Anda di halaman 1dari 28

EKSTRAKSI METABOLIT SEKUNDER SIMPLISIA

Foeniculi fructus

I. PROSEDUR
1. Ekstraksi maserasi
Simplisia Foeniculi fructus ditimbang sebanyak 239,8 gram. Kemudian
dimasukkan ke dalam alat maserator. Yang sebelumnya telah dilapisi dengan
kapas pada bagian dasar wadah maserator dan telah dibasahi untuk
penyaringan. Lalu, ditambahkan pelarut etanol sebanyak 450 ml (sampai semua
simplisia terendam). Didiamkan selama 3x24 jam sambil sesekali diaduk.
Setelah 3x24 jam, maserat dipisahkan dari serbuk, kemudian ditampung dalam
beaker glass dan dihitung volumenya.
2. Perhitungan rendemen
Sebanyak 25 ml maserat dimasukkan ke dalam cawan penguap. Kemudian,
diuapkan sampai diperoleh berat maserat yang konstan. Selanjutnya, rendemen
dihitung dengan membandingkan berat ekstrak kental dengan berat maserat
sebelum diuapkan.
3. Penetapan bobot jenis
Piknometer ditimbang dalam keadaan kosong, lalu piknometer diisi penuh
dengan air dan ditimbang kembali, kemudian dihitung kerapatan air. Setelah itu,
piknometer dikosongkan dan dikeringkan kembali dan diisi penuh dengan
ekstrak encer hasil maserasi, lalu ditimbang. Melalui berat ekstrak yang
mempunyai volume tertentu, dapat dihitung kerapatan ekstrak.
4. Penentuan pola dinamolisis
Disiapkan kertas saring Whatman berdiameter 12 cm. Lalu titik pusat kertas
Whatman tersebut dilubangi dan dipasang sumbu yang terbuat dari kertas
saring. Ekstrak encer dari hasil maserasi dituang ke dalam cawan petri. Cawan
Petri ditutup oleh kertas Whatman yang telah disiapkan dan dibiarkan sampai
terjadi difusi sirkular selama 10 menit. Setelah 10 menit pola yang terbentuk
diamati.
5. Identifikasi dengan KLT
Disiapkan pelat silika gel sebagai penjerap berukuran 7,5 x 2,5 cm. Lalu, pelat
tersebut ditandai dengan cara memberi dua buah garis yang masing-masing
berjarak 1 cm dari ujung bawah dan atas. Kemudian, disiapkan larutan
pengembang untuk simplisia Foeniculi fructus, yaitu toluen dan etil asetat
dengan perbandingan 93 : 7. Pengembang ditempatkan pada wadah yang telah
disediakan. Kemudian, wadah ditutup dan ditunggu hingga larutan pengembang
jenuh dan ditandai dengan hangatnya suhu di dalam wadah (terbentuk uap).
Setelah itu, ekstrak hasil maserasi ditotolkan pada pelat silika gel yang telah
disiapkan dengan menggunakan pipa kapiler. Silika gel ditempatkan di wadah
berisi pengembang. Dan perambatan spot diamati. Setelah jarak rambat
pengembang mencapai batas ujung pelat, pelat diangkat dari wadah. Lalu spot
diamati secara berturut-turut di bawah sinar biasa, sinar UV 254 nm dan 366
nm. Kemudian, dihitung Rf dari tiap-tiap spot.
6. Evaporasi
Ekstrak cair dimasukkan ke dalam labu evaporator. Kemudian dilakukan proses
evaporasi hingga diperoleh ekstrak encer. Ekstrak encer yang diperoleh
diuapkan sampai terbentuk ekstrak yang kental. Dari hasil evaporasi dihitung
berat ekstrak kental untuk dihitung rendemennya.

I. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


Organoleptik Ekstrak
Bentuk : cair
Bau : hijau kekuningan
Warna : minyak adas
Rasa : asin
Rendemen Ekstrak
Volume ekstrak kental : 20 ml
Berat cawan kosong : 24,59 g
Berat cawan + ekstrak : 45,47 g
Berat cawan + ekstrak setelah penguapan : 29,95 g
Berat simplisia awal : 239,8 g
Rendemen ekstrak :
20 mL ekstrak cair = 29,95 g
400 mL ekstrak cair = 400 x 29,95 g = 599 g
20
Rendemen = 599- 29,59 x 100% = 2,37 % b/b
239,8
Bobot Jenis Ekstrak
Berat piknometer kosong : 12,93 g
Berat piknometer + air : 23,13 g
Volume piknometer : 10 mL
Berat air : 10 g

Kerapatan air : 10,20 = 1,02 g/mL


10
Berat piknometer + ekstrak : 23,17 g
Berat ekstrak : 8,66 g
Kerapatan ekstrak : 8,66 = 0,866g/mL
10
Bobot jenis ekstrak : 0,866 = 0,849
0,981
Kadar Air
Berat ekstrak uji : 2,4 g
Volume air : 0,4 ml
Kadar air : 0,4 = 0,4 v/b x 100% = 16,67%
2,4
Pengukuran diameter lingkaran hasil dinamolisis
Lingkaran 1 Lingkaran 2 Lingkaran 3
Diameter 0,8 cm 2 cm 3 cm
Warna kuning hijau kuning pucat

