Amr yang majhul. Lihat Jalaluddin Rahmat” Ijtihad: Sulit Dilakukan, Tetapi Perlu”
Dalam Haidar Bagir dan Syafiq Basri (Ed.) ljtihad Dalam Sorotan , Cet. I; Bandung
Mizan, 1988, h. 179-180. Bahkan dalam versi Ibn Hazm sangat mencelah hadis ini,
lihat misalnya lbn Hazm aI-ahkam Fi Ush ul Ahkam, juz V ; (Kairo: Al-Ashiniah, t.
th.), h. 773-775
3
Harun Nasution, “ljtihad, Sumber Ketiga Ajaran Islam” dalam Ijtihad Dalam
Sorotan, Op. Cit, h. 108.
4
Annemarie Schimel, Introduction to Islam, diterjemahkan oleh M. Chafrul
Annam dengan judul “Islam Interpretatif’, Cet. I ; (t.tp. : Inisiasi Press, 2003), h. 73.
H. Hadi Mutamam, Al Ghazali dan Metode Ijtihadnya… 11
5
Minhajuddin, Pengembangan Metode Ijtihad Dalam Perspektif Fikih Islam,
Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Dalam ilmu Fikih/Ushul Fikih padi Fakultas
Syai’ah lAIN Alauddin, 31 Makassar, 2004., h. 43.
6
Lihat al-Juwaini, al-Nurhan Fi Ushul Al-Fiqh, Jilid. 1; (t.tp. :Dâr al-Anshâr,
1450 H.), h. 295.
7
Nama lengkapnya, Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Ibn Muhammad
al-Ghazâli, berkebangsaan Persia asli, lahir pada tahun 450 H./1058M. di Thus
(sekarang dekat Meshed)’ , sebuah kota kecil di Khurasan (sekarang Iran), di sini
pula al-Ghazâli wafat di Nazran pada tahun 505H./1111M. Tentang biografi al-
Ghazâli dapat dilihat antara lain: Sulaiman Dinya, Al-Haqiqah Fi Nazhr Al-Ghazâli,
Cet. III; Mesir: Dar al-Ma’arif , 1971. Abd. Karim Utsman, Sarah al-Ghazâli,
Demaskus : Dar al-Fikr, t. th. Victor Said Basil, Manhaj al-Bahts ‘an Ma’rifah ‘Ind
al-Ghazâli, Beirut Dar al-Kitab al-Lubnani, t.th.
8
Lihat Al-Ghazali, Syifa al-Ghazâli Fi Bayani Al Syibb Wa al-Mukhil Wa
Masalik Wa Masalik al-Ta’lu, Bagdad : Mathbaat al-Irsyad, 1971, h. 159. Dalam
konteks ini, kaurn Ushuliyyin menciptakan sendiri metodologi tersebut secara
orisinil bersumber dan prinsip-prinsip penggalian dalil (ijtihad), karena itu tidak
benar bahwa para Ulama di masa-masa awal mengaplikasikan logika Yunani di
dalam ilmu Ushul Fiqh, paling tidak pada masa awal tidak menerima secara mutlak
logika Yunani, tetapi mereka telah mengadakan perubahan terhadap logika Yunani
menjadi sebuah logika baru mencakup seluruh esensi. al-Ghazâli sendiri
rnemasukkan unsur logika di dalarn rnuqaddimah. bukunya aI-Masthasfâ sekalipun
pada akhirnya ia rneninggalkan logika, sebab dia tidak mampu mengantarkan
seseorang pada suatu keyakinan. Hal ini dapat dilihat Abd. Halim ‘Uways, aI-Fiqh
12 , Vol. IV, No. 1, Juni 2007
12
SaIjuk merupakan salah satu Dinasti yang didirikan oleli Tughul Bek (1037-
1063M.) merupakan Dinasti dalam kekuasaan Dinasti Abbasiyah yang sempat
mengambil alih kekuasaan dan menguasai beberapa daerah seperti Khurasan,Rey,
jabal, Iraq, al-Jazirah, Persia dan Ahwâz selatan kurang lebih 40 tahun. Lihat Philip
K Hitti, History of The Arabs, (London : The Macmilan Press Ltd, 1970), h. 474-476
13
Lihat Ibid., h. 25-26.
14
Mushtafa Jawwad, Ashr al-Ghazâli dalam Mahrajan al-Ghazâli bi Damsyiq
Abu Hamid al-Ghazâli bi Dzikra al-Mi’awwajah ai-Tasi.ah Li Miladih, (Kairo: Al-
Majlis al-A’la li Riyah al-Funun Wa al-Adab Wa al-Ulum al-Ijtimaiyyah, 1962), h.
495.
15
Terdapat korelasi umum yang telah terjadi antara aliran teologi dan mazhab
fiqh. Pengikut Asy’ariyah cenderung bermazhab Syafi’i, penganut Salafiyyah pada
14 , Vol. IV, No. 1, Juni 2007
Karya-Karya A1-Ghazâli
Menelusuri tentang karya-karya Al-Ghazâli, maka dia
digolongkan cukup produktif dalam hal penulisan karya ilmiah,
karena ia memiliki kecenderungan intelektual yang sangat luas (gemar
akan ilmu pengetahuan), dia juga memiliki kemampuan menulis yang
sangat tinggi, hal ini dibuktikan oleh al-Ghazâli, menulis sejak umur
20 tahun.22
Dan keterangan yang diperoleh, nampaknya memang wajar, jika
dikatakan bahwa al-Ghazâli merupakan salah seorang pemikir Islam
yang memiliki kecenderungan intelektualitas yang tinggi, sebab ia
masih relatif muda, dan tulisan pertamanya mendapat pujian dari
gurunya al-Juwaini.23
Tentang jumlah karangan al-Ghazâli, sampai saat ini belum
terdapat kata pasti. Besar kemungkinan disebabkan karena masih
adanya karya-karya al-Ghazâli yang belum diterbitkan dan masih
dalam bentuk naskah yang tersimpan di perpustakaan, baik di negeri
Arab maupun di Eropa.
Sebab lain, karena sebahagian di antara karya-karyanya telah
lenyap dibakar pada saat tentara Monggol berkuasa, juga sebahagian
dibuang penguasa Spanyol atas perintah Qadhi Abdullah Muhammad
ibn Hamdi.24
Kategori ini terdiri dan sejumlah 72 buku, 22 buku yang
diragukan sebagai karya al-Ghazâli, karya-karya yang mengatakan
secara pasti buku al-Ghazâli, sebanyak 31 buah.25
20
A1-Ghazâli, Qanun al-Ta’wil, (dihimpun bersama buku-buku lainnya oleh
Ahmad Syamsuddin dalam Majmuah Rasail Al-Ghazâli, selanjutnya disebut AI-
Qanun, (Beirut Dar al-Kutub llmiyah, 1994), h. 126.
21
Lihat selengkapnya Al-Ghazâli, al-Mustasfa Min ‘Ilmi al UshuI Juz. 1; Dar
al-Fikr Lithibâati Wa an-Nashr Wa Tausi’, t.th. h. 174-179.
22
Abd.Ghani ‘Abud, Al-Fikr al-Tarbawi ‘Ind AI-Ghazali, Cet. 1; (Dar al-
Fikr al-‘ArabI, 1962), h. 29
23
Sulaiman Dunyâ, Op. Cit., 20.
24
Ahmad Syafi Ma’arif, Peta Buni intelektuat Islam Indonesia, (Bandung:
Mizan, 1993), h. 57
25
Ahmad Daudi, Kuliah Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), h.
99.
16 , Vol. IV, No. 1, Juni 2007
26
Klasifikasi ini menuruti klasifikasi yang ditawarkan oleh Muhammad
Ghallab’ sebagaimana bidang-bidang ilmu pengetahuan tersebut di atas, dan
disempurnakan seadanya (ditambah) berdasarkan keterangan-keterangan data yang
diperoleh dari literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah tersebut.
27
Muhammad Ghallab, Op-Cit, h. 79.
28
Victor, Op-Cit., h. 79.
29
H.M. Zurkani Jahya, Teologi al-Ghazâli, Pendekatan Metodologi, Cet. 1;
(jakata: CV. Rajawali, 1998), h. 12.
30
Muhammad Ghallab, Op-Cit., h. 85.
31
Ibid
32
Muhammad Ghallâb, Op-Cit., h. 85.
H. Hadi Mutamam, Al Ghazali dan Metode Ijtihadnya… 17
33
Abd. Karim Utsman, Op-Cit., h. 203.
