ABSTRAK
Kayu untuk komponen bangunan dari hutan alam pasokannya semakin menurun
sejalan dengan degradasi hutan dan kenaikan kebutuhan akan kayu. Beberapa jenis kayu
rakyat yang berasal dari hutan rakyat maupun tanaman kebun, dapat dikembangkan
untuk komponen bangunan baik struktural maupun bukan struktural. Kayu rakyat pada
umumnya berdiameter kecil, dari jenis cepat tumbuh dan tidak mendapatkan perlakuan
silvikultur seperti kayu dari hutan tanaman, sehingga sifat kayunya umumnya kurang
baik dibandingkan kayu dari hutan alam bahkan dari hutan tanaman sendiri. Kayu rakyat
dapat dimanfaatkan untuk komponen bangunan rumah, jembatan, kapal dan tiang
listrik. Sortimen kayu rakyat yang ada di pasaran umumnya tidak sesuai dengan
persyaratan SNI. Peningkatan mutu dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi
penggergajian, pengeringan, pengawetan dan membuat produk perekatan.
I. PENDAHULUAN
________________________
1) Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan HasilHutan, Bogor
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 130-148
berasal dari hutan rakyat atau hutan tanaman, terutama sebagai bahan baku industri
pengolahan kayu, baik yang berskala kecil maupun besar. Demikian pula untuk
keperluan bahan bangunan dan industri barang kerajinan. Oleh sebab itu, kayu yang
berasal dari hutan tanaman maupun hutan rakyat yang potensinya cukup besar
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kayu untuk berbagai keperluan tersebut. Di sisi
lain, kayu yang dihasilkan dari hutan tanaman dan hutan rakyat pada umumnya
merupakan jenis kayu cepat tumbuh (fast growing), seperti kayu mangium, mahoni,
rasamala, gmelina, sengon dan lain-lain. Jenis-jenis kayu tersebut relatif bermutu rendah
karena selain berumur muda, juga mengandung banyak cacat seperti mata kayu, miring
serat, cacat bentuk dan sebagainya. Sehingga untuk dapat memenuhi persyaratan bahan
konstruksi bangunan diperlukan teknologi yang tepat sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
Sebagai bahan konstruksi bangunan, kayu sudah dikenal dan banyak dipakai
sebelum orang mengenal beton dan baja. Dalam pemakaiannya kayu tersebut harus
memenuhi syarat : mampu menahan bermacam-macam beban yang bekerja dengan
aman dalam jangka waktu yang direncanakan; mempunyai ketahanan dan keawetan yang
memadai melebihi umur pakainya; serta mempunyai ukuran penampang dan panjang
yang sesuai dengan pemakainnya dalam konstruksi.
Salah satu kendala yang ada pada pemakaian kayu hutan tanaman atau hutan
rakyat adalah ukuran dan mutu kayu yang dihasilkan sangat bervariasi sehingga pemakai
(user) seringkali merasa kesulitan dalam memilih jenis dan ukuran yang akan dipakai.
Oleh karena itu perlu adanya upaya lain yaitu pemasyarakatan/pengenalan jenis dan
ukuran kayu yang dihasilkan dari hutan rakyat tersebut.
Makalah ini menyajikan informasi/gambaran mengenai spesifikasi teknis kayu
rakyat, sehingga pemakai/user dapat menentukan pilihan pada jenis maupun ukurannya
secara tepat sesuai dengan tujuan pemanfaatannya serta teknologi peningkatan mutunya.
Jenis kayu yang berasal dari hutan rakyat ialah jenis kayu yang diusahakan atau
dibudidayakan oleh rakyat dengan lokasi atau tempat tumbuh tidak teratur atau tidak
terpola, biasanya ditanam pada areal dekat hutan alam/hutan tanaman atau tanah-tanah
negara yang belum dimanfaatkan (Hak Guna Garap, HGG). Selain itu terdapat juga di
131
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 130-148
halaman/pekarangan. Menurut definisi, hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh
rakyat dengan luas minimum 0,25 ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan
atau jenis tanaman lainnya lebih dari 50% dan atau pada tanaman tahun pertama dengan
tanaman sebanyak minimal 500 tanaman per hektar.