Hasil pengamatan kromatografi lapis tipis


No. Rf PENGAMATAN
Sinar tampak UV 254 nm UV 366 nm H2SO4 10%
bercak
1 0,059 - - Biru -
2 0,11 - - Biru -
3 0,18 - - Biru -
4 0,59 - - Biru -

Rf total : A = 4.8 cm = 0,6


B 8 cm

II. PEMBAHASAN
Dalam percobaan kali ini kami melakukan isolasi metabolit sekunder dari
simplisia tumbuhan obat dengan metode ekstraksi. Simplisia tumbuhan obat yang
kami gunakan adalah simplisia Foeniculli fructus, sedangkan metode ekstraksi yang
kami gunakan adalah.metode maserasi. Metode maserasi adalah salah satu metode
ekstraksi dingin. Ekstraksi dingin ini tidak memerlukan suhu yang tinggi, sehingga
waktunya relatif lebih lama dibandingkan dengan ekstraksi cara panas yang
memerlukan suhu tinggi. Pada penyarian dengan cara maserasi perlu dilakukan
pengadukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia,
sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan
konsentrasi yang sekecil–kecilnya antara larutan di dalam sel dengan larutan di luar
sel.
Simplisia yang ada digerus hingga didapat partikel simplisia agak kecil (tidak
terlalu halus) untuk memperluas permukaan, sehingga interaksi antara cairan
penyari dengan permukaan simplisia lebih banyak, disamping itu juga berfungsi
untuk memecah dinding sel, sehingga cairan penyari dapat masuk ke dalam sel dan
mengekstraksi lebih banyak metabolit sekunder. Cairan penyari akan masuk ke
dalam dinding sel dan rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut
karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan di luar sel,
maka larutan yang terpekat akan didesak keluar. Penyarian akan bertambah baik
bila permukaan serbuk yang bersentuhan dengan cairan penyari semakin luas.
Dengan demikian, makin halus serbuk simplisia seharusnya makin baik
penyariannya, tapi dalam pelaksanaannya tidak demikian karena pengaruh sifat
fisikokimia. Serbuk yang terlalu halus akan memberikan kesulitan pada proses
penyarian, cairan tidak dapat turun (menyulitkan pembasahan). Hal ini disebabkan
serbuknya terjalu halus, sehingga ruang antarsel berkurang. Sementara ruang
antarsel ini merupakan jalan masuknya cairan. Selain itu, serbuk yang terlalu halus
juga mengakibatkan terbentuknya suspensi yang sulit dipisahkan dengan hasil
penyarian. Serbuk yang terlalu halus juga dapat mengakibatkan dinding sel pecah,
sehingga zat yang tidak diinginkan pun dapat ikut terekstraksi. Oleh karena itu,
untuk tiap simplisia perlu ditetapkan derajat kehalusan tertentu agar didapat hasil
penyarian yang baik. Setelah penggerusan simplisia ditimbang sebanyak 239,8
gram, kemudian serbuk simplisia dimasukkan ke dalam maserator. Sebelumnya
maserator telah dilapisi oleh kapas, kemudian kapas dibasahi dengan etanol agar
tidak ada serbuk simplisia yang keluar pada saat dilakukan penyaringan karena
kapas berfungsi sebagai filter. Pembasahan dilakukan agar kapas menempel pada
dinding maserator untuk menghindari adanya ruang antara kapas dengan maserator,
sehingga dapat mencegah terselipnya serbuk simplisia. Pembasahan juga untuk
mengganti udara dalam pori –pori, hal ini disebabkan karena dinding sel tumbuhan
terdiri dari serabut selulosa yang dikelilingi oleh air, jika simplisia tersebut
dikeringkan, lapisan air akan menguap dan terbentuk pori–pori yang diisi oleh
udara. Pembasahan ini memberikan kesempatan sebesar–besarnya kepada cairan
penyari memasuki seluruh pori-pori dalam simplisia, sehingga mempermudah
penyarian selanjutnya. Agar penyarian berjalan dengan baik, maka pori–pori berisi
udara harus didesak dengan air. Pembasahan juga mengakibatkan terjadinya
perbedaan konsentrasi, sedangkan perbedaan konsentrasi itu sendiri mempengaruhi
kecepatan penyarian. Makin besar perbedaan konsentrasi makin besar daya dorong,
sehingga makin cepat penyarian. Makin kasar serbuk makin panjang jarak,
sehingga konsentrasi zar aktif yang terlarut dan tertinggal dalam sel makin banyak.
Setelah dibasahi, kemudian serbuk simplisia dimasukkan dan direndam hingga
semua simplisia terendam. Perendaman dimaksudkan untuk menarik metabolit
sekunder yang terdapat dalam simplisia. Volume etanol yang digunakan dalam
maserasi untuk 239,8 g simplisia pada praktikum ini sebanyak 450 ml. Maserator
terdiri dari tabung yang berbentuk silinder dan selang dibawahnya untuk
mengalirkan ekstrak yang telah tersari.
Pelarut yang digunakan dalam proses maserasi ini adalah etanol. Pemilihan
pelarut yang akan digunakan untuk mengekstraksi harus sesuai dengan komponen
metabolit sekunder yang akan diekstraksi. Keuntungan etanol sebagai pelarut
karena bersifat polar dan tidak bersifat toksik, lebih selektif, dan memiliki daya
absorpsi yang baik. Penggunaan alkohol 95% juga agar mencegah dan menghambat
pertumbuhan kapang dan kuman selama proses maserasi karena kapang dan kuman
sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas. Alkohol, bagaimanapun juga adalah pelarut
serba guna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan.
Etanol sebagai pelarut organik polar akan menarik komponen utama
metabolit sekunder dalam simplisia yang bersifat polar. Hal ini sesuai dengan
prinsip like dissolve like. Pelarut yang bersifat polar akan melarutkan komponen-
komponen metabolit sekunder yang bersifat polar pula, sedangkan pelarut yang
bersifat nonpolar akan cenderung melarutkan komponen metabolit sekunder yang
bersifat nonpolar. Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak menguap,
glikosida, kurkumin, kumarin, antrakuinon, flavonoid, steroid, damar, dan klorofil.
