Anda di halaman 1dari 13

1.

Pendekatan Inqury

Fisika adalah bagian dari sains (IPA), pada hakikatnya adalah kumpulan
pengetahuan, cara berpikir, dan penyelidikan. IPA sebagai kumpulan pengetahuan
dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model. IPA sebagai cara
berpikir merupakan aktivitas yang berlangsung di dalam pikiran orang yang
berkecimpung di dalamnya karena adanya rasa ingin tahu dan hasrat untuk
memahami fenomena alam. IPA sebagai cara penyelidikan merupakan cara
bagaimana informasi ilmiah diperoleh, diuji, dan divalidasikan.

Fisika dipandang sebagai suatu proses dan sekaligus produk sehingga


dalam pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode
pembelajaran yang efektif dan efesien yaitu salah satunya melalui kegiatan
praktik. Hal ini dikarenakan melalui kegiatan praktik, siswa melakukan olah pikir
dan juga olah tangan.

Kegiatan praktik adalah percobaan yang ditampilkan guru dan atau siswa
dalam bentuk demonstrasi maupun percobaan oleh siswa yang berlangsung di
laboratorium atau tempat lain. Adapun jenis-jenis kegiatan praktik dikelompokkan
menjadi 4, yaitu eksperimen standar, eksperimen penemuan, demonstrasi, dan
proyek. Kegiatan praktik dalam pembelajaran fisika mempunyai peran motivasi
dalam belajar, memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan sejumlah
keterampilan, dan meningkatkan kualitas belajar siswa.

Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis


kontekstual Karena pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa
diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari
menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus
yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan
dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan
(conclusion).

Salah satu pendekatan pembelajaran dalam fisika, yang sampai sekarang


masih tetap dianggap sebagai pendekatan yang cukup efektif adalah pendekatan
inquiry. Inquiry berarti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan (Trianto,
2007:135). David L. Haury dalam artikelnya, Teaching Science Through Inquiry
(dalam Sutrisno: 2008) mengutip definisi yang diberikan oleh Alfred Novak:
inquiry merupakan tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk
menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang memancing rasa ingin
tahu. Dengan kata lain, inquiry berkaitan dengan aktivitas dan keterampilan aktif
yang fokus pada pencarian pengetahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa
ingin tahu.

Sund (dalam Trianto: 2007) menyatakan bahwa discovery merupakan


bagian dari inquiry, atau inquiry merupakan perluasan proses discovery yang
digunakan lebih mendalam. Inquiry sebagai suatu proses umum yang dilakukan
manusia untuk mencari atau memahami informasi. Gulo (dalam Trianto: 2007)
menyatakan strategi inquiry berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat
merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

Alasan rasional penggunaan pendekatan inquiry adalah bahwa siswa akan


mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai matematika dan akan lebih
tertarik terhadap fisika jika mereka dilibatkan secara aktif dalam “melakukan”
fisika. Investigasi yang dilakukan oleh siswa merupakan tulang punggung
pendekatan inquiry. Investigasi ini difokuskan untuk memahami konsep-konsep
fisika dan meningkatkan keterampilan proses berpikir ilmiah siswa. Diyakini
bahwa pemahaman konsep merupakan hasil dari proses berfikir ilmiah tersebut
(Blosser dalam Sutrisno: 2008).

Pendekatan inquiry yang mensyaratkan keterlibatan aktif siswa terbukti


dapat meningkatkan prestasi belajar dan sikap anak terhadap Sains (Haury dalam
Sutrisno: 2008). Dalam makalahnya Haury menyatakan bahwa metode inquiry
membantu perkembangan antara lain scientific literacy dan pemahaman proses-
proses ilmiah, pengetahuan vocabulary dan pemahaman konsep, berpikir kritis,
dan bersikap positif. Dapat disebutkan bahwa pendekatan inquiry tidak saja
meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dalam fisika saja,
melainkan juga membentuk sikap keilmiahan dalam diri siswa.

