Nurhabsyah
Fakultas Sastra
Jurusan Sejarah
Universitas Sumatera Utara
A. Pendahuluan
Pada dasawarsa kedua abad ke-XX di Indonesia tarjadi perubahan peta kekuatan
organisasi pergerakan nasional yang pada gilirannya membawa dampak yang cukup
berarti dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Organisasi pelopor pergerakan
nasional Budi Utomo mengalami stagnasi sebagai akibat sikap "priyayi oriented".
Sementara itu SI mengalami disintegrasi karena semakin tajamnya serangan pihak kiri.
Kondisi seperti itu memberi peluang kepada PKI untuk mengembangkan pengaruhnya di
seluruh pelosok Indonesia, sehingga organisasi ini dapat berkembang menjadi partai
politik dengan jumlah massa yang sangat basar.
Akan tetapi setelah berhasil menempatkan diri sebagai partai besar, PKI lupa diri.
Pada tahun 1926-1927 PKI melakukan petualangan, melancarkan pemberontakan
terhadap pemerintah kolonial Belanda. Suatu hal yang cukup menarik dari aksi
pemberontakan PKI ini adalah dijadikannya daerah Silingkang, Sumatera Barat sebagai
salah satu pusat gerakan pemberontakan. Padahal daerah Silungkang dan Sumatera Barat
pada umumnya dikenal sebagai daerah dimana agama Islam berkembang dengan baik.
Lebih dari itu penduduk Silungkang waktu itu kehidupan ekonominya tidaklah sangat
memprihatinkan, sebab waktu itu Silungkang merupakan daerah industri pertenunan,
pusat perdagangan dan perkebunan.
Karena itu kiranya menarik untuk dipelajari mengapa daerah Silungkang sempat
menjadi basis pengembangan PKI dan mengapa pemberontakan 1927 di Silungkang
sempat meletus.
2. Usaha-usaha Perluasan
Pada pagi 11 Nopember 1923 Datuk Batuah dan Nazar Zaenuddin ditangkap
pemerintah kolonial Belanda. Segera setelah itu pusat propaganda komunis berpindah ke
Padang ( Schreike, 1960: 60).
Pucuk kepemimpinan PKI Sumatera Barat kemudian di ambil alih oleh Sutan Said
Ali. Pada waktu itu kegiatan orang-orang komunis di seluruh nusantara menunjukkan
peningkatan yang pesat. Hal ini karena pada akhir tahun 1923 Darsono, seorang tokoh,
komunis kembali di Hindia Belanda dari Moskow atas perintah komintern untuk
mendampingi Semaun, Alimin dan Muso.
Suatu hal yang menyebabkan pesatnya perkembangan komunis di Sumatera Barat
adalah dileburnya Sarekat Rakyat Sumatera Barat ke dalam PKI. Sarekat Rakyat ini
semula bernama Sarekat Islam Merah, suatu organisasi pecahan Sarekat Islam yang
berorientesi kepada paham komunis, dimana di Sumetera Barat mempunyai anggota yang
cukup banyak (Kahin, 1952: 70).
Dengan dileburnya Sarekat Rakyat ke dalam PKI, maka jumlah anggota inti PKI
Sumatera Barat meningkat berlipat ganda. Jika pada tanggal 1 Juni 1924 semua anggota
inti PKI Sumatera Barat tercatat hanya berjumlah 158 Orang, maka pada tanggal 31
Desember 1924 telah menjadi 600 orang, tiga bulan kemudian menjadi 884 orang.
Daerah-daearah yang tercatat sebagai basis PKI adalah: Kota Lawas, pariaman, Sawah
Lunto, Tikalah, padang dan Silungkang.
Namun sekitar jam 20.00 tanggal 31 Desember 926, Rumuat dan kawan-
kawannya berhasil dibekuk oleh kesatuan militer Belanda. Ini berarti kekuatan inti kaum
pemberontak telah patah. Betapapun begitu, perlawanan tidak menjadi kendor karenanya.
