PENDAHULUAN
1.1 Definisi
1.2 Prevalensi
1
1,4:1). Umumnya CML mengenai usia pertengahan dengan puncak pada
umur 40-50 tahun. Pada anak-anak dapat di jumpai bentuk juvenile CML.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Etiologi
a. Faktor Instrinsik
3
Sistem imunitas tubuh kita memiliki kemampuan untuk
mengidentifikasi sel yang berubah menjadi sel ganas. Gangguan pada sistem
tersebut dapat menyebabkan beberapa sel ganas lolos dan selanjutnya
berproliferasi hingga menimbulkan penyakit. Hipoplasia dari sumsum tulang
mungkin sebagai penyebab leukemia (Agung ,2010).
b. Faktor Ekstrinsik
- Faktor Radiasi
4
- Infeksi Virus
2.2 Patogenesis
5
klaster breakpoint (breakpoint cluster region, BCR) yang merupakan titik
pemisahan tempat putusnya kromosom yang secara spesifik terdapat pada
kromosom 22. Sebagai akibatnya sebagian besar onkogen ABL pada lengan
panjang kromosom 9 mengalami juxtaposisi (bergabung) dengan onkogen
BCR pada lengan panjang kromosom 22. Titik putus pada ABL adalah
antara ekson 1 dan 2. Titik putus BCR adalah salah satu di antara dua titik di
region kelompok titik putus utama (M-BCR) pada CML atau pada beberapa
kasus ALL Ph+. Gen fusi (gen yang bersatu) ini akan mentranskripsikan
chimeric RNA sehingga terbentuk chimeric protein (protein 210 kd).
Timbulnya protein baru ini akan memengaruhi transduksi sinyal terutama
melalui tyrosine kinase ke inti sel sehingga terjadi kelebihan dorongan
proliferasi pada sel-sel mieloid dan menurunnya apoptosis. Hal ini
menyebabkan proliferasi pada seri mieloid (I Made, 2006; Atul & Victor,
2005; Victor et al., 2005).
2.3 Klasifikasi
e. Leukemia eosinofilik
6
2.4 Fase Perjalanan Penyakit
1. Fase Kronik : pada fase ini pasien mempunyai jumlah sel blast dan sel
premielosit kurang dari 5% di dalam darah dan sumsum tulang. Fase ini
ditandai dengan over produksi granulosit yang didominasi oleh netrofil
segmen. Pasien mengalami gejala ringan dan mempunyai respon baik
terhadap terapi konvensional.
2. Fase Akselerasi atau transformasi akut : fase ini sangat progresif,
mempunyai lebih dari 5% sel blast namun kurang dari 30%. Pada fase
ini leukosit bisa mencapai 300.000/mmk dengan didominasi oleh
eosinofil dan basofil. Sel yang leukemik mempunyai kelainan kromosom
lebih dari satu (selain Philadelphia kromosom).
3. Fase Blast (Krisis Blast) : pada fase ini pasien mempunyai lebih dari
30% sel blast pada darah serta sumsum tulangnya. Sel blast telah
menyebar ke jaringan lain dan organ diluar sumsum tulang. Pada fase ini
penyakit ini berubah menjadi Leukemia Myeloblastik Akut atau
Leukemia Lympositik Akut. Kematian mencapai 20%.
7
4. Gejala gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh
hiperurikemia akibat pemecahan purin yang berlebihan dapat
menimbulkan masalah.
6. Anemia pada fase awal sering tetapi hanya ringan dengan gambaran
pucat, dispneu dan takikardi.
a.Laboratorium
- Darah rutin :
8
- Anemia mula-mula ringan menjadi progresif pada fase
lanjut (fase transformasi akut), bersifat normokromik normositer.
9
- Kadar asam urat serum meningkat.
10
Gambar 2.3 Gambar 2.4
Gambaran apusan darah tepi dengan perbesaran Gambaran apusan darah tepi, dengan perbesaran
400x menunjukkan berbagai tahap granulopoiesis 1000x menunjukkan tahapan granulocytic
termasuk promielosit, mielosit, metamielosit, dan termasuk eosinofil dan basofil.
netrofil batang serta segmen.
Gambar 2.5
11
c. Pemeriksaan Penunjang Lain
1. Blast 10-19% dari WBC pada darah tepi dan atau dari sel sumsum
tulang berinti.
12
3. Thrombositopenia persisten (<100x109/L) yang tidak
dihubungkan dengan terapi, atau thrombositosis (>1000x109/L) yang
tidak responsif terhadap terapi.
1. Blast >20% dari darah putih pada darah perifer atau sel sumsum
tulang berinti.
3. Fokus besar atau cluster sel blast dalam biopsi sumsum tulang (I
Made,2006).
2.8 Penatalaksanaan
13
a. Medikamentosa
1. Fase Kronik
c. Interferon α juga dapat mengontrol jumlah sel darah putih dan dapat
menunda onset transformasi akut, memperpanjang harapan hidup
menjadi 1-2 tahun (Atul & Victor, 2005). IFN-α biasanya digunakan
bila jumlah leukosit telah terkendali oleh hidroksiurea. IFN-α
merupakan terapi pilihan bagi kebanyakan penderita leukemia
Mielositik (CML) yang terlalu tua untuk transplantasi sumsum tulang
(BMT) atau yang tidak memiliki sumsum tulang donor yang cocok.
Interferon alfa diberikan pada rata-rata 3-5 juta IU / d subkutan
(Emmanuel, 2010). Tujuannya adalah untuk mempertahankan jumlah
leukosit tetap rendah (sekitar 4x109/l). Hampir semua pasien
menderita gejala penyakit ”mirip flu” pada beberapa hari pertama
pengobatan. Komplikasi yang lebih serius berupa anoreksia, depresi,
dan sitopenia. Sebagian kecil pasien (sekitar 15%) mungkin mencapai
14
remisi jangka panjang dengan hilangnya kromosom Ph pada analisis
sitogenik walaupun gen fusi BCR-ABL masih dapat dideteksi melalui
PCR. (Victor et al., 2005).
b. Non-Medikamentosa
o Radiasi
15
gejala-gejala atau sebagian dari terapi yang diperlukan sebelum
transplantasi sumsum tulang (Atul & Victor, 2005).
2.9 Prognosis
Sekitar 20-30% penderita meninggal dalam waktu 2 tahun setelah
penyakitnya terdiagnosis dan setelah itu sekitar 25% meninggal setiap
tahunnya. Banyak penderita yang bertahan hidup selama 4 tahun atau lebih
setelah penyakitnya terdiagnosis, tetapi pada akhirnya meninggal pada fase
akselerasi atau krisis blast. Angka harapan hidup rata-rata setelah krisis
blast hanya 2 bulan, tetapi kemoterapi kadang bisa memperpanjang harapan
hidup sampai 8-12 bulan (Agung, 2010).
16
BAB III
PENUTUP
17
setelah krisis blast hanya 2 bulan, tetapi kemoterapi kadang bisa
memperpanjang harapan hidup sampai 8-12 bulan (Agung, 2010).
18
19