Anda di halaman 1dari 10

Prakata

Pelatihan, tentunya, bukan satu-satunya jawaban bagi setiap masalah


dalam kinerja. Kesenjangan-kesenjangan kinerja dan penyebabnya harus
dianalisa untuk menentukan komposisi yang tepat dari intervensi-
intervensi peningkatan kinerja. Namun, jika pelatihan merupakan
jawabannya, sang perancang harus mendasarkan rancangannya pada
sesuatu. Sesuatu itu seharusnya adalah satu atau lebih pola instruksional
atau strategi yang telah diverifikasi oleh riset formal atau dalam
laboratorium proktisi belajar mengajar yang lebih luas. Buku ini
dimaksudkan untuk menerangkan bentuk yang siap diakses oleh praktisi,
pelajar, dan sejenisnya, tentang beberapa model dan strategi besar yang
dapat membimbing para ahli yang merancang intruksi bagi peserta ajar
dewasa. Kami telah memilih pola dan strategi dari sebuah kisaran
perspektif teoritis yang luas, meliputi, perilaku, kognitif, sisi kemanusiaan,
dan sosial, dan kami pun telah mencoba untuk mempertunjukkan kapan
dan bagaimana masing-masing pola atau strategi dapat digunakan
dengan cara yang paling efektif.

Terobosan belakangan ini dalam hal instruksi yang berbasis teknologi,


terutama pelatihan berbasis web seringkali memunculkan pertanyaan,
”Bagaimana rancangan instruksional berbeda untuk sistem penyampaian
yang berbasis teknologi dibandingkan dengan rancangan untuk pelatihan
kelas”. Dalam hal tersebut, satu bab yang menjelaskan banyak
pertimbangan khusus yang diperlukan bagi instruksi multimedia yang
disampaikan secara elektronis telah tercakup. Namun perlu dicatat bahwa
otak manusia belum berevolusi secepat teknologi yang tersedia bagi
penyampaian instruksional. Pada dasarnya, orang masih banyak belajar
dengan cara yang lama, tentang yang mana yang pernah kita coba untuk
lebih mempelajarinya. Jadi, sebagian besar pola dan strategi yang telah
terbukti,berdasarkan teori mempelajari bunyi, selalu dapat diterapkan dan
dapat diadaptasikan menjadi sistem-sistem penyampaian yang lebih kini.

1
Penulisan buku ini merupakan sebuah usaha yang melibatkan banyak
orang sepanjang 3 tahun lamanya. Pertama, kami berterimakasih kepada
teman-teman kami, penulis dari setiap bab, untuk kerja keras, kreatifitas,
dan kesabaran mereka dengan permintaan perubahan dari kami yang
tidak sedikit. Kami juga berutang budi pada peneliti-peneliti dan pembuat
pola yang daripadanya bermula pola-pola dan strategi yang kami jelaskan.
Amat banyak dari mereka yang membantu kami dengan memberikan
pandangan lewat telepon atau e-mail dan dengan menelaah draft dari
setiap bab. Artis grafis kami, Sterling Spangler, yang dengan dermawan
menyumbangkan gambar-gambar di dalam dan sampul buku ini. Di ISPI,
Matthew Davis, adalah orang yang kami persembahkan ucapan selamat
karena telah memercayai buku kami, dan pada April Davis, kami
mengucapkan beribu terimakasih karena telah menyelesaikan alur proses
publikasi yang panjang.

2
Pendahuluan

Karen L. Medsker

Pelatihan hanyalah sebuah intervensi peningkatan kinerja dalam konteks


peningkatan kinerja indivual, kelompok, dan organisasi yang lebih besar.
Namun, pelatihan berlanjut menjadi sebuah bagian penting dan rumit dari
yang dapat dilakukan oleh para ahli teknologi. Buku ini mencoba untuk
membantu perancang pelatihan dalam membuat rancangan pelatihan
yang lebih baik (dan kemudian dapat memperkuat kinerja klien) dengan
pemilihan dan penggunaan sejumlah pola dan strategi yang telah terbukti.

Dalam dekade terakhir ini, telah terlihat pertumbuhan penting dalam


kesadaran dan aplikasi teknologi kinerja manusia (HPT: Human
Performance Tekologi). Selama tahun 1990-an, masyarakat profesional
mengabdikan diri mereka pada pelatihan yang mengubah penekanannya
pada HPT (atau peningkatan kinerja, biasanya dilihat sebagai sesuatu
yang mirip dengan HPT). Masyarakat nasional untuk instruksi dan kinerja
yang telah sangat lama merupakan pendukung HPT, menjadi masyarakat
internasional bagi peningkatan kinerja. Masyarakat Amerika bagi
pengembangan pelatihan juga menjadi pendukung bagi peningkatan
kinerja, daripada bagi pelatihan itu sendiri, sekalipun mereka tidak
mengubah namanya. Ribuan organisasi bergegas mengubah divisi
pelatihan mereka menjadi konsultasi kinerja atau divisi peningkatan
kinerja. Artikel-artikel, buku-buku, dan seminar-seminar tentang
bagaimana membuat perubahan tersebut berkembang. Banyak organisasi
yang bahkan mulai mengumumkan lowongan posisi bagi ahli teknologi
kinerja dan konsultan kinerja. Apakah HPT itu, dan mengapa ia dapat
meningkatkan dasar, dan apalagi yang masih diperlukan untuk
keberhasilan yang lebih gemilang?

3
Apakah HPT itu?

HPT memiliki filosofi yang jelas. Sebuah doktrin dasar filosofi HPT adalah
bahwa sebuah pendekatan sistemik untuk meningkatkan kinerja manusia
adalah yang paling efektif. Orang harus mempertimbangkan keseluruhan
sistem di mana kinerja manusia muncul: aspek dari tugas, kinerjanya, dan
lingkungan di mana tugas tersebut dikerjakan. HPT juga mengasumsikan
bahwa kinerja individual, kelompok/tim, dan organisasi dapat ditingkatkan
dengan cara paling baik melalui metoda-metoda sistemik, mengikuti
langkah-langkah garis besar di bawah ini:
1. Mengidentifikasi dan mengukur kesenjangan kinerja (yang
diinginkan versus hasil actual).
2. Menguji penyebab terjadinya kesenjangan kinerja.
3. Memberikan formula intervensi kinerja (yakni, solusi, strategi, dan
inisiatif) yang secara jelas ditujukan pada sebab-sebabnya.
4. Merancang dan mengimplementasikan intervensi.
5. Mengevaluasi pengaruh intervensi pada kinerja.

HPT adalah sebuah bidang interdisiplin, yang terbentuk dari teori dan riset
dalam psikologi, terutama psikologi pembelajaran, psikologi
industri/organisasi, faktor-faktor manusia dan ergonomis, riset
operasional, pendidikan, perilaku organisasi dan manajemen, dan
perkembangan organisasi. Penelitian-penelitian eksperimental dan semi-
eksperimental dilakukan dalam HPT untuk menentukan intervensi mana
yang efektif dan dalam kondisi seperti apa.

Sebuah model klasik untuk menganalisa penyebab kesenjangan kinerja


manusia, atau merencakanan sistem-sistem kinerja manusia yang baru,
dibuat oleh Gilbert (1978, 1982). Gilbert’s Behavior Engineering Model
menyajikan ilustrasi rentang faktor yang memengaruhi kinerja manusia.

4
Sebuah adaptasi model tersebut nampak dalam Tabel 0.1. Tiga set
faktor di bagian kiri berhubungan dengan orangnya, dan tiga faktor di
bagian kanan adalah mengenai lingkungan di mana orang tersebut
berkinerja.

Faktor Orang Faktor Lingkugan

Keterampian dan Pengetahuan Data atau Informasi


Kapasitas Peralatan dan Setelan
Motif Insentif

Tabel 0.1
Behavior Engineering Model
(Pola Rekayasa Perilaku)

Model Gilbert menekankan perbedaan antara keterampilan dan


pengetahuan (tersimpan dalam benak performer) dan data dan informasi
(tersimpan dalam sumber eksternal, seperti alat bantu kerja, petunjuk
acuan, dan sistem bantuan online). Pembedaan ini berguna, karena
seringkali pelatihan dapat dihindari atau dikurangi melalui penggunaan
alat bantu kerja atau materi referensi/acuan yang tersusun baik. Tujuan
dari pelatihan adalah untuk menyimpan keterampilan dan pengetahuan ke
dalam benak peserta ajar, namun pelatihan itu mahal dan menghabiskan
waktu baik untuk membuat maupun untuk menyampaikannya. Seringkali,
alat bantu kerja lebih disukai daripada pelatihan, karena tugasnya jarang
ditampilkan, mudah dilupakan, punya banyak langkah, mencakup ingatan
yag membebani mengenai informasi, atau mencakup pembuatan
keputusan yang membutuhkan dukungan selama kinerja dilakukan.

Empat kategori lain dari Gilbert biasanya tidak memunculkan solusi


pelatihan. Jika performer memiliki kekurangan kapasitas fisik, mental, atau

5
emosional untuk berkinerja, solusi seperti perancangan ulang pekerjaan,
dukungan kinerja, seleksi dari performer yang berbeda-beda, konseling
karir, atau intervensi medikal mungkin lebih cocok. Jika alat atau
lingkungan fisik tidak memadai, maka solusi ergonomik disarankan.
Solusi-solusi motivasional termasuk menyeleksi dan menempatkan orang-
orang dalam pekerjaan yang telah termotivasi untuk dilaksanakan,
merancang pekerjaan-pekerjaan yang secara intrinsik memotivasi, dan
meyakinkan kesempatan-kesempatan peningkatan karir. Terhubung ke
motivasa merupakan sebuah insentif, baik terasa maupun tak terasa.
Sistem insentif dapat terstruktur secara formal, di mana paket reward
dapat diberikan pada pencapaian kinerja tertentu, atau dapat pula
informal dan hanya berlaku atas pengamatan cermat para pengawas
individual.

Berdasarkan ide-ide dari model Gilbert dan lainnya (e.g., Harless, 1989;
Rummler & Brache 1995 ), Tabel 0.2 mengilustrasikan bagaimana HPT
dapat digunakan untuk menganalisa sebuah kesenjangan kinerja
hipotetikal dan mengidentifikasikan kemungkinan-kemungkinan intervensi.
Kolom Kategori Penyebab memuat daftar macam-macam faktor yang
dapat mendukung atau mencegah kinerja yang diinginkan. Kemungkinan
Penyebab memberikan contoh kekurangan yang berhubungan pada
kesenjangan kinerja hipotetikal dalam laboratorium medis, dan
Kemunginan Intervensi memuat daftar sejumlah cara untuk menjembatani
kesenjangan kinerja dengan menggarisbawahi penyebabnya.

Kemajuan HPT

Terdapat banyak alasan penting bagi gelombang pergerakan HPT yang


terjadi belakangan ini. Beberapa organisasi telah menjadi goyah gairah
bisnisnya dan ’mode bulan ini’ yang menjanjikan keberhasilan instan

6
dengan investasi minimum. Bahkan beberapa gagasan yang secara
substansi amat bagus, yang selama ini datang dan pergi bisa lebih
bertahan lama jika saja merupakan bagian dari sebuah pendekatan
sistemik daripada berupa intervensi tersendiri. HPT bukanlah sebuah
gairah sesaat, namun sebuah pendekatan komprehensif yang berbasis
riset yang menuju pada hasil yang terukur. Walau HPT dapat membuah
kan hasil dengan segera, namun kebanyakan analisa, penerapan, dan
evaluasinya memerlukan kerja keras dan investasi jangka panjang untuk
mencapai imbalan yang terus menerus dan meluas. Untungnya,
organisasi mulai nampak lebih beritikad baik untuk membut komitmen
smacam ini daripada di masa lalu. Untuk memajukan bidang HPT dan
membuatnya semakin bermanfaat, diperlukan lebih banyak riset, dan
perlu juga adanya keterkaitan lebih erat antara riset dan paktik
(Stolovitch,2000). Program akademis yang mempersiapkan periset dan
praktisi HPT juga selayaknya ditambah jumlah dan kekuatannya
(Medsker, et al., 1995).

Peranan Pelatihan dalam HPT

Semakin meluasnya dan diterimanya HPT telah meningkatkan kesadaran


bahwa pelatihan dan pendidikan (intervensi instruksonal) hanya baik untuk
mencermati kekurangan keterampilan dan pengetahuan, bahwa seringkali
pelatihan itu harus dipadukan dengan intervensi lain guna menjembatani
kesenjangan kinerja, dan bahwa ada banyak kesenjangan kinerja yang
sebaiknya tidak dicermati dengan pelatihan sama sekali. Namun
demikian, banyak faktor kritis dalam lingkungan kinerja organisasi nampak
mulai meningkatkan perlunya intervensi instruksional belakangan ini.
Yang kemudian disebut sebagai ledakan pengetahuan meyakinkan bahwa
secara keseluruhan, masih banyak lagi yang perlu dipelajari. Kondisi
lingkungan dan teknologi yang berkembang pesat mempengaruhi
organisasi-organisasi menciptakan kebutuhan pembelajaran dan
pembelajaran ulang yang tetap. Globalisasi memerlukan banyak hal

7
untuk dipelajari tentang bisnis multinasional dan budaya-budaya lainnya.
Fakta bahwa kini orang lebih sering berganti pekerjaan dan karir,
berimplikasi pada kesadaran bahwa mereka harus selalu balajar
keterapilan baru. Pasar pendidikan dan pelatihan tumbuh pesat, terbukti
dengan tren berdirinya universitas-universitas milik perusahaan/corporate.

Profesional dalam bidang HPT kemudian menghadapi tantangan


sehubungan dengan pelatihan dan pendidikan ini. Selain meyakinkan
klien bahwa pelatihan bukanlah satu-satunya jawaban bagi setiap
permasalahan, kami juga harus membangun pelatihan efektif dengan ebih
cepat. Kami harus mengerjakan assessment dengan lebih segera dan
lebih membutuhkan akurasi tinggi, meningkatkan rancangan pelatihan dan
pengembangannya, memilih serangkaian sistem yang paling menarik dari
sistem-sistem penyampaian yang tersedia, serta membuktikan nilai dari
pelatihan tersebut. Buku ini mencermati tantangan efektivitas training
yang lebih dahsyat: merancang intervensi instruksional yang sepadan
dengan kebutuhandari peserta ajar, kandungan, dan konteks kinerjanya.

Manakala pelatihan diperlukan, praktisi HPT secara khas akan memakai


sebuah sistem pendekatan untuk mengembangkan sebuah pelatihan,
yang juga dikenal sebagai Rancangan Sistem Instruksional (ISD:
Instructional System Design). ISD terdiri dari 5 fase: analisis,
perancangan, pengembangan, implementasi dan evaluasi; seringkali
disebut sebagai Model ADDIE (Analysis, Design, Development,
Implementation, Evaluation). Tahun 1970-an, gagasan ini merupakan
sebuah pendekatan inovatif, namun kini telah berkembang menjadi
sebuah standar bagi pengembangan pelatihan, setidaknya bagi
perusahaan besar yang membutuhkan efisiensi dan efektifitas pelatihan
(Gagme & Medsker, 1996).

Namun ISD juga telah dikritisi sebagai terlau kaku, lambat, tidak ilmiah,
mahal, serta menghasilkan produk pelatihan yang membosankan, statis

8
dan tidak memenuhi kebutuhan bisnis. (Gordon&Zemke,2000).
Pendekatan tradisional ’air terjun’ ISD , terutama untuk multimedia dan
pelatihan yang berbasis web (dimana masing-masing langkah telah
lengkap dan pada saatnya dapat menjadi masukan bagi langkah
selanjutnya) telah diletakkan oleh pendekatan –pendekatan di mana 4
dari kelima ADDIE tersebut diselesaikan hampir secara bersamaan.
Tennyson (1999) menjelaskan model ISD generasi ke 4 (ISD4), di mana 6
fungsi atau domain dilakukan secara interaktif melalui interaksi yang
dinamis: evaluasi situasional, dasar, rancangan, produksi, implementasi
dan maintenance. Secara khas, sebuah ’prototipe cepat’ dikemas untuk
dievaluasi klien. Berdasarkan reaksi klien, penggagasnya akan
menghaluskan rancangan prototipenya, atau membuangnya begitu saja
dan mengulanginya kembali dari permulaan. Dalam proses ini, fase-fase
ADDIE atau domain-domain ISD4 semuanya terlihat muncul lebih
bersamaan daripada nampak sebagai langkah-lankah yang terpisah. Hal
ini masuk akal, terutama saat klien telah dengan susah payah
membayangkan penampakan dan rasa dari produk berbasis teknologi
tanpa melihat prototipenya.

Peranan Rancangan dalam Pelatihan

Baik pada pendekatan lama air terjun ataupun ISD4 yang lebih baru,
fungsi perancangan pastilah muncul. Rancangan meliputi pemilihan
kandungan khusus; dan spesifikasi mendetail tentang bagaimana
aktivitas-aktivitas tersebut akan tercadi. Dengan atau tanpa masukan dari
klien, si pengembang pasti akan memutuskan akan seperti apa
pengalaman pembelajaran aktualnya. Orang mewakili perilaku, kognitif,
sisi manusiawi, dan filosofi sosial proses belajarnya mendukung cara yang
berbeda pada pendekatan tugas-tugas rancangan.

Tesis buku ini adalah model dan rancangan yang telah terplih dengan
teliti diharapkan dapat memberikan sumbangsih baik pada efektivitas dan

9
daya tarik pengalaman pembelajaran.

10

Anda mungkin juga menyukai