Anda di halaman 1dari 8

SERBA-SERBI SEJARAH PEMEBENTUKAN

KABUPATEN PANGANDARAN
Oleh: Ikin Salikin Iskandar*)

Tentang Pembentukan Kabupaten Pangandaran


Kabupaten Pangandaran meliputi sepuluh kecamatan di bagian paling
tenggara Provinsi Jawa Barat, terdiri dari: Padaherang, Kalipucang, Pangandaran,
Parigi, Cijulang, Cigugur, Mangunjaya, Sidamulih, Cimerak dan Langkaplancar.
Kenapa pembentukan Kabupaten Pangandaran menjadi penting? Beberapa fakta
sederhana bisa diungkapkan di sini.
Pertama, Provinsi Jawa Barat dengan wilayah yang luas tergolong memiliki
jumlah kota/kabupaten sedikit. Dengan keadaan seperti itu, kota/kabupaten
tersebut cenderung memiliki wilayah yang terlalu luas (dibandingkan misalnya
dengan kota/kabupaten di Jawa Timur). Dengan luasnya wilayah, pengelolaan
pelayanan terhadap warga menjadi jauh tidak efisien (bayangkan, penduduk di
Pangandaran, atau bahkan Cijulang, perlu menempuh tiga jam perjalanan paling
minimal, untuk mengurus Surat Izin Mengemudi atau Nomor Pokok Wajib Pajak
ke Ciamis). Ciamis merupakan salah satu kabupaten dengan wilayah yang sangat
luas dan perlu untuk dimekarkan.
Kedua, sebagai kota tujuan wisata, sudah saatnya Pangandaran mengelola
secara mandiri potensi-potensinya. Sudah menjadi kecenderungan umum di dunia,
kota-kota wisata bersifat mandiri sehingga mereka bisa maksimal mem”branding”
namanya di dunia pariwisata. Hal ini tentu tak akan maksimal jika Pangandaran
masih mengikuti kabupaten induknya. Mengapa? Kita tahu potensi ekonomi
Kabupaten Ciamis tidak seluruhnya berasal dari pariwisata. Kabupaten Ciamis
harus membagi pengelolaan (pelayanan maupun finansialnya) dengan daerah-
daerah lain di wilayahnya. Kondisi ini memang tak terelakan. Hasilnya kita lihat,
pembangunan Pangandaran sebagai kota wisata tak memiliki kemajuan yang
berarti.
Ketiga, pembentukan Kabupaten Pangandaran bisa melengkapi strategi
pembangunan wilayah selatan Jawa yang digagas pemerintah pusat.