Selanjutnya, pendekatan inquiry merupakan pendekatan pembelajaran


yang berupaya menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga
dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri,
mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah (Sutrisno: 2008). Siswa
benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Peranan guru dalam
pembelajaran dengan pendekatan inquiry adalah sebagai pembimbing dan
fasilitator. Tugas guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada
kelas untuk dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan
dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan
sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan
pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa
dalam pemecahan masalah harus dikurangi (Sagala, 2004).

Walaupun dalam praktiknya aplikasi pendekatan pembelajaran inquiry


sangat beragam, tergantung pada situasi dan kondisi sekolah, namun dapat
disebutkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan inquiry memiliki 5 komponen
yang umum yaitu

1. Question.

Pembelajaran biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan pembuka yang


memancing rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman siswa akan suatu
fenomena. Untuk memudahkan proses ini, guru menanayakan kepada siswa
mengenai hipotesis yang memungkinkan. Dari semua gagasan yang ada,
dipilih salah satu hipotesis yang relevan dengan permasalahan yang diberi.
Siswa diberi kesempatan untuk bertanya, yang dimaksudkan sebagai
pengarah ke pertanyaan inti yang akan dipecahkan oleh siswa. Selanjutnya,
guru menyampaikan pertanyaan inti atau masalah inti yang harus dipecahkan
oleh siswa. Untuk menjawab pertanyaan ini – sesuai dengan Taxonomy
Bloom – siswa dituntut untuk melakukan beberapa langkah seperti evaluasi,
sintesis, dan analisis. Jawaban dari pertanyaan inti tidak dapat ditemukan
misalnya di dalam buku teks, melainkan harus dibuat atau dikonstruksi.

2. Student Engangement.

Dalam pendekatan inquiry, keterlibatan aktif siswa merupakan suatu


keharusan sedangkan peran guru adalah sebagai fasilitator. Siswa bukan
secara pasif menuliskan jawaban pertanyaan pada kolom isian atau menjawab
soal-soal pada akhir bab sebuah buku, melainkan dituntut terlibat dalam
menciptakan sebuah produk yang menunjukkan pemahaman siswa terhadap
konsep yang dipelajari atau dalam melakukan sebuah investigasi.

3. Cooperative Interaction.

Siswa diminta untuk berkomunikasi, bekerja berpasangan atau dalam


kelompok, dan mendiskusikan berbagai gagasan. Dalam hal ini, siswa bukan
sedang berkompetisi. Jawaban dari permasalahan yang diajukan guru dapat
muncul dalam berbagai bentuk, dan mungkin saja semua jawaban benar.

4. Performance Evaluation.
Dalam menjawab permasalahan, biasanya siswa diminta untuk membuat
sebuah produk yang dapat menggambarkan pengetahuannya mengenai
permasalahan yang sedang dipecahkan. Bentuk produk ini dapat berupa slide
presentasi, grafik, poster, karangan, dan lain-lain.

5. Variety of Resources.

Siswa dapat menggunakan bermacam-macam sumber belajar, misalnya buku


teks, website, televisi, video, poster, wawancara dengan ahli, dan lain
sebagainya.

Pendekatan inquiry salah satu strategi pembelajaran yang memungkinkan


para peserta didik mendapatkan jawabannya sendiri. pendekatan pembelajaran ini
dalam penyampaian bahan pelajarannya tak dalam bentuk final dan tak langsung.
Artinya, dalam pendekatan inquiry peserta didik sendiri diberi peluang untuk
mencari, meneliti dan memecahkan jawaban, menggunakan teknik pemecahan
masalah.

Pendekatan dan strategi pembelajaran saat ini diharapkan lebih


menekankan agar siswa dipandang sebagai subjek belajar. Konsep ini bertujuan
hasil pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung
alamiah, siswa ‘bekerja’ dan mengalami, bukan berupa transfer pengetahuan dari
guru ke siswa. Pendidikan tak lagi berpusat pada lembaga atau pengajar yang
hanya mencetak lulusan kurang berkualitas, tapi berpusat pada peserta didik.

