Anda di halaman 1dari 33

Kelompok 3 START

• Fitriani
• Hacika
• Hartati Firdaus
• Ika septianingsih
• Indah ayu P
• Indah ayu S
KERAJAAN HINDU - BUDHA
MATARAM
KUNO

SINGHASARI

KEDIRI
KERAJAAN KEDIRI
Kerajaan Kadiri atau Kediri adalah kerajaan yang bercorak Hindu di Jawa bagian timur,
berdiri sekitar tahun 1045-1221 M.
Nama-nama lainnya yang juga dikenal untuk menyebut kerajaan ini adalah Kerajaan Panjalu atau
Kerajaan Dhaha.

Kerajaan ini merupakan salah satu dari dua kerajaan pecahan Kahuripan pada tahun
1045 (satu lainnya adalah Janggala), yang dipecah oleh Airlangga untuk dua
puteranya. Airlangga membagi Kahuripan menjadi dua kerajaan untuk menghindari
perselisihan dua puteranya, dan ia sendiri turun tahta menjadi pertapa. Wilayah
Kerajaan Kediri adalah bagian selatan Kerajaan Kahuripan.
PERKEMBANGAN

Tak banyak yang diketahui mengenai peristiwa di masa-masa awal Kerajaan Kediri.
Raja Kameswara (1116-1136) menikah dengan Dewi Kirana,
puteri Kerajaan Janggala. Dengan demikian, berakhirlah Janggala kembali dipersatukan dengan Kediri.
Kediri menjadi kerajaan yang cukup kuat di Jawa. Pada masa ini, ditulis kitab
Kakawin Smaradahana oleh Mpu Dharmaja,
yang dikenal dalam kesusastraan Jawa dengan cerita Panji. Demikian pula Mpu Tanakung mengarang kitab
Kakawin Lubdaka dan Wertasancaya
PERKEMBANGAN

Raja terkenal Kediri adalah Jayabaya (1135-1159).


Jayabaya di kemudian hari dikenal sebagai "peramal" Indonesia masa depan. Pada masa kekuasaannya,
Kediri memperluas wilayahnya hingga ke pantai Kalimantan.
Pada masa ini pula, Ternate menjadi kerajaan subordinat di bawah Kediri.
Waktu itu Kediri memiliki armada laut yang cukup tangguh.
Beliau juga terkenal karena telah memerintahan penggubahan Kakawin Bharatayuddha,
yang diawali oleh Mpu Sedah dan kemudian diselesaikan oleh Mpu Panuluh.
Raja Kertajaya yang memerintah (1185-1222), dikenal sebagai raja yang kejam, bahkan meminta rakyat untuk
menyembahnya.
Ini menyebabkan ia ditentang oleh para brahmana.
Kertajaya adalah raja terakhir dari kerajaan Kadiri.
Penemuan Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai peninggalan Kerajaan Kadiri
diharapkan dapat membuka lebih banyak tabir misteri.
RAJA-RAJA PADA ZAMAN KERAJAAN KEDIRI

Sri Jayawarsa (1104-1115)


Kameswara (1116-1135)

Sri Jayabaya (1135-1159)


Sarwaswara (1159-1161)
Aryaswara (1171-1174)
Gandra (1181)
Kertajaya (1185-1222)
Raja Jayawarsa
Masa pemerintahan Jayawarsa (1104M) hanya
dapat diketahui melalui prasasti Sirah Keting.
Pada maasa pemerintahannya, Raja Jayawarsa
memeberikan hadiah kepada rakyat desa
sebagai tanda penhargaan, karena rakyat desa
telah berjasa kepada raja. Dari prasasti itu
diketahui Raja Jayawarsa sangat besar
perhatiannya kepada rakyatnya dan berupaya
meningkatkan kesejahteraan kehidupan
rakyatnya.
Kamesywara

