Anda di halaman 1dari 9

Teke Home Test / UTS

Nama : Rike Riwayanti


NIM : 048620709250665
Mata Kuliah : Bermain dan Permainan
Dosen : Ira
Program : S1 PAUD STKIP Pancasakti

1.Konsep Bermain yang meng eksplorasi sensori anak usia dini menurut para ahli:
Bermain mungkin adalah salah satu aktivitas di dunia yang paling menyenangkan.
Kesenangan akan bermain selalu ada pada setiap orang tanpa memandang usia,
tua atau muda. Siapapun bisa bermain. Dengan fasilitas dan peralatan sederhana
ataupun dengan yang komplet lengkap dari ujung kaki sampai ujkung rambut.
Bermain seperti upaya manusia untuk mengeluarkan ekspresi dalam dirinya,
dengan cara membuat dirinya senang dan nyaman.

Bermain lebih sering dijumpai pada anak-anak. Bahkan boleh dikatakan bahwa aktivitas
satu-satunya bagi anak-anak adalah bermain. Anak-anak mengenal dunia dengan
bermain, anak-anak belajar dengan bermain, dan anak-anak bersosialisasi dengan
bermain. Bagi anak-anak, bermain berarti mengakomodasikan dirinya keluar, ke
lingkungan sekitarnya, ke teman-temannya, ke benda-benda disekelilingnya, juga ke
aturan-aturan yang terkadang ada dalam permainan.

Inti dari bermain suatu permainan adalah fun. Tanpa itu bermain menjadi kehilangan
makna. Bermain haruslah menyenangkan. Bermain juga diyakini mampu untuk
menghilangkan berbagai batasan dan hambatan dalam diri. Bermain mampu
menghilangkan stress dan frustrasi. Itu yang didapat ketika bermain menimbulkan
perasaan fun. Selain perasaan itu, seseorang bisa belajar banyak dari bermain. Bermain
mengajarkan banyak hal, misalnya belajar mengerti dan menaati aturan yang disepakati,
belajar menghargai orang lain, belajar untuk berkompetisi secara sehat dan jujur, belajar
untuk mengenal orang lain dengan segala kepribadiannya, belajar menmecahkan suatu
masalah baik sendiri maupun secara bersama-sama, belajar mengenal dan memahami
nilai moral yang ada dalam permainan maupun interaksi selama permainan, dan banyak
hal lainnya.

Bermain bahkan dipakai oleh kalangan psikologi sebagai terapi, yang lebih dikenal
dengan nama terapi bermain (play therapy). Terapi ini digunakan bagi anak yang
mempunyai masalah dengan emosi. Tujuan dari terapi bermain adalah mengubah tingkah
laku anak yang tidak sesuai menjadi tingkah laku yang diharapkan. Dengan terapi, anak
mampu diubah perilakunya melalui cara yang menyenangkan.

Bermain bukan hanya monopoli kalangan anak-anak saja. Banyak salah kaprah yang
timbul jikalau seorang dewasa bermain maka dia akan dianggap seperti anak-anak.
Bermain perlu dan sangat perlu bagi orang dewasa. Orang dewasa yang bermain suatu
permainan (komputer, olahraga, puzzle, dll) adalah orang dewasa yang tahu kemana akan
menyenangkan dirinya dalam cara yang positif dan membangun.

Jadi, tidak ada salahnya menyenangkan diri dengan cara bermain. Keinginan untuk
bermain ada pada semua orang, dan seharusnya dipakai oleh semua orang untuk kes 
Bermain adalah salah satu aktivitas di dunia yang paling menyenangkan. Kesenangan
akan bermain selalu ada pada setiap orang tanpa memandang usia, tua atau muda.
Siapapun bisa bermain. Dengan fasilitas dan peralatan sederhana ataupun dengan yang
komplet lengkap dari ujung kaki sampai ujkung rambut. Bermain seperti upaya manusia
untuk mengeluarkan ekspresi dalam dirinya, dengan cara membuat dirinya senang dan
nyaman.