34
A1-Ghazâli, Al-Mustashfa, Juz. 1; Op-Cit., h. 10.
35
Lihat Al-Ghazâli, Op. Cit , h. 350. Hal yang sama lihat Wahbah al-Zuhaily,
Ushul al-Fiqh al-Islami Juz II (t.tp. : Dâr al-Fikr, t. th. ), h. 1037.
36
Al-Baidhâwi, Minhaj al-Wushul, (td.), h. 27.
18 , Vol. IV, No. 1, Juni 2007
Rukun Ijtihad
Dalam kitab al-Mustashfa, Al-Ghazali menyebutkan bahwa
rukun Ijtihad ada tiga; Fi Nafs al-Ijtihadi, Al-Mujtahad, Al-Mujtahidu
Fihi.
Menurut al-Ghazâli bahwa Ijtihad ialah menggambarkan sesuatu
yang diperjuangkan dan menghabiskan usaha dalam sebuah aktifitas
dan tidak bekerja kecuali pada hal-hal berupa beban (kesulitan) secara
menyeluruh.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa Ijtihad
merupakan suatu usaha yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh
dalam memperoleh suatu ketetapan terhadap adanya ketetapan
syari’at, sebagai contoh: tidak disebutkan sesorang berijtihad
memutarkan batu penggiling dan tidak dikatakan ber Ijtihad kalau
seseorang memindahkan batu-batu kecil. Karena itu ulama memahami
secara khusus bahwa Ijtihad mengerahkan seorang mujtahid secara
luas dalam mencari ilmu yang terkait dengan hukum-hukum syari’at.40
Orang yang berijtihad, mempunyai dua syarat, Pertama :
mengetahui seluk-beluk syari’at, mana yang didahulukan dan mana
37
Wahbah Zuhaili, Op. Cit., h. 1038. Bandingkan dengan Abd. Wahhab
Khallaf, Mashadiru at-Tasyri’i al-Islam, Cet. III (Kuwait: Dar al-Qalami, 1972), h.
7.
38
Dalam praktek Ushu fiqh, qiyâs dapat dirumuskan sebagai cara untuk
rnenetapkan hukum yang kasusunya üdak terdapat dalam nash dengan cara
menyamakan dengan kasus hukum yang ada pada nash, disebabkan adanya
persamaan illat hukum, Lihat Abd. Wahhab Khallaf, Masâdiru al-Tasyri’i al-Islama
Fima Ia Nassah Fih, (Kuwait, Dar al-Qalam, 1972), h. 19.
39
Minhajuddin, Pengembangan Metode Ijtihád, Op. Cit., h. 3.
40
Lihat al-Ghazâli, Al-Mustashfa, Op.Cit, h. 350.
H. Hadi Mutamam, Al Ghazali dan Metode Ijtihadnya… 19
41
Ibid., h. 351.
42
Ibid., h. 354.
20 , Vol. IV, No. 1, Juni 2007
Assunnah
Dalam hal mengambil suatu hukum, Al-Ghazâli mengandalkan
hadis-hadis mutawatir, dengan syarat antara lain sebagai berikut:
harus mendahulukan ilmu pada hadis itu, harus mendahulukan
sanadnya yang banyak dan tidak berbohong.46 Kalau bertentangan al-
Jarhu wa Ta‘dil, maka yang didahulukan adalah naqd al-sanad (kritik
sanad); hadis yang diriwayatkan satu jalur tetapi dengan syarat harus
adil maka itu dapat diterima.47
Ijma’
Terkait dengan hal ini, maka dia mensyaratkan keadilan di
dalam ber-Ijma’ menggantungkan diri, tetapi tetap melegitimasi yang
tidak adil seperti di dalam kitab Al-Amidi dan Al-Ghazâli menjelaskan
bahwa adil yang menunjukkan kehujjahan Ijma’ itu bersifat umum,
mutlak, lepas, beda dengan Abu Hanifah, bahwa orang fasiq tidak
boleh dijadikan hujjah.48
Untuk memperjelas masalah ini, oleh Imam al-Ghazâli memberi
definisi Ijma’ 49 sebagai berikut:
43
Ibid, h. 36.
44
Ibid, h. 46.
45
Ibid, h. 45.
46
Ibid, h. 115.
47
Ibid, h. 130.
48
Ibid, h. 218.