Dukungan Dana Pemerintah Daerah Kabupaten dan Provinsi


Pemerintah Kabupaten Ciamis menambah dana pemilukada pertama dan
penyelenggaraan pemerintahan di calon Kabupaten Pangandaran menjadi Rp 12,5
miliar. Sebelumnya dukungan dana selama dua tahun, hanya sebesar Rp 7,5
miliar.
Bupati Ciamis Engkon Komara menyatakan hal itu, ketika menyampaikan
jawaban atas pemandangan umum fraksi DPRD Ciamis tentang bantuan untuk
calon Kabupaten Pangandaran. Rapat dipimpin Wakil Ketua DPRD Didi Sukardi,
Rabu (9/6).
Tahun pertama sebesar Rp 7,5 miliar, terdiri dari Rp 5 miliar untuk
penyelenggaraan pemerintahan, serta Rp 2,5 miliar untuk pilkada pertama kali.
Sedangkan pada tahun kedua, bantuan untuk penyelenggaraan pemerintahan
sebesar Rp 5 miliar. Jumlah tersebut lebih banyak Rp 2,5 miliar dari rencana
sebelumnya.
“Bantuan untuk tahun pertama yang sebelumnya sebesar Rp 5 miliar,
ditambah menjadi Rp 7,5 miliar. Jumlah dukungan dana APBD Provinsi Jawa
Barat tahun pertama dan kedua tetap sebesar Rp 12,5 miliar,” katanya.
Berkenaan dengan permohonan penambahan dukungan dana untuk pemilu
menjadi sebesar Rp 7,5 miliar, Bupati Ciamis secara tidak langsung menolaknya.
Dia hanya mengungkapkan pertimbangan perhitungan pengalaman pemilu
sebelumnya.
Jumlah hak pilih dari 10 kecamatan daerah otonom baru calon Kabupaten
Pangandaran sebanyak 286.012 orang. Saat itu anggaran yang dibutuhkan sebesar
Rp 4 miliar. “Ditambah Rp 1 miliar untuk panwaslu, jadi totalnya Rp 5 miliar.
Jumlah tersebut kami anggap sudah mencukupi,” tuturnya.
Engkon mengatakan sejak tahun 2009 telah melakukan pendataan aset
daerah milik kabupaten induk (Kabupaten Ciamis) ke daerah otonom baru
Pangandaran. Untuk lebih memastikannya, saat ini kembali dilakukan pendataan
ulang.
“Berdasarkan pengalaman di wilayah lain, masalah asset menjadi persoalan
yang berlarut ketika terbentuk daerah otonom baru. Kami tidak menghendaki
adanya benturan atau rebutan asset,” katanya.
Ketua Presidium Pembentukan Kabupaten Pangandaran Supratman
didampingi beberapa pengurus lainnya, menyatakan dukungannya atas langkah
yang diambil Pemkab. Ciamis. Disebutkan sebelum diserahkan ke DPR RI ada
beberapa penyempurnaan persyaratan yang harus diajukan. “Kelengkapan atau
penyempurnaan tersebut harus diselesaikan paling lambat 30 Juni 2010,” tuturnya.
Di antara persyaratan yang dilengkapi adalah angka nominal dukungan dana
untuk pilkada pertama, Persetujuan penyerahan kekayaan, dan peta lengkap
wilayah daerah otonom baru. “Sekali lagi, kami menyambut positif langkah yang
diambil Pemkab. Ciamis,” katanya.

Pembentukan Kabupaten Pangandaran Akan Jadi Undang-undang


Komisi II DPR RI meyakinkan Presidium Pembentukan Kabupaten
Pangandaran bahwa soal pemekaran akan dibahas bahkan disyahkan menjadi
Undang-Undang. Oleh karena itu, presidium dan masyarakat di Ciamis selatan
diharapkan tetap percaya diri.
Sebagai bukti bahwa mereka serius, Komisi II mengaku sudah mengusulkan
kepada Ketua komisi untuk mengagendakan kunjungan kerja ke calon daerah
otonom Pangandaran. Itu juga sebagai bukti bahwa Komisi II memegang teguh
komitmennya untuk mengupayakan terbentuknya Kabupaten Pangandaran.
“Kami, presidium, menerima tekad Komisi II itu belum lama ini, dari Wakil
Ketua Komisi Gaffar Patafe. Jadi kami tetap optimistis Kabupaten Pangandaran
akan terbentuk, apalagi karena Pak Gaffar menyatakan akan tetap memegang
komitmen,” kata Ketua Presidium Pembentukan Kabupaten Pangandaran H.
Supratman melalui anggota presidium Andis Sose, ketika dihubungi “PRLM”,
Jumat (5/2).
Menurut Andis, beberapa waktu lalu memang sempat muncul tentang
moratorium. Bahkan soal moratorium tersebut masih menjadi istilah yang kerap
dikatakan pejabat di Jakarta saat menjelaskan soal pemekaran wilayah.
Akan tetapi, Komisi II telah meyakinkan bahwa soal moratorium tersebut
tidak perlu dirisaukan. “Soal itu, kata Pak Gaffar tidak usah dirisaukan karena
hanya merupakan statemen pribadi yang tidak punya landasan hukumnya,” kata
Andis.
Hal itu, berbeda dengan pemekaran daerah. Pemekaran daerah, ada dasar
hukumnya, berupa undang-undang. Apalagi soal pembentukan Kabupaten
Pangandaran itu sudah disetujui DPRRI dan sudah ada Rancangan Undang-
Undang (RUU)-nya. “Jadi, menurut Pak Gaffar, warga di Ciamis selatan tidak
perlu khawatir,” ungkap Andis Sose lagi.