Kamesywara, adalah raja Kerajaan Kadiri antara tahun 1115 –


1130 yang bergelar Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Kamesywara
Sakalabhuawanatustikarana Sarwwaniwaryawirya Parakarama
Digjayatunggadewa. Kamesywara menikah dengan Sri Kirana,
puteri Kerajaan Janggala. Dengan demikian ia berhasil
mempersatukan Kadiri dengan Janggala setelah terpecah sejak
dipecah oleh Airlangga pada tahun 1045.
Pada masa ini, ditulis kitab Smaradahana oleh Mpu Dharmaja,
yang dikenal dalam kesusastraan Jawa dengan cerita Panji.
Jayabaya
Pemerintahan Jayabhaya dianggap sebagai masa kejayaan
Kadiri. Peninggalan sejarahnya berupa prasasti Hantang (1135),
prasasti Talan (1136), dan prasasti Jepun (1144), serta
Kakawin Bharatayuddha (1157).
Pada prasasti Hantang, atau biasa juga disebut prasasti
Ngantang, terdapat semboyan Panjalu Jayati, yang artinya
Kadiri menang. Prasasti ini dikeluarkan sebagai piagam
pengesahan anugerah untuk penduduk desa Ngantang yang
setia pada Kadiri selama perang melawan Janggala.
Dari prasasti tersebut dapat diketahui kalau Jayabhaya adalah
raja yang berhasil mengalahkan Janggala dan
mempersatukannya kembali dengan Kadiri.
Kemenangan Jayabhaya atas Janggala disimbolkan sebagai
kemenangan Pandawa atas Korawa dalam kakawin
Bharatayuddha yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh
tahun 1157.
Sarweswara

Sri Sarweswara adalah raja Kadiri yang memerintah sekitar


tahun 1159-1161. Nama gelar abhisekanya ialah Sri Maharaja
Rakai Sirikan Sri Sarweswara Janardanawatara Wijaya
Agrajasama Singhadani Waryawirya Parakrama Digjaya
Uttunggadewa.
Tidak diketahui dengan pasti kapan Sri Sarweswara naik
takhta. Peninggalan sejarahnya adalah prasasti Padelegan II,
23 September 1159. Sedangkan yang paling muda adalah
prasasti Kahyunan, 23 Februari 1161. Dari prasasti-prasasti
tersebut diketahui nama pejabat rakryan mahamantri saat itu
ialah Mahamantri Halu Panji Ragadaha dan Mahamantri Sirikan
Panji Isnanendra.
Tidak diketahui pula kapan Sri Sarweswara turun takhta. Raja
selanjutnya yang memerintah Kadiri berdasarkan prasasti
Angin tahun 1171 adalah Sri Aryeswara.
Aryeswara

Sri Aryeswara adalah raja Kadiri yang memerintah


sekitar tahun 1171. Nama gelar abhisekanya ialah
Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara
Madhusudanawatara Arijamuka.
Tidak diketahui dengan pasti kapan Sri Aryeswara
naik takhta. Peninggalan sejarahnya berupa
prasasti Angin, 23 maret 1171. Lambang kerajaan
Kadiri saat itu adalah Ganesha.
Tidak diketahui pula kapan ia pemerintahannya
berakhir. Raja Kadiri selanjutnya berdasarkan
prasasti Jaring adalah Sri Gandra.
Gandra
Sri Gandra adalah raja Kadiri yang memerintah sekitar tahun
1181. Nama gelar abhisekanya ialah Sri Maharaja
Koncaryadipa Handabhuwanapadalaka Parakrama Anindita
Digjaya Uttunggadewa Sri Gandra.
Tidak diketahui dengan pasti kapan Sri Gandra naik takhta.
Peninggalan sejarahnya berupa prasasti Jaring, 19 November
1181. Isinya berupa pengabulan permohonan penduduk desa
Jaring melalui Senapati Sarwajala tentang anugerah raja
sebelumnya yang belum terwujud.
Dalam prasasti tersebut diketahui adanya nama-nama hewan
untuk pertama kalinya dipakai sebagai nama depan para pejabat
Kadiri, misalnya Menjangan Puguh, Lembu Agra, dan Macan
Kuning.
Tidak diketahui pula kapan pemerintahan Sri Gandra berakhir.
Raja Kadiri selanjutnya berdasarkan prasasti Semanding tahun
1182 adalah Sri Kameswara.
Kertajaya

Nama Kertajaya terdapat dalam


Nagarakretagama(1365) yang dikarang ratusan tahun
setelah zaman Kadiri.
Bukti sejarah keberadaan tokoh Kertajaya adalah
dengan ditemukannya prasasti Galunggung (1194),
prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197),
dan prasasti Wates Kulon (1205).
Dari prasasti-prasasti tersebut dapat diketahui nama
gelar abhiseka Kertajaya adalah Sri Maharaja Sri
Sarweswara Triwikramawatara Anindita
Srenggalancana Digjaya Uttunggadewa.
Kekalahan Kertajaya

Dalam Pararaton Kertajaya disebut dengan nama Prabu


Dandhang Gendis. Dikisahkan pada akhir
pemerintahannya ia menyatakan ingin disembah para
pendeta Hindu dan Buddha. Tentu saja keinginan itu
ditolak, meskipun Dandhang Gendis pamer kesaktian
dengan cara duduk di atas sebatang tombak yang berdiri.
Para pendeta memilih berlindung pada Ken Arok, bawahan
Dandhang Gendis yang menjadi akuwu di Tumapel. Ken
Arok lalu mengangkat diri menjadi raja dan menyatakan
Tumapel merdeka, lepas dari Kadiri. Dandhang Gendis
sama sekali tidak takut. Ia mengaku hanya bisa dikalahkan
oleh Siwa. Mendengar hal itu, Ken Arok pun memakai gelar
Bhatara Guru (nama lain Siwa) dan bergerak memimpin
pasukan menyerang Kadiri.
Perang antara Tumapel dan Kadiri terjadi dekat desa
Ganter tahun 1222. Para panglima Kadiri yaitu
Mahisa Walungan (adik Dandhang Gendis) dan
Gubar Baleman mati di tangan Ken Arok. Dandhang
Gendis sendiri melarikan diri dan bersembunyi naik ke
kahyangan.
Nagarakretagama juga mengisahkan secara singkat
berita kekalahan Kertajaya tersebut. Disebutkan
bahwa Kertajaya melarikan diri dan bersembunyi
dalam dewalaya (tempat dewa).
Kedua naskah tersebut memberitakan tempat pelarian
Kertajaya adalah alam dewata. Kiranya yang dimaksud
adalah Kertajaya bersembunyi di dalam sebuah candi
pemujaan, atau mungkin Kertajaya tewas dan menjadi
penghuni alam halus (akhirat)
Keturunan Kertajaya
Sejak tahun 1222 Kadiri menjadi daerah bawahan Tumapel.
Menurut Nagarakretagama, putra Kertajaya yang bernama
Jayasabha diangkat Ken Arok sebagai bupati Kadiri. Tahun
1258 Jayasabha digantikan putranya, yang bernama
Sastrajaya. Kemudian tahun 1271 Sastrajaya digantikan
putranya yang bernama Jayakatwang. Pada tahun 1292
Jayakatwang memberontak dan mengakhiri riwayat Tumapel.
Berita tersebut tidak sesuai dengan naskah prasasti Mula
Malurung (1255), yang mengatakan kalau penguasa Kadiri
setelah Kertajaya adalah Bhatara Parameswara putra
Bhatara Siwa (alias Ken Arok). Adapun Jayakatwang menurut
prasasti Penanggungan adalah bupati Gelang-Gelang yang
kemudian menjadi raja Kadiri setelah menghancurkan Tumapel
tahun 1292.
Runtuhnya Kerajaan Kediri

Di Tumapel, wilayah bawahan Kadiri di daerah


Malang, terjadi gejolak politik. Ken Arok
membunuh penguasa Tumapel Tunggul Ametung,
dan mendirikan Kerajaan Singhasari tahun 1222.
Ken Arok lalu beraliansi dengan para brahmana
dan berhasil memberontak terhadap Kadiri.
Dengan hancurnya Kadiri dan meninggalnya
Kertajaya, Kadiri kemudian menjadi wilayah
bawahan Kerajaan Singhasari.
Peninggalan Kitab
Kitab Bharatayudha yang digubah oleh
Empu Sedah dan Empu Panuluh
Kitab Gatotkacasraya dan Kitab
Hariwangsa gubahan Empu Panuluh

MENU
SINGHASARI

Kerajaan Singhasari atau sering pula


ditulis Singasari, adalah kerajaan di
Jawa Timur yang didirikan oleh Ken
Arok pada tahun 1222. Lokasi kerajaan
ini diperkirakan berada di daerah
Singosari, Malang.
Nama asli Singhasari

