PENDAHULUAN
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Ny. N
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Alamat : Demangan, Argodadi, Sedayu, Bantul
Tanggal MRS : 5 Mei 2010
II. Anamnesis
(Autoanamnesis dan Alloanamnesis dengan kakak pasien tanggal 5 Mei 2010)
Keluhan Utama : Demam mendadak tinggi dan terus-terusan
Keluhan tambahan : Pusing, mual, nyeri pada ulu hati, nyeri pada otot kaki, nafsu
makan menurun
1
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang sadar mengeluh demam sejak sabtu malam (5 hari yang lalu), demam
mendadak tinggi dan terus-terusan, tanpa disertai menggigil. Pasien juga mengeluh
pusing, mual, muntah jika makan, nyeri pada ulu hati, NT (+), nafsu makan menurun,
nyeri pada otot kaki. Demam turun jika minum obat penurun panas, tetapi setelah itu
demam menjadi tinggi lagi.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Penyakit Hipertensi, jantung, Diabetes Militus : Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Penyakit Hipertensi, Diabetes Militus : Disangkal
Riwayat Sosial :
Pasien sering bepergian ke sawah, tetangga pasien ada yang menderita leptospirosis
Status Generalis
Kepala : Normocephali, distribusi rambut merata,
Rambut tidak mudah dicabut
Mata : Pupil bulat isokor, RCL +/+, RCTL +/+, CA -/-
SI -/-
2
Telinga : Normotia, sekret -/-, serumen -/-
membran timpani intak +/+
Hidung : septum lurus ditengah, sekret -/-, konka eutrofi,
mukosa tidak hiperemis
Mulut : mulut kering -, lidah kotor -, papil eutrofi,
mukosa tidak hiperemis. Gigi – geligi caries -,
tidak ada gigi yang tanggal
Tenggorok : Tonsil T1/T1 tenang, faring hiperemis (-)
Leher : KGB tidak teraba membesar, struma -,
Trakea letak di tengah, JVP 5-2 cm H20
Thorax depan :
Inspeksi : Gerak nafas simetris, bentuk dada normal
ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri
ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Batas paru – lambung : sela iga VIII garis
axillaris anterior kiri
Batas paru – hepar : sela iga VI
midklavikularis kanan
Peranjakan paru : 1 intercostal space
Batas atas jantung : sela iga III garis parasternal kiri
Batas kiri jantung : sela iga V garis midklavikular kiri
Batas kanan jantung: sela iga IV medial garis
parasternal kanan
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing
-/- di basal paru, murmur -, gallop –
Abdomen :
Inspeksi : Datar, dilatasi vena -
Palpasi : supel, turgor cukup, tidak ada nyeri tekan dan
3
Nyeri lepas, hepar dan lien tidak teraba
membesar.
Perkusi : timpani di seluruh lapangan abdomen
Auskultasi : BU (+) normal
4
Bilirubin direk = 0,47 mg/dL
Hasil laboratorium tanggal 7 Mei 2010
Ureum = 157
Creatinin = 3,13
Hasil laboratorium tanggal 8 Mei 2010
IGG Leptospira = (-)
IGM Leptospira = (+)
5
BAB III
PEMBAHASAN
DEFINISI
Leptospirosis adalah penyakit akibat bakteri Leptospira sp, yang dapat ditularkan
dari hewan ke manusia atau sebaliknya (zoonosis). Leptospirosis dikenal juga dengan
nama Penyakit Weil, Demam Icterohemorrhage, penyakit Swineherd, Demam pesawah,
jaundis berdarah, demam canicola.
ETIOLOGI
Leptospira adalah spirochaeta yang berasal dari famili Leptospiraceae. Genus
Leptospira terdiri atas 2 spesies: L.interrogans yang patogenik dan L.biflexa yang hidup
bebas. Organisme ini panjangnya 6 sampai 20 um dan lebarnya 0,1 um; kurang berwarna
tetapi dapat dilihat dengan mikroskop dengan pemeriksaan lapangan gelap dan setelah
pewarnaan silver. Leptospirosis membutuhkan media dan kondisi khusus untuk tumbuh;
membutuhkan waktu beberapa bulan agar kultur menjadi positif.