Luas hutan rakyat di Indonesia adalah 1.568.415,63 ha dengan potensi
39.416.557 m3 (Ditjen BPK, 2005). Jumlah pohon siap tebang 78.485.993 atau potensi
produksi 19.621.480 m3 (dengan assumsi volume 0,25 m3/pohon)
Hutan rakyat yang terkonsentrasi di P. Jawa, potensinya sekitar 23.578.787 m3
dari jenis akasia, bambu, jati, mahoni, pinus, sengon, sonokeling dan tisuk. Jumlah
pohon siap tebang diperkirakan 77.214.541 pohon (19.303.480 m3).
Kayu untuk bahan bangunan berasal dari hutan alam, hutan tanaman dan
tanaman rakyat baik dari hutan rakyat maupun dari kebun. Saat ini ketersediaan kayu
dari hutan alam semakin menurun, sementara hasil kayu dari hutan tanaman belum
dapat mencukupi kenaikan kebutuhan kayu yang semakin meningkat dengan
pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi. Beberapa jenis kayu tanaman rakyat
ternyata mempunyai sifat yang sesuai untuk digunakan sebagai bahan bangunan.
Jenis-jenis kayu yang berasal dari tanaman rakyat bervariasi tergantung permintaan
pemakai atau kayu buah yang sudah tumbuh secara alami. Jenis-jenis kayu yang sering
dijumpai di hutan rakyat antara lain kayu meranti, akasia, mindi, mahoni, sengon,
kihiang, kiputri, karet, pinus, kayu buah seperti kecapi, nangka, kemang, kemiri, manggis
dan lain-lain yang memiliki diameter 30 –40 cm.
Dalam penggunaannya, kayu dipengaruhi oleh sifat-sifatnya, yaitu sifat fisis,
mekanis, anatomis, kimia maupun sifat lainnya. Sifat tersebut dipengaruhi oleh jenis
kayu, umur pohon, letak kayu dalam pohon, perbedaan tempat tumbuh serta faktor
lainnya yang mempengaruhi pertumbuhannya (Brown et al., 1952). Sebagai bahan
bangunan, maka kayu harus memenuhi syarat tertentu seperti kerapatan, kembang susut,
kekuatan dan keawetannya (Surjokusumo, 1982 dan Anonim, 2002). Sifat beberapa jenis
kayu yang berasal dari tanaman rakyat disajikan pada Lampiran 1.
Ciri kualitas kayu gergajian umumnya memuat persyaratan mutu (Standar, Prima,
S1S, S2S dsb), hasil yang dipersyaratkan, kadar air, ukuran maksimum dan minimum
132
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 130-148
A. Konstruksi Bangunan
133
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 130-148
bentangan dan ukuran yang besar sangat sulit, karena bentang dan ukuran terbesar
sesuai dengan ukuran pohonnya. Untuk mengatasi hal itu perlu dibuat balok glulam
yaitu gabungan dua atau lebih papan kayu gergajian yang direkat dengan menggunakan
perekat tertentu dengan arah serat kayunya sejajar satu sama lain. Laminasinya dapat
terdiri dari beberapa atau satu jenis kayu, dengan jumlah lapisan dari dua sampai banyak.
Glulam ini dapat digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan dengan bentangan yang
cukup besar seperti gedung olah raga, hall, pabrik, hanggar, dan lain-lain.
Hasil penelitian Karnasudirdja (1989) menunjukkan glulam yang dibuat dari
meranti merah dan jati dengan perbandingan meranti merah : jati = 2,5 cm:1cm,
menghasilkan nilai kekuatan yang tidak berbeda nyata dengan kekuatan yang dihasilkan
dari glulam sejenis dengan porsi jati lebih tinggi. Hasil penelitian ini telah dapat
digunakan oleh PT PAL untuk mengganti lambung jati menjadi lamina jati-meranti.