Lemak, malam, tanin, dan saponin hanya akan larut sedikit. Dengan demikian, zat
pengganggu yang larut hanya terbatas. Di samping itu, etanol merupakan senyawa
yang mudah menguap, sehingga pada proses pemekatan (evaporasi) waktu yang
dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan dengan menggunakan pelarut air. Hal ini
menguntungkan dalam maserasi karena ekstraksi ini menggunakan cara dingin,
sehingga dapat digunakan untuk mengekstraksi zat termolabil. Penggunaan etanol
mempersingkat waktu evaporasi, sehingga zat termolabil dapat terekstraksi.
Ekstrak cair yang diperoleh kemudian ditampung ke dalam wadah yang telah
disediakan. Setelah mengekstraksi, ekstrak yang didapat diukur volumenya. Hasil
penyarian dengan cara maserasi perlu didiamkan selama waktu tertentu. Waktu
tersebut diperlukan untuk mengendapkan zat–zat yang tidak diperlukan, tetapi ikut
terlarut dalam cairan penyari, contohnya malam.
Setelah itu, sebanyak 20 ml ekstrak cair diuapkan di atas waterbath.
Penguapan bertujuan untuk menguapkan pelarut, sehingga didapat berat yang
sesungguhnya. Proses ini dilakukan dengan menggunakan cawan penguap. Yang
pertama kali dilakukan adalah menimbang berat cawan penguap yang masih
kosong. Ekstrak yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam cawan penguap, lalu
diuapkan di atas penangas air. Penguapan dilakukan sampai berat ekstrak yang
ditimbang sudah konstan. Ekstrak yang sudah pekat (beratnya konstan) akan
ditentukan rendemennya dengan cara menghitung persentase dari berat ekstrak
sesungguhnya per berat simplisia mula-mula. Berat ekstrak sesungguhnya
merupakan selisih dari berat cawan penguap yang sudah konstan setelah mengalami
penguapan dan berat cawan penguap yang masih kosong.
Pada proses perhitungan rendemen, didapat hasil randemen sebesar 2,37%.
Rendemen ini menunjukkan kadar ekstrak dari simplisia. Jumlah rendemen yang
didapat sangat kecil karena kurangnya pengadukan dan ukuran serbuk kurang halus
ketika penggerusan, serta pembasahan yang kurang sempurna.
Penentuan bobot jenis dari ekstrak yang didapat dilakukan dengan
menggunakan alat piknometer. Pertama-tama, piknometer kosong ditimbang,
kemudian dimasukkan sejumlah ekstrak hingga penuh ke dalam piknometer kosong
tersebut, lalu ditutup hingga cairan ekstrak keluar dari lubang bagian atas tutup
piknometer. Hal tersebut menandakan bahwa piknometer telah penuh, kemudian
piknometer tersebut ditimbang. Catat hasil penimbangannya. Kerapatan ekstrak
adalah berat ekstrak di dalam piknometer dikurangi dengan berat piknometer
kosong dibagi dengan volume piknometer, karena seperti yang kita ketahui bahwa
kerapatan merupakan hasil bagi dari massa dibagi volume. Volume piknometer
adalah daya tampung piknometer yang biasanya tertera pada piknometer.
Kemudian, piknometer yang telah bersih dan kering diisi dengan air hingga penuh
dan ditimbang. Hal ini juga bertujuan untuk menentukan kerapatan air. Hasil
perbandingan antara kerapatan ekstrak dan kerapatan air merupakan bobot jenis
dari ekstrak tersebut. Hasil penentuan kerapatan air adalah 1,02 gram/mL dan
kerapatan ekstrak 0.866 gram/ mL. Jadi, bobot jenis ekstrak yang didapat adalah
sebesar 0,849.
Selanjutnya, dilakukan proses dinamolisis terhadap ekstrak yang didapat.
Proses dinamolisis dilakukan untuk memberikan gambaran secara kualitatif dari
kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak karena masing-masing ekstrak
memiliki pola dinamolisis yang berbeda. Uji dinamolisis dilakukan dengan cara
menuangkan maserat ke dalam cawan petri sebanyak 1/3 dari volume cawan petri.
Cawan petri tersebut ditutup dengan kertas saring berbentuk lingkaran yang
bersumbu di tengah. Uji dinamolisis dilakukan selama kurang lebih 20 menit. Noda
yang dihasilkan diamati polanya. Berdasarkan hasil percobaan, pola yang dimiliki
oleh Foeniculi fructus menunjukkan pola lingkaran, diameter 1 berwarna kuning,
diameter 2 berwarna hijau, sedangkan diameter 3 berwarna kuning pucat. Selain
sebagai penyaring, kertas saring berfungsi untuk kromatografi sederhana. Dari
kertas saring diukur diameter yang diperoleh berturut-turut adalah 2; 0,8; dan 3.
Pola ini menunjukkan karakteristik simplisia Foeniculi fructus.
Uji KLT dilakukan untuk mengamati pemisahan metabolit sekunder yang
terkandung dalam simplisia Foeniculi fructus. Dari uji KLT ini pemisahan akan
terlihat melalui pita-pita yang terbentuk pada silika gel. Mula-mula kertas silika gel
dipotong dengan ukuran tertentu (2,5 x 7,5 cm), lalu kertas tersebut ditandai dengan
garis di ujung atas dan bawah masing-masing 1 cm, lalu hasil maserat ditotolkan di
ujung bawah titik. Penotolan dilakukan berulang pada tempat yang sama dengan
rentang waktu tertentu untuk menghindari kemungkinan totolan terlalu lebar.
Pengembang yang digunakan adalah toluen dan etil asetat dengan perbandingan
93:7. Toluen yang dipakai 9,3mL dan etil asetat yang dipakai adalah 0,7 ml.
Pengembang yang dipakai adalah pengembang yang bersifat nonpolar karena
metabolit sekunder dalam ekstrak bersifat polar.
Cairan pengembang berfungsi sebagai fasa gerak, sedangkan silika gel
berfungsi sebagai fasa diam. Pada percobaan ini digunakan cairan penampak
bercak, tetapi sebelumnya digunakan sinar ultraviolet 254 nm dan 366 nm tanpa
penampak bercak. Rf dari bercak yang dihasilkan dihitung, sehingga didapat hasil.
Hasil ini tidak dapat dibandingkan dengan literatur karena pada KLT nilai Rf tidak
terulangkan. Seharusnya digunakan larutan baku pembanding untuk
mengidentifikasi metabolit sekunder apa yang terdapat dalam simplisia.

III. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan diperoleh :
1 Rendemen : 2,37%
2. Bobot jenis ekstrak : 0,849 g/mL
3. Pola dinamolisis menghasilkan diameter sebesar
a. diameter 0,8 cm dengan warna kuning
b. diameter 2 cm dengan warna hijau
c. diameter 3 cm dengan warna kuning pucat
4. Rf hasil KLT : 0,6

RESUME FITOKIMIA
Foeniculi fructus
Disusun oleh:
Teuku Alfian Jauhara 140510060102
Rahmi Dewi Sofyan 140510060104
Evelin Utami Dewi 140510060106
Karina Andrianti E. R. 140510060108
Anggraeni Wulandari 140510060110

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2009

METODE PEMISAHAN EKSTAK

Foeniculli fructus
I. PROSEDUR
1. Kolom untuk kromatografi cepat disiapkan. Bagian alasnya dilapisi kertas
saring, kemudian ke dalamnya dimasukkan penjerap hingga batas tertentu.
Perhatikan keserbasamaan penjerap ke semua tempat dalam kolom, karena
adanya rongga-rongga udara dalam kolom akan berpengaruh buruk pada
proses pemisahan.
2. Setelah kolom didiamkan sambil direndam dengan eluen (pengkondisian
kolom), ekstrak yang akan dipisahkan ditempatkan diatas lapisan penjerap
(silika gel) dalam bentuk lapisan tipis yang rata diatas seluruh permukaan
penjerap. Setelah itu dilakukan proses elusi dengan campuran pelarut
berbagai perbandingan. Elusi dipercepat dengan cara penghisapan melalui
pompa vakum.
3. Eluen diganti dengan campuran yang mempunyai perbandingan berbeda
dengan volume eluen yang sama dengan volume eluen pada proses
pertama. Pengerjaan dilakukan berulang seperti proses pertama. Fraksi
yang keluar kolom ditampung dan digunakan untuk analisis lanjutan.
Komposisi larutan eluen adalah sebagai berikut:
n-heksana (mL) Etil Asetat (mL)
100 0
90 10
80 20
70 30
60 40
50 50
40 60
30 70
20 80
10 90
0 100

4. Analisis kromatografi lapis tipis fraksi-fraksi


Fraksi-fraksi dianalisis dengan metode kromatografi lapis tipis, penjerap
silika gel G atau silika gel GF 254, pelarut campuran n-heksana dan etil
asetat (97:3), penampak bercak visual atau sinar ultraviolet 254 nm dan
366 nm.