Pendekatan inquiry adalah pendekatan mengajar di mana siswa


merumuskan masalah, mendesain eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis
data sampai mengambil keputusan sendiri. Pendekatan inquiry harus memenuhi
empat kriteria ialah kejelasan, kesesuaian ketepatan dan kerumitannya. Setelah
guru mengundang siswa untuk mengajukan masalah yang erat hubungannya
dengan pokok bahasan yang akan diajarkan, siswa akan terlibat dalam kegiatan
inquiry dengan melalui 5 fase ialah:

1. Siswa menghadapi masalah yang dianggap oleh siswa memberikan


tantangan untuk diteliti
2. Siswa melakukan pengumpulan data untuk menguji kondisi, sifat khusus
dari objek teliti dan pengujian terhadap situasi masalah yang dihadapi.
3. siswa mengumpulkan data untuk memisahkan variabel yang relevan,
berhipotesis dan bereksperimen untuk menguji hipotesis sehingga
diperoleh hubungan sebab akibat.
4. merumuskan penemuan inquiry hingga diperoleh penjelasan, pernyataan,
atau prinsip yang lebih formal.
5. melakukan analisis terhadap proses inquiry, strategi yang dilakukan oleh
guru maupun siswa. Analisis diperlukan untuk membantu siswa terarah
pada mencari sebab akibat.

Inquiry mengandung proses-proses mental yang lebih tinggi tingkatannya,


misalnya merumuskan problem, merancang eksperimen, melakukan eksperimen,
mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, mempunyai sikap-
sikap obyektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka dan sebagainya. Pengajaran
inquiry harus meliputi pengalaman-pengalaman belajar untuk menjamin bahwa
siswa dapat mengembangkan proses inquiry.

Kelebihan dari pendekatan Penemuan terbimbing (inquiry) adalah sebagai


berikut:

1. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan.


2. Menumbuhkan sekaligus menamkan sikap inquiry (mencari-temukan).
3. Mendukung kemampuan problem solving siswa
4. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru,
dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia
yang baik dan benar.
5. Materi yang disajikan dapat mencapai tingkat kemampuan yang lebih
tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses
menemukannya (Marzano, dalam Widdiharto: 2004).

Sementara itu kekurangannya (Widdiharto: 2004) adalah sebagai berikut:

1. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama.


2. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Dilapangan
beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model
ceramah.
3. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-
topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan
Model Penemuan Terbimbing.
2. Metode Simulasi

A. Pengertian

Abimanyu dan Purwant (1980), Sumantri dan Permana (1998/1999)


menyatakan bahwa metode simulasi adalah metode pembelajaran yang digunakan
untuk menirukan keadaan sebenarnya kedalam situasi buatan, misalnya seorang
guru mensimulasikan bagaimana gerak jatuh bebas pada kelereng dari ketinggian
tertentu. Dengan demikian, simulasi adalah suatu usaha pembelajaran untuk
memperoleh pemahaman akan hakekat suatu konsep atau prinsip, atau sesuatu
keterampilan tertentu melalui proses kegiatan atau latihan dalam situasi latihan.
Melalui simulasi itu siswa akan mampu menghadapi kenyataan yang mungkin
terjadi secara lebih efektif dan efisien. Simulasi adalah alat yang ampuh untuk
mengajar, namun metode pengajaran ini perlu dilakukan dengan benar untuk
memaksimalkan efektivitasnya. Metode Simulasi pengajaran memberikan
pengaruh dengan baik karena siswa menjadi jauh lebih mendalami subyek yang
lebih konvensional daripada melalui pendekatan untuk mengajar (kuliah,
perdebatan, diskusi, video, dll). Hal ini terjadi karena motivasi dan pemahaman
siswa dihubungkan sedemikian rupa sehingga kegiatan mental ini menjadi lebih
cepat, serta memperluas keseluruhan proses belajar. Peserta benar-benar
menggunakan lebih dari materi transparan mereka ketika terlibat dalam kegiatan
simulasi.

Metode simulasi adalah bentuk metode praktek yang sifatnya untuk


mengembangkan ketermpilan peserta belajar (keterampilan mental maupun
fisik/teknis). Metode ini memindahkan suatu situasi yang nyata ke dalam
kegiatan atau ruang belajar karena adanya kesulitan untuk melakukan praktek di
dalam situasi yang sesungguhnya. Misalnya: sebelum melakukan praktek
penerbangan, seorang siswa sekolah penerbangan melakukan simulasi
penerbangan terlebih dahulu (belum benar-benar terbang). Situasi yang dihadapi
dalam simulasi ini harus dibuat seperti benar-benar merupakan keadaan yang
sebenarnya (replikasi kenyataan).Contoh lainnya, dalam sebuah pelatihan
fasilitasi, seorang peserta melakukan simulasi suatu metode belajar seakan-akan
tengah melakukannya bersama kelompok dampingannya. Pendamping lainnya
berperan sebagai kelompok dampingan yang benar-benar akan ditemui dalam
keseharian peserta (ibu tani, bapak tani, pengurus kelompok, dsb.). Dalam
contoh yang kedua, metode ini memang mirip dengan bermain peran. Tetapi
dalam simulasi, peserta lebih banyak berperan sebagai dirinya sendiri saat
melakukan suatu kegiatan/tugas yang benar-benar akan dilakukannya.

B. Tujuan

Tujuan digunakan metode simulasi baik langsung, maupun tidak langsung adalah
sebagai berikut:

1. Tujuan langsung

a. Untuk melatih keterampilan tertentu baik yang bersifat


professional maupun kehidupan sehari-hari
b. Untuk memperoleh pemahaman tentang konsep atau prinsip.
c. Untuk latihan memecahkan masalah

2. Tujuan tidak langsung

a. Untuk meningkatkan aktifitas belajar dengan melibatkan siswa


dalam mempelajari situasi yang hampir sama dengan kejadian
sebenarnya.
b. Untuk meningkatkan motivasi belajar, karena simulasi sangat
menarik dan menyenangkan siswa.
c. Melatih siswa bekerja sama dalam kelompok.
d. Mengembangkan daya kreatif siswa.
e. Melatih siswa untuk memahami dan menghargai pendapat orang
lain.
C. Alasan Penggunaan Metode Simulasi

Ada beberapa alasan tentang digunakannya metode simulasi dalam pembelajaran:

1. Simulasi dapat menunjang pelaksanaan dalam melatih keterampilan dasar


mengajar yang sangat diperlukan bagi terbentuknya guru-guru yang
professional.
2. Simulasi merupakan salah satu metode yang memungkinkan siswa aktif
belajar menghayati, memahami dan memperoleh keterampilan tertentu
tanpa memerlukan obyek atau situasi yang sebenarnya yang umumnya
susah didapatkan.
3. Metode simulasi memungkinkan terpadunya teori dan praktek, konten dan
metode, sebab dengan simulasi teori atau konten yang baru diajarkan dapat
segera dipraktekkan, sehingga konsep yang diperoleh dan keterampilan
yang dimiliki menjadi sangat kuat tertanam dalam diri siswa.
4. Melalui metode simulasi memungkinkan siswa belajar dengan
pemahaman, bukan belajar secara mekanis.
5. Dengan metode simulasi dimungkinkan pelibatan alat-alat indera siswa
secara optimal, sehingga pencapaian tujuan pelajaran akan lebih efektif
dan bermakna.