6
EPIDEMIOLOGI
Leptospirosis adalah zoonosis penting dengan penyebaran luas yang
mempengaruhi sedikitnya 160 spesies mamalia. Tikus, adalah reservoir yang paling
penting, walaupun mamalia liar yang lain yang sama dengan hewan peliharaan dan
domestic dapat juga membawa mikroorganisme ini. Leptospira meningkatkan hubungan
simbiosis dengan hostnya dan dapat menetap pada tubulus renal selama beberapa tahun.
Transmisi leptospira dapat terjadi melalui kontak langsung dengan urin, darah, atau
jaringan dari hewan yang terinfeksi atau paparan pada lingkungan; transmisi antar
manusia jarang terjadi. Karena leptospira diekresikan melalui urin dan dapat bertahan
dalam air selama beberapa bulan, air adalah sarana penting dalam transmisinya.
Epidemik leptospirosis dapat terjadi melalui paparan air tergenang yang terkontaminasi
oleh urin hewan yang terinfeksi. Leptospirosis paling sering terjadi di daerah tropis
karena iklimnya sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan pathogen untuk bertahan hidup.
Pada beberapa negara berkembang, leptospirosis tidak dianggap sebagai masalah. Pada
tahun 1999, lebih dari 500.000 kasus dilaporkan dari Cina, dengan nilai case fatality rates
dari 0,9 sampai 7,9%. Di Brazil, lebih dari 28.000 kasus dilaporkan pada tahun yang
sama.
Manusia tidak sering terinfeksi leptospirosis. Ada beberapa kelompok pekerjaan
tertentu yang memiliki resiko tinggi yaitu pekerja-pekerja di sawah, pertanian,
perkebunan, peternakan, pekerja tambang, pekerja di rumah potong hewan atau orang-
7
orang yang mengadakan perkemahan di hutan, dokter hewan. Setiap individu dapat
terkena leptospirosis melalui paparan langsung atau kontak dengan air dan tanah yang
terinfeksi. Leptospirosis juga dapat dikenali dimana populasi tikus meningkat.
Aktivitas air seperti berselancar, berenang, dan ski air, membuat seseorang
mnejadi beresiko leptospirosis. Pada tahun 1998, kejadian luar biasa terjadi diantara
komunitas atlet. Diantara atlet tersebut, tertelan atau terhisapnya air menjadi factor
resiko.
PATOGENESIS
Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lender, memasuki
aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian
terjadi respon imunologi baik secara seluler maupun humoral sehingga infeksi ini dapat
ditekan dan terbentuk antibodi spesifik. Walaupun demikian beberapa organisme ini
masih bertahan pada daerah yang terisolasi secara imunologi seperti dalam ginjal dimana
sebagian mikroorganisme akan mencapai convoluted tubules, bertahan disana dan
dilepaskan melalui urin. Leptospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari sampai
beberapa minggu setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral.
Kuman ini dengan cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya agglutinin. Setelah fase
leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan
okuler. Leptospiruria berlangsung 1-4 minggu. Tiga mekanisme yang terlibat pada
patogenese leptospirosis : invasi bakteri langsung, factor inflamasi non spesifik, dan
reaksi imunologi.
PATOLOGI
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang
bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang
muncul terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat
perbedaan antara derajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histiologik.
Pada leptospirosis lesi histologis yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien
dengan kelainan fungsional yang nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukkan
bahwa kerusakan bukan pada struktur organ. Lesi inflamasi menunjukkan edema dan
infiltrasi sel monosit, limfosit dan sel plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan
kapiler dengan perdarahan yang luas dan disfungsi hepatoseluler dengan retensi bile.
Selain di ginjal leptospira juga dapat bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat
masuk kedalam cairan serebrospinalis pada fase leptospiremia. Hal ini akan
menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi
sebagai komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah
ginjal, hati, otot dan pembuluh darah. Kelainan spesifik pada organ :
1. Ginjal
Interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi pada
leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat
tubular nekrosis akut. Adanya peranan nefrotoksin, reaksi imunologis, iskemia ginjal,
hemolisis dan invasi langsung mikroorganisme juga berperan menimbulkan kerusakan
8
ginjal.
2. Hati
Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal
dan proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian
ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel
parenkim.
3. Jantung
Epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan miokardium
dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan
plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal
pada miokardium dan endokarditis.
4. Otot rangka
Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa local nekrotis, vakuolisasi
dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira disebabkan invasi langsung
leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot.
5. Mata
Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase leptospiremia dan
bertahan beberapa bulan walaupun antibody yang terbentuk cukup tinggi. Hal ini akan
menyebabkan uveitis.
6. Pembuluh darah
Terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang akan
menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan/pteki pada mukosa, permukaan
serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit
7. Susunan saraf pusat
Leptospira mudah masuk kedalam cairan cerebrospinal (CSS) dan dikaitkan
dengan terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon antibody,
tidak pada saat memasuki CSS. Diduga bahwa terjadinya meningitis diperantarai oleh
mekanisme imunologis. Terjadi penebalan meninges dengan sedikit peningkatan sel
mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya
paling sering disebabkan oleh L. canicola.
8. Weil Disease
9
Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya
disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe kontinua.
Penyakit weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis. Penyebab weil
disease adalah serotype icterohaemorragica pernah juga dilaporkan oleh serotype
copanhageni dan bataviae. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal, hepatic,
atau disfungsi vascular.
GAMBARAN KLINIS
Masa inkubasi biasanya 1-2 minggu tetapi antara 2-20 hari. Gambaran klinis dapat dilihat
pada table 2.
Leptospirosis mempunyai 2 fase penyakit yang khas yaitu fase leptospiremia akut yang
10
diikuti fase imun. Perbedaan kedua fase ini tidak selalu jelas, dan pada kasus-kasus
ringan tidak selalu diikuti fase kedua.
Tabel 2. Gambaran klinis pada Leptospirosis
Sering : demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia, conjuctival
suffusion, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotophobi
Jarang : pneumonitis, hemoptoe, delirium, perdarahan, diare, edema, splenomegali,
atralgia, gagal ginjal, peroferal neuritis, pancreatitis, parotitis, epididimytis, hematemesis,
asites, miokarditis
Fase Leptospiremia
Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan
serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di
frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis, dan pinggang disertai
nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai
mengigil, juga didapati, mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret, bahkan pada
sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan keadaaan sakit berat,
bradikardi relative, dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4 dapat dijumpai adanya
konjungtiva suffusion dan fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk
macular, makulopapular atau urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegali,
hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat ditangani
pasien akan membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan organ-organ yang
terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaaan sakit
yang lebih berat, demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selam 1-3 hari,
setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun.
Fase imun
Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibody, dapat timbul demam yang
mencapai suhu 400C disertai mengigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang
menyeluruh pada leher, perut dan otot-otot kaki terutama betis. Terdapat perdarahan
berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia, ikterik. Perdarahan
paling jelas terlihat pada fase ikterik, purpura, petechiae, epistaksis, perdarahan gusi
merupakan manifestasi perdarahan yang paling sering. Conjungtiva injection dan
conjungtival suffusion dengan ikterus merupakan tanda patognomosis untuk
11
leptospirosis.
Terjadinya meningitis merupakan tanda fase ini, walaupun hanya 50% gejala dan
tanda meningitis, tetapi pleositosis pada CSS dijumpai pada 50-90% pasien. Tanda-tanda
meningeal dapat menetap dalam beberapa minggu, tetapi biasanya menghilang setelah 1-
2 hari. Pada fase ini leptospira dapat dijumpai dalam urin.
12
DIAGNOSIS
Pada umumnya diagnosis awal leptospirosis sulit, karena pasien biasanya datang
dengan meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, syndrome syok toksik,
demam yang tidak diketahui asalnya dan diathesis hemoragik, bahkan beberapa kasus
datang sebagai pancreatitis. Pada anamnesis, penting diketahui tentang riwayat pekerjaan
pasien, apakah termasuk kelompok resiko tinggi. Gejala/keluhan didapati demam yang
muncul mendadak, sakit kepala terutama di bagian frontal, nyeri otot, mata
merah/fotofobia, mual atau muntah. Pada pemeriksaan fisik dijumpai demam, bradikardi,
nyeri tekan otot, hepatomegali dan lain- lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin
bisa dijumpai lekositosis, normal atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan
laju endap darah yang meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria, leukosituria dan torak
(cast). Bila organ hati terlibat, bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan transaminase.
BUN, ureum, dan kreatinin juga bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal.
Trombositopeni terdapat pada 50% kasus. Diagnosis pasti dengan isolasi leptospira dari
cairan tubuh dan serologi.
Kultur
Dengan mengambil specimen dari darah atau CSS selama 10 hari pertama
perjalanan penyakit. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan mengambil specimen
pada fase leptospiremia serta belum diberi antibiotic. Kultur urine diambil setelah 2-4
minggu onset penyakit. Kadng-kadang kultur urin masih positif selama memerapa bulan
atau tahun setelah sakit. Untuk isolasi leptospira dari cairan atau jaringan tubuh,
digunakan medium Ellinghausen-McCullough-Johnson-Harris; atau medium Fletcher dan
medium Korthof. Spesimen dapat dikirim ke laboratorium untuk dikultur , karena
leptospirosis dapat hidup dalam heparin, EDTA atau sitrat sampai 11 hari. Pada specimen
yang terkontaminasi, inokulasi hewan dapat digunakan.
Serologi
Jenis uji serologi dapat dilihat pada table 3 pemeriksaan untuk mendeteksi adanya
leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan Polymerase Chain Reaktion (PCR),
silver stain, atau fluroscent antibody stain, dan mikroskop lapangan gelap.
13
Table 3. Jenis uji serologi pada Leptospirosis
Microscopic Agglutination Test (MAT) Macroscopic Slide AgglutinationTest
(MSAT)
Uji carik celup : Enzyme linked immunosorbant
assay
- Lepto Dipstick (ELISA)
DIAGNOSIS BANDING
Leptospirosis harus dibedakan dengan demam yang lain dihubungkan dengan
sakit kepala dan nyeri otot,seperti dengue, malaria, demam enterik, hepatitis virus, dan
penyakit rickettsia.
PENGOBATAN
14
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi
keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada
leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan membaik dengan
membaiknya kondisi pasien. Namun pada beberapa pasien membutuhkan tindakan
hemodialisa temporer.
Pemberian antibiotic harus dimulai secepat mungkin, biasanya pemberian dalam 4
hari setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotic pilihan dapat dilihat pada table
4. Untuk kasus leptospirosis berat, pemberian intra vena penicillin G, amoxicillin,
ampicillin atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk kasus-kasus ringan dapat
diberikan antibiotika oral tetrasiklin, doksisiklin, ampisilin atau amoksisilin maupun
sepalosporin.
Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotika pilihan utama, namun perlu
diingat bahwa antibiotika bermanfaat jika leptospira masih di darah (fase leptospiremia).
Pada pemberian penisilin dapat muncul reaksi Jarisch – Herxherimer 4 sampai 6 jam
setelah pemberian intra vena, yang menunjukkan adanaya aktifitas anti leptospira.
Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang
timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diatur sebagaimana pada
penanggulangan gagal ginjal secara umum. Kalau terjadi azotemia/uremia berat
sebaiknya dilakukan dialysis.
PROGNOSIS
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka
kematian 5% pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%.
15
Leptospirosis selama kehamilan dapat meningkatkan mortality fetus.
PENCEGAHAN
Pencegahan leptospirosis khususnya di daerah tropis sangat sulit. Banyaknya
hospes perantara dan jenis serotype sulit untuk dihapuskan. Bagi mereka yang
mempunyai resiko tinggi untuk tertular leptospirosis harus diberikan perlindungan berupa
pakaian khusus yang dapat melindunginya dari kontak dengan bahan-bahan yang telah
terkontaminasi dengan kemih binatang reservoir. Pemberian doksisiklin 200 mg
perminggu dikatakan bermanfaat untuk mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka
yang mempunyai resiko tinggi dan terpapar dalam waktu singkat. Penelitian terhadap
tentara amerika di hutan panama selama 3 minggu, ternyata dapat mengurangi serangan
leptospirosis dari 4-2 % menjadi 0,2%, dan efikasi pencegahan 95%.
Vaksinasi terhadap hewan-hewan tersangka reservoir sudah lama
direkomendasikan tetapi vaksinasi terhadap manusia belum berhasil dilakukan, masih
memrlukan penelitian lebih lanjut.
16
BAB IV
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
18