II. HASIL PENGAMATAN

1. Data Fraksi
Fraksi Warna

1 Bening
2 Bening

3 Bening kekuningan

4 Kuning jernih

5 Kuning jernih

6 Bening kekuningan

7 Kuning jernih

8 Bening kekuningan

9 Kuning kehijauan

10 Kuning kehijauan

11 hijau

Foto pada sinar tampak :

2. Data Rf
Penjerap : silika gel
Pengembang : heksan: etil asetat (7:3)
A. Penampak Bercak : H2SO4
Fraksi Rf (cm)
1 0,5
2 -
3 -
4 0,44
5 0,44
6 0,37
7 0,3
8 0,3
9 0,18
10 0,16
11 0,17
12 (ekstrak) -

Foto penampak bercak :

B. UV 254 nm
Fraksi Rf (cm)
1 0,53
2 -
3 -
4 0,52
5 0,5
6 0,2
7 0,11
8 0,056
9 0,03
10 -
11 -
12 (ekstrak) -

Foto pada UV 254 :

A. UV 366 nm
Fraksi Rf (cm)
1 0,44
2 -
3 -
4 0,44
5 -
6 -
7 -
8 0,56
9 0,44
10 -
11 -
12 (ekstrak) -

Foto pada UV 366 :

III. PEMBAHASAN

Pada percobaan ini, dilakukan pemisahan metabolit sekunder dari ekstrak atau
fraksinasi foeniculli fructus dengan metode fast chromatography. Pertama, disiapkan
kolom kromatografi. Bagian alasnya dilapisi kertas saring, kertas saring tersebut
ukurannya harus sesuai dengan alasnya, tidak boleh berlebih atau kurang, karena jika
kurang ukurannya maka akan mengakibatkan penyerap (silika gel) turun kebawah
sehingga ekstrak yang dihasilkan tidak sempurna karena telah tercampur dengan silika
gel tersebut. Larutan pengelusi disiapkan yaitu n-heksan dan etil asetat dengan
perbandingan 97:3. Penjerap dicampur dengan larutan pengelusi secukupnya hingga
dihasilkan bubur penjerap yang homogen di dalam kolom. Kolom kemudian dielusi
dengan larutan pengelusi hingga diperoleh kolom yang stabil. Kolom yang stabil di
peroleh apabila tetesan yang dihasilkan sudah konstan. Setelah dihasilkan kolom yang
mantap dijaga agar penjerap tidak kering agar kolom tidak retak. Sampel foeniculli
fructus yang berupa cairan kental kemudian ditambahkan dengan 3 gram silika gel,
digerus hingga tercampur homogen dan kering. Kemudian dimasukkan ke dalam kolom
kromatografi yang telah dialasi penyerap silika gel dalam bentuk lapisan tipis yang rata.
Penyerap silika gel dalam kolom kromatografi harus padat penempatannya hingga tidak
terdapat rongga udara. Adanya rongga udara dalam kolom dapat menyebabkan
ketidaksempurnaan dalam proses pemisahan.

Setelah kolom kromatografi disiapkan, kemudian dilakukan proses elusi dengan


canpuran pelarut dalam berbagai perbandingan volume antara n-heksan dan etil asetat,
dimana dengan pengaruh gravitasi dapat menggerakkan sampel melalui kolom. Elusi
dipercepat dengan cara penghisapan melalui pompa vakum. Hal ini dilakukan agar
memudahkan dalam pengerjaannya dan mempersingkat waktu serta didapat fraksi yang
terpisah sempurna. Pada awal proses pemompaan ditunjukkan bahwa pemisahan terjadi
lebih cepat dengan penggunaan pelarut yang lebih sedikit.
Setelah itu, eluen diganti dengan campuran yang mempunyai perbandingan
volume berbeda dengan volume eluen pada proses pertama. Hal ini dilakukan sebanyak
12 kali dengan perbandingan konsentrasi eluen yang berbeda.
Kemudian Masing-masing eluat yang dihasilkan kemudian ditampung dalam vial
yang berbeda dan digunakan untuk analisis lanjutan.