Hasil penelitian sifat mekanis glulam bentang besar menggunakan beberapa jenis
kayu rakyat dan beberapa jenis perekat tersaji pada Tabel 1. (Abdurachman dan Hadjib,
2005).
Tabel 1. Nilai rata-rata sifat mekanis glulam bentang besar dari kayu hutan
tanaman dan hutan rakyat
Jenis kayu Jenis Jumlah Kerapatan MOE MOR Ket. Geser rekat
perekat lapis (gr/am3) 2
(kg/cm )
Sengon LRF 6 0,307 40.367,38 211,70 15,47
8 0,319 53.423,35 262,32 38,81
TRF 6 0,293 42.930,08 186,50 25,93
8 0,331 24.615,70 268,30 25,28
Mangium LRF 6 0,634 76.526,28 383,30 31,27
8 0,520 89.133,87 229,96 20,18
TRF 6 0,655 84.616,57 346,29 22,5
8 0,889 100.312,59 333,65 24,8
Karet PF 6 0,319 84.357,14 413,00 91,88
8 0,330 90.035,71 448,43 63,83
Gmelina PF 6 0,276 77.889,17 231,59 30,29
8 0,280 73.575,32 228,82 19,22
Sengon-mangium TRF 6 0,459 86.254,43 382,69 20,0
(campuran) 8 0,445 87.170,50 382,25 14,4
134
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 130-148
B. Lantai (Flooring)
Lantai kayu dapat berupa solid atau mozaik parquet flooring. Untuk lantai lebih
disukai hardwood (kayu daun lebar). Untuk keperluan lantai diperlukan kayu dengan
kekerasan tinggi, beberapa industri mensyaratkan kayu untuk lantai dipilih kayu yang
bercorak indah, kelas kuat I-III dan kelas awet I-II.
C. Dinding
Untuk dinding bagian luar (eksterior) selain digunakan papan kayu, saat ini lebih
umum digunakan kayu lapis eksterior, flakeboard atau papan partikel eksterior.
Sedangkan untuk dinding di bagian dalam ruangan (interior) tidak diperlukan
persyaratan yang tinggi. Untuk pembuatan dinding, selain diperlukan kayu yang
bercorak indah, juga kayu yang stabil dan awet, untuk berbagai keperluan dipersyaratkan
mampu meredam suara (isolator). Beberapa produk kayu yang dapat digunakan untuk
dinding :
1. Kayu gergajian
Kayu gergajian yang telah dicoba dibuat untuk partisi dinding antara lain kayu karet,
mindi, kelapa dan mangium. Partisi dinding yang dibuat dari kayu karet yang
diawetkan dengan boron menunjukkan penampilan yang mirip dengan ramin.
Sedangkan yang dibuat dari kayu mangium menunjukkan menampilan seperti jati.
2. Kayu lapis
Kayu lapis indah yang dibuat dari venir mangium, tusam, mindi dan mimba dapat
digunakan untuk dinding dengan penampilan yang cukup bagus.
3. Papan mineral
Papan mineral seperti papan gypsum dan papan mineral. Papan semen yang dibuat
dari kayu karet, jeungjing ternyata dapat digunakan untuk pembuatan dinding
bangunan yang tahan lama. Contoh bangunan yang menggunakan dinding papan
semen jeungjing adalah rumah dinas di Kompleks Kehutanan Albizia, Sindang
Barang yang dibangun pada tahun 1971, sampai saat ini masih layak huni, demikian
pula rumah dinas Kehutanan Rasamala yang dibangun pada tahun 1980-an.
135
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 130-148
D. Jembatan Kayu
Pada abad 20, kayu merupakan bahan utama untuk jembatan jalan raya maupun
jembatan jalan kereta api. Setelah pasokan kayu yang secara alami mempunyai kekuatan
dan keawetan tinggi yang berasal dari hutan alam mulai berkurang, maka penggunaan
kayu untuk jalan kereta api dan jembatan mulai menggunakan beton dan baja. Akan
tetapi sejarah mencatat di USA selama tahun 1990-an telah dibuat ratusan jembatan
kayu, beberapa bahkan dengan bahan dan rancangan yang bagus (USDA, 1999). Untuk
pembuatan jembatan kayu solid diperlukan kayu dari kelas kuat I dan kelas awet I. Di
Malaysia telah dibuat jembatan dari kayu karet yang diawetkan dan dibuat glulam
terlebih dahulu. Dari konstruksi jembatan muncul produk baru yang disebut stress
laminated timber (SLT) untuk geladak. SLT pada dasarnya adalah suatu sistem yang
terdiri atas balok-balok yang berdiri pada sisi tebalnya, berjajar berdempetan ditekan
dengan menggunakan tulangan baja mutu tinggi. Tekanan tersebut cukup tinggi sehingga
yang terjadi tahanan geser antar sisi-sisi balok yang bersinggungan yang dapat mencegah
sesaran (slip). SLT merupakan struktur pelat kayu yang kompak.
E. Tiang Listrik
Tiang listrik dari jenis kayu yang ditetapkan dalam pedoman pembuatan tiang
listrik di pedesaan mempunyai bentuk persegi tanpa gubal dan atau berbentuk bulat alam
tanpa kulit dan tonjolan dengan bontosnya dipotong rata dan siku, berukuran sebagai
berikut :
- Panjang : 6,5 – 17 m
- Diameter pucuk : 8 – 23 cm
- Keliling pucuk : 25 – 72 cm untuk bentuk persegi
- Diameter pada 1,5 m dari pangkal : 11 – 45 cm
- Keliling pada 1,5 m dari pangkal : 34 – 116 cm untuk bentuk persegi
Untuk keperluan pembuatan tiang listrik, maka kayu harus memenuhi standar
tertentu, seperti sifat fisis dan mekanis, cacat kayu yang dibatasi dan konisitas kayu yang
telah ditentukan. Tiang kayu tersebut baru dapat digunakan bila telah memenuhi standar
tersebut.
136
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 130-148
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap beberapa jenis kayu dari hutan
tanaman dan tanaman rakyat menunjukkan bahwa tegangan lentur dan konositas tiang
rata-rata kayu eucalyptus (Eucalyptus deglupta) berturut-turut 730,40 (kg/cm2) dan 0,631
(cm/meter), sedangkan tiang kayu rasamala berturut-turut 764,37 (kg/cm2) dan 0,716
(cm/meter) dengan koefisien regresi hubungan antara konositas-ketinggian tiang kayu
eucalyptus R= 0,247 dan rasamala R= 0,597.
F. Kapal Kayu
137
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 130-148
A. Ukuran
Ukuran kayu rakyat dalam bentuk kayu gergajian bervariasi untuk setiap jenis
kayu tertentu seperti kayu mahoni yang biasanya dipakai sebagai bahan mebel, kayu
138
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 130-148
buah sebagai bahan kayu pertukangan dan konstruksi. Hal ini mungkin ini disebabkan
oleh kurangnya informasi mengenai pemanfaatan kayu rakyat yang sesuai dengan tujuan
pemakaian atau jenis peralatan yang dimiliki atau dipakai sangat sederhana.
Dalam makalah ini diinformasikan spesifikasi ukuran balok untuk rangka
dinding, kusen pintu kayu, kusen jendela kayu, daun pintu kayu dan daun jendela kayu
untuk bangunan rumah dan gedung seperti pada Tabel 3, 4 dan 5.
Tabel 3. Ukuran penampang balok untuk rangka dinding yang biasa digunakan
Sampai saat ini konstruksi kayu masih banyak dilakukan oleh tukang yang
umumnya tidak mengikuti perhitungan konstruksi. Di Indonesia sendiri baru pada akhir
tahun 50-an (1957), perhitungan mengenai konstruksi kayu mendapat perhatian yaitu
setelah dicantumkannya konstruksi kayu sebagai mata kuliah di perguruan tinggi dan
itupun tidak populer (Tular, 1981).
