(Dr. Nashir bin ‘Abdirrahman bin Muhammad Al-Juda’I) (Dr. Nashir bin 'Abdirrahman
bin Muhammad Al-Juda'I)
Dari Wahsyi bin Harb radliyallaahu ‘anhu, bahwasannya para shahabat Nabi berkata,”Wahai
Rasulullah, sesungguhnya kita makan tapi tidak kenyang”. Dari Wahsyi bin Harb radliyallaahu
'anhu, bahwasannya para shahabat Nabi berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kita makan
tapi tidak kenyang". Beliau bersabda,”Mungkin saja kalian makan dengan tidak berkumpul?”.
Beliau bersabda, "Mungkin saja kalian makan dengan tidak berkumpul?". Mereka berkata,”Ya”.
Mereka berkata, "Ya". Beliau صلى هللا عليه وسلمbersabda : Beliau may Allah bless him and
bersabda:
“Berkumpullah kalian ketika makan, dan sebutlah nama Allah padanya. "Berkumpullah
kalian ketika makan, dan sebutlah nama Allah padanya. Maka makanan kalian akan
diberkahi” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunannya 4/138 Kitaabul-Ath’imah bab Fii
Ijtimaa’ ‘alath-Tha’aam; Ibnu Majah dalam Sunannya 2/1093 Kitaabul-Ath’imah bab Al-Ijtimaa’
‘alath-Tha’aam; Imam Ahmad dalam Musnadnya 3/501; Ibnu Hibban dalam Shahihnya 7/317
Kitaabul-Ath’imah, Dzikrul-Amri ‘alal-Ijtimaa’ ‘alath-Tha’aam, Rajaa-al-Barakah fil-Ijtimaa’
‘Alaih). Maka makanan kalian akan diberkahi "(Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam
Sunannya 4 / 138 Kitaabul-Ath'imah bab Fii Ijtimaa '' alath-Tha'aam; Ibnu Majah dalam
Sunannya 2 / 1093 Kitaabul-Ath'imah bab Al-Ijtimaa '' alath-Tha'aam; Imam Ahmad dalam
Musnadnya 3 / 501; Ibnu Hibban dalam Shahihnya 7 / 317 Kitaabul-Ath'imah, Dzikrul-Amri
'alal-Ijtimaa' 'alath-Tha'aam, Rajaa-al-Barakah fil-Ijtimaa '' Alaih).
Dan di antara yang menunjukkan atas keberkahan dari berkumpul saat makan adalah apa yang
diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim dari Abu Hurairah radliyalaahu
‘anhu, ia berkata : Rasulullah صلى هللا عليه وسلمbersabda : Dan di antara yang menunjukkan atas
keberkahan dari berkumpul saat makan adalah apa yang diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari
dan Shahih Muslim dari Abu Hurairah radliyalaahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah PBUH
bersabda:
َ طَ َعا ُم ْاإل ْثنَ ْي ِن َكافِي الثَّالثَةَ َوطَ َعا ُم الثَّالث ِة َكافِي ْاألَ ْربَ َعةMonday, sufficient food and feed three three four
sufficient
“Makanan dua orang cukup untuk tiga orang, dan makanan tiga orang cukup untuk
empat orang” (Shahih Al-Bukhari 6/200 Kitaabul-Ath’imah bab Tha’aamul Waahid Yakfil-
Itsnain; dan Shahih Muslim 3/1630 Kitaabul-Asyribah bab Fadliilatul-Muwaasaah fith-
Tha’aamil-Qailil wa anna Tha’aamal-Itsnain Yakfits-Tsalatsah wa Nahwa Dzaalik). "Makanan
dua orang cukup untuk tiga orang, dan makanan tiga orang cukup untuk empat orang"
(Shahih Al-Bukhari 6 / 200 Kitaabul-Ath'imah bab Tha'aamul Waahid Yakfil-Itsnain; dan
Shahih Muslim 3 / 1630 Kitaabul-Asyribah bab Fadliilatul-Muwaasaah fith-Tha'aamil-Qailil wa
anna Tha'aamal-Itsnain Yakfits-Tsalatsah wa Nahwa Dzaalik).