Kromatografi Lapis Tipis Dua Dimensi


Pada teknik kromatografi lapis tipis, fase diamnya terdiri dari lapisan tipis adsorben
berupa silika gel, alumina atau selulosa pada plat pembawa seperti lempengan gelas,
alumunium foil yang tebal, atau lembaran plastik Plat KLT dibuat dengan mencampur
adsorben dengan sejumlah kecil pengikat yang inert seperti Kalsium sulfat (CaSO4) dan
air yang menyebar pada pembawa, mengeringkan plat, dan mengaktivasi adsorben
dengan memanaskannya dalam oven. Ketebalan lapisan adsorben berukuran kira-kira
0,1-0,25 mm pada analisis dan 1-2 mm pada KLT preparatif.
Untuk mengetahui berapa senyawa yang terkandung dalam ekstrak foeniculli
fructus maka kita dapat menggunakan data Rf yang diperoleh dengan menggunakan
analisis kromatografi lapis tipis dengan penjerap silica gel dan pengembang yang
merupakan perbandingan dari n-heksan dan etil asetat (93:7) dengan 11 fraksi.
Dimasukkan kurang lebih 100 ml pelarut/larutan pengembang ke dalam bejana
kromatografi hingga tinggi pelarut 0,5 cm sampai 1 cm, tutup rapat, biarkan sistem
mencapai keseimbangan . Larutan pengembang ditunggu sampai keadaan jenuh dengan
menutup chamber dengan kaca sehingga chamber menjadi vakum, akibatnya larutan
pengembang yang dimasukkan ke dalam chamber mengalami penguapan namun tidak
dapat keluar dari chamber sehingga diperoleh suasana yang jenuh. Pada suasana jenuh ini
penguapan dari larutan pengembang akan menghasilkan tekanan ke atas. Keadaan inilah
dimanfaatkan untuk melajukan larutan pengembang.
Masing-masing eluat yang diperoleh dari kromatografi kolom ditotolkan di atas
pelat silika. Penotolan dilakukan sampai terlihat adanya bercak pada sinar UV. Pelat
dimasukkan ke dalam chamber yang telah jenuh dengan larutan pengembang, hingga
tempat penutulan terletak di sebelah bawah, pelarut yang ada di dalam bejana harus
mencapai tepi bawah lapisan penyerap, tempat penutulan tidak boleh terendam. Tinggi
larutan pengembang diatur agar tidak melewati garis awal pelat. Jika garis awal terendam
dalam larutan pengembang dikhawatirkan senyawa yang ditotolkan pada plat larut dalam
larutan pengembang atau senyawa tersebut tidak dapat naik Bejana ditutup rapat dengan
pertolongan zat lemak penutup, dan dibiarkan hingga pelarut merambat lebih kurang 10
cm di atas titik penutulan. Senyawa yang bersifat non polar akan ikut tertarik oleh
pengembang, tetapi senyawa yang bersifat polar akan tertahan pada silika. Setelah
pengembang sampai pada garis akhir pada pelat, pelat diangkat dan didiamkan hingga
kering. Kemudian pelat dilihat di bawah UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366
nm. Kemudian bercak yang terlihat di bawah UV di catat faktor retardasinya. Setelah
bercak di tandai kemudian hasil kromatografi di semprot vanilin sulfat kemudian di catat
retardasinya.

Foto pada sinar tampak :

Foto pada UV 254 :


Foto pada UV 366 :

Foto pada penampak bercak :

Setiap noda yang dihasilkan pada plat silika gel menandakan adanya pemisahan
yang terjadi dalam metabolit sekunder yang terdapat pada Foniculli fructus berdasarkan
sifat kepolarannya. Hal ini yang mendasari penggunaan etil asetat dan n-heksan sebagai
eluen, karena n-heksan bersifat sangat polar sedangkan etil asetat bersifat non-polar,
sehingga berdasarkan hukum Like Dissolve Like maka zat atau senyawa yang memiliki
sifat kepolaran akan larut dalam pelarut yang memiliki sifat kepolaran yang sama.
Adanya kesamaan ekstrak dan jarak pada tiap noda menandakan terjadinya
pemisahan senyawa metabolit yang sama pada tiap fraksi dengan menggunakan
penampak bercak apapun.
Bedasarkan literatur faktor retardasi (Rf)dari senyawa anetol adalah 0,41. Pada
hasil percobaan UV 366 pada fraksi ke 1,4, dan 9 yang mempunyai nilai 0.44. Kemudian
pada penyemprotan vanilin sulfat yang mendekati senyawa anetol pada fraksi 4 dan 5
yang mempuyai nilai sebesar 0.44. Sedangkan pada UV 254 tidak ada yang mempunyai
nilai Rf yang sama pada literatur hal ini disebabkan oleh tidak bisa dilihatnya senyawa
anetol pada UV 254.
Perbedaan nilai faktor retardasi ini dapat disebabkan pada kurangnya penjenuhan
larutan pengembang yang mengakibatkan pemisahan pengembang dengan sampel tidak
sempurna dan juga dapat disebabkan pula pada penetolan dengan pipa kapiler yang tidak
sempurna.