Tabel 5. Ukuran daun pintu dan daun jendela untuk rumah sederhana
139
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 130-148
Dalam beberapa hal ukuran tersebut sangat sulit diperoleh di pasaran, hal ini
karena untuk memperoleh ukuran yang sesuai standard dan persyaratan perhitungan
gaya, maka diperlukan ketelitian yang tinggi sejak saat penggergajian yang
memperhitungkan adanya kadar air dan penyusutan arah. Selain itu kayu yang digergaji
yang umumnya berasal dari hutan rakyat, berdiameter kecil dengan mutu batang yang
kurang bagus (bengkok dan porsi gubalnya tinggi).
140
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 130-148
tersebut digunakan. Kondisi kayu yang paling aman untuk dipergunakan adalah kondisi
kayu kering udara, karena pada kondisi ini dimensi kayu sudah stabil dan tahan terhadap
perusak biologis. Di Indonesia kadar air kayu dalam kondisi kering udara berkisar antar
10 – 18 % (Kadir, 1973).
Selain sifat fisisnya, untuk keperluan bahan bangunan, perlu diperhatikan pula
sifat mekanis kayu. Sifat mekanis yang sering digunakan sebagai acuan dalam
perencanaan suatu struktur bangunan antara lain modulus slastisitas (MOE), modulus
patah (MOR), keteguhan tekan sejajar serat dan keteguhan geser.
Sifat fisis dan mekanis kayu selain dipengaruhi oleh jenis kayu dan umur pohon,
juga dipengaruhi oleh bagian batang (gubal dan teras). Sifat fisis dan mekanis beberapa
jenis kayu dari hutan rakyat dapat dilihat pada Lampiran 1.
Kayu dari hutan rakyat seperti halnya kayu dari hutan tanaman, yaitu
berdiameter kecil, sebagian besar merupakan kayu muda, untuk mengolahnya menjadi
bahan bangunan diperlukan beberapa teknologi antara lain :
A. Teknologi Penggergajian
141
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 130-148
et.al., 2000), sedangkan Ginoga (1999) dalam Malik et.al. (2000) dari rata panjang dolok
259 cm dan diameter rata-rata 21,5 cm, diperoleh rendemen 53,57%.
Rendemen gergajian kayu mimba sampai menjadi kusen rata-rata 38%.
B. Teknologi Pengeringan
C. Teknologi Pengawetan
Kayu yang berasal dari hutan rakyat umunya berdiameter kecil dan mempunyai
sifat yang lebih rendah dibandingkan kayu hutan alam (Martawijaya, 1990). Salah satu
sifat yang kurang menguntungkan pada kayu dari hutan rakyat adalah keawetannya yang
rendah.
Pengawetan kayu adalah suatu proses memasukkan bahan pengawet dengan
metode tertentu sampai mencapai retensi dan penetrasi sesuai dengan spesifikasi. Umur
pakai kayu yang diawetkan paling tidak sampai 15 tahun, sedangkan yang tidak
diawetkan hanya 5 tahun (Abdurrohim, 1994). Dalam satuan waktu tertentu pemakaian
kayu dapat diperkecil, sedangkan diversifikasi jenis dapat memperbesar volume kayu
yang dapat dipungut setiap ha. Dengan demikian maka penambahan umur pakai dan
diversifikasi jenis pada akhirnya dapat mengurangi tekanan terhadap sumber daya hutan
yang makin terbatas. Metode pengawetan yang sering dan mudah dikerjakan ialah
142
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 130-148
metode rendaman (panas, dingin, dan panas-dingin) dan metode pelaburan, metode
pelaburan kurang efektif karena retensi dan penetrasinya rendah. Bahan pengawet yang
digunakan antara lain Impralit CKB, Borak-borik atau bahan pengawet yang mudah
dijangkau di pasar bebas.