Kurang lebih pukul 00,.00 dini hari tanggal 1 Januari 1927 Kantor polisi Muara Kalaban
dibom oleh kesatuan Muara Kalaban yang dipimpin oleh Karim Maroko dan Muluk
Chaniago. Serangan ini dibalas dengan tembakan beruntung dari pihak polisi setempat
yang akhirnya berhasil mencerai-berai Kesatuan Muara Kalaban.
Mendengar suara bom dan tembakan-tembakan dari Muara Kalaban, barisan
Taratak-Tarutung-Tarung yang dipimpin oleh Abdul Muluk Nasution yang sudah hampir
tiba di Sawah Lunto menjadi panik. Mereka akhirnya dengan mudah dapat dipaksa
menyerah oleh polisi Belanda yang sedang berjaga.
Di Tanjung Ampulu, pada tanggal 1 Januari 1927 terjadi aksi pembakaran rumah-
rumah milik para pegawai pemerintah Bolonial Belanda dan kaki tangannya.
Di Padang Siberuk para pemberontak membunuh kepala nagari dan beberapa
orang penduduk setempat yang dianggap sebagai kaki tangan Belanda.
Di Silungkang, markas besar kaum pemberontak, terjadi pembunuhan-
pembunuhan terhadap opsir-opsir Belanda dan beberapa orang guru agama serta tukang
emas yang dianggap telah bekerja sama dengan Belanda. Di samping itu terjadi aksi
pengrusakan terhadap rumah-rumah milik orang-orang Belanda dan antek-anteknya.
Para pelaku pemberontakan tersebut sesungguhnya tidak lebih dari kaum buruh
tani yang jatuh miskin, para pedagang yang bangkrut, para buruh perkebuhan dan kaum
brocorah. Hanya sedikit di dalamnya terdapat kelompok masyarakat lain, diantaranya
guru-guru agama dari golongan muda yang telah terpengaruh paham komunisme
(W.F.Wretheheim, 1950 : 146).
D. Penutup
Proses sejarah Sumatera Barat pada awal abad ke-20 ditandai oleh dua hal, yaitu
semakin berkembangnya paham pembaharu Islam dan terjadinya perubahan kehidupan
ekonomi masyarakat dari sistim ekonomi hasil bumi menjadi sistim ekonomi uang.
Akibat sosial yang ditimbulkan oleh kedua hal tersebut di atas adalah semakin
kuatnya individualisme dan melemahnya komunalisme. Terjadinya proses individualisasi
yang juga disangatkan oleh munculnya gejala kekotaan pada awal abad ke-20 membawa
konsekwesi kurang berfungsinya adat dan agama Islam sebagai pengikat sosial. Ini semua
pada gilirannya menggoncangkan kehidupan masyarakat Minangkabau, dengan ditandai
terjadinya gejolak, kegelisahan serta ketidak tentuan dalam kehidupan beragama, sosial,
ekonomi dan politik. Keadaan demikian tumbuh disaat hakekat hubungan kolonial
DAFTAR PUSTAKA
Abu, Rifai (Ed), 1982’ 1983, Sistim Ekonomi Tradisional Sebagai Perwujudan
Tanggapan Aktif Manusia Terhadap Lingkungan Daerah Sumatera Barat, Jakarta:
Dep P&K.
Amran, Rusli, 1985, Sumatera Barat Plakat Panjang, Jakarta: Sinar Harapan.
Anderson, B.R. O’G, andj. Siegal (Ed.), 1972, Culture and Politics in Indonesia, Ithaca,
Cornel University pres.
Benda, H.J, and Ruth T.McVey, 1960, The Communism Uprisings Of 1926-1927 in
Indonesia, Key Ducuments, Ithaca: Cornell University Press.
Gibb, H.A.R., and J.H., Kramers, 1953, Shorter Enciclopedia Of Islam, Ithaca: Cornell
University Frees.
Kahin, George McT., 1952, Nationalism and Revolution in Indonesia, Ithaca: Cornell
University Press.
McVey, Ruth T., 1965, The Rise of Indonesia Communism, Ithaca: Cornell University
Press.
Nasution, Abdul Muluk, 1981, Pemberontakan Rakyat Silungkang Sumatera Barat 1926-
1927, Jakrta ; Mutiara.
Noer, Deliar, 1982, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES.