Anda di halaman 1dari 4

Mengajar Drama

Oleh Indra Suherjanto

Pendahuluan
Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas pentas.
Menonton drama seolah melihat kejadian dalam masyarakat (Waluyo, 2002). Menurut
Tjokroatmojo (1985) pengertian drama ialah suatu cerita atau kisah kehidupan manusia
yang disusun untuk dipertunjukkan oleh para pelaku dengan perbuatan di atas pentas dan
ditonton oleh publik (penonton).
Istilah drama dihadapkan pada dua kemungkinan, yaitu drama naskah dan drama
pentas (Waluyo, 2002). Drama digolongkan sebagai karya sastra karena disikapi sebagai
sastra tulis yang arahnya pada apresiasi unsur intrinsik pembangun drama dan nilai-nilai
moral. Sedangkan drama digolongkan sebagai karya pentas karena disikapi sebagai karya
sastra lisan.
Dengan demikian pengertian drama dapat dijelaskan sebagai seni pentas yang
menampilkan perilaku manusia dengan menggunakan naskah untuk disajikan kepada
penonton.
Drama sebagai karya sastra (naskah) mengandung unsur-unsur intrinsik naskah
yaitu (1) dialog, (2) tokoh, (3) karakter, (4) alur/plot, (5) seting/ latar, (6) tema dan
amanat
Drama sebagai karya yang dipentaskan mengandung empat unsur pokok yaitu (1)
lakon (teks/naskah), (2) pemain (aktor dan aktris), (3) tempat (panggung), dan (4)
penonton.

Naskah
Sebagai genre sastra, naskah dibangun oleh struktur fisik (kebahasaan) dan
struktur batin (semantik dan makna). Wujud fisik sebuah naskah adalah dialog. Dialog
dalam naskah drama adalah konflik manusia yang digali dari kehidupan. Konflik manusia
terbangun oleh pertentangan/ pertikaian antar tokoh-tokohnya. Dengan pertikaian itu
muncul dramatic action atau lakuan dramatik (Waluyo, 2002). Lakuan-lakuan dramatik
yang dibawakan oleh tokoh akan membangun jalinan konflik sebagai sebuah alur. Untuk
menambah daya pikat/ kekuatan sebuah naskah drama konflik dibangun dengan surprise
(kejutan), dan suspense (ketegangan).
Plot merupakan jalinan cerita atau kerangka dari awal hingga akhir yang
merupakan jalinan konflik antar tokoh (Waluyo, 2002). Konflik berkembang karena
kontradiksi antar tokoh. Meningkatnya kontradiksi akan mencapai titik klimaks, dan
setelah klimaks akan menuju penyelesaian.
Menurut Waluyo (2002) plot drama ada tiga jenis yaitu sirkuler (cerita berkisar
pada satu peristiwa saja), linear (cerita bergerak secara berurutan dari A- Z), dan episodic
(jalinan cerita itu terpisah kemudian bertemu pada akhir cerita).
Naskah drama dikatakan bernilai sastra karena (1) menampilkan problema dan
permasalahan manusia, (2) mengandung aspek moral, (3) menampilkan gagasan-gagasan
baru, (4) mengandung nilai-nilai pendidikan, (5) dapat membangkitkan dan
2
mengembangkan rasa keindahan dan apresiasi seni, dan (6) bahasa yang artistik,
tematis, dan literer. (7) mempunyai alur cerita yang jelas dan terarah.

Pelaku atau Pemeran


Pelaku atau pemeran adalah orang yang melakukan atau memerankan tokoh dalam
cerita atau naskah. Pelaku merupakan unsur yang harus hadir dan merupakan unsur
drama yang essensial dalam satu pementasan drama adalah pelaku. Pelaku yang
mengemban plot drama, selalu hadir dilengkapi dengan segenap karakternya yaitu segala
penampilan dan keseluruhan ciri-ciri kejiwaan yang diembannya.
Berdasarkan peranannya terhadap jalan cerita, tokoh terbagi menjadi tokoh
protagonis (tokoh yang mendukung cerita), antagonis (tokoh penentang cerita), tritagonis
(tokoh pembantu, baik terhadap tokoh protagonis maupun pada tokoh antagonis).
Sedangkan berdasarkan fungsinya terdapat tokoh sentral (tokoh yang menentukan gerak
lakon), tokoh utama (tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral), dan tokoh
pembantu (tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata rantai
cerita). Fungsi pelaku atau aktor dalam drama pentas sangat menentukan keberhasilan
atau kegagalan sebuah pementasan. Fungsi pelaku tersebut membawakan suatu
perwatakan di atas pentas.
Untuk menjadi pelaku atau aktor yang baik dan terampil dibutuhkan latihan yang
kontinyu, tertib dan disiplin. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pemain yang baik
adalah (1) orang yang dapat berakting dengan wajar, (2) menjiwai atau menghayati
perannya, (3) aktingnya bermotif, (4) terampil dan kreatif, (5) mengesankan (dapat
meyakinkan penonton).

Panggung
Penataan panggung adalah hasil seni yang mewujudkan ekspresi dari bentuk
naskah ke dalam kenyataan teater secara visual. Untuk menghidupkan peran di atas
panggung, peralatan teknis akan membantu. Peralatan tersebut meliputi pengaturan
pentas (stage), dekorasi, tata lampu, tata suara, tata rias, dan segala hal yang berhubungan
dengan teknis pentas (Waluyo, 2002). Sedangkan perlengkapan pentas meliputi empat
komponen yaitu (1) dekorasi, (2) tata sinar, (3) tata rias, dan (4) tata bunyi. Dekorasi
diwujudkan di pentas berupa segala alat yang memungkinkan utuk memberi perwatakan
pada suatu lakon. Tata sinar untuk membentuk situasi, menyinari gerak, dan
mempertajam ekspresi demi penciptaan karakter pelaku. Tata rias ialah memberi coretan
pada wajah, menghaluskan wajah dengan tujuan untuk membentuk karakter pelaku.
Sedangkan tata bunyi atau musik merupakan perpaduan bunyi musikal, yang berfungsi
sebagai pengiring dan pencipta suasana dalam suatu pementasan.