Rekomendasi Pemekaran Pangandaran Sudah Turun


Rekomendasi Gubernur Jawa Barat tentang Persetujuan Pembentukan
Daerah Otonom Pangandaran sebenarnya sudah turun, bahkan sudah ada di
Komisi II DPR RI. Selain Gubernur, yang juga sudah mengeluarkan rekomendasi
adalah DPRD Provinsi Jawa Barat.
Hal itu disampaikan Ketua Presidium Pembentukan Kabupaten
Pangandaran, H. Supratman dalam keterangan persnya di Pangandaran, Selasa
(26/1). Ia mengatakan itu berkaitan dengan pernyataan Jeje Wiradinata, politisi
yang mengatasnamakan diri Penasihat Forum Pangandaran seperti dilansir harian
ini, Senin (25/1).
“Saya kaget membaca pernyataan Jeje soal rekomendasi Gubernur yang
belum turun itu. Padahal, rekomendasi itu sudah turun lama, setelah
diperjuangkan oleh Presidium bersama elemen masyarakat lainnya,” kata
Supratman, seraya memperlihatkan rekomendasi di maksud.
Rekomendasi atau SK Gubernur tentang Persetujuan Pembentukan Daerah
Otonom Pangandaran tersebut, kata dia, bernomor 130/Kep.150.3-otdaksm/2009
dengan ditandangani langsung Gubernur Ahmad Heryaman, sedang SK DPRD
Prov Jabar bernomor 135/Kep.DPRD-19/2009 tentang Persetujuan DPRD
Provinsi Jawa Barat terhadap Pemekaran Kabupaten Sukabumi dan Ciamis.
Menurut Supratman, selain dia, yang turut kaget adalah Kepala Biro Otda
Provinsi Jawa Barat Drs. H. Daud Ahmad. Saking kagetnya, Daud sampai
mengontak dirinya dan menanyakan kenapa hal itu sampai terjadi. Padahal,
rekomendasi di maksud telah disampaikan Gubernur ke Mendagri dengan
tembusan ke DPR RI temasuk Komisi II-nya.
“Kami bersama perwakilan Presidium di Jakarta, sudah mengecek apakah
rekomendasi itu sudah sampai atau belum ke DPR. Kami yakin, sudah sampai
sejak beberapa waktu lalu,” ujarnya.
Sebelumnya Jeje mengatakan bahwa rekomendasi Gubernur tentang
persetujuan pembentukan daerah otonom Pangandaran itu belum sampai ke DPR
RI. Jeje mengaku mendapatkan informasi itu setelah menemui Komisi II DPR
bersama anggota DPRD Jabar Ijah Hadidjah, dan diterima Wakil Ketua Komisi II
Bidang Otonomi Daerah Gandjar Pranowo, didampingi anggota lainnya Ari
Zakaria, Irfan dan lainnya di Jakarta.
Kabupaten Pangandaran Pasti Terbentuk
Menyusul hasil kajian ilmiah tim Universitas Padjadjaran (Unpad) yang
merekomendasikan pemekaran wilayah Ciamis selatan menjadi daerah otonom,
akhirnya pemerintah Kabupaten Ciamis akhirnya juga menyetujui pembentukan
daerah baru tersebut. Berdasarkan surat rekomendasi dari Pemkab. Ciamis
tersebut, DPRD juga menindaklanjutinya dengan membentuk panitia khusus
(pansus) yang menangani persoalan pemisahan wilayah tersebut.
"Kami sudah menerima surat dari Bupati Ciamis yang merekomendasikan
pemekaran Ciamis selatan. Suratnya sudah kami terima tadi. Dengan adanya
rekomendasi itu, kami juga segera membentuk pansus yang menangani berbagai
persoalan terkait pemekaran Ciamis Selatan," ungkap Ketua DPRD Ciamis Jeje
Wiradinata, Kamis (8/1).
Ditegaskan pansus akan bekerja intensif selama bulan Januari, sehingga
diharapkan pada awal Februari sudah melangkah tahapan berikutnya.
Ditambahkan nama baru bagi Ciamis selatan adalah Kabupaten Pangandaran.
Salah satu falsafahnya karena nama tersebut sudah terkenal, selain itu juga lebih
cocok untuk wilayah Pangandaran.
"Dengan pembahasan intensif, bulan Januari ini pansus sudah dapat
menyelesaikan tugas terkait dengan pemekaran, termasuk juga menetukan lokasi
ibu kota kabupaten, serta nama Kabupaten Pangandaran," tuturnya.
Apabila seluruh tahapan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme dan tanpa
ada alangan, lanjut Jeje, pemisahan Ciamis selatan akan tuntas pada tahun 2011.
"Dengan demikian pada tahun tersebut juga otomatis terbentuk kabupaten baru,
yakni Kabupaten Pangandaran," kata Ketua DPRD Ciamis.
Dia juga menyambut gembira rencana pemerintah untuk menjadikan jalur
selatan selatan sebagai jalan nasional. Dengan dibukanya jalur selatan selatan
menjadi jalan nasonal, akan dapat membuka isolasi wilayah tersebut. Diakuinya
selama ini wilayah selatan terkesan terisolir, salah satunya karena jalur
transportasi yang masih minim.
"Dibukanya jalur tersebut juga sekaligus menjadi modal bagi percepatan
pembangunan wilayah selatan, sehingga dapat sejajar dengan daerah lainnya,"
ujarnya.
Jeje juga mengatakan bahwa wilayah Kabupaten pangandaran masih tetap
mencakup 10 kecamatan, yakni Kecamatan Kalipucang, Padaherang, Cimerak,
Cigugur, Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran, Mangunjaya dan
Langkaplancar. Sedangkan tiga kecamatan lainnya yakni Banjarsari, Purwadadi,
dan Lakbok yang sebelumnya juga dikabarkan akan bergabung, ternyata tidak
masuk dalam wilayah otonom baru.

