Anda di halaman 1dari 10

PEMUTUAN BELIMBING BERDASARKAN WARNA

DAN RASA DENGAN PENGOLAHAN CITRA DAN


LOGIKA FUZZY

IRMANSYAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PENDAHULUAN

Latar belakang

Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu komoditas


hortikultura yang dikembangkan secara komersial. Belimbing manis banyak digemari
tidak hanya di Indonesia tetapi juga mancanegara karena mempunyai bentuk buah
yang menarik, rasa yang lezat dan komposisi gizi yang cukup lengkap terutama
kandungan vitamin A dan C yang relatif tinggi. Disamping itu, buah belimbing dapat
juga digunakan untuk pencegahan dan terapi berbagai macam penyakit, seperti anti
kanker, memperlancar pencernaan, menurunkan tekanan darah dan juga kolesterol,
serta bermanfaat pula untuk membersihkan usus.
Dilaporkan bahwa pada tahun 1989, tingkat konsumsi buah-buahan perkapita
penduduk Indonesia hanya mencapai 22.92 kg/tahun. Ini tentunya masih jauh dari
nilai kecukupan gizi yang ditargetkan oleh FAO yaitu rata-rata 60 kg/tahun per kapita
penduduk. Salah satu jenis buah yang berpotensi untuk mendukung pencapaian
target tersebut adalah belimbing. Walaupun pada tahun 1993 Indonesia hanya
mempunyai andil sekitar 0.4% dari total nilai impor buah tropis, akan tetapi
dimungkinkan prospek pemasaran buah tropis terutama belimbing dari waktu ke
waktu semakin meningkat. Hal ini tidak lain disebabkan oleh pertambahan jumlah
penduduk dan semakin banyaknya konsumen yang menyadari pentingnya kecukupan
gizi dari buah-buahan. Peningkatan permintaan akan buah belimbing adalah sebesar
6.1% pada tahun 1995 – 2000, 6.5% pada tahun 2000 - 2005, 6.8% pada tahun 2005 -
2010 serta mencapai 8.9% pada tahun 2010 – 2015 (Anonim, 2000).
Kelebihan sifat yang dimiliki oleh belimbing dalam aspek budidaya selain
cepat berbuah adalah mudah di tanam di kebun, pekarangan maupun pot dan dapat
berbuah sepanjang tahun. Potensi inilah yang kemudian berhasil dikembangkan oleh
Dinas Pertanian Pemerintah Kota Blitar melalui usaha pertanian berbasiskan tanaman
lokal di Kelurahan Karangsari. Dari 1185 KK (kepala keluarga) penduduk
Karangsari, hampir semuanya mempunyai tanaman belimbing yang hasil panennya
2

mampu meningkatkan penghasilan mereka. Kini, produksi buah belimbing di


Kelurahan Karangsari mencapai 1420 ton per tahun dengan nilai sekitar 4.3 miliar
rupiah.
Produksi buah belimbing di Indonesia semakin meningkat setiap tahun
dimana produksi tertinggi pada tahun 2004 sebesar 78117 ton, mengalami penurunan
pada tahun 2005 menjadi 65967 ton dan kembali meningkat pada tahun 2006 menjadi
70298 ton. Perkembangan produksi belimbing dari tahun 1997 sampai tahun 2006
dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produktivitas belimbing manis tahun 1997-2006 (BPS, 2007)


Tahun Produksi (Ton)
1997 49 219
1998 47 575
1999 39 649
2000 48 252
2001 53 157
2002 56 753
2003 67 261
2004 78 117
2005 65 967
2006 70 298

Sampai saat ini, sebagian besar produksi belimbing di Indonesia masih


dihasilkan dari pekarangan. Pengembangan usaha tani belimbing yang berorientasi
pasar atau konsumen harus dikelola secara profesional dan berorientasi agribisnis.
Dengan pengelolaan seperti ini, kualitas belimbing menjadi prioritas sehingga mampu
bersaing di pasar ekspor (Sunarjono, 2004).
Sampai saat ini pemasaran belimbing masih terbatas untuk konsumsi dalam
negeri (domestik). Belimbing dijual di pasar tradisional maupun di pasar modern
dalam bentuk buah segar dengan harga yang bervariasi. Husen (2006) menyatakan
bahwa pada rantai pasar tradisonal, petani menjual ke tengkulak dan sistem penjualan
per buah dimana buah berukuran besar maupun kecil yang dihasilkan pada saat panen
dibeli dengan harga yang sama. Pada rantai pasar tradisional harga relatif tidak stabil.
3

Pada rantai pasar modern, penjualan yang dilakukan oleh petani sistem penjualan per
kg. Pada sistem ini petani menjual ke pedagang besar kemudian penjualan
dilanjutkan ke pasar modern seperti supermarket atau hypermarket dan pasar buah.
Pada sistem penjualan per kg sudah dilakukan pengkelasan, harga relatif tinggi dan
stabil.
Selain itu, tantangan lain yang dihadapi dalam pengembangan produk
hortikultura adalah sistem perdagangan bebas dimana produk-produk hortikultura
dari negara lain dapat masuk secara bebas ke Indonesia. Dalam hal ini tentunya
diperlukan kebijakan pemerintah untuk mampu memberikan perlindungan kepada
petani lokal tanpa melanggar kesepakatan AFTA. Tantangan ini hendaknya dapat
mendorong petani Indonesia untuk menghasilkan komoditi holtikultur yang mampu
bersaing dengan produk hortikultura dari negara lain atau paling tidak dapat
menguasai pasar dalam negeri.
Pada saat ini Indonesia belum mampu meningkatkan volume ekspor buah-
buahan tropis karena kendala kurang terpenuhinya persyaratan mutu yang diminta
negara tujuan ekspor. Salah satu penyebabnya adalah selama ini sistem sortasi atau
pemilahan buah yang dilakukan secara visual dan manual, dimana sortasi visual
tersebut kurang mampu memisahkan buah-buahan tersebut mengikuti klasifikasi yang
ditentukan. Padahal konsumen di negara maju berani membeli dengan harga tinggi
untuk buah-buahan tropis yang dianggap eksotik asalkan mempunyai mutu prima.
Secara umum, produksi belimbing manis saat ini masih digunakan untuk
memenuhi permintaan dalam negeri dan belum mampu menembus pasar ekspor yang
mensyaratkan standar yang seragam untuk tingkat kematangan, kesegaran, warna,
berat, serta terbebas dari kerusakan. Dikarenakan sampai saat ini sortasi belimbing
masih dilakukan secara visual maka perlu kiranya dikembangkan suatu sistem sortasi
yang mampu meningkatkan kualitas dan efektifitas proses pemilahan sehingga dapat
mengklasifikasikan komoditi yang sesuai dengan standar mutu yang diinginkan.
Pengembangan alat sortasi secara otomatis mengarah kepada penilaian mutu
buah secara non destruktif. Alat sortasi mampu mengklasifikasi buah tidak saja
berdasarkan sifat fisik luar tetapi juga dapat menentukan kualitas dalam buah seperti
4

kadar gula, kadar asam, total padatan terlarut dan rasa buah. Abbott et al. (1997)
menyatakan beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas
dalam buah antara lain metode near infra merah, sinar-x, sinar gamma dan nuclear
magnetic resonance (NMR).
Munawar (2002) melakukan pendugaan kualitas dalam buah yaitu kadar gula
dan kekerasan buah belimbing manis menggunakan teknologi near infra merah.
Pendugaan menggunakan data absorbansi (log 1/R) mampu menganalisa kadar gula
dan kekerasan buah belimbing lebih baik dibandingkan data reflektansi. Panjang
gelombang terpilih untuk pendugaan kadar gula sejumlah 56 panjang gelombang dan
pendugaan kekerasan menggunakan 58 panjang gelombang terpilih.
Pada saat ini pengembangan teknologi image processing (pengolahan citra)
menjadi sangat populer dan secara tidak langsung dapat digunakan untuk menentukan
kadar gula buah. Kondo et al. (2000) mengevaluasi kualitas dalam jeruk iyokan
menggunakan pengolahan citra. Kadar gula dan pH jeruk iyokan diprediksi dengan
metode jaringan syaraf tiruan menggunakan masukan parameter pengolahan citra
berupa rasio komponen warna (R/G).
Abdullah et al. (2005) telah berhasil mengembangkan sistem sortasi buah
belimbing berdasarkan bentuk dan warna buah menggunakan pengolahan citra dan
jaringan syaraf tiruan. Sistem yang dibuat mampu mengklasifikasikan belimbing
berdasarkan tingkat ketuaan dengan tingkat keberhasilan 90.5 % dan membedakan
belimbing berdasarkan bentuk (jumlah segi) dengan tingkat keberhasilan 100 %.
Abdullah et al. (2006) menggunakan transformasi Forrier untuk membedakan bentuk
buah fresh-cut berdasarkan jumlah segi. Klasifikasi berdasarkan tingkat kematangan
meliputi mentah, belum matang, matang dan lewat matang dilakukan dengan
menggunakan parameter warna Hue (H) sebagai input pada multi layer perceptron.
Meskipun demikian kriteria ketuaan dan kematangan dalam penelitian ini masih
rancu.
Hubungan antara parameter warna dengan rasa sangat komplek, oleh karena itu
diperlukan suatu teknik yang dapat menggambarkan hubungan tersebut secara baik
seperti yang dilakukan oleh otak manusia. Du dan Sun ( 2004) menyatakan bahwa
5

metode statistika, teknik Jaringan Syaraf Tiruan dan metode logika fuzzy merupakan
metode yang umum digunakan untuk evaluasi kualitas bahan pangan. Metode
tersebut dapat disimulasikan sebagai perilaku pengambilan keputusan seperti
manusia, konsisten dan variabelnya dapat diperluas.
Metode logika fuzzy telah digunakan sebagai metode klasifikasi penentuan
kualitas buah selain metode jaringan syaraf tiruan. Model logika fuzzy adalah sistem
pengambilan keputusan yang non parametrik yang dapat menduga hubungan non
linier antara input dan output. Dalam bidang pertanian metode logika fuzzy telah
digunakan untuk klasifikasi mutu apel, mutu melon dan tingkat ketuaan kacang
tanah.
Kavdir dan Guyer (2003) mengembangkan model logika fuzzy untuk
klasifikasi mutu apel. Model logika fuzzy yang disusun menggunakan masukan
berupa parameter warna, kerusakan eksternal, berat dan ukuran. Keluaran dari model
berupa tiga klasifikasi mutu dan selanjutnya hasil predikasi model dibandingkan
dengan pemutuan yang dilakukan expert. Hasil prediksi model dibandingkan dengan
pemutuan expert dengan tingkat akurasi 89 %.
Kajian pengembangan system pemutuan kualitas eksternal melon dengan
menggunakan fuzzy inference dilakukan oleh Nakano et al. (2004). Dalam kajian ini
digunakan 30 melon untuk masing-masing 3 tingkat mutu melon (excellent, superior
dan good). Input yang digunakan dalam model adalah besaran pengolahan citra
berupa rasio net, warna, bentuk dan vine index. Algoritma yang dibuat dapt
mengklasifikasi melon dengan tingkat akurasi untuk excellent 80 %, superior 73.3 %
dan good 83.3 %.
Shahin et al. (2000) mengembangkan model logika fuzzy untuk pendugaan
tingkat ketuaan kacang tanah. Model logika fuzzy yang dikembangkan menggunakan
masukan hari setelah panen dan parameter FID (Free Induction Decay) yang
diperoleh dari pengukuran menggunakan NMR (Nuclear Magnetic Resonance).
Model logika fuzzy yang dikembangkan mengklasifikasi kacang menjadi 3 tingkat
ketuaan dan hasil pendugaan lebih akurat dibandingkan pendugaan dengan metoda
Linear Discriminant Analysis (LDA).
6

Permasalahan

Permasalahan utama pada buah-buahan yang berbuah sepanjang tahun tanpa


adanya musim seperti buah belimbing adalah pada saat panen terdapat buah dengan
tingkat ketuaan buah yang beragam. Penentuan buah yang akan dipanen dilakukan
secara visual sehingga hasil pemanenan sangat beragam. Oleh karena itu proses
sortasi merupakan proses penanganan pasca panen yang sangat penting untuk
mendapatkan buah yang seragam baik berdasarkan ukuran, tingkat ketuaan, warna
dan tingkat kemanisan.
Saat ini proses pemutuan buah belimbing ditingkat petani atau pedagang
pengumpul dilakukan secara manual. Pemutuan secara manual seringkali
menghasilkan pengelompokkan buah yang tidak seragam, tidak konsisten dan ketidak
sesuaian antara mutu bagian dalam dan bagian luar buah.
Pemutuan bagian dalam buah belimbing diantaranya adalah tingkat kemanisan
diharapkan menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan daya tarik untuk
mengkonsumsi buah belimbing. Saat ini penilaian tingkat kemanisan ditentukan
berdasarkan warna buah secara visual. Buah dinyatakan manis ketika berwarna
kuning sampai oranye atau dinyatakan asam ketika berwarna hijau. Perubahan warna
yang gradual menyulitkan dalam penentuan rasa buah.
Metode penentuan kualitas dalam buah belimbing secara nondestruktif dapat
dilakukan menggunakan Near Infra Merah (Munawar, 2002). Teknologi Near Infra
Merah mempunyai beberapa kelemahan diantaranya membutuhkan biaya yang tinggi
dan teknik analisa yang lebih rumit.
Metode pengolahan citra merupakan metode non destruktif yang umum
digunakan untuk mengevaluasi kualitas luar buah seperti bentuk, ukuran dan warna.
Metode pengolahan citra memiliki beberapa keunggulan antara lain relatif murah,
metode sedarhana dan praktis. Metode pengolahan citra dapat diterapkan untuk
mempredikasi rasa secara tidak langsung karena adanya hubungan antara warna buah
dengan parameter rasa, seperti TPT (total padatan terlarut), total asam atau rasio
TPT/total asam.
7

Keterbaruan dalam penelitian ini adalah pengukuran warna buah belimbing


dalam berbagai model warna menggunakan pengolahan citra dan pemanfaatan
kombinasi warna tersebut untuk memprediksi rasa buah menggunakan metode logika
fuzzy.

Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan mengembangkan model logika fuzzy untuk pemutuan


buah belimbing dengan menggunakan parameter warna hasil pengolahan citra.
Adapun tujuan yang lebih spesifik dapat diperinci sebagai berikut :
1. Mengkaji sifat ketuaan buah belimbing dengan menggunakan pengolahan citra
(image processing)
2. Menentukan hubungan karakteristik pengolahan citra dengan total padatan
terlarut (TPT) dan total asam buah belimbing
3. Menentukan hubungan karakter pengolahan citra dengan kriteria rasa hasil uji
organoleptik buah belimbing
4. Menyusun model pemutuan buah belimbing dengan logika fuzzy berdasarkan
karakteristik pengolahan citra yang mampu menggolongkan buah berdasarkan
rasa.

Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah


1. Hasil pemutuan buah belimbing berdasarkan warna dan rasa buah.
2. Sistem yang dibuat mampu menghasilkan standarisasi evaluasi mutu buah
belimbing dalam rangka adanya quality transparancy.
TINJAUAN PUSTAKA

Belimbing

Belimbing merupakan tanaman buah yang berasal dari kawasan Malaysia dan
kemudian menyebar luas ke berbagai negara yang beriklim tropis lainnya di dunia
termasuk Indonesia. Belimbing memiliki bentuk yang unik dimana jika diiris secara
melintang maka bentuknya akan seperti bintang. Oleh karenanya, orang barat
menyebut belimbing sebagai star fruit. Sewaktu muda warna buahnya adalah hijau
muda dan berubah menjadi kuning sampai kemerahan setelah tua . Di Indonesia,
pada umumnya belimbing ditanam dalam bentuk kultur pekarangan (home yard
gardening), yaitu ditanam sebagai tanaman peneduh di halaman rumah (Anonim,
2000).
Jenis belimbing manis yang diunggulkan ciri-cirinya adalah bentuknya besar,
warnanya menarik, seratnya halus, berair banyak, dan rasanya manis segar. Buah
belimbing manis sangat lezat jika dikonsumsi tidak hanya dalam keadaan segar akan
tetapi juga dalam bentuk produk olahan seperti juice atau yang lainnya. Adapun
kandungan gizi dalam 100 gram buah belimbing manis tampak seperti pada Tabel 1.

Tabel 2. Kandungan Gizi dalam 100 gram Buah Belimbing


Komponen Gizi Nilai
Energi 35,00 kkal
Protein 0,50 g
Lemak 0,70 g
Karbohidrat 7,70 g
Kalsium 8,00 mg
Fosfor 22,00 mg
Serat 0,90 g
Besi 0,80 mg
Vitamin A 18,00 RE
Vitamin B1 0,03 mg
Vitamin B2 0,02 mg
Vitamin C 33,00 mg
Niacin 0,40 g
(Sumber : Anonima, 2002)
9

Disamping sebagai sumber nutrisi tubuh manusia, buah belimbing juga dapat
digunakan untuk pencegahan bahkan terapi berbagai macam penyakit, antara lain
bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah, anti kanker, memperlancar
pencernaan, menurunkan kolesterol, dan membersihkan usus
Seperti dapat dilihat pada Tabel 2, buah belimbing manis merupakan sumber
vitamin C yang baik, juga zat besi dan zat kapur. Belimbing dapat digunakan sebagai
anti oksidan yang berfungsi mencegah penyebaran sel kanker. Selain itu, bagi yang
tahan terhadap makanan yang bersifat asam serta tidak mengidap penyakit maag,
juice belimbing sayur (belimbing wuluh) dapat digunakan untuk menurunkan tekanan
darah tinggi bila diminum sehari 1 sendok makan. Di Indonesia khasiat ini sudah
banyak dikenal sebagai obat tradisional.
Pada dinding sel belimbing terdapat pektin yang merupakan bahan pembentuk
gel di dalam usus. Terbentuknya gel tersebut mempunyai pengaruh menurunkan
kolesterol. Dalam hal ini pektin mengikat kolesterol dan asam empedu dalam usus
serta mendorong pengeluarannya.
Kualitas buah belimbing ditentukan oleh waktu dan cara pemetikan pada saat
panen dimana umur panen belimbing sangatlah dipengaruhi oleh geografi lokasi
penanaman yang meliputi faktor lingkungan dan iklim. Di dataran rendah dimana tipe
iklimnya bersifat basah, umur petik buah belimbing adalah sekitar 35 – 60 hari
setelah pembungkusan buah atau sekitar 65 – 90 hari setelah buah mekar. Ciri buah
belimbing yang sudah saatnya dipanen adalah ukurannya besar (maksimal), telah
matang dan warna buahnya berubah dari hijau menjadi putih atau kuning atau merah
atau variasi warna lainnya tergantung dari varietas belimbing. Cara panen buah
belimbing dilakukan dengan cara memotong tangkainya. Pemetikan buah
berlangsung secara kontinyu dengan memilih buah yang telah matang. Waktu panen
yang paling baik adalah pagi hari, saat buah masih segar dan sebelum cuaca terlalu
panas (terik). Buah belimbing yang baru dipetik segera dimasukkan (ditampung)
dalam suatu wadah secara hati-hati agar tidak memar atau rusak.
Perubahan warna merupakan indikator untuk menentukan tingkat kematangan.
Indeks kematangan berdasarkan warna dan tujuan pemasaran yang digunakan oleh

Anda mungkin juga menyukai