D. Kekuatan dan Kelemahan Metode Simulasi

1. Kekuatan metode Simulasi

Ada beberapa keuntungan digunakannya metode simulasi dalam


pembelajaran. Keuntungan-keuntungan itu antara lain:

a. Menciptakan kegairahan siswa untuk belajar


b. Mengembangkan daya cipta siswa.
c. Siswa dapat menguasai keterampilan atau konsep-konsep tertentu
melalui simulasi
d. Mengembangkan rasa percaya diri dan perasaan positif.
e. Melalui simulasi kegiatan pembelajarn dapat berlangsung
walaupun tidak dalam situasi dan objek yang sebenarnya.
f. Melalui simulasi siswa dibantu memahami hal-hal yang abstrak
melalui kegiatan nyata, walaupun dalam bentuk tiruan.

2. Kelamahan metode Simulasi

Kelemahan metode simulasi adalah:

a. Pengetahuan dan keterampilan yang disimulasikan tidak selalu


sepenuhnya sama dengan kenyataan dilapangan
b. Simulasi memerlukan kreatifitas yang tinggi dari guru dan siswa
yang kadang-kadang sukar dipenuhi.
c. Perlu pemahaman siswa tentang materi dan peranannya serta
fasilitas pendukung yang tidak selalu mudah terpenuhi
d. Simulasi sebagai metode pembelajaran dapat melenceng
tujuannya menjadi alat hiburan.
e. Rasa malu, ragu-ragu dan tidak menguasai materi akan
menyebabkan simulasi tidak mencapai tujuan.
f. Sering guru tidak melakukan diskusi balikan setelah selesai
pelaksanaan simulasi, sehingga kurang bermanfaat bagi siswa
lainnya.

E. Cara Mengatasi Kelemahan Metode Simulasi

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelemahan metode simulasi
adalah :

1. Perlu pengkajian yang cermat tentang pengetahuan dan keterampilan yang


akan disimulasikan agar sesuai dengan kenyataan dilapangan.
2. Guru perlu menyiapkan materi dan skenario simulasi sebelum simulasi
dilaksanakan.
3. Guru perlu menjelaskan kepada siswa bahwa simulasi ini adalah latihan
keterampilan tertentu, bukan suatu hiburan karma itu siswa lain yang
tidak terlibat dalam simulasi harus menyimak dengan baik karma dalam
tahap evaluasi mereka akan ditanya pengetahuan dan keterampilan yang
disimulasikan itu.
4. Setelah simulasi berakhir harus dilakukan diskusi balikan yang melibatkan
semua siswa agar siswa yang tidak melakukan simulasi ikut memahami
hasil simulasi itu.
5. Siswa akan memegang peranan dalam simulasi perlu latihan yang
memadai sebelum melakukan simulasi agar tidak terjadi keragu-raguan,
ras amalu, dan tidak menguasai materi.

F. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Simulasi

Jika anda akan melakukan pembelajaran dengan metode simulasi,


langkah-langkahnya meliputi:

1. Kegiatan Persiapan

Kegiatan persiapan yang perlu dilakukan oleh guru adalah:

a. Merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa.


b. Memilih materi dan topik yang akan disumulasikan
c. Menyiapkan garis besar skenario pelaksanaan simulasi.
d. Guru memberi penjelasan kepada siswa tentang garis besar materi,
tujuan dan situasi yang akan disimulasikan.
e. Guru mengorganisakan pembentukan kelompok, peranan-peranan
yang akan ada, pengaturan ruangan, pengaturan materi, pengaturan
alan yang akan digunakan, dan sebagainya.
f. Menawarkan kepada siswa tentang siapa yang akan memegang
peran dalam simulasi.
g. Guru memberi penjelasan kepada siswa dan para pemegang peran
tentang hal-hal yang harus dilakukan.
h. Guru memberi kesempatan bertanya.
i. Guru memberi kesempatan pada tiap kelompok dan para pemegang
peran untuk menyiapkan diri
j. Guru menetapkan alokasi waktu yang diperlukan untuk
pelaksanaan simulasi.

2. Kegiatan pelaksanaan

a. Kegiatan pembukaan

• Menanyakan materi pelajarn yang lalu.


• Membuat cerita anekdot yang ada kaitannya dengan pelajaran.
• Menyampaikan acuan, yaitu tujuan pembelajatran yang akan
dilakukan dengan simulasi

b. Kegiatan inti

Setelah segala sesuatunya siap, maka simulasi dimulai

• Siswa yang tidak melakukan peran akan bertindak sebagai


observer. Mereka dibekali panduan observasi untuk merekam
peranan yang dimainkan oleh para pelaku simulasi.
• Para pemegang peran melakukan simulasi sesuai skenario yang
telah dibuat guru atau yang telah dipersiapkan para pemeran.
• Guru membantu supervisi, dan memberi sugesti demi
kelancaran pelaksanaan simulasi.
• Memberi kesempatan kepada observer untuk menyampaikan
kritik, dan laporan hasil penelitian.
• Memberi kesempatan kepada para pemeran untuk memberi
klarifikasi.

c. Kegiatan penutup

Kegiatan ini meliputi usaha-usaha guru untuk:

• Guru meminta siswa membuat kesimpulan dan rangkuman


• Guru melakukan evaluasi
• Jika berdasarkan hasil evaluasi ternyata simulasi yang
dilakukan tidak mencapai tujuan, maka para pemeran diminta
mengulangi kembali simulasi dengan memperhatikan masukan
dari observer, atau guru dapat menunjuk siswa lain untuk
melakukan simulasi ulang tesebut.

3. Studi Mandiri

Sarana belajar mandiri atau yang lebih populer dengan sebutan Self-Access
Centre (SAC) telah berhasil memasuki sistem pendidikan, baik pendidikan dasar,
menengah, maupun pendidikan tinggi. SAC didirikan untuk memungkinkan
pelajar dapat belajar mandiri baik secara individu maupun berkelompok. Di dalam
SAC pelajar dapat memilih sendiri materi pelajaran yang ingin didalami, materi
yang dapat menunjang pemahaman terhadap materi pelajaran pada saat tatap
muka, dan materi yang tidak secara langsung memenuhi kebutuhan individu
pelajar pada saat tatap muka. SAC dapat diterima dalam sistem pendidikan secara
umum atas dasar bahwa pelajar adalah individu yang memiliki kebutuhan, minat,
dan tipe yang berbeda-beda. Dasar ini telah dibuat sebagai acuan dalam
pengembangan serta mendesain materi pelajaran yang digunakan di dalam SAC.
Materi pelajaran dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi
kebutuhan pengguna yang berbeda baik dari segi latar belakang pendidikan,
minat, kemampuan, cara belajar, dll. Lebih penting lagi bahwa materi pelajaran
yang dikembangkan, baik latihan maupun aktifitas lainnya, disusun dan dirancang
sedemikian rupa sehingga dapat digunakan secara individu, dan pengguna dapat
secara langsung mengukur tingkat keberhasilannya. Pengukuran dimaksud dapat
dilakukan dengan membandingkan secara langsung hasil pekerjaan dengan kunci
jawaban yang tersedia pada masing-masing latihan atau kegiatan.

Strategi belajar mandiri merujuk kepada penggunaan metode-metode


pembelajaran yang tujuannya adalah mempercepat pengembangan inisiatif
individu siswa, percaya diri, dan perbaikan diri. Fokus strategi belajar mandiri ini
adalah merencanakan belajar mandiri siswa di bawah bimbingan atau supervisi
guru. Belajar mandiri menuntut siswa untuk bertanggungjawab dalam
merencanakan dan menentukan kecepatan belajarnya.