Sejarah Pangandaran
Pada mulanya Pananjung merupakan salah satu pusat kerajaan, sejaman
dengan kerajaan Galuh Pangauban yang berpusat di Putrapinggan sekitar abad
XIV M.  setelah munculnya kerajaan Pajajaran di Pakuan Bogor.  Nama rajanya
adalah Prabu Anggalarang yang salah satu versi mengatakan bahwa beliau masih
keturunan Prabu Haur Kuning, raja pertama kerajaan Galuh Pagauban, namun
sayangnya kerajaan Pananjung ini hancur diserang oleh para Bajo (Bajak Laut)
karena pihak kerajaan tidak bersedia menjual hail bumi kepada mereka, karena
pada saat itu situasi rakyat sedang dalam keadaan paceklik (gagal panen).
Pada tahun 1922 pada jaman penjajahan Belanda oleh Y. Everen (Presiden
Priangan) Pananjung dijadikan taman baru, pada saat melepaskan seekor banteng
jantan, tiga ekor sapi betina dan beberapa ekor rusa.
Karena memiliki keanekaragaman satwa dan jenis – jenis tanaman langka,
agar kelangsungan habitatnya dapat terjaga maka pada tahun 1934 Pananjung
dijadikan suaka alam dan marga satwa dengan luas 530 Ha.  Pada tahun 1961
setelah ditemukannya Bunga Raflesia padma status berubah menjadi cagar alam.
Dengan meningkatnya hubungan masyarakat akan tempat rekreasi maka
pada tahun 1978 sebagian kawasan tersebut seluas 37, 70 Ha dijadikan Taman
Wisata.  Pada tahun 1990 dikukuhkan pula kawasan perairan di sekitarnya sebagai
cagar alam laut (470,0 Ha) sehingga luas kawasan pelestarian alam seluruhnya
menjadi 1000,0 Ha.  Perkembangan selanjutnya, berdasarkan SK Menteri
Kehutanan No.104/KPTS-II/1993 pengusahaan wisata TWA Pananjung
Pangandaran diserahkan dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan
Pelestarian Alam kepada Perum Perhutani dalam pengawasan Perum Perhutani
Unit III Jawa Barat, Kesatuan Pemangkuan Hutan Ciamis, bagian Kemangkuan
Hutan Pangandaran.
Pada awalnya Desa Pananjung Pangandaran ini dibuka dan ditempati oleh
para nelayan dari suku Sunda. Penyebab pendatang lebih memilih daerah
Pangandaran untuk menjadi tempat tinggal karena gelombang laut yang kecil
yang membuat mudah untuk mencari ikan. Karena di Pantai Pangandaran inilah
terdapat sebuah daratan yang menjorok ke laut yang sekarang menjadi cagar alam
atau hutan lindung, tanjung inilah yang menghambat atau menghalangi
gelombang besar untuk sampai ke pantai. Di sinilah para nelayan menjadikan
tempat tersebut untuk menyimpan perahu yang dalam bahasa sundanya disebut