Dan riwayat lain dari Muslim dari Jabir bin ‘Abdillah radliyallaahu ‘anhu : Dan riwayat lain dari
Muslim dari Jabir bin 'Abdillah radliyallaahu' anhu:
َ َوطَ َعا ُم ْاألَ ْربَ َع ِة يَكفِي ْالثَ َمانِيَة,َ َوطَ َعا ُم اإل ْثنَ ْي ِن َيكفِي ْاألَ ْربَ َعة, طَ َعا ُم ال َوا ِح ِد يَكفِي اإل ْثنَ ْي ِنEnough food one Monday,
and Monday, enough to feed four, and four food enough eight
“Makanan satu orang mencukupi dua orang, makanan dua orang mencukupi empat
orang, dan makanan empat orang mencukupi delapan orang” (Shahih Muslim 3/1630 pada
kitab dan bab yang lalu). "Makanan satu orang mencukupi dua orang, makanan dua orang
mencukupi empat orang, dan makanan empat orang mencukupi delapan orang" (Shahih
Muslim 3 / 1630 pada kitab dan bab yang lalu).
Imam Nawawi berkata ,”Dalam hadits ini terdapat sebuah anjuran agar saling berbagi dalam
makanan. Imam Nawawi berkata, "Dalam hadits ini terdapat sebuah anjuran agar saling
berbagi dalam makanan. Sesungguhnya walaupun makanan itu sedikit, tetapi akan terasa cukup
dan ada keberkahan di dalamnya yang diterima oleh seluruh yang hadir”. (Syarhun-Nawawi li
Shahiihi Muslim 14/23). Sesungguhnya walaupun makanan itu sedikit, tetapi akan terasa cukup
dan ada keberkahan di dalamnya yang diterima oleh seluruh yang hadir ". (Syarhun-Nawawi li
Shahiihi Muslim 14/23).
Ibnu Hajar berkata,” Dari hadits tersebut kita dapat mengambil faedah, bahwasannya
kecukupan itu akan hadir dari keberkahan berkumpul saat makan dan bahwasannya semakin
banyak anggota yang berkumpul, maka akan semakin bertambah barakahnya ” (Fathul-Baari
9/535 dengan sedikit perubahan). Ibnu Hajar berkata, "Dari hadits tersebut kita dapat
mengambil faedah, bahwasannya kecukupan itu akan hadir dari keberkahan berkumpul saat
makan dan bahwasannya semakin banyak anggota yang berkumpul, maka akan semakin
bertambah barakahnya" (Fathul-Baari 9 / 535 dengan sedikit perubahan).
Dengan demikian beberapa ulama berpendapat, bahwa berkumpul saat makan adalah mustahab
(disunnahkan) dan janganlah seseorang makan seorang diri” (Fathul-Baari 9/535). Dengan
demikian beberapa ulama berpendapat, bahwa berkumpul saat makan adalah mustahab
(disunnahkan) dan janganlah seseorang makan seorang diri "(Fathul-Baari 9 / 535).
Telah disebutkan dalam hadits terdahulu : Telah disebutkan dalam hadits terdahulu:
فَ ْاذ ُكرُوا ا ْس َم هللاِ عَلي ِه, !فَاجْ تَ ِمعُوا َعلَى طَ َعا ِمك ْمVajtmawa to Taamkm, remember the name of Allaah be
upon him! يُبَا َر ْك لَك ْم فِي ِهWhen you bless
“Berkumpullah kalian ketika makan dan sebutlah Nama Allah padanya, maka makanan
kalian akan diberkahi”. "Berkumpullah kalian ketika makan dan sebutlah Nama Allah
padanya, maka makanan kalian akan diberkahi". Oleh sebab itu, meninggalkan tasmiyyah
(menyebut nama Allah) ketika makan akan menghalangi hadirnya keberkahan padanya.
Oleh sebab itu, meninggalkan tasmiyyah (menyebut nama Allah) ketika makan akan
menghalangi hadirnya keberkahan padanya. Sehingga syaithan - semoga Allah melindungi
kita darinya - ikut makan, sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim bahwasannya Nabi صلى
هللا عليه وسلمbersabda : Sehingga syaithan - semoga Allah melindungi kita darinya - ikut
makan, sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim bahwasannya Nabi Allah bless him and
grant him salvation bersabda:
Imam Nawawi berkata,” Arti dari menghalalkan yaitu dapat menikmati makanan tersebut
maksudnya bahwa syaithan itu mendapatkan bagian makanan jika seseorang memulainya tanpa
dzikir kepada Allah ta’ala. Imam Nawawi berkata, "Arti dari menghalalkan yaitu dapat
menikmati makanan tersebut maksudnya bahwa syaithan itu mendapatkan bagian makanan jika
seseorang memulainya tanpa dzikir kepada Allah ta'ala. Adapun bila belum ada seseorang yang
memulai makan, mata (syaithan) tidak akan dapat memakannya, jika sekelompok orang makan
bersama-sama dan sebagian mereka menyebut nama Allah sedangkan sebagian lainnya tidak,
maka syaithan pun tidak akan dapat memakannya ” (Syarhun-Nawawi li Shahiihi Muslim
13/189-190). Adapun bila belum ada seseorang yang memulai makan, mata (syaithan) tidak
akan dapat memakannya, jika sekelompok orang makan bersama-sama dan sebagian mereka
menyebut nama Allah sedangkan sebagian lainnya tidak, maka syaithan pun tidak akan dapat
memakannya "(Syarhun-Nawawi li Shahiihi Muslim 13/189-190).
Dan di antara yang disebutkan oleh An-Nawawi tentang adab-adab tasmiyyah ini dan hukum-
hukumnya, yaitu perkataannya : “ Para ulama sepakat bahwa tasmiyah saat makan di awalnya
adalah mustahab 1, maka apabila ia meninggalkannya saat di awal makan dengan sengaja
maupun tidak sengaja, terpaksa atau tidakmampu karena sebab tertentu, kemudian ia dapat
melakukannya pada pertengahan makannya, maka disukai untuk bertasmiyyah dan
mengucapkan : Dan di antara yang disebutkan oleh An-Nawawi tentang adab-adab tasmiyyah ini
dan hukum-hukumnya, yaitu perkataannya: "Para ulama sepakat bahwa tasmiyah saat makan di
awalnya adalah mustahab 1, maka apabila ia meninggalkannya saat di awal makan dengan
sengaja maupun tidak sengaja , terpaksa atau tidakmampu karena sebab tertentu, kemudian ia
dapat melakukannya pada pertengahan makannya, maka disukai untuk bertasmiyyah dan
mengucapkan:
ِ س ِم هللاِ أ َّولُهُ َو
ُآخ ُره ْ ِبThe name of God the beginning and so on
“Dengan menyebut nama Allah di awal dan akhir” "Dengan menyebut nama Allah di awal dan
akhir"
Dan mustahab pula mengeraskan tasmiyyah agar ada padanya sebuah peringatan bagi yang
lain atasnya dan ia mengikutinya ” (Al-Adzkaar halaman 197 dengan sedikit perubahan. Lihat
Syarhun-Nawawi li Shahiihi Muslim 13/188-189). Dan mustahab pula mengeraskan tasmiyyah
agar ada padanya sebuah peringatan bagi yang lain atasnya dan ia mengikutinya "(Al-Adzkaar
halaman 197 dengan sedikit perubahan. Lihat Syarhun-Nawawi li Shahiihi Muslim 13/188-189).
Dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma berkata : “Rasulullah صلى هللا عليه وسلمbersabda : Dari
Ibnu 'Abbas radliyallaahu' anhuma berkata: "Rasulullah PBUH bersabda:
َ فَ ُكلُوا ِمنْ َحافِيَتِ ِه َوال تَأْ ُكلُوا ِمنْ َو,س ِط الطَّ َع ِام
س ِط ِه َ ْالبَ َر َكةُ تَ ْن ِز ُل فِي َوPond down in the middle of the food, the
Eat Havih not eat from the waist
“Keberkahan itu akan turun di tengah-tengah makanan, maka makanlah dari pinggir-
pinggirnya dan jangan dari tengahnya ” 2 "Keberkahan itu akan turun di tengah-tengah
makanan, maka makanlah dari pinggir-pinggirnya dan jangan dari tengahnya" 2
Dan dari ‘Abdullah bin Busr 3, bahwasannya didatangkan kepada Rasulullah sebuah Qush’ah
(piring) 4, lalu beliau صلى هللا عليه وسلمbersabda : Dan dari 'Abdullah bin Busr 3, bahwasannya
didatangkan kepada Rasulullah sebuah Qush'ah (piring) 4, lalu beliau blessings of Allah and
peace be upon him bersabda:
َو َدعُوا ِذ ْر َوتَ َها, ! ُكلُوا ِمنْ َج َوانِبِ َهاEat of the aspects, and called for a peak! يُبَا َركْ فِ ْي َهاBless them
Dari dua hadits di atas dan yang semisalnya, terdapat petunjuk Nabi صلى هللا عليه وسلمbagi kaum
muslimin ketika makan, yaitu bahwa memulainya dari pinggir-pinggir piring agar berkah yang
ada di tengah makanan tersebut tetap ada, dan hendaknya tidak memulai makan dari tengah
piring hingga selesai makan yang di pinggirnya terlebih dahulu. Dari dua hadits di atas dan yang
semisalnya, terdapat petunjuk Nabi PBUH bagi kaum muslimin ketika makan, yaitu bahwa
memulainya dari pinggir-pinggir piring agar berkah yang ada di tengah makanan tersebut tetap
ada, dan hendaknya tidak memulai makan dari tengah piring hingga selesai makan yang di
pinggirnya terlebih dahulu. Adab ini bersifat umum, baik bagi yang makan sendiriataupun yang
makan bersama-sama. Adab ini bersifat umum, baik bagi yang makan sendiriataupun yang
makan bersama-sama.
Al-Khiththabi 6 berkata,” Kemungkinan larangan tersebut (makan dari atas piring) apabila
makan bersma orang lain, karena penampilan makanannya saat itu adalah yang terbaik dan
terindah. Al-Khiththabi 6 berkata, "Kemungkinan larangan tersebut (makan dari atas piring)
apabila makan bersma orang lain, karena penampilan makanannya saat itu adalah yang terbaik
dan terindah. Apabila tujuan utamanya adalah agar ia memuaskan diri sendiri, maka hal itu
akan memberi kesan yang kurang baik bagi teman-temannya. Apabila tujuan utamanya adalah
agar ia memuaskan diri sendiri, maka hal itu akan memberi kesan yang kurang baik bagi teman-
temannya. Oleh karena itu meninggalkan adab-adab makan dan muamalah yang buruk. Oleh
karena itu meninggalkan adab-adab makan dan muamalah yang buruk. Namun apabila ia
makan sendiri, maka tidak apa-apa. Namun apabila ia makan sendiri, maka tidak apa-apa.
Wallaahu a’lam (Ma’aalimus-Sunan 4/124 oleh Al-Khiththabi dengan sedikit perubahan).
Wallaahu a'lam (Ma'aalimus-Sunan 4 / 124 oleh Al-Khiththabi dengan sedikit perubahan).
Yang jelas adalah bahwa hal tersebut bersifat umum, karena telah ada larangan dari Nabi صلى هللا
عليه وسلمdalam dua hadits di atas dengan memakai kata ganti (dlamir) tunggal dan jamak. Yang
jelas adalah bahwa hal tersebut bersifat umum, karena telah ada larangan dari Nabi PBUH dalam
dua hadits di atas dengan memakai kata ganti (dlamir) tunggal dan jamak. Kemungkinan
maksudnya adalah menjaga keberkahan makanan tersebut agar tetap selalu ada dalam jangka
waktu yang lama. Kemungkinan maksudnya adalah menjaga keberkahan makanan tersebut agar
tetap selalu ada dalam jangka waktu yang lama. Namun bukan hal ini saja (kandungan dari hadits
tersebut), tapi di dalamnya terdapat satu adab yang baik, khususnya (etika) ketika makan
bersama. Namun bukan hal ini saja (kandungan dari hadits tersebut), tapi di dalamnya terdapat
satu adab yang baik, khususnya (etika) ketika makan bersama.
D. D. Menjilat Jari-Jari Setelah Makan, Menjilat Piring, dan Memakan Makanan yang
Terjatuh Menjilat Jari-Jari Setelah Makan, Menjilat Piring, dan Memakan Makanan yang
Terjatuh
Dalam Shahih Muslim dari Anas radliyallaahu ‘anhu, bahwasannya Nabi صلى هللا عليه وسلمbila
makan pada suatu makanan, beliau menjilat jari-jarinya yang tiga, dan beliau bersabda : Dalam
Shahih Muslim dari Anas radliyallaahu 'anhu, bahwasannya Nabi PBUH bila makan pada suatu
makanan, beliau menjilat jari-jarinya yang tiga, dan beliau bersabda:
انَ َوال يَ َد ْع َها للشَّي, َو ْليَأ ُك ْل َها, فَ ْليُ ِم ْط َع ْن َها ْاألَ َذى,سقَطَتْ ل ْق َمةُ أَ َح ِدك ْم
ِ ط َ إ َذاIf you fell for the summit, Vlimt from
harm, and to eat, do not let the devil
“Apabila makanan salah seorang dari kalian jatuh, maka bersihkanlah kotorannya, lalu
makanlah dan jangan membiarkannya untuk dimakan oleh syaithan!”. "Apabila makanan
salah seorang dari kalian jatuh, maka bersihkanlah kotorannya, lalu makanlah dan jangan
membiarkannya untuk dimakan oleh syaithan!".
Dan beliau صلى هللا عليه وسلمmemerintahkan kami untuk memberishkan piring (dengan
menghabiskan sisa-sisa makanan yang ada), dan beliau bersabda : Dan beliau blessings of
Allah and peace be upon him memerintahkan kami untuk memberishkan piring (dengan
menghabiskan sisa-sisa makanan yang ada), dan beliau bersabda:
“Karena kalian tidak mengetahui di bagian makanan kalian yang manakah keberkahan
itu berada” (Shahih Muslim 3/1607 Kitaabul-Asyribah bab Istihbaabu La’qil Ashaabi’a wal-
Qash’ah wa Aklil-Luqmatis-Saaqithah ba’da Mas-hi ma Yushiibuha min Adzaa wa Karaahiyati
Mas-hi Yadd qabla La’qihaa). "Karena kalian tidak mengetahui di bagian makanan kalian
yang manakah keberkahan itu berada" (Shahih Muslim 3 / 1607 Kitaabul-Asyribah bab
Istihbaabu La'qil Ashaabi'a wal-Qash'ah wa Aklil-Luqmatis-Saaqithah ba'da Mas-hi ma
Yushiibuha min Adzaa wa Karaahiyati Mas-hi Yadd qabla La'qihaa).
Juga dari Abi Hurairah radliyallaahu ‘anhu dari Nabi صلى هللا عليه وسلمbahwasannya beliau
bersabda : Juga dari Abi Hurairah radliyallaahu 'anhu dari Nabi PBUH bahwasannya beliau
bersabda:
“Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka jilatlah jari-jarinya, karena ia tidak
mengetahui di bagian jari manakah keberkahan itu berada” (Shahiih Muslim 3/1607 pada
kitab dan bab yang sama). "Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka jilatlah
jari-jarinya, karena ia tidak mengetahui di bagian jari manakah keberkahan itu berada"
(Shahiih Muslim 3 / 1607 pada kitab dan bab yang sama).
Dan dalam riwayat lain dari Jabir bin ‘Abdillah radliyallaahu ‘anhu : Dan dalam riwayat lain dari
Jabir bin 'Abdillah radliyallaahu' anhu:
َ َق أ
ُصاب َعه َ َحتَّى يَ ْل َع,س ْح يَ َدهُ بِاْل ِم ْن ِد ْي ِل
َ َوال يَ ْمMoundel and licked his hand, even licking his fingers
Juga hadits-hadits lain yang semisalnya. Juga hadits-hadits lain yang semisalnya.
Hadits-hadits tersebut mengandung beberapa jenis Sunnah dalam makan, yaitu diantaranya
anjuran menjilat jari tangan untuk menjaga keberkahan makanan dan sekaligus
membersihkannya. Hadits-hadits tersebut mengandung beberapa jenis Sunnah dalam makan,
yaitu diantaranya anjuran menjilat jari tangan untuk menjaga keberkahan makanan dan sekaligus
membersihkannya. Juga anjuran untuk menjilat piring dan makan makanan yang terjatuh setelah
membersihkannya dari kotoran yang ada” (Syarhun-Nawawi li Shahiihi Muslim 3/203-204,
dengan sedikit perubahan). Juga anjuran untuk menjilat piring dan makan makanan yang terjatuh
setelah membersihkannya dari kotoran yang ada "(Syarhun-Nawawi li Shahiihi Muslim 3/203-
204, dengan sedikit perubahan).