D. Teknologi Perekatan
Dari kayu yang berasal dari tanaman rakyat telah dihasilkan beberapa produk
perekatan yang mempunyai prospek untuk dikembangkan, antara lain kayu lapis indah,
glulam, papan partikel, papan mineral dan papan blok.
2. Glulam
Glulam yang lebih dikenal sebagai balok lamina merupakan suatu balok yang
diperoleh dari perekatan papan gergajian yang berdimensi lebih kecil yang direkat
sejajar serat sehingga diperoleh balok dengan ukuran yang lebih besar. Balok lamina
telah lama digunakan oleh masyarakat. Di Indonesia sendiri glulam digunakan pada
konstruksi bangunan (contohnya aula di ITB) dan Kapal Patroli Cepat (Fast Patrol
Boat, FPB-28). Penelitian mengenai glulam dari kayu gmelina, mangium, karet,
sengon telah dilakukan dengan menggunakan perekat tannin resorsinol formaldehida
(TRF) dan lignin resorsinol formaldehida (LRF), menunjukkan bahwa perekat TRF
cukup baik (memenuhi standar JAS dan SNI) untuk kayu lamina kecuali untuk
mangium. Untuk jenis ini perekat LRF meunjukkan hasil yang lebih baik. Balok
lamina yang dihasilkan setara dengan kayu kelas kuat II.
3. Papan partikel
Papan partikel dapat dibuat dari jenis-jenis kayu hutan rakyat antara lain, mangium
dan sengon bahkan bambu dalam bentuk chip atau berupa serbuk. Papan partikel
juga dapat dibuat secara komposit dari serbuk gergaji kayu sengon untuk
penggunaan di luar ruangan dan dalam ruangan yang berkelembaban tinggi dengan
menggunakan perekat berbasis tanin maupun isocianat. Ditinjau dari emisi
143
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 130-148
4. Papan mineral
Beberapa jenis papan mineral telah dikenal digunakan sebagai penyekat ruangan
seperti papan gypsum, papan wol kayu. Papan wol kayu dari kayu sengon yang
dibuat telah dicoba untuk dinding di perumahan dan kantor.
5. Papan blok
Papan blok, yang merupakan kayu lapis berintikan kayu gergajian telah digunakan
baik sebagai penyekat dinding atau cetakan beton.
6. Balok kotak
Balok kotak (box beam) yang dibuat dari kayu meranti berbentuk kaso ( sebagai
sayap=flange) dan kayu lapis dan papan partikel (sebagai badan =web pada kiri dan
kanan balok) ukuran b x h x L = 9.1 x 20 x 244 cm. Hasil penelitian menunjukkan
mrnunjukkan bahwa balok kotak yang dihasilkan mempunyai MOE-flatewise
berkisar antara 29.004 kg/cm2 – 54.031 kg/cm2; MOE-edgewise antara 60.234
kg/cm2 – 90.167 kg/cm2; Nilai MOR 61 kg/cm2 – 290 kg/cm2. Secara teknis gelagar
kotak ini dapat dikembangkan sebagai kayu konstruksi dimana bahan komponen
penyusun banyak tersedia (Sinaga et al., 1989)
144
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 130-148
VI. PENUTUP
Kayu yang berasal dari hutan rakyat yang pada umumnya berumur muda,
berdiameter kecil (< 25 cm), sudah tentu bermutu rendah, tetapi karena pasokan kayu
dari sumber utama (hutan alam/hutan tanaman) semakin menurun bahkan hampir habis
maka pemakai kayu sudah lama cenderung memilih kayu-kayu tersebut. Berdasarkan
hasil-hasil penelitian yang telah dicapai akhir-akhir ini, kayu yang berasal dari
hutan/tanaman rakyat pada dasarnya dapat digunakan untuk berbagai keperluan baik
untuk pertukangan maupun bahan bangunan. Namun dalam pemakaiannya harus
didukung oleh teknologi yang dapat memperbaiki sifat-sifat kayu, seperti pola
penggergajian, pengeringan, pengawetan dan teknologi pengolahan seperti perekatan
kayu. Disamping itu diperlukan pula data-data teknis dari masing-masing jenis kayu yang
akan digunakan.
Untuk keperluan kayu sebagai komponen bangunan, sebaiknya ukuran kayu
mengikuti ukuran standar seperti ukuran reng, kaso, balok-balok dan lain-lain, atau
melalui perhitungan analisa struktur bangunan sesuai dengan spesifikasi bahan bukan
kayu yang akan dipakai.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman dan N. Hadjib. 2001. Ukuran dan mutu kayu yang berasal dari hutan
rakyat. Makalah disampaikan pada Presentasi Hasil-Hasil Penelitian dan
Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. di Cianjur Jawa Barat tanggal 4
Septembar 2001.
___________. 2005. Teknologi pembuatan glulam bentang besar dari kayu hutan
tanaman dan hutan rakyat. Laporan Hasil Penelitian 2004. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hasil Hutan.
Anonim, 1995. Buku peraturan klasifikasi dan konstruksi kapal laut: Peraturan kapal
kayu. Biro Klasifikasi Indonesia. Ditjen Perhubungan Laut. Jakarta.
Basri, E. dan N. Hadjib. 2004. Hubungan sifat dasar dan sifat pengeringan lima jenis
kayu andalan Jawa Barat. J. Penelit. Has.Hut. Vol. 22. (3): 155-165
145
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 130-148
Brown, HP, J. Panshin dan C.C. Forsaith. 1952. Textbook of Wood Technology. Vol.
II. Mc.Graw-Hill Book.Co. New York.
Tular, R.B. dan A. Idris. 1981. Sekilas mengenai ”Struktur Bangunan Kayu di
Indonesia”. Proceedings Lokakarya Standardisasi dan Normalisai Kayu
Bangunan. Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Darmaga 18
September 1980.
Dungani, R. 2002. Status pengawetan kayu di Indonesia. Makalah Pengantar Falsafah
Sains (PPS702). Program Pasca Sarjana / S3. Institut Pertanian Bogor.
November 2002. Diakses dari Internet E-mail: rdungani@yahoo.com,
tanggal 21 Agustus 2006.
Khaerudin. 1995. Analisis Biaya dan Marjin Tataniaga Kayu Gergajian di DKI Jakarta
(Studi Kasus di Pelabuhan Sunda Kelapa). Skripsi Jurusan Manajemen
Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB, Bogor. Tidak diterbitkan.
Kadir, K. 1973. Kadar air kering udara di Bogor. Laporan No. 12. Lembaga Penelitian
Hasil Hutan. Bogor.
Malik, J., A. Santoso dan O. Rachman. 2000. Himpunan Sari Hasil Penelitian : Sari Hasil
Penelitian Mangium dan Tusam. Pusat Litbang Haasil Hutan. Bogor
Martawidjaya, A. dan I. Kartasudjana. 1986. Ciri Umum Sifat dan Kegunaan Jenis-Jenis
Kayu Indonesia. Forest Products and Social-Economic Researc and
Development Centre. Bogor.
Sinaga, M. S. Widarmana, S. Surjokusumo dan A.A. Mattjik. 1989. Sifat mekanis gelagar
kotak percobaan untuk kayu konstruksi.
Wirjomartono. 1977. Konstruksi Kayu II. Diktat Kuliah. Fak. Teknik Sipil. Universtas
Gadjah Mada.