andar setelah beberapa lama banyak berdatangan ke tempat ini dan menetap
sehingga menjadi sebuah perkampungan yang disebut Pangandaran. Pangandaran
berasal dari dua buah kata pangan dan daran . yang artinya pangan adalah
makanan dan daran adalah pendatang. Jadi Pangandaran artinya sumber makanan
para pendatang.
Lalu para sesepuh terdahulu memberi nama Desa Pananjung, karena
menurut para sesepuh terdahulu di samping daerah itu terdapat tanjung di daerah
inipun banyak sekali terdapat keramat-keramat di beberapa tempat. Pananjung
artinya dalam bahasa sunda Pangnanjung-nanjungna (paling subur atau paling
makmur).
Pada mulanya Pananjung merupakan salah satu pusat kerajaan, sejaman
dengan kerajaan Galuh Pangauban yang berpusat di Putrapinggan sekitar abad
XIV M.  setelah munculnya kerajaan Pajajaran di Pakuan Bogor.  Nama rajanya
adalah Prabu Anggalarang yang salah satu versi mengatakan bahwa beliau masih
keturunan Prabu Haur Kuning, raja pertama kerajaan Galuh Pagauban, namun
sayangnya kerajaan Pananjung ini hancur diserang oleh para Bajo (Bajak Laut)
karena pihak kerajaan tidak bersedia menjual hail bumi kepada mereka, karena
pada saat itu situasi rakyat sedang dalam keadaan paceklik (gagal panen).
Pada tahun 1922 pada jaman penjajahan Belanda oleh Y. Everen (Presiden
Priangan) Pananjung dijadikan taman baru, pada saat melepaskan seekor banteng
jantan, tiga ekor sapi betina dan beberapa ekor rusa.
Karena memiliki keanekaragaman satwa dan jenis – jenis tanaman langka,
agar kelangsungan habitatnya dapat terjaga maka pada tahun 1934 Pananjung
dijadikan suaka alam dan marga satwa dengan luas 530 Ha.  Pada tahun 1961
setelah ditemukannya Bunga Raflesia padma status berubah menjadi cagar alam.
Dengan meningkatnya hubungan masyarakat akan tempat rekreasi maka
pada tahun 1978 sebagian kawasan tersebut seluas 37, 70 Ha dijadikan Taman
Wisata.  Pada tahun 1990 dikukuhkan pula kawasan perairan di sekitarnya sebagai
cagar alam laut (470,0 Ha) sehingga luas kawasan pelestarian alam seluruhnya
menjadi 1000,0 Ha.  Perkembangan selanjutnya, berdasarkan SK Menteri
Kehutanan No. 104?KPTS-II?1993 pengusahaan wisata TWA Pananjung
Pangandaran diserahkan dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan
Pelestarian Alam kepada Perum Perhutani dalam pengawasan Perum Perhutani
Unit III Jawa Barat, Kesatuan Pemangkuan Hutan Ciamis, bagian Kemangkuan
Hutan Pangandaran.

Pangandaran, Mereka Kecewa, Lalu Melepaskan Diri


KETUA Presidium Pemekaran Ciamis Selatan (PPCS) Supratman merasa
lega, karena kekhawatirannya terhadap kemungkinan DPRD Kab. Ciamis
menolak keinginan pembentukan daerah Kabupaten Pangandaran atau Kab.
Ciamis Selatan tidak terbukti. Seluruh fraksi di DPRD Ciamis, sepakat menyetujui
usulan pembentukan daerah otonom baru ini.
Bahkan, dewan akan mengusulkan alokasi anggaran untuk kajian atau studi
kelayakan oleh perguruan tinggi. Alokasi anggaran itu, akan dimasukkan dalam
perubahan APBD 2007. Informasinya, dana studi kelayakan tersebut kurang lebih
Rp 1 miliar.
"Kita bersyukur, arah untuk pembentukan kabupaten ini, sudah berada di
jalur yang tepat serta mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk
DPRD Kab. Ciamis," kata Supratman, Selasa (4/9).
Keinginan Pangandaran atau daerah Ciamis bagian selatan, untuk
memisahkan diri dari Kab. Ciamis, sebenarnya sudah menjadi wacana sejak tahun
2002. Waktu itu, ada semacam forum Paguyuban Masyarakat Pakidulan (PMP)
yang juga menyuarakan Pangandaran ingin pisah dari Ciamis. Spanduk yang
menyuarakan keinginan Pangandaran pisah dari Kab. Ciamis itu muncul di
berbagai tempat.
Keinginan itu mengemuka karena potensi Pangandaran dianggap tidak
diolah secara maksimal. Pangandaran merasa telah banyak memberikan kontribusi
ke Ciamis lewat pendapatan wisata, pajak hotel, restoran dan lainnya. Tetapi,
imbal balik yang diterima Pangandaran dinilai kecil.
Penataan Pangandaran waktu itu juga dirasakan tidak berjalan dengan baik.
Projek pembangunan pelabuhan, juga mengalami kemandekan. Artinya, ada
segudang masalah hingga akhirnya membuat masyarakat Pangandaran dan
sekitarnya, berkeinginan memisahkan diri dari Ciamis.
Selama ini, warga Pangandaran memiliki percaya diri cukup tinggi, karena
merasa menjadi lumbung pendapatan. Selain itu, nama daerah ini sudah dikenal
luas ke berbagai daerah.
Namun, wacana pemekaran itu, secara perlahan tenggelam. Baru, setelah
Pangandaran diterjang tsunami tahun 2006 lalu, wacana untuk memisahkan diri
dari Ciamis kembali muncul. Pembicaraan warga di daerah Ciamis bagian selatan
soal pemekaran menjadi salah satu materi yang banyak dibicarakan. Bahkan, di
antara tokohnya banyak mengirim pesan lewat SMS soal pembentukan
Pangandaran menjadi kabupaten.
Keinginan memisahkan diri dari kabupaten induk, waktu itu muncul, karena
adanya kekecewaan dalam penanganan pembangunan di Pangandaran. Lalu,
infrastruktur yang banyak terbengkalai, serta jarak antara daerah ini ke pusat ibu
kota kabupaten terlalu jauh, yaitu lebih dari 100 km.
Daerah Kab. Ciamis dinilai terlalu luas, sehingga proses pembangunan tidak
bisa secepat yang diharapkan. Lambatnya pembangunan pelayanan dasar, seperti
dalam bidang kesehatan untuk berobat atau rawat mesti ke Rumah Sakit Banjar,
dengan jarak kurang lebih 90 km. Rencana pembangunan rumah sakit di
Pangandaran tidak kunjung direalisasikan, begitu juga pelabuhan belum tuntas.
Menurut H. Iyos Rosby, Bendahara PPCS, ada beberapa pertimbangan yang
mendorong daerah Pangandaran dan sekitarnya lepas dari Kab. Ciamis. Pertama,
Kab. Ciamis sekarang ini terlalu luas yaitu 244.479 ha, dengan meliputi 36
kecamatan. Jumlah penduduknya sudah mencapai 1,5 juta jiwa lebih tersebar di
345 desa.
"Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, pelayanan ke publik tidak akan
maksimal. Sehingga, untuk mendekatkan dan memaksimalkan pelayanan ke
masyarakat, perlu dibentuk dae-rah otonom baru yang lebih mendekatkan diri ke
masyarakat. Daerah otonom ini, yaitu di Ciamis Selatan atau Kab. Pangandaran
dengan meliputi beberapa kecamatan," katanya.
Agar keinginan itu terwujud, 35 tokoh Pangandaran pada tanggal 25
Februari 2007 melakukan pertemuan khusus di hotel Mustika Ratu Pangandaran.
Pertemuan itu menghasilkan pembentukan panitia kecil untuk menjaring aspirasi