Imam Nawawi berkata saat menjelaskan sabda Nabi “Kalian tidak mengetahui di bagian
makanan kalian yang manakah keberkahan itu berada”; beliau berkata : “Artinya adalah -
wallaahu a’lam - bahwasannya makanan yang disediakan oleh seseorang itu terdapat
keberkahan di dalamnya, namun ia tidak mengetahui ada di bagian manakah dari makanannya
keberkahan tersebut berada. Imam Nawawi berkata saat menjelaskan sabda Nabi "Kalian tidak
mengetahui di bagian makanan kalian yang manakah keberkahan itu berada"; beliau berkata:
"Artinya adalah - wallaahu a'lam - bahwasannya makanan yang disediakan oleh seseorang itu
terdapat keberkahan di dalamnya, namun ia tidak mengetahui ada di bagian manakah dari
makanannya keberkahan tersebut berada. Apakah pada apa yang telah dimakannya atau pada
yang tersisa di tangannya atau ada pada sisa-sisa makanan di atas piring atau pada makanan
yang jatuh. Apakah pada apa yang telah dimakannya atau pada yang tersisa di tangannya atau
ada pada sisa-sisa makanan di atas piring atau pada makanan yang jatuh. Maka seyogyanya
semua kemungkinan tersebut harus dijaga dan diperhatikan agar mendapatkan keberkahan
makanan. Maka seyogyanya semua kemungkinan tersebut harus dijaga dan diperhatikan agar
mendapatkan keberkahan makanan. Dan inti dari keberkahan adalah bertambah, tetapnya suatu
kebaikan dan menikmatinya. Dan inti dari keberkahan adalah bertambah, tetapnya suatu
kebaikan dan menikmatinya. Maksudnya adalah - wallaahu a’lam - apa yang ia dapatkan dari
makanan tersebut (untuk menghilangkan lapar), terhindar dari penyakit, dan menguatkan tubuh
untuk beribadah kepada Allah, serta hal lainnya” ( Syarhun-Nawawi li Shahiihi Muslim 3/206,
dengan sedikit perubahan). Maksudnya adalah - wallaahu a'lam - apa yang ia dapatkan dari
makanan tersebut (untuk menghilangkan lapar), terhindar dari penyakit, dan menguatkan tubuh
untuk beribadah kepada Allah, serta hal lainnya "(Syarhun-Nawawi li Shahiihi Muslim 3 / 206,
dengan sedikit perubahan).
Maka, perhatikanlah bahwa adab-adab dari Nabi صلى هللا عليه وسلمtersebut mengandung anjuran
untuk memperoleh keberkahan makanan dan mendapatkannya, seperti juga padanya terdapat
penjagaan terhadap makanan agar tidak hilang percuma, yang membantu pada penghematan
harta dan pemakainnya tanpa mubadzir. Maka, perhatikanlah bahwa adab-adab dari Nabi PBUH
tersebut mengandung anjuran untuk memperoleh keberkahan makanan dan mendapatkannya,
seperti juga padanya terdapat penjagaan terhadap makanan agar tidak hilang percuma, yang
membantu pada penghematan harta dan pemakainnya tanpa mubadzir.
Rasulullah صلى هللا عليه وسلمmenganjurkan untuk menakar makanan dan beliau berjanji,
dengannya akan didapatkan keberkahan padanya dari Allah ta’ala. Rasulullah PBUH
menganjurkan untuk menakar makanan dan beliau berjanji, dengannya akan didapatkan
keberkahan padanya dari Allah ta'ala. Terdapat suatu riwayat dalam Shahih Al-Bukhari dari Al-
Miqdam bin Ma’dikarib 7 dari Nabi bahwasannya beliau bersabda : Terdapat suatu riwayat
dalam Shahih Al-Bukhari dari Al-Miqdam bin Ma'dikarib 7 dari Nabi bahwasannya beliau
bersabda:
“Takarlah makanan kalian, maka kalian akan diberkahi” (Shahih Al-Bukhari 3/22 Kitaabul-
Buyuu’ bab Maa Yustahabbu minal-Kail). "Takarlah makanan kalian, maka kalian akan
diberkahi" (Shahih Al-Bukhari 3 / 22 Kitaabul-Buyuu 'bab Maa Yustahabbu minal-Kail).
Yang lainnya menambahkan pada akhir hadits : ( فِ ْي ِهpadanya). Yang lainnya menambahkan pada
akhir hadits: where (padanya). (Sunan Ibnu Majah 2/750-751 Kitaabut-Tijaaraat bab Maa
Yurjaa’ fii Kailith-Tha’aam minal-Barakah; Musnad Imam Ahmad 4/131; dan Shahih Ibnu
Hibban 7/207). (Sunan Ibnu Majah 2/750-751 Kitaabut-Tijaaraat bab Maa Yurjaa 'fii Kailith-
Tha'aam minal-Barakah; Musnad Imam Ahmad 4 / 131; dan Shahih Ibnu Hibban 7 / 207).
Menakar hukumnya adalah disunnahkan pada apa yang dikeluarkan seseorang bagi keluarganya.
Menakar hukumnya adalah disunnahkan pada apa yang dikeluarkan seseorang bagi keluarganya.
Makna hadits tersebut adalah : Keluarkanlah makanan tersebut dengan takaran yang diketahui
yang akan habis pada waktu yang telah ditentukan. Makna hadits tersebut adalah: Keluarkanlah
makanan tersebut dengan takaran yang diketahui yang akan habis pada waktu yang telah
ditentukan. Dan padanya terdapat keberkahan yang Allah berikan pada mudd (ukuran dari jenis
takaran) masyarakat Madinah, karena doa Nabi صلى هللا عليه وسلم. Dan padanya terdapat
keberkahan yang Allah berikan pada mudd (ukuran dari jenis takaran) masyarakat Madinah,
karena doa Nabi Allah bless him and grant him salvation. (Fathul-Baari 4/346). (Fathul-Baari 4 /
346).
Rahasia dalam takaran tersebut adalah karena dengannya ia dapat mengetahui seberapa banyak
yang ia butuhkan dan yang ia harus siapkan. Rahasia dalam takaran tersebut adalah karena
dengannya ia dapat mengetahui seberapa banyak yang ia butuhkan dan yang ia harus siapkan.
(’Umdatul-Qaari’, Al-‘Aini 11/247). ( 'Umdatul-Qaari', Al-'Aini 11/247).
إنه أعظم للبركة. It is the greatest of the pond. الطعام الذي ذهب فوره: يعنيMeans: the food was just
“Sesungguhnya (sesuatu) yang lebih banyak barakahnya adalah : Makanan yang telah
hilang panasnya”. "Sesungguhnya (sesuatu) yang lebih banyak barakahnya adalah:
Makanan yang telah hilang panasnya".
Hadits ini ditakhrij oleh Ad-Daarimi (2/100), Ibnu Hibban (hadits nomor 1344), Al-hakim
(4/118), Ibnu Abid-Dunya dalam Al-Juu’ (2/14), dan Al-Baihaqi (7/280) dari Qurrah bin
Abdirrahman dari Ibnu Syihab dari ‘Urwah bin Az-Zubair dari Asma’ bin Abi Bakar
radliyallaahu ‘anhuma. Hadits ini ditakhrij oleh Ad-Daarimi (2 / 100), Ibnu Hibban (hadits
nomor 1344), Al-hakim (4 / 118), Ibnu Abid-Dunya dalam Al-Juu '(2 / 14), dan Al-Baihaqi ( 7 /
280) dari Qurrah bin Abdirrahman dari Ibnu Syihab dari 'Urwah bin Az-Zubair dari Asma' bin
Abi Bakar radliyallaahu 'anhuma.
Apabila dia (Asmaa’ ) memecahkan (menghaluskan) roti, dia selalu merendamnya ke dalam
kuah, sehingga hilang panasnya. Apabila dia (Asmaa ') memecahkan (menghaluskan) roti, dia
selalu merendamnya ke dalam kuah, sehingga hilang panasnya. Dia berkata,”Sesungguhnya aku
mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : [kemudian menyebutkan hadits di
atas]. Dia berkata, "Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam
bersabda: [kemudian menyebutkan hadits di atas].
————————— ---------
“Jika salah seorang diantara kalian makan, maka janganlah ia makan dari bagian atas
piring. "Jika salah seorang diantara kalian makan, maka janganlah ia makan dari bagian
atas piring. Tetapi makanlah dari bagian paling bawah darinya, karena keberkahan itu
turun dari bagian atasnya”. Tetapi makanlah dari bagian paling bawah darinya, karena
keberkahan itu turun dari bagian atasnya ".
Diriwayatkan oleh Abu Dawud 4/142 Kitaabul Ath’imah bab Maa Jaa-a fil-Akli min ‘alash-
Shahfah. Diriwayatkan oleh Abu Dawud 4 / 142 Kitaabul Ath'imah bab Maa Jaa-a fil-Akli min
'alash-Shahfah.
3. 3. Beliau adalah ‘Abdullah bin Busr Al-Mazni Abu Shafwan As-Sulami Al-Himshi. Beliau
adalah 'Abdullah bin Busr Al-Mazni Abu Shafwan As-Sulami Al-Himshi. Ia adalah shahabat
Rasulullah صلى هللا عليه وسلم, begitu pula ayahnya, ibunya, saudaranya yaitu ‘Athiyyah, dan
saudarinya yaitu Ash-Shamma’. Ia adalah shahabat Rasulullah peace be upon him, begitu pula
ayahnya, ibunya, saudaranya yaitu 'Athiyyah, dan saudarinya yaitu Ash-Shamma'. Beliau wafat
di Himsh pada tahun 96 H - ada yang berkata 88 H - pada usia 100 tahun. Beliau wafat di Himsh
pada tahun 96 H - ada yang berkata 88 H - pada usia 100 tahun. Ia adalah di antara para shahabat
yang terakhir wafat di Syam. Ia adalah di antara para shahabat yang terakhir wafat di Syam.
Lihat Asaadul-Ghabah 3/82, Al-Kaasyifudz-Dzahabi 2/62, Al-Ishaabah 2/273, dan Tahdzibut-
Tahdzib 5/158. Lihat Asaadul-Ghabah 3 / 82, Al-Kaasyifudz-Dzahabi 2 / 62, Al-Ishaabah 2 /
273, dan Tahdzibut-Tahdzib 5 / 158.
4. 4. Al-Qush’ah adalah bejana yang dipakai makan dan merendam roti di dalamnya; biasanya
dibuat dari kayu. Al-Qush'ah adalah bejana yang dipakai makan dan merendam roti di dalamnya;
biasanya dibuat dari kayu. Al-Mu’jamul-Wasith 2/746. Al-Mu'jamul-Wasith 2 / 746.
5. 5. Yaitu yang teratas, karena puncak dari setiap sesuatu adalah atasnya. Yaitu yang teratas,
karena puncak dari setiap sesuatu adalah atasnya. Lihat An-Nihayah fii Ghariibil-Hadiits wal-
Aatsaar oleh Ibnul-Atsir 2/159. Lihat An-Nihayah fii Ghariibil-Hadiits wal-Aatsaar oleh Ibnul-
Atsir 2 / 159.
6. 6. Beliau adalah Hamd bin Muhammad bin Ibrahim bin Khithab Al-Busthi Abu Sulaiman Al-
Khiththabi. Beliau adalah Hamd bin Muhammad bin Ibrahim bin Khithab Al-Busthi Abu
Sulaiman Al-Khiththabi. Seorang imam, ulama, sastrawan, dan memiliki banyak karangan,
diantaranya : Ma’alimus-Sunan fii Syarhi Sunan Abi Dawud, Ghariibul-Hadiits, Syarhul-Asmaa-
ul-Husnaa, dan Al-Ghunyah ‘anil-Kalaam wa Ahlahu. Seorang imam, ulama, sastrawan, dan
memiliki banyak karangan, diantaranya: Ma'alimus-Sunan fii Syarhi Sunan Abi Dawud,
Ghariibul-Hadiits, Syarhul-Asmaa-ul-Husnaa, dan Al-Ghunyah 'anil-Kalaam wa Ahlahu. Beliau
wafat tahun 388 H. Beliau wafat tahun 388 H. Lihat Mu’jamul-Buldaan 1/415, Al-Ansaab 2/210,
Waafiyatu-A’yaan 2/214, Siyaru A’laamin-Nubalaa’ 17/23, dan Al-Bidaayah 11/236. Lihat
Mu'jamul-Buldaan 1 / 415, Al-Ansaab 2 / 210, Waafiyatu-A'yaan 2 / 214, Siyaru A'laamin-
Nubalaa '17/23, dan Al-Bidaayah 11/236.
7. 7. Beliau adalah Miqdam bin Ma’dikariba bin ‘Amr bin Yazid Al-Kindi. Beliau adalah
Miqdam bin Ma'dikariba bin 'Amr bin Yazid Al-Kindi. Menemani Rasulullah صلى هللا عليه وسلم
dan meriwayatkan beberapa hadits dari beliau. Menemani Rasulullah PBUH dan meriwayatkan
beberapa hadits dari beliau. Menetap di Himsh, dan wafat pada tahun 87 H. Menetap di Himsh,
dan wafat pada tahun 87 H. Lihat Asadul-Ghaabah 4/478, Al-Ishaabah 3/434, dan Tahdzibut-
Tahdzib 10/287. Lihat Asadul-Ghaabah 4 / 478, Al-Ishaabah 3 / 434, dan Tahdzibut-Tahdzib
10/287.