49
Ibid, h. 211.
H. Hadi Mutamam, Al Ghazali dan Metode Ijtihadnya… 21
Qiyas
Al-Ghazâli secara etimologi memberi penjelasan bahwa kata
qiyas berarti mengukur, membanding sesuatu dengan yang
semisalnya.50 Dalam Al-Mustashfa, ia membari definisi qiyas, sebagai
berikut :
“Menanggungkan sesuatu yang di ketahui kepada sesuatu yang
diketahui dalam hal menetapakan hukum pada keduanya atau
meniadakan hukum dari keduanya disebabkan ada hal yang
sama antara keduanya, dalam penetapan hukum atau peniadaan
hukum”
50
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid; t.tp. : Logos t.th h. 144
51
Lihat Abd. Wahhad Khallaf, Op. Cit., h. 19
22 , Vol. IV, No. 1, Juni 2007
52
Muhammad Ali As-Shabuni, Rawai’ul Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-
Qur’an, Jilid 1; Suryah: Maktabah Al-Ghazâli , 1980, h. 277
53
Lihat selengkapnya Minhajuddin, Op. Cit, h. 39.
54
Lihat AIi A1-As-Shabuni, Op Cit, h. 278.
H. Hadi Mutamam, Al Ghazali dan Metode Ijtihadnya… 23
DAFTAR PUSTAKA
Abud, Abd. Ghani. Al-Fikr al-Tarbawi ‘Ind Al-Ghazâli, Cet. I; Dâr
aI-Fikr al-‘Arabi, 1982.
Abü Dawud, Sunan Abu Dawud, Juz III t.tp.: Dr al-Fikr, t.th.
Basil, Victor Said. Manhaj al-Bahts ‘an Ma’rifah ‘ind Al-Ghazâli,
Beirut: Dar al-Kitab al-Lubnari, t.th.
Daudi, Ahmad. Kuliah Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1986.
Dunya, Sulaiman. Al-Haqiqah Fi Nazhr Al-Ghazâli, Cet. III Mesir:
Dâr al-Ma’ârif, 1971.
Al-Ghazâli, al-Mustashfa Min ‘Ilmi al-Ushul, Juz. I; t.tp. : Dar al-Fikr
Lithibâati Wa an-Nashr Wa Tausi’, t.th.
--------, Qanun al-Ta‘wil (dikumpul bersama-sama buku-buku lainnya
oleh Ahmad Syamsuddin dalam Majmuah Rasáil Al-Ghazâli,
selanjutnya disebut AlQanun, Beirut: Dar al-Kutub Ilmiyah,
1994.
--------,Syjfa al-Ghazâli Fi Bayáni Al Syibb Wa al-Mukhil Wa
Masalik al-Ta‘lil, Bagdad : Mathbaat al-Irsyad, 1971.
Hitti, Philip K. Histoly of The Arabs, London: The Macmilan Press
Ltd, 1970.
Ibn Hazm, al-Ahkam Fi Ushul al-Akhkam, juz V; Kairo: A1-Ashimah;
t. th.
Jahya, H.M. Zurkani. Teologi Al-Ghazâli , Pendekatan Metodologi,
Cet. I; Jakata: CV. Rajawali, 1998.
Jawwad, Mushtafa. Ashr Al-Ghazâli dalam Mahraján Al-Ghazâli bi
Damsyiq Abu Hámid Al-Ghazâli bi al-Dzikra al-
Mi’awwalah al-Tasi.ah li Miládih, Kairo: A1-Majlis al-A’la
Li Riayah al-Funun Wa al-Adab Wa al-Ulum al-Ijtimaiyyah,
1962.
Juwaini, al-Burhfin Fi Ushu1 al-Fiqh, Jilid. I; t.tp. :Dar al-Anshâr,
1450 H.
Khallaf, Abd. Wahhab.. Masâdiru al-Tasyri’i al-Islama Fima la
Nassah Fih, Kuwait: Dar al-Qalam, 1972.
A1-Khudari Bek, Muhammad. Ushul al-Fiqh, Mesir : Dar al-Fikr,
1969.
Ma’arif, Ahmad Syafi. Peta Bumi intelektual Islam Indonesia,
Bandung: Mizan, 1993.
Madjid, Nurcholish. Khazanah Intelektual Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1984.
24 , Vol. IV, No. 1, Juni 2007