Miller dan Gardner menandaskan secara umum bahwa tujuan pengadaan


sarana belajar mandiri adalah untuk memberikan kesempatan belajar secara
mandiri di samping tatap muka yang berlangsung di dalam kelas, dan membuat
cara belajar bahasa Inggris lebih menarik. Lebih jauh dikatakan bahwa sarana
belajar mandiri akan memotivasi minat belajar,

Agar materi pelajaran dalam sarana belajar mandiri dapat berfungsi


dengan efektif, Sheerin (1989) memberikan beberapa saran dalam pengembangan
dan desain materi untuk digunakan di dalam SAC. Saran ini meliputi;
1. Tujuan yang jelas. Tujuan yang jelas dalam materi yang dikembangkan atau
didesain bermanfaat untuk memberikan gambaran yang jelas kepada
pengguna, apakah materi tersebut dapat memenuhi kebutuhannya atau tidak,
2. Instruksi yang jelas. Kejelasan dalam memformulasikan instruksi membantu
pengguna materi di dalam SAC untuk memilih materi yang sesuai dengan
tingkat pemahamannya. Instruksi yang jelas sebaiknya diikuti dengan
contoh untuk memberikan pemahaman yang tepat tentang latihan atau
aktifitas yang dikerjakan,
3. Tampilan yang menarik. Materi yang dirancang untuk digunakan dalam
SAC harus menarik. Tampilan materi sebaiknya dapat mengundang
perhatian pengguna yang membangkitkan rasa percaya diri dalam
menggunakannya,
4. Latihan/kegiatan yang bermanfaat. Latihan/kegiatan dalam SAC dirancang
sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan pengguna,
5. Prosedur. Prosedur dalam mengerjakan kegiatan yang dirancang harus
mempertimbangkan bahwa sasaran dalam pengadaan SAC adalah untuk
membiasakan pengguna lebih mandiri, dengan demikian ada baiknya diberi
kesempatan kepada pengguna untuk menerapkan cara belajar sendiri
6. Umpan balik. Pada saat belajar di dalam SAC, pada dasarnya guru tidak
selalu berada di SAC. Oleh sebab itu, umpan balik sebaiknya terdapat dalam
materi yang dirancang. Umpan balik dimaksud dapat berupa kunci jawaban
terhadap kagiatan-kegiatan/latihan-latihan yang dirancang, sedangkan jika
materi yang dirancang adalah untuk latihan mendengar maka transkrip/teks
harus tersedia,
7. Materi yang seimbang. Dalam merencanakan materi harus dipertimbangkan
keseimbangan terhadap materi, mulai dari tingkat kemampuan hingga
kebutuhan pengguna. Akan tetapi, perlu digarisbawahi bahwa sebaik apapun
materi yang telah direncanakan, apabila SAC diperkenalkan untuk pertama
sekali, perlu ada sosialisasi dan pengenalan awal terhadap penggunaan
materi untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

Mengembangkan kemampuan belajar mandiri.

Kumon mendefinisikan kemampuan belajar mandiri sebagai kemampuan untuk


menentukan tujuan dan menyelesaikan soal yang sulit secara mandiri. Dengan
Metode Kumon siswa dapat maju dengan kemampuannya sendiri tanpa harus
diajari secara khusus.

Siswa menemukan kegembiraan dan kepuasan setelah mencapai target


dengan kemampuannya sendiri

Dalam membantu mengembangkan kemampuan akademik siswa, hal yang


terpenting adalah membuat siswa menikmati belajarnya. Dengan mendapatkan
nilai sempurna pada level yang tepat, siswa dapat merasakan kegembiraan dan
kepuasaan mencapai target dengan kemampuannya sendiri.

Lembar kerja selalu dikerjakan secara mandiri

Di Metode Kumon amatlah penting bagi siswa untuk mengerjakan lembar kerja
dengan kemampuan sendiri. Siswa akan memiliki semangat untuk mencoba hal-
hal baru sebab mereka merasakan perasaan berhasil telah mampu mengerjakannya
dengan kemampuannya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai