak kelompok dengan enam ulangan. Respon
yang diamati adalah jumlah buah dan hasil buah per tanaman serta akumulasi Pb dan Cd di buah
tomat. Sampel untuk penentuan Pb dan Cd di buah diambil secara acak, dan konsentrasi Pb dan Cd
diukur dengan Atomic Adsorption Spectrometry (AAS). Analisis ragam dilakukan untuk semua respon
di atas, dan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan jika terdapat perbedaan yang nyata dari
perlakuan.

3. Hasil dan Diskusi


Selama fase vegetatif tidak terlihat perbedaan pertumbuhan tanaman baik yang ditanam di
tanah yang mengandung lumpur maupun tidak. Saat memasuki fase generatif, tanaman yang tumbuh
di tanah mengandung 75 % lumpur mengalami penundaan pembungaan sampai dua minggu.
Dengan demikian, panen buah dari tanaman tersebut tertunda dua minggu.

1000 21
Berat buah per tanaman (g)

Jumlah buah per tanaman

767.63 18 15.33
800
633.61 665.18 13.17
586.39 15
600 11.17
12 9.67
400 9
6
200
3
0 0
0% 25% 50% 75% 0% 25% 50% 75%
Dosis lumpur Dosis lumpur

Gambar 1. Pengaruh berbagai dosis lumpur terhadap berat buah dan jumlah buah per tanaman

Pemberian 25% lumpur ke dalam tanah meningkatkan berat buah dan jumlah buah per
tanaman dibandingkan dengan tanaman tanpa lumpur (Gambar 1). Aplikasi lumpur dengan dosis
yang lebih tinggi tidak dapat meningkatkan hasil panen, bahkan pemberian 75% lumpur menghasilkan
berat buah dan jumlah buah yang dengan nyata lebih rendah daripada yang dihasilkan tanaman
kontrol. Meskipun demikian, berat rata-rata satu buah tomat dari tanaman yang diberi 50 dan 75%
lumpur (59.86 g dan 51.52 g) lebih besar daripada buah dari tanaman yang tumbuh di tanah yang
mengandung 25% lumpur (51.69 g).
Pembenaman bahan organik pada produksi tanaman sayuran merupakan suatu keharusan
untuk mempertahankan kualitas tanah dan selanjutnya kualitas tanaman. Lumpur kering
mengandung 11.78 % C organik (setara dengan sekitar 18 % bahan organik) sehingga berpotensi
untuk dijadikan bahan organik pada pertanaman tomat. Potensi ini dengan jelas telah diperlihatkan
oleh pertumbuhan vegetatif tanaman tomat yang lebih baik (Muntalif dan Hindersah, 2003). Pada
percobaan pot, media tanam yang mengandung lumpur pada dosis tertentu dengan nyata lebih
mendukung pertumbuhan pakcoy sampai saat panen (Qodaryah, 2004), dan meningkatkan berat
segar selada (belum dipublikasi). Peningkatan ini merupakan konsekuensi logis dari tersedianya

143 ISBN : 979-99965-0-3


Seminar Nasional dan Kongres Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) TP-17
Peranan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Mewujudkan Kemandirian Pangan di Indonesia, Jakarta 17-18 Desember 2004