warga di 11 kecamatan yang ada di bagian selatan. Mulai dari Kec. Banjarsari,
Mangunjaya, Padaherang, Kalipucang, Pangandaran, Sidamulih, Parigi, Cimerak,
Cijulang, Cigugur, dan Langkaplancar.
Laporan dari panitia kecil yang waktu itu dipimpin Supratman,
menunjukkan adanya keinginan kuat dari warga untuk pisah dari Ciamis. Karena
itu, dibentuk panitia atau presidium di masing-masing kecamatan, yang bertugas
membantu persiapan pembentukan kabupaten ini. Lalu dibentuk koordinator di
tingkat lebih yang lebih tinggi. Kelompok yang memberikan dukungan ini bukan
hanya LSM dan sejumlah anggota Badan Perwakilan Desa (BPD), tapi juga
ulama. Mereka semua, mendesak agar segera dibentuk presidium pusatnya,
"Akhirnya pada tanggal 17 Juli 2007, dibentuk sekaligus ditetapkan presidium
pusatnya, dengan nama Presidium Pemekaran Kabupaten Ciamis Selatan,"
katanya.
Mereka yang duduk di kepengurusan, yaitu Ketua Supratman, Wakil Ketua
Tudi Hermanto, Jam'an, Dedi Ratnadi, dan Adang. Sekretaris Soni, Bendaraha H.
Iyos Rosby, dan pengurus lainnya.
Belakangan, Kec. Banjarsari, tidak masuk dalam kelompok yang mau
memisahkan diri. Proses perjalanan selanjutnya, yaitu presidium melakukan
sosialisasi serta diskusi dengan berbagai pihak. Seperti diskusi dengan anggota
DPR RI dan lembaga pendidikan di Bandung.
Akhirnya, presidium membuat catatan berupa pertimbangan pemekaran
serta hal lainnya. Masalah itu mereka sampaikan ke DPRD Kab. Ciamis, Senin
lalu, dan mendapat respons positif. "Kami mengucapkan terima kasih kepada
Dewan Ciamis dan Pemkab Ciamis, yang telah memberikan respons positif serta
dukungannya untuk pemekaran ini. Termasuk dengan keinginan untuk
memberikan alokasi dana untuk studi kelayakan," kata Iyos.
Gubernur Jabar Danny Setiawan, ketika diminta tanggapan, mengatakan
keinginan Pangandaran untuk memekarkan diri harus benar-benar sesuai dengan
pertimbangan rasional dan untuk menyejahterakan masyarakat. Selain itu,
prosesnya harus ditempuh sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
Sedangkan Ketua Sub Komisi Bidang Otonomi Daerah, Komisi II DPR RI
Chozin Chumaidy, ketika dihubungi mengatakan, keinginan pemekaran wilayah
seperti Pangandaran dan sekitarnya sepanjang untuk kesejahteraan dan
peningkatan pelayanan ke publik lebih baik, maka mesti didukung.
Anggota DPR RI Eka Santosa, mengatakan, daerah Ciamis bagian selatan
sudah layak menjadi daerah otonom. Hal itu didukung dengan sumber daya alam
(SDA) dari Pangandaran dan sekitarnya yang cukup potensial, termasuk bisa
menjadi daerah wisata andalan. Selain itu, SDM dari daerah selatan ini sudah
memadai, sehingga mesti didukung untuk pembentukan sebuah kabupaten.
Persoalan pemisahan itu sendiri mendapatkan tanggapan serius dari
kalangan DPRD Kab. Ciamis. Seperti dikatakan Ketua DPRD Ciamis Jeje
Wiradinata, sebelum masyarakat datang ke gedung DPRD, sebanyak 30 wakil
rakyat sudah menunggu.
Ini merupakan salah satu prestasi tersendiri di kalangan wakil rakyat, sebab
belakangan DPRD Ciamis disorot karena cukup sulit mencapai kuorum.
Meskipun sebagian besar menyatakan setuju adanya pemekaran, tidak sedikit
wakil rakyat yang menyampaikannya tidak secara tegas.
”Agar persoalan ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah yang
tentunya harus didahului dengan kajian yang komprehensif, penelitian melibatkan
akademisi,” ujar wakil rakyat dari PKB, Ahmad Irfan Alawy. Hal senada juga
disampaikan wakil rakyat lainnya, seperti Gandjar M. Jusuf, Didi Sukardi, Syarif
Sutiarsa, Dede Heru, dan Tudi Hermanto.
Untuk melakukan persiapan dan kajian ilmiah, perlu dukungan dana. Dua
wakil rakyat, Endang, S.T. dan M. Taufik, B.A. mengatakan dana yang
dibutuhkan kira-kira Rp 400 juta, sedangkan M. Taufik menyebutkan angka yang
lebih besar yakni Rp 1 miliar. *(Penulis adalah Magister Pendidikan Pakidulan,
AGUPENA JABAR (Anggota Guru Penulis Nasional Jawa Barat)

Anda mungkin juga menyukai