146
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 130-148
No. Jenis Kerapatan MOE MOR C// Geser Geser Kelas Kelas
(x1000) (R) (T) Kuat Awet
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Akasia (Acacia mangium Willd.) 0.446-0.577 113 942 436 61.4 70.5 III III-IV
2. Bungur (Lagerstroemia speciosa) 0.69 (0.58-0.81) 97 861 432 89.7 94.5 II-III II-III
3 Damar (Agathis alba) 0.48 (0.43-0.54) 11.2 503 334 24.8 25.0 III IV
4. Durian (Durio zibethinus) 0.57 (0.42-0.69) 97.9 618 361 45.4 52.3 II-III IV-V
5. Jabon (Anthocephalus cadamba) 0.42 (0.29-0.56) 68.0 691 374 48.4 59.1 III-IV IV-V
6. Jati (Tectona grandis) 0.67 (0.62-0.75) 127.7 1031 550 80 80 II I
7. Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) 0.59 (0.47-0.73) 63.6 734 385 92.5 100.6 III-II V
8. Kayu afrika (Maesopsis eminii Enghl.) 0.4 52.6 484 284 38.9 47.4 III III-IV
9. Kayu manis (Cinnamomum purrectum) 0.63 (0.40-0.86) 85 563 370 65.2 71.0 II-III II-IV
10. Laban (Vitex pubescens) 0.87 101 1215 681 115 - II -
11. Mahoni (Swietenia macrophylla) 0.61 (0.53-0.67) 92 623 360 40.2 42.4 II-III III
12. Matoa (Pometia pinnata) 0.77 (0.50-0.99) 143 1020 578 65.8 70.5 II-III III-IV
13. Meranti putih (Shorea javanica) 0.63 (0.47-0.83) 98 587 323 51.1 55.9 II-III II-IV
14. Mindi (Melia excelsa) 0.53 (0.48-0.57) 82 548 312 55.6 66.7 III-II IV-V
15. Pasang (Quercus lineata) 1.00 (0.94-1.1) 181 1298 539 90.1 115.7 I II-IV
16. Balobo (Diplodiscus sp) 0.73 (0.67-0.73) 80 768 389 88.3 106.5 II II
17. Puspa (Schima wallichii Noronhae) 0.62 (0.45-0.72) 114 800 440 44.0 47.8 II III
18. Rasamala (Altingia excelsa Noronhae) 0.81 (0.61-0.90) 92 1043 598 51.1 62.5 II II-III
19. Saninten (Catanopsis argentea) 0.73 (0.55-0.85) 103 987 545 73.0 81.9 II III
20. Sengon (Paraserianthes falcataria L. 0.33 (0.24-0.49) 44.5 526 283 44.5 49.9 IV-V IV-V
Nielsen)
21. Sengon buto (Enterolobium cyclocarpum) 0.49 (0.39-0.57) 44.9 439 263 47.5 51.7 III IV-V
22. Sonokeling (Dalbergia latifolia) 0.83 (0.77-0.86) 115 1162 617 78.5 90.2 II I
23. Sonokembang (Pterocarpus indicus) 0.65 (0.39-0.94) 134 915 519 92.9 95.1 II-IV II-IV
24. Sukun (Artocarpus altilis) 0.33 (0.24-0.54) 25.4 244.54 159.13 38.47 36.55 III-IV IV-V
147
PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 130-148
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
25. Sungkai (Peronema canescens) 0.63 (0.52-0.73) 101 683 317 62 67.8 II-III III
26. Suren (Toona sureni) 0.29 (0.27-0.67) 86.5 532 292 32 41.6 IV IV-V
27 Tusam (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) 0.55 (0.40-0.75) 127 849 449 81.2 93.2 III IV
28. Waru (Hibiscus tiliaceus CAU.) 0.54 (0.36-0.64) 43.0 438 226 74.4 87.4 III-II III-IV
29. Warugunung (Hibiscus macrophyllus 0.40 (0.36-0.56) 65.3 588 342 61.8 64.1 III-IV III-IV
Roxb.)
30. Nyamplung (Calophyllu inophyllum L.) 0.69 (0.56-0.79) 77 486 432 58.2 65.1 II II-IV
Sumber : Martawijaya et al. 1989; Martawijaya et al., 2005; Oey (1991)
148