nutrisi tanaman dari lumpur. Pada percobaan ini, aplikasi 25 % lumpur dapat dikatakan merupakan
dosis terbaik karena menghasilkan berat buah (767.63 g) dan jumlah buah (15.33) yang lebih baik
daripada perlakuan lainnya. Pemberian lumpur pada dosis lebih tinggi menurunkan hasil panen yang
dapat disebabkan oleh mampatnya media pertumbuhan karena lumpur mengandung 76 % liat
sehingga terjadi pemampatan tanah yang menghambat pertumbuhan akar (Kalay dan Hindersah,
2003 ; Hindersah et al., 2004).
Aplikasi lumpur sebagai masukan untuk lahan pertanian harus mempertimbangkan resiko
pencemaran lingkungan yang mungkin terjadi akibat logam berat maupun unsur hara lain yang
dikandungnya. Pencemaran ini dapat dihindarkan jika lumpur diaplikasikan dalam dosis yang
menyerupai dosis bahan organik. Aplikasi 5-10 t/ha lumpur ini pada tanaman jagung di pot tidak
meningkatkan Pb terlarut tanah tetapi kecuali jika pada saat yang sama ditambahkan 5-10 t/ha pupuk
kandang sapi (Maryani, 2004). Pada pertanaman anggur, tidak terdapat peningkatan konsentrasi
logam berat total maupun terlarut 18 bulan setelah pemberian 1, 3, dan 9 t/ha lumpur yang
dikomposkan (Karboulewsky et al., 2002). Gaskin (2003) juga menyimpulkan bahwa aplikasi biosolid
dalam waktu yang panjang pada lahan pakan ternak tidak menimbulkan akumulasi logam berat di
tanah.
Adanya kontaminan logam berat di tanah yang berasal dari Lumpur mendorong peningkatan
akumulasi Pb maupun Cd di buah tomat yang berkorelasi positif dengan dosis lumpur (Gambar 2).

5 4
4.11
Akumulasi Pb di buah Tomat

Akumulasi Cd di buah tomat

4 2.91
3
2.47
3 2.65 2.09
(mg/1000 kg)
(mg/kg)

1.94 2
2
1.4
0.96
1 1

0 0
0% 25% 50% 75% 0% 25% 50% 75%
Dosis Lumpur Dosis lumpur

Gambar 2. Pengaruh berbagai dosis Lumpur terhadap akumulasi Pb dan Cd di buah tomat

Penyerapan Pb dan Cd oleh tanaman pangan perlu mendapatkan perhatian karena kedua
logam berpotensi untuk meracuni jika dikonsumsi. Faktor yang mengendalikan akumulasi Pb dan Cd
di tanaman adalah konsentrasi dan jenis logam di larutan tanah, pergerakan logam dari tanah ke
permukaan akar, transport logam dari permukaan akar ke dalam akar, dan translokasinya dari akar ke
tajuk tanaman (Alloway, 1995). Kadmium bersifat lebih mobil di dalam tanah dan kerena itu lebih
mudah diserap tanaman dibandingkan dengan Pb (Alloway, 1995; Sukreeyapongse, 2992).
Peningkatan akumulasi Pb dan Cd di buah tomat (Gambar 2) setelah pemberian berbagai dosis
lumpur membuktikanbahwa kedua logam berat di dalam lumpur mengalami mobilisasi dan
ditranslokasikan ke tanaman dari larutan tanah.
Buah dari tanaman yang diberi 25 dan 50 % lumpur menyerap Pb masing-masing 1.94
mg/kg dan 2.65 mg/kg yang masih lebih rendah daripada ambang batas dari Departemen Kesehatan
RI yaitu 4 mg/kg. Namun, akumulasi Pb sudah melebihi batas jika lumpur diberikan pada dosis 75 %.
Tidak terdapat akumulasi Cd di atas ambang batas, 2 mg/kg, pada buah tomat dari seluruh dosis
lumpur yang diberikan. Akumulasi Pb dan Cd di buah dari tanaman kontrol menjelaskan adanya
mobilitas Pb dan Cd yang secara alami telah berada di dalam tanah dan juga yang berasal dari
pupuk kandang. Selain itu pupuk fosfat menyumbang Cd tanah mengingat batuan fosfat secara alami
mengandung logam Cd.
Pada percobaan pot ni buah tomat mengakumulasi Pb dan Cd dalam jumlah yang relatif
besar. Di dalam pot tidak terjadi mobilisasi logam berat ke bagian bawah profil tanah dan
perkembangan akar dibatasi oleh ruang. Dengan demikian akar berpotensi menyerap logam dalam

144 ISBN : 979-99965-0-3


Seminar Nasional dan Kongres Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) TP-17
Peranan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Mewujudkan Kemandirian Pangan di Indonesia, Jakarta 17-18 Desember 2004

jumlah yang relatif besar. Meskipun belum terdapat data akumulasi Pb dan Cd di buah tomat pada
percobaan lapangan, percobaan lapangan dengan tanaman jagung manis telah memberikan
gambaran adanya penurunan akumulasi Pb dan Cd di biji jagung (belum dipublikasi). Pada percobaan
tersebut, serapan Pb dan Cd di biji berada di bawah batas maksimum Pb dan Cd untuk sayuran
menurut standard FAO-WHO Codex alimentarius commision (2001).

4. Kesimpulan
Penambahan lumpur sampai 50 % ke dalam media tanam, menyebabkan peningkatan
akumulasi Pb dan Cd di buah tomat tetapi dengan konsentrasi yang tidak melebihi konsentrasi
kedua logam pada tanaman normal. Namun dosis lumpur kering terbaik untuk meningkatkan hasil
adalah 25 %. Untuk memastikan konsentrasi kedua logam di buah tomat dan selanjutnya menjamin
keamanan pangan, perlu dilakukan percobaan lapangan dengan dosis lumpur antara 25 – 50 %.

Daftar Pustaka
1. Alloway, B.J. (editor), (1995). Heavy Metals in Soils. Hal 39-57, 206-223, Blackie Academic &
Professional. Glasgow.
2. Gaskin, J.W.,R.B. Brobst, W. P. Miller, E.W. Tollner, (2003),”Long-Term Biosolids application
Effects on Metal Concentration in Soils and Bermudagrass Forage, Journal of Environmental
Quality 32:146-152
3. Hindersah, R., A.M. Kalay, B.S. Muntalif, (2004), “Pemanfaatan Lumpur instalasi Pengolahan Air
Limbah: Studi Pendahuluan terhadap Pertumbuhan Vegetatif Jagung Manis dan Mikrob Tanah”,
Jurnal Mikrobiologi Indonesia, 9:47-50
4. Koboulewsky, N., S. Dupouyet, G. Bonin, (2002), “Environmental Risks of Applying Sewage
Sludge Compost to Vineyard Carbon, Heavy Metals, Nitrogen, and Phosphorus Accumulation”,
Journal of Environmental Quality 31:1522-1527
5. Kalay A. M, R. Hindersah, (2003), “Pemanfaatan Lumpur Kering Kolam Anaerob Pengolahan
Limbah sebagai Media Pembibitan Tanaman Sayuran”, Prosiding Kongres dan Seminar Nasional
Himpunan Ilmu Tanah Indonesia VIII, hal 504-510.
6. Maryani, L, (2004), “Pemanfaatan Lumpur Instalasi Pengolahan Air Limbah dan Pupuk Kandang
Sapi sebagai Amelioran pada Tanaman Jagung Manis, Universitas Padjadjaran, hal 26-34
7. Muntalif, B.S., R. Hindersah, (2003), “The Use of Domestic Sludge as Organic Matter for
Vegetable Production, Indonesian Journal on Chemistry and Toxicology, 2:32-35
8. Qodaryah, E.S., (2004), “Pengaruh Lumpur Kering dan Pupuk Kandang Sapi terhadap pH Tanah,
Pb Terlarut, Pb Total, Akumulasi Pb pada Pupus Tanaman, dan Hasil Pakcoy pada Fluventic
Eutrudepts, Universitas padjadjaran, hal 30-38.
9. Sukreeyapongse, O, P.E. Holm, B.W. Strobel, S. Panichasakpatana, J. Magid, H.C.B. Hansen,
(2002), “pH-Dependent Release of Cadmium, Copper, and Lead from Natural and Sludge-
amended Soil”, Journal Environmental. Quality, 31:1901-1909

145 ISBN : 979-99965-0-3

Anda mungkin juga menyukai