Bermain lebih sering dijumpai pada anak-anak. Bahkan boleh dikatakan bahwa aktivitas
satu-satunya bagi anak-anak adalah bermain. Anak-anak mengenal dunia dengan
bermain, anak-anak belajar dengan bermain, dan anak-anak bersosialisasi dengan
bermain. Bagi anak-anak, bermain berarti mengakomodasikan dirinya keluar, ke
lingkungan sekitarnya, ke teman-temannya, ke benda-benda disekelilingnya, juga ke
aturan-aturan yang terkadang ada dalam permainan.

Inti dari bermain suatu permainan adalah fun. Tanpa itu bermain menjadi kehilangan
makna. Bermain haruslah menyenangkan. Bermain juga diyakini mampu untuk
menghilangkan berbagai batasan dan hambatan dalam diri. Bermain mampu
menghilangkan stress dan frustrasi. Itu yang didapat ketika bermain menimbulkan
perasaan fun. Selain perasaan itu, seseorang bisa belajar banyak dari bermain. Bermain
mengajarkan banyak hal, misalnya belajar mengerti dan menaati aturan yang disepakati,
belajar menghargai orang lain, belajar untuk berkompetisi secara sehat dan jujur, belajar
untuk mengenal orang lain dengan segala kepribadiannya, belajar menmecahkan suatu
masalah baik sendiri maupun secara bersama-sama, belajar mengenal dan memahami
nilai moral yang ada dalam permainan maupun interaksi selama permainan, dan banyak
hal lainnya.

Bermain bahkan dipakai oleh kalangan psikologi sebagai terapi, yang lebih dikenal
dengan nama terapi bermain (play therapy). Terapi ini digunakan bagi anak yang
mempunyai masalah dengan emosi. Tujuan dari terapi bermain adalah mengubah tingkah
laku anak yang tidak sesuai menjadi tingkah laku yang diharapkan. Dengan terapi, anak
mampu diubah perilakunya melalui cara yang menyenangkan.

Bermain bukan hanya monopoli kalangan anak-anak saja. Banyak salah kaprah yang
timbul jikalau seorang dewasa bermain maka dia akan dianggap seperti anak-anak.
Bermain perlu dan sangat perlu bagi orang dewasa. Orang dewasa yang bermain suatu
permainan (komputer, olahraga, puzzle, dll) adalah orang dewasa yang tahu kemana akan
menyenangkan dirinya dalam cara yang positif dan membangun.

Jadi, tidak ada salahnya menyenangkan diri dengan cara bermain. Keinginan untuk
bermain ada pada semua orang, dan seharusnya dipakai oleh semua orang untuk
kesehatan dirinya, baik fisik maupun psikis.

Ditulis dalam Education | Bertanda Psychology | & Komentar

 di/pada September 9, 2009 pada 3:49 am | Balas mulianah khaironi

bermain adalah sesuatu yang menyenangkan. bukan hanya untuk anak-anak tetapi juga
bagi orang tua. karena melalui bermain dapat memulihkan semangat. misalnya ketika
seseorang mengalami kebosanan lalu diajak untuk bermain pasti dia akan semangat.
selain itu bermain juga sangat berarti bagi anak, karena dengan bermain dan permainan
yang tidak membosankan, semua aspek-aspek perkembangan pada anak dapat terealisasi
dengan baik.
bermain dan permainan pada anak-anak dengan orang dewasa berbeda. pada anak-anak
bermain dan permainannya tidak bisa dilakukan jika tidak menggunakan media atau alat
kerena mereka belum berpikir secara abstrak, sedangkan orangtua bermain dan
permainannya dapat dengan tanpa media karena mereka telah memiliki daya imajinasi
yang lebih tinggi sehingga dapat melihat sesuatu yang abstra.

ehatan dirinya, baik fisik maupun psikis


. Fungsi Terapeutik Bermain Bagi Anak Usia Sekolah

Monty P.Satiadarma

Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara Jakarta

Bermain

Bermain merupakan sarana bagai anak-anak untuk belajar mengenal lingkungan


kehidupannya. Pada saat bermain, anak-anak mencobakan gagasan-gagasan mereka,
bertanya serta mempertanyakan berbagai persoalan, dan memperoleh jawaban atas
persoalan-persoalan mereka. Melalui permainan menyusun balok misalnya anak-anak
belajar menghubungan ukuran suatu obyek dengan lainnya. Mereka belajar memahami
bagaimana balok yang besar menopang balok yang kecil. Mereka belajar konsep
bagaimana hal-hal yang lebih besar mampu menopang hal-hal yang lebih kecil.

Bermain tidak sekedar bermain-main. Bermain memberikan kesempatan pada anak untuk
mengembangkan kemampuan emosional, fisik, sosial dan nalar mereka. Melalui
interkasinya dengan permainan., seorang anak belajar meningkatkan toleransi mereka
terhadap kondisi yang secara potensial dapat menimbulkan frustrasi. Kegagalan membuat
rangkaian sejumlah obyek atau mengkonstruksi suatu bentuk tertentu dapat menyebabkan
anak mengalamai frustrasi. Dengan mendampingi anak pada saat bermain, pendidik dapat
melatih anak untuk belajar bersabar, mengendalikan diri dan tidak cepat putus asa dalam
mengkonstruksi sesuatu. Bimbingan yang baik bagi anak mengarahkan anak untuk dapat
mengendalikan dirinya kelak di kemudian hari untuk tidak cepat frustrasi dalam
menghadapi permasalahan kelak di kemudian hari.

Secara fisik, bermain memberikan peluang bagi anak untuk mengembangkan kemampuan
motoriknya. Permaian seperti dalam olahraga mengembangkan kelenturan, kekuatan serta
ketahanan otot pada anak. Permaian dengan kata-kata (mengucapkan kata-kata)
merupakan suatu kegiatan melatih otot organ bicara sehingga kelak pengucapan kata-kata
menjadi lebih baik.
Dalam bermain, anak juga belajar berinteraksi secara sosial, berlatih untuk saling berbagi
dengan orang lain, menignkatkan tolerasi sosial, dan belajar berperan aktif untuk
memberikan kontribusi sosial bagi kelompoknya. Di samping itu, dalam bermain anak
juga belajar menjalankan perannya, baik yang berkaitan dengan jender (jenis kelamin)
maupun yang berkaitan dengan peran dalam kelompok bermainnya. Misalnya dalam
permainan perang-perangan seorang anak belajar menjadi pimpinan, kapten sedangkan
lainnya menjalankan peran sebagai pendukung. Dalam hubungannya dengan jender,
anak-anak melakukan permainan stereotype sesuai dengan budaya dan masyarakat
setempat. Misalnya, anak-anak perempuan bermain masak-masakan, sementara anak
laki-laki bermain perang-perangan. Dalam hal ini anak-anak menjalani proses
pembentukan identifikasi diri dengan bercermin pada hal-hal yang ada di tengah
masyarakat.

Melalui bermain, anak juga berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan nalarnya,


karena melalui permainan serta alat-alat permainan anak-anak belajar mengerti dan
memahami suatu gejala tertentu. Kegiatan ini sendiri merupakan suatu proses dinamis di
mana seorang anak memperoleh informasi dan pengetahuan yang kelak dijadikan
landasar dasar pengetahuannya dalam proses belajar berikutnya di kemudian hari.

Usia Sekolah

Dalam usia sekolah tuntutan yang dihadapi oleh anak semakin banyak. Tekanan sekolah,
lingkungan sebaya (peer group), serta tuntutan belajar yang semakin tinggi membuat
anak harus lebih mampu menghadapi tuntutan sosial masyarakat. Bahkan tidak jarang
orang tua pun menuntut anak demikian besar untuk berprestasi tinggi, dan adakalanya
harapan orang tua melebihi kapasitas anak untuk dapat mencapainya.

Berbagai kondisi sosial yang penuh tuntutan baik dari sekolah, teman sebaya maupun
orang tua dapat menimbulkan berbagai permasalahan bagi anak antara lain dalam proses
belajar. Anak sulit berkonsentrasi. Perstasi anak menurun dengan sangat tajam. Motivasi
anak untuk belajar sangat minim. Berbagai keluhan tersebut merupakan sebagian kecil
keluhan rutin yang kerap disampaikan oleh para orang tua pada konselor. Tidak jarang
bahakan orang tua justru menekankan keluhan bahwa anak-anak mereka terlalu senang
bermain, sehingga kurang belajar. Padahal justru melalui bermain, mereka bisa belajar
lebih banyak lagi.

Fungsi Terapeutik Bermain

Bermain dan alat-alat permainan memiliki fungsi terapeutik. Proses belajar anak justru
sebaiknya dilakukan melalui metode bermain dan dengan alat-alat permainan. Namun hal
ini hendaknya tidak disalah artikan dengan istilah "main-main". Proses belajar dapat
merupakan proses yang sangat membosankan untuk dikerjakan oleh anak-anak,
sedangkan anak-anak biasanya lebih tertarik dengan permainan. Karena, proses bermain
dan alat-alat permainan merupakan perangkat komunikasi bagi anak-anak. Melalui
bermain anak-anak belajar berkomunikasi dengan lingkungan hidupnya, lingkungan
sosialnya serta dengan dirinya sendiri. Melalui bermain anak-anak belajar mengerti dan
memahami lingkungan alam dan sekitarnya. Melalui bermain anak-anak belajar mengerti
dan memahami interaksi sosial dengan orang-orang di sekelilingnya. Melalui bermain
anak-anak mengembangkan fantasi, daya imajinasi dan kreativitasnya.

Bermain merupakan proses dinamis yang sesungguhnya tidak menghambat anak dalam
proses belajar, sebaliknya justru menunjang proses belajar anak. Keberatan orang tua
terhadap aktivitas bermain anak justru menghambat kemampuan kreativitas anak untuk
mengenal dirinya sendiri sendiri serta lingkungan hidupnya. Hanya saja, proses bermain
anak perlu diarahkan sesuai dengan kebutuhannya. Anak-anak yang cenderung
menyendiri sebaiknya tidak dibiarakan untuk terlalu sibuk dengan "solitary play".
Sebaliknya mereka sebaiknya diarahkan untuk lebih aktif dalam permainan kelompok
(social game). Mereka yang kurang mampu untuk berkonsentrasi dapat diberikan
berbagai jenis permainan yang lebih terarah pada pemusatan perhatian seperti
mengkonstruksi suatu benda tertentu. Anak-anak yang kurang mampu untuk
mengekspressikan diri secara verbal dapat dibina untuk mengembangkan bakat kreatifnya
melalui media misalnya menggambar. Namun pendidik juga selayaknya membimbing
anak dalam mengekspressikan imajinasi serta fantasinya ke dalam bentuk gambaran yang
konkrit dan tidak membiarkan anak-anak berfantasi tanpa arah yang jelas; karena hal ini
dapat mengakibatkan konfabulasi dalam proses berpikir anak.

Kemampuan mengingat anak adakalanya terbatas karena perhatian anak yang kurang
terhadap hal-hal tertentu. Kondisi seperti ini dapat diperbaiki dengan menggunakan pola
assosiatif misalnya dengan menggunakan warna-warna tertentu pada hal-hal tertentu
sehingga anak dapat dengan mudah mengingat hal tersebut jika ia mengenal warnanya.
Bentuk-bentuk tertentu dari yang mulai sederhana sampai yang lebih kompleks juga
dapat diberikan pada anak untuk mengingat hal-hal tertentu. Misalnya mengingat bentuk
huruf R dengan menyertai gambar Rumah.

Demikian banyak hal yang dapat dikembangkan melalui proses bermain bagi
kesejahteraan pertumbuhan dan perkembangan anak. Orang tua hendaknya tidak bersikap
anti-pati terhadap proses bermain, karena dalam proses bermain anak terkandung proses
belajar, dan dalam proses belajar anak terkandung unsur terapeutik bagi anak agar lebih
tangguh dalam menghadapi lingkungan hidup mereka di kalangan masyarakat luas,
kelompok sebayanya maupun lingkungan hidupnya secara umum.

Kepustakaan:

Diaz, A. (1992). Freeing the creative spirit. San Fransisco: Harper

Gabarino, J., Stott, F.M., & Faculty of The Erikson Institute (1989). What children can

tell us. San Fransisco: Jossey-Bass

Schwartz, S., & Hellen Miller, J.E. (1988). The language of toys. Maryland: Woodbine
House.
< Prev

Anda mungkin juga menyukai