IV. KESIMPULAN
1. Dari kromatografi kolom diperoleh 11 fraksi sebagai hasil pemisahan ekstrak
dari simplisia Foeniculli fruktus.
2. Dari Kromatografi lapis tipis diketahui satu fraksi yang mengandung satu isolat
dari fraksi hasil kromatografi kolom yaitu fraksi nomor 1,4, dan 9 pada panjang
gelombang 366nm dengan Rf = 0.44.
3. Dari Kromatografi lapis tipis diketahui satu fraksi yang mengandung satu isolat
dari fraksi hasil kromatografi kolom yaitu fraksi nomor 4,dan 5 pada
penyemprotan vanilin sulfat dengan Rf = 0.44.

METODE PEMISAHAN METABOLIT SEKUNDER FOENICULLI FRUCTUS DENGAN


KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF DAN KROMATOGRAFI KOLOM
I. PROSEDUR
Kromatografi kolom
Kolom untuk kromatografi disiapkan. Bagian alasnya dilapisi kapas. Larutan
pengelusi disiapkan yaitu n-heksan dan etil asetat (97:3). Penjerap dicampur dengan
larutan pengelusi secukupnya hingga dihasilkan bubur penjerap yang homogen.
Bubur penjerap yang telah dihomogenkan kemudian dimasukkan ke dalam kolom
hingga batas tertentu. Dipehatikan keberdamaan penjerap di semua tempat dalam
kolom, karena adanya rongga-rongga udara atau ketidakbersamaan penjerap dalam
kolom akan berpengaruh buruk pada proses pemisahan. Kolom kemudian dielusi
dengan larutan pengelusi hingga diperoleh kolom yang stabil. Ekstrak yang
dipisahkan ditempatkan di atas penjerap dalam bentuk lapisan tipis yang rata di atas
seluruh permukaan penjerap. Setelah itu dilakukan proses elusi, eluat yang
dihasilkan ditampung setiap 5 mL ke dalam vial.
Kromatografi Lapis Tipis
Masing-masing eluat yang diperoleh dari kromatografi kolom ditotolkan di
atas pelat. Penotolan dilakukan sampai terlihat adanya bercak. Pengembang
disiapkan dengan mencampur toluen dan etanol dengan perbandingan 97:3 di dalam
chamber. Tinggi larutan pengembang diatur agar tidak melewati garis awal pelat.
Kemudian pelat dimasukkan kedalam chamber yang telah jenuh dengan larutan
pengembang. Setelah pengembang sampai pada garis akhir pada pelat, pelat
diangkat dan didiamkan hingga kering. Kemudian pelat dilihat di bawah UV pada
panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.
Kromatografi Lapis Tipis Dua Dimensi
Dari hasil kromatogram pada Kromatografi Lapi Tipis, dipilih fraksi yang
menghasilkan satu bercak pada pola kromatogramnya. Fraksi tersebut kemudian
ditotolkan pada pelat. Kemudian dibuat larutan pengembang (n-heksan:etil asetat =
97:3). Tinggi larutan pengembang diatur agar tidak melewati garis awal pelat Pelat
dimasukkan ke dalam chamber yang telah jenuh dengan larutan pengembang.
Setelah pengembang sampai pada garis akhir pada pelat, pelat diangkat dan
didiamkan hingga kering. Kemudian pelat dilihat di bawah UV pada panjang
gelombang 254 nm dan 366 nm. Kemudian bercak yang terlihat di bawah UV
ditandai. Kemudian dilakukan KLT lagi dengan pelat yang sama tetapi garis awal
berubah. Pelat dimasukkan ke dalam chamber yang telah berisi pengembang yang
telah jenuh yaitu n-heksan:etil asetat perbandingan97:3 Bercak yang telah ditandai
pada pelat dijadikan sebagai garis awal. Setelah pengembang sampai pada garis
akhir pada pelat, pelat diangkat dan didiamkan hingga kering. Kemudian pelat
dilihat di bawah UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.
II. DATA PENGAMATAN
III. PEMBAHASAN

