Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

I.A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan

minat baca masyarakatnya masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari

beberapa hasil survei yang dilakukan oleh pihak-pihak yang

berkompeten. Di antaranya survei International Associations for

Evaluation of Educational (IEA) pada tahun 1992 menyebutkan

kemampuan membaca murid-murid sekolah dasar kelas IV Indonesia

berada pada urutan ke-29 dari 30 negara di dunia, berada satu tingkat di

atas Venezuella (Laporan Association for Evaluation of Educational

Achievement (IAEEA),1996-1998)

Riset International Association for Evaluation of Educational

Achievement (IAEEA) tahun 1996 menginformasikan bahwa melek baca

siswa usia 9-14 tahun Indonesia berada pada urutan ke-41 dari 49

negara yang disurvey menginformasikan pula kebiasaan membaca anak-

anak Indonesia berada pada level paling rendah (skor 51,7). Skor ini di

bawah Filipina (52,6), Thailand (65,1), dan Singapura (74,0) (Laporan

World Bank,1998).

Lebih lanjut Association for Evaluation of Educational

Achievement (IAEEA) memaparkan dalam laporannya bahwa dalam

tahun 1998-2001 hasil suveri IAEEA dari 35 negara,menginformasikan


melek baca siswa Indonesia berada pada urutan yang terakhir. Publikasi

IAEEA tanggal 28 November 2007 tentang minat baca dari dari 41

negara menginformasikan melek membaca siswa Indonesia selevel

dengan negara belahan bagian selatan bersama Selandia Baru dan

Afrika Selatan. Sedangkan BPS tahun 2006 mempublikasikan, membaca

bagi masyarakat Indonesia belum menjadikan kegiatan sebagai sumber

utuk mendapatkan informasi. Masyarakat lebih memilih menonton televisi

(85,9%) dan mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca (23,5%)

Artinya, membaca untuk mendapatkan informasi baru dilakukan oleh

23,5% dari total penduduk Indonesia. Masyarakat lebih suka

mendapatkan informasi dari televisi dan radio ketimbang membaca.

Dengan data ini terbukti bahwa membaca belum menjadi

kebutuhan bagi masyarakat. Bahkan kalau dilihat dari data pengguna

buku koleksi sumbangan dari PBB dan Bank Dunia sebagaimana di

kelola oleh perpustaakaan nasional, semakin terlihat ketidak bergairahan

membaca di negara ini. Dilaporkan dalam rentang tahun 1995 sampai

tahun 1999, buku sumbangan tersebut hanya dibaca oleh 536 orang,

denganperincian pertahunnya sebagai berikut; tahun 1995 tercatat 161

pembaca, tahun 1996 tinggal 134 pembaca. Tahun berikutnya, 1997,

turun lagi menjadi hanya 76 pembaca. Meski tahun 1998 sempat naik

jadi 84 pembaca, tetapi tahun 1999 kembali turun menjadi 81 pembaca.

Hasil penelitian ini tentu menjadi keprihatinan kita bersama dan

sepatutnya menjadi bahan evaluasi bagi pihak- pihak terkait mengenai


penyebab rendahnya minat membaca di kalangan masyarakat

Indonesia.

Minat baca merupakan hal yang harus dipupuk sejak dini. Pada

usia prasekolah anak sudah harus dikenalkan pada hal-hal yang akan

merangsang tumbuhnya minat baca. Pada rentang usia 3 sampai 5

tahun, anak mulai memasuki masa prasekolah (Hurlock,1996)

merupakan masa persiapan untuk memasuki pendidikan formal. Menurut

Montessori masa ini juga masa yang sangat peka terhadap segala jenis

pembelajaran atau biasa disebut masa peka. Masa peka ini hanya terjadi

sekali seumur hidup. Oleh karena itu, masa adalah masa yang paling

penting bagi perkembangan anak (Soejono,1988).

Dalam agama Islam juga disebutkan bahwa mengajar manusia

melalui perantara tulis dan baca, seperti dalam Al-Qur’an Surat Al-Alaq:

  


   
     
   
   
   
  
   
   
  
  
    
   
   
 
  
  
   
    
 
  
  
  
   
 
 

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan.

2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah.

4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.

5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

6. Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas.

7. Karena Dia melihat dirinya serba cukup.

8. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu).

9. Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang.

10. Seorang hamba ketika mengerjakan shalat.

11. Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu

berada di atas kebenaran.

12. Atau Dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)?.

13. Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu

mendustakan dan berpaling?.


14. Tidaklah Dia mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah

melihat segala perbuatannya?.

15. Ketahuilah, sungguh jika Dia tidak berhenti (berbuat

demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya.

16. (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.

17. Maka Biarlah Dia memanggil golongannya (untuk

menolongnya).

18. Kelak Kami akan memanggil Malaikat Zabaniyah.

19. Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan

sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).

Mengantisipasi hal ini sekolah sebagai salah satu mitra orangtua

dalam mendidik anak harus memandang kepekaan anak tersebut

sebagai sebuah kesempatan emas untuk memasukkan atau memberikan

rangsangan serta stimulus bagi anak untuk dapat mengembangkan

ketrampilan-ketrampilan dalam dirinya, termasuk ketrampilan membaca,

yang diawali dengan tumbuhnya minat baca dalam diri anak.

Pengadaan perpustakaan sekolah yang selama ini hanya

dianggap sebagai pelengkap, harus dapat diubah keberadaan dan

fungsinya sebagai salah satu sarana untuk menumbuhkan minat baca

dalam diri anak usia prasekolah.

Menyadari bahwa perpustakaan sekolah sebagai penunjang

pendidikan yang diberikan di dalam sekolah yang bersangkutan, perlu

ada pengertian dari kepala sekolah, para guru, murid dan orang tua

ataupun masyarakat secara umum menganai kepentingan perpustakaan


sekolah itu. Sebagaimana teah disebutkan di atas, pendidikan tidak

mungkin terlaksana secara memuaskan tanpa bacaan baik yang wajib

maupun yang bersifat tambahan, sehingga fungsi perpustakaan di

sekolah maupun dalam masyarakat perlu dipahami sebagai sesuatu

yang mutlak mesti ada. Mengenai pemanfaatan perpustakaan sekolah

harus pada jam-jam sekolah.

I.B. Identifikasi Masalah

Dari uraian di atas, masalah dalam penelitian ini diidentifikasikan

sebagai berikut:

1. Bagaimana peran perpustakaan sebagai salah satu sarana

penumbuhan minat membaca pada anak ?

2. Seperti apa optimalisasi perpustakaan sekolah agar dapat

menumbuhkan minat baca pada anak?

3. Apakah terdapat hubungan antara optimalisasi perpustakaan sekolah

dengan tumbuhnya minat baca anak?

4. Sampai seberapa jauhkah guru menstimulus siswa untuk

megoptimalisasikan perpustakaan, agar menumbuhkan minat

membaca anak?

I.C. Pembatasan Masalah


Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka pembahasan

masalah dibatasi pada gambaran optimalisasi perpustakaan sekolah

sebagai sarana menumbuhkan minat baca pada anak usia 4-6 tahun.

I.D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat

dirumuskan masalah penelitian ini adalah bagaimana gambaran

mengenai optimalisasi perpustakaan sekolah sebagai sarana

menumbuhkan minat membaca pada anak usia 4-6 tahun.

I.E. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada ilmu

pendidikan, khususnya pendidikan anak usia dini, sebagai bahan

informasi, seperti:

1. mengenai penggunaan dan optimalisasi perpustakaan sekolah

sebagai sarana menumbuhkan minat membaca di kalangan anak usia

4-6 tahun.

2. Bagi orangtua, pendidik dan guru diharapkan penelitian ini dapat

memberikan gambaran mengenai pentingnya menumbuhkan minat

membaca pada anak dan bagaimana dapat berperan serta dalam

optimalissi perpustakaan sekolah.

3. Sebagai bahan masukan para guru-guru dalam menstimulus siswanya

untuk menoptimalkan perpustakaan.


4. Sebagai bahan masukan bagi kepala sekolah, sebagai pemimpin

yang berperan langsung untuk kemajuan mutu pendidikan agar dalam

mengelola perpustakaan dapat efektif dan efisien.

Anda mungkin juga menyukai