Penonton
Tujuan terakhir suatu pementasan adalah ditonton. Respon penonton akan menjadi
suatu respon yang simultan, bolak-balik di antara penonton dan yang ditonton. Banyak
sutradara yang kurang memperhatikan masalah penonton atau sekelompok konsumsi
yang akan bisa menerima begitu saja apa yang disuguhkan. Sehingga apabila terjadi suatu
kegagalan dalam produksi lakon, sering penonton dianggap sebagai penyebabnya karena
mereka tidak mengerti ide suatu lakon.
3
Penonton menonton pementasan dilatarbelakangi oleh alasan-alasan tertentu.
Bagi penonton, pementasan adalah dunia ilusi dan imajinasi. Ada beberapa alasan
menonton, yaitu sebagai berikut.
(1) Hasrat dasar kemanusiaan
Pergi ke pementasan disebabkan oleh keyakinan dan kebutuhan yang berhubungan
dengan sesamanya.
(2) Kesamaan dorongan
Kesamaan emosi penonton dan pemain. Penonton mengenal kembali beberapa segi
tentang dirinya di atas pentas serta mampu mengambil bagian perasaannya pada aksi-
aksi di dalam lakon.
(3) Alasan lainnya
Pementasan memecahkan rutinitas kehidupan manusia, memberikan hiburan-hiburan
dan wawasan kehidupan yang tidak terisi dalam pekerjaan atau kehidupan sehari-hari.
Selain itu juga memberikan pengalaman seni dan keindahan yang unik secara
emosional.

Pembelajaran Drama di SMA


Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional,
untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan penyediaan sumber belajar.
Definisi pembelajaran menurut W. J. S. Purwodarminto dalam kamus besar Bahasa
Indonesia adalah proses atau cara yang menuntut siswa untuk belajar tentang suatu hal.
Pembelajaran drama merupakan bagian dari pembelajaran sastra yang diharapkan
dapat diberikan secara sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa drama tidak hanya disikapi
sebagai karya naskah tetapi juga sebagai karya pentas. Burton menyatakan bahwa
pengajaran drama perlu diajarkan dengan alasan yang paling penting adalah untuk
mengungkapkan lebih banyak tentang kemanusiaan, tentang orang dengan segala
kekomplekan dan konflik-konfliknya.
Dalam standar kompetensi untuk SMA terdapat beberapa kompetensi yang
berhubungan dengan pembelajaran drama. Kompetensi tersebut tersebut antara lain:
(1) Memahami pementasan drama
1. Mengidentifikasi peristiwa, pelaku, dan perwatakannya, dialog, dan konflik pada
pementasan drama
2. Menganalisis pementasan drama berdasarkan teknik pementasan
(2) Memahami Pembacaan Teks Drama
1. Menemukan unsur-unsur intrisik teks drama yang didengarkan melalui pembacaan
2. Menyimpulkan isi drama melalui pembacaan teks drama
(3) Memerankan tokoh dalam pementasan drama
1. Menyampaikan dialog disertai gerak-gerik dan mimik, sesuai dengan watak tokoh
2. Mengekspresikan perilaku dan dialog tokoh protagonis dan atau antagonis
(4) Mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk pementasan drama
1. Mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama
2. Menggunakan gerak-gerik, mimik, dan intonasi, sesuai dengan watak tokoh dalam
pementasan drama
(5) Menulis naskah drama
1. Mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog naskah drama
4
2. Menarasikan pengalaman manusia dalam bentuk adegan dan latar pada naskah
drama
Berdasarkan uraian di atas sebenarnya ruang lingkup pembelajaran drama meliputi
aspek-aspek pembelajaran bahasa yaitu: berbicara, membaca, mendengarkan/ menyimak,
dan menulis. Secara khusus pembelajaran drama akan mencakup kemampuan:
1. Memahami naskah drama/ menemukan unsur-unsur intrisik naskah: cerita/
peristiwa, tokoh, perwatakannya, dialog, dan konflik, isi drama/ tema dan amanat
2. Berekspresi atau bermain peran dengan dialog-dialog yang disertai gerak dan
mimik, sesuai dengan watak tokoh dan perilaku tokoh (protagonis dan atau antagonis)
3. Ketrampilan menulis naskah (proses kreatif penulisan)
4. Mengapresiasi dan atau menganalisis pementasan drama

DAFTAR BACAAN

Ardjono Pradotokusumo, Partini, Prof. Dr. 2005. Pengkajian Sastra. Jakarta. PT


Gramedia
Djoko Pradopo, Rachmat, Prof, Dr. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta.
Gama Media
Harymawan, R.M.A. 1988. Dramaturgi. Bandung: PT Rosdakarya.
Moleong, Lexy, 2002. Metodelogi Penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Oemarjati, Boen S. 1971. Bentuk Lakon dalam Sastra Indonesia. Jakarta: Gunung Agung.
Sitorus, Eka D. 2000. Teknik Akting untuk Teater dan Film. Gramedia
Tambayong, Japi.1981. Dasar-Dasar Dramaturgi. Bandung; Pustaka Prima
Tjokroatmojo, dkk. 1985. Pendidikan Seni Drama: Suatu Pengantar. Surabaya: Usaha
Nasional.
Waluyo, Herman J. 2002. Drama: Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: PT Hanindita
Graha Widya.

Anda mungkin juga menyukai