Berdasarkan prasasti Kudadu, sesungguhnya nama resmi


Kerajaan Singhasari adalah Kerajaan Tumapel. Dalam
Nagarakretagama disebutkan bahwa, ketika pertama
kali didirikan tahun 1222, nama ibu kota Kerajaan
Tumapel adalah Kutaraja.
Pada tahun 1254, Raja Wisnuwardhana mengangkat
putranya yang bernama Kertanagara sebagai raja
muda, dan mengganti nama ibu kota menjadi
Singhasari. Nama Singhasari yang merupakan nama ibu
kota justru kemudian lebih terkenal dari pada nama
Tumapel.
Dalam berita Cina Kerajaan Tumapel sering disebut Tu-
ma-pan
Berdirinya Kerajaan Tumapel
Dalam naskah Pararaton disebutkan bahwa, Tumapel
semula hanyalah sebuah daerah bawahan Kerajaan Kadiri.
Akuwu (camat) Tumapel saat itu bernama Tunggul
Ametung. Ia kemudian mati dibunuh pengawalnya sendiri
yang bernama Ken Arok melalui suatu cara yang sangat
licik. Ken Arok kemudian menjadi akuwu baru. Tidak hanya
itu, Ken Arok bahkan berniat melepaskan Tumapel dari
kekuasaan Kadiri.
Pada tahun 1222 terjadi perseteruan antara Kertajaya
raja Kadiri melawan kaum brahmana. Para pendeta itu lalu
menggabungkan diri dengan Ken Arok. Perang akhirnya
terjadi antara pasukan Kadiri melawan pasukan Tumapel di
desa Ganter. Pihak Kadiri kalah. Ken Arok lalu mengangkat
diri sebagai raja pertama Tumapel bergelar Sri Rajasa
Sang Amurwabhumi.
Naskah Nagarakretagama juga menyebut tahun
yang sama untuk pendirian kerajaan Tumapel.
Namun tidak dijumpai adanya nama Ken Arok.
Dalam kitab karya Mpu Prapanca tersebut,
pendiri kerajaan Tumapel bernama Ranggah
Rajasa Sang Girinathaputra.
Prasasti Mula Malurung yang diterbitkan
Kertanagara tahun 1255, menyebutkan kalau
pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa.
Mungkin ini adalah gelar anumerta dari Ranggah
Rajasa, karena dalam Nagarakretagama arwah
pendiri kerajaan Tumapel tersebut dipuja
sebagai Siwa.
Nama Raja Pada zaman Singhasari
• Ken Arok
• Anusapati
• Tohjaya
• Wisnuwardhana
• Kertanegara
Ken Arok
Setelah menjadi raja, Ken Arok bergelar Sri Ranggah Rajasa
ang Amurwabhumi. Ia mendirikan dinasti bernama
Girindrawangsa. Pendirian dinasti itu bertujuan
membersihkan masa lalu Ken Arok. Perlu diketahui, Ken Arok
menjadi raja dengan melalui berbagai skandal, seperti
membunuh Mpu Gandring, Tunggul Ametung, mengawini istri
Tanggul Ametung bernama Ken dedes, dan memberontak
terhadap Kadiri. Pendirian dinasti itu juga agar keturunan
Ken Arok tidak ternoda dengan skandal yang pernah
dilakukannya.
Ken Arok memerintah Singhasari selama 5 tahun. Masa
pemerintahnnya berakhir tragis. Ia terbnuh oleh Anusapati,
anak danri perkawinan Ken Dedes dan Tnggul Ametung. Lebih
tragis lagi, ia terbunuh keris yang digunakannya untuk
membunuh Tanggul Ametung.
Anusapati
Anusapati menjadi raja menggantikan Ken Arok sebagai raja
kedua Singhasari. Meskipun memerintah cukup lama, hampir
idak ada perubahan yang ia lakukan selama memerintah. Ia
tenggelam dalam kegemaran menyabung ayam.
Kegemaran menyabung ayam itu akhirnya mengakhiri
hidup sekaligus masa pemerintahannya. Kegemaran itu
dimanfaatkan pleh Tohjaya, anak dari perkawinan Ken Arok dan
Ken umang, untuk menyingkirkan Anusapati. Dalam suatu
kesempatan, raja itu diundang ke rumah Tohjaya untuk
menyabung ayam, Tohjaya menikam Anusapati, dengan keris
yang pernah digunakan Anusapati untuk membunuh Ken Arok.
Tohjaya