Percobaan kali ini bertujuan untuk melakukan pemisahan metabolit sekunder


dari hasil fraksinasi Foeniculli fructus dengan metode kromatorafi kolom dan
mendapatkan satu komponen metabolit sekunder dangan metode Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) dua dimensi.
Pertama, kolom untuk kromatografi disiapkan. Bagian alasnya dilapisi kapas
agar fraksi yang akan ditampung tersaring. Larutan pengelusi disiapkan yaitu n-
heksan dan etil asetat dengan perbandingan 97:3. Penjerap dicampur dengan larutan
pengelusi secukupnya hingga dihasilkan bubur penjerap yang homogen. Penjerap
(silika gel) perlu dibuat dalam bentuk bubur agar dihasilkan kolom yang baik dan
tidak mudah retak.Bubur penjerap yang telah dihomogenkan kemudian dimasukkan
ke dalam kolom hingga batas tertentu. Diperhatikan keberadaan penjerap di semua
tempat dalam kolom, karena adanya rongga-rongga udara atau ketidakbersamaan
penjerap dalam kolom akan berpengaruh buruk pada proses pemisahan. Kolom
kemudian dielusi dengan larutan pengelusi hingga diperoleh kolom yang stabil.
Kolom yang stabil di peroleh apabila tetesan yang dihasilkan sudah konstan.
Setelah dihasilkan kolom yang mantap dijaga agar penjerap tidak kering agar
kolom tidak retak. Ekstrak yang dipisahkan ditempatkan di atas penjerap dalam
bentuk lapisan tipis yang rata di atas seluruh permukaan penjerap. Setelah itu
dilakukan proses elusi, eluat yang dihasilkan ditampung setiap 5 mL ke dalam vial.
Tujuan penampungan fraksi setiap 5 mL adalah perkiraan dimana dalam tiap 5 mL
tersebut mengandung satu isolat. Pada fraksi 1 sampai 18 diperoleh fraksi yang
warnanya sama (bening) tetapi pada bagian atas kolom masih terdapat pita-pita.
Untuk mempercepat turunnya pita tersebut maka, perbandingan cairan pengelusi
diubah menjadi n-heksan dan etil asetat perbandingan 9:1. Pengelusi ini dapat
mempercepat turunnya pita yang terdapat di bagian atas kolom (senyawa polar
yang tertahan pada silika yang turun belakangan) karena perbandingan ini
mempunyai kepolaran yang lebih tinggi dari pengelusi sebelumnya sehingga
senyawa polar yang masih tertahan dapat terbawa oleh pengelusi tersebut.
Masing-masing eluat yang diperoleh dari kromatografi kolom ditotolkan di
atas pelat silika. Penotolan dilakukan sampai terlihat adanya bercak pada sinar UV.
Pengembang disiapkan dengan mencampur toluen dan etanol dengan perbandingan
97:3 di dalam chamber. Tinggi larutan pengembang diatur agar tidak melewati
garis awal pelat. Jika garis awal terendam dalam larutan pengembang
dikhawatirkan senyawa yang ditotolkan pada plat larut dalam larutan pengembang
atau senyawa tersebut tidak dapat naik. Kemudian pelat dimasukkan kedalam
chamber yang telah jenuh dengan larutan pengembang. Larutan pengembang
ditunggu sampai keadaan jenuh dengan menutup chamber dengan kaca sehingga
chamber menjadi vakum, akibatnya larutan pengembang yang dimasukkan ke
dalam chamber mengal;ami penguapan namun tidak dapat keluar dari chamber
sehingga diperoleh suasana yang jenuh. Pada suasana jenuh ini penguapan dari
larutan pengembang akan menghasilkan tekanan ke atas. Keadaan inilah
dimanfaatkan untuk melajukan larutan pengembang. Senyawa yang bersifat non
polar akan ikut tertarik oleh pengembang, tetapi senyawa yang bersifat polar akan
tertahan pada silika. Setelah pengembang sampai pada garis akhir pada pelat, pelat
diangkat dan didiamkan hingga kering. Kemudian pelat dilihat di bawah UV pada
panjang gelombang 254 nm, 366 nm dan penampak bercak.
Kromatografi Lapis Tipis Dua Dimensi
Dari hasil kromatogram pada Kromatografi Lapi Tipis, dipilih fraksi yang
menghasilkan satu bercak pada pola kromatogramnya yaitu fraksi nomor lima.
Fraksi tersebut kemudian ditotolkan pada pelat. Kemudian dibuat larutan
pengembang (n-heksan-etil asetat = 97:3). Tinggi larutan pengembang diatur agar
tidak melewati garis awal pelat. Pelat dimasukkan ke dalam chamber yang telah
jenuh dengan larutan pengembang. Setelah pengembang sampai pada garis akhir
pada pelat, pelat diangkat dan didiamkan hingga kering. Kemudian pelat dilihat di
bawah UV pada panjang gelombang 254 nm 366 nm dan penampak bercak.
Kemudian bercak yang terlihat di bawah UV ditandai. Kromatografi lapis tipis dua
dimensi ini adalah untuk menghasilkan isolat yang benar-benar murni.
Dari hasil percobaan diperoleh satu isolat murni dengan menggunakan KLT
dua dimensi yang dilihat pada panjang gelombang 366 nm dengan pengembang n-
heksan : etil asetat (97:3) diperoleh Rf = ....
IV. KESIMPULAN
1. Dari kromatografi kolom diperoleh 20 fraksi sebagai hasil pemisahan ekstrak
simplisia Foeniculli fructus.
2. Dari Kromatografi lapis tipis diketahui satu fraksi yang mengandung satu
isolat dari fraksi hasil kromatografi kolom yaitu fraksi nomor ….pada
panjang gelombang 366 nm bercak berwarna ungu dengan Rf = ….
3. Dari kromatografi lapis tipis dua dimensi diperoleh satu isolat murni pada
panjang gelombang …. nm, warna ….dengan Rf = …..

Anda mungkin juga menyukai