Tohjaya hanya memerintah selama beberapa


bulan. Penyebabnya adalah kemelut politik.
Ranggawuni, putera Anusapati, menuntut hak
atas tahta Singashari. Ia didukung oleh Mahisa
Campaka, cucu dari perkawinan Ken Arok dan
Ken Dedes. Semakin kuatnya dukungan
terhadap Ranggawuni dan Mahisa Campaka
membuat kedudukan Tohjaya dapat
digulingkan.
Wisnuwardhana
Ranggawuni naik tahta Singhasari dengan bergelar
Wisnuwardhana. Ia dibantu oleh Mahisa Campaka yang
bergelar Narasinghamurti. Mereka berdua memerintah
Singhasari secara bersama-sama (dilambangkan Dewa
Wisnu dan Dewa Indra). Wisnuwardhana sebagai raja dan
Mahisa Campaka sebagai ratu angabhaya. Pemerintahan
kedua pemimpin tersebut membawa Singhasari pada
keamanan dan kesejahteraan.
Di tengah masa pemerintahannya, Wisnuwardhana
mengangkat puteranya Kertanegara menjadi yuvaraja atau
raja muda. Pengangkatan itu bertujuan menyiapkan
Kertanegara menjadi raja yang cakap. Wisnuwardhana
adalah satu-satunya raja Singhasari yang wafat tanpa
terbunuh. Setelah ia meninggal, tahta kerajaan beralih
pada Kertanegara.
Kertanegara

Kertanegara merupakan raja Singhasari terbesar


sekaligus terakhir. Dalam pemerintahan, raja dibantu
oleh tiga orang mahamenteri, yaitu mahamenteri i
hino, mahamenteri i halu, dan mahamenteri i sirikan.
Untuk urusan keagamaan, ia dibantu oleh seorang
kepala agama Budha yang dikenal dengan sebutan
darmadhyaksa ring kasogatan dan seorang maha
brahmana (kepala agama Hindu) yang dikenal dengan
sebutan dharmadyaksa ring kasaiwan. Organisasi
pemerintahan seperti itu diteruskan dalam Kerajaan
Majapahit.
Hubungan Singhasari dan Majapahit

Dikisahkan dalam Pararaton, Nagarakretagama, ataupun


prasasti Kudadu, bahwa Raden Wijaya cucu Narasingamurti
yang menjadi menantu Kertanagara lolos dari maut. Berkat
bantuan Aria Wiraraja (penentang politik Kertanagara), ia
kemudian diampuni oleh Jayakatwang dan diberi hak
mendirikan desa Majapahit.
Pada tahun 1293 datang pasukan Mongol untuk menaklukkan
Jawa. Mereka dimanfaatkan Raden Wijaya untuk
mengalahkan Jayakatwang di Kadiri. Setelah Kadiri runtuh,
Raden Wijaya dengan siasat cerdik ganti mengusir tentara
Mongol keluar dari tanah Jawa.
Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit dan
menyatakan dirinya sebagai penerus Dinasti Rajasa, yaitu
dinasti yang didirikan oleh Ken Arok.
Runtuhnya Kerajaan Tumapel-Singhasari

Kerajaan Singhasari yang sibuk mengirimkan pasukan


perangnya ke luar Jawa akhirnya mengalami keropos
pada bagian dalamnya. Pada tahun 1292 terjadi
pemberontakan Jayakatwang bupati Gelang-Gelang. Ia
adalah sepupu, sekaligus ipar, sekaligus pula besan
dari Kertanagara. Dalam serangan itu Kertanagara
mati terbunuh.
Setelah runtuhnya Singhasari, Jayakatwang
membangun ibu kota baru di Kadiri.
Daftar Pustaka
 Wikipedia.com
 LKS Sejarah Penerbit “New Star”
 Erlangga Sejarah tahun 1994
Thanks For Atantion

Anda mungkin juga menyukai