Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENGEMBANGANNYA
Supriyati
Jl A. Yani 70 Bogor
ABSTRAK
Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji: (i) Dinamika peranan agroindustri pedesaan dalam
perekonomian; dan (ii) Perspektif pengembangan agroindustri pedesaan. Yang dimaksud
dengan agroindustri pedesaan, adalah Industri makanan, minuman dan tembakau yang berskala
kecil dan rumah tangga. Yang dimaksud dengan peranan agroindustri pedesaan dalam
perekonomian adalah peranan industri makanan, minuman dan tembakau yang berskala kecil
dan rumah tangga dalam penyerapan tenaga kerja, dan penciptaan nilai tambah. Data yang
digunakan adalah Statistik IKKR tahun 1998-2003, dengan metoda analisis deskriptif analitik.
Hasil kajian menunjukkan bahwa agroindustri pedesaan berperanan besar dalam penyerapan
tenaga kerja di pedesaan, namun peranannya relatif kecil dalam penciptaan nilai tambah. Terkait
dengan permasalahan pengangguran dan kemiskinan di pedesaan, agroindustri mempunyai
perspektif untuk mengatasi kedua permasalahan tersebut. Namun, masih ditemui kendala dalam
pengembanganya. Impkikasinya adalah pengembangan agroindustri harus didukung dengan
kebijakan pemerintah untuk mengatasi kendala dan hambatan pengembangan agroindustri
pedesaan. Diperlukan kebijakan yang komprehensif dari peyediaan bahan baku sampai dengan
pemasaran, serta dukungan SDM, teknologi, sarana dan prasarana, dan kemitraan antara
agroindustri skala besar/sedang dengan agroindustri skala kecil/rumahtangga
ABSTRACT
The aims of the paper to analyze: (i) Dynamic roles of rural agro-industry on Indonesian
economy; and (ii) Perspectif of rural agro-industry development. The mean of rural agro-industry
are Small Scale and Home Industry of food, drink and tobacco industries. The mentioned roles of
rural agro-industry in this paper are role in labor absorption and generating value added. Agro-
industry role analysis based on Small Scale/Home Industry Statistic (Statistik IKKR), 1998-
2003, with descriptive analysis. This study show that, roles of agro-industry in labor
absorption was highest and added value generation was lowest. Related to unemployment and
proverty in rural areas, rural agro-industry has good chance to solve this problems. However, we
are contrains in the rural agro-industry developt. There for in developing rural agro-industry must
be support good policy in human resources, technology, infrastructure and partnership beetwen
Large, Medium Industries with Small Scale/Home Industry.
1
PENDAHULUAN
Pembangunan industri di Indonesia dimulai sejak Pelita II, bersamaan dengan masuknya
penanaman modal dari luar negeri (PMA). Kebijakan ini terutama untuk mendorong terciptanya
struktur perekonomian yang seimbang, sehingga diharapkan terjadi transformasi struktural
perekonomian, dari dominasi sektor pertanian ke dominasi sektor industri, termasuk agroindustri
didalamnya. Dalam rangka mewujudkan struktur perekonomian yang seimbang, kebijakan
pengembangan agroindustri memiliki beberapa sasaran sekaligus, yakni: (!) Menarik
pembangunan sektor pertanian; (2) Menciptakan nilai tambah; (3) Menciptakan lapangan
pekerjaan, (4) Meningkatkan penerimaan devisa; dan (5) Meningkatkan pembagian pendapatan.
Namun, transformasi struktural perekonomian Indonesia yang terjadi tidak berimbang.
Sektor industri mampu menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) yang relatif besar, namun
tidak diikuti oleh peningkatan penyerapan tenaga kerja yang seimbang, sehingga terjadi
ketimpangan produktivitas tenaga kerja antar sektor (Erwidodo, 1995; Simatupang, et.al, 1990;
Rusastra, et.al, 2005). Agroindustri sebagai penarik pembangunan sektor pertanian diharapkan
mampu berperan dalam menciptakan pasar bagi hasil-hasil pertanian melalui berbagai produk
olahannya.
Disadari benar bahwa pengembangan agroindustri, belum dapat mencapai sasaran
seperti yang dicanangkan sejak Pelita II. Pembangunan pertanian juga belum memberikan hasil
yang optimal. Untuk mendukung pembangunan pertanian tersebut, maka pada tanggal 11 Juni
2005 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan program revitalisasi pertanian,
perikanan, dan kehutanan (RPPK) di Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat. Salah satu arah
kebijakan yang perlu ditempuh dalam pembangunan pertanian jangka panjang adalah
mewujudkan agroindustri berbasis pertanian domestik, yaitu agroindustri skala kecil di pedesaan
dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani.
Secara agregat, berdasarkan analisis Tabel I-O (Tabel Input-Output) tahun 1985 2000.
menunjukkan peranan agroindustri dalam mencipkatan PDB (nilai tambah) dan penyerapan
tenaga kerja meningkat relatif besar (Erwidodo, 1995; Supriyati et.al, 2006). Namun demikian,
peranan sektor agroindustri dalam penciptaan nilai tambah dan devisa masih lebih rendah
dibandingkan dengan sektor non agroindustri Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembangunan
industri yang dicanangkan sejak Pelita II (awal 1980an), bias ke non agroindustri (Supriyati et.al,
2006). Penelitian menurut skala usaha menunjukkan bahwa strukur agroindustri di Indonedia
didominasi oleh industri skala rumahtangga (Rachmat, 1995; Supriyati et.al, 2006)
2
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, tujuan dari tulisan ini adalah: (i) Mengkaji
dinamika peranan agroindustri pedesaan dalam perekonomian; dan (2) Perspektif
pengembangan agroindustri pedesaan.
METODOLOGI
Secara umum dalam industri pengolahan dibedakan dalam 2 kelompok besar yaitu : (1)
Industri Migas; dan (2) ) Industri Non Migas. Industri Non Migas dibedakan menjadi menjadi
Kelompok IKAHH (Industri Kimia Agro dan Hasil Hutan), Kelompok Non IKAHH. Dalam IKAHH
dibedakan menjadi : (1) Industri Makanan, minuman dan tembakau; (2) Industri Barang kayu dan
hasil hutan lainnya; (3) . Industri Kertas dan barang cetakan; (4) Industri Pupuk, kimia dan bahan
dari karet ; dan (5) Industri Semen, dan barang galian bukan logam. Yang dimaksud dengan
agroindustri dalam analisis ini adalah Industri makanan, minuman dan tembakau. Badan Pusat
Statistik (BPS) mengelompokkan industri menurut kriteria jumlah tenaga kerja, sebagai berikut :
(1) Industri Rumahtangga : 1 – 4 orang; (2) Industri Kecil : 5 – 19 orang; (3) Industri Menengah:
20 – 99 orang; dan (4) Industri Besar : 100 orang ke atas. Yang dimaksud dengan agroindustri
pedesaan, adalah Industri makanan, minuman dan tembakau yang berskala kecil dan rumah
tangga, dengan asumsi IK dan IKR sebagian besar dilaksanakan di wilayah pedesaan.
Yang dimaksud dengan peranan agroindustri pedesaan dalam perekonomian adalah
peranan industri makanan, minuman dan tembakau yang berskala kecil dan rumah tangga
dalam penyerapan tenaga kerja, penciptaan nilai output dan nilai tambah.
3
Tabel. 1. Jenis Industri dalam Kelompok Agroindustri Pedesaan
4
rokok
Total IKR 719,668 790,946 814,071 798,201 884,861 806,710 2.50
(92.54) (91.58) (92.18) (92.43) (90.89) (91.19)
Ind. Skala Lainnya (0.70) (0.63) (0.62) (0.62) (0.55) (0.59)
Total Agoindustri 777,646 863,672 883,166 863,573 973,598 884,668 2.76
Sumber : Statiistik IKKR 1998-2003, BPS (diolah)
Keterangan : ( ) menunjukkan pangsa terhadap ioial agroindustri
Penyerapan tenaga kerja pada sektor agroindustri pada tahun 1998 mencapai 3.3 juta
orang, meningkat menjadi 3.9 pada tahun 2003 (dengan laju pertumbuhan 3.4%.tahun).
Penyerapan tenaga kerja pada agroindustri pada tahun1998 tertinggi pada IKR (1.4 juta orang
atau sekitar 44.6 persen), sementara itu pada IK relatif kecil (403 ribu orang atau sekitar 12
persen). Pada periode 1998-2003 ada kecenderungan peningkatan penyerapan tenaga kerja
pada IK dan IKR, dengan laju peningkatan masing-masing 5.6 dan 3.12 persen per tahun.
Disamping itu juga terjadi kecenderungan penurunan proporsi penyerapan tenaga kerja pada
IKR, dan peningkatan pada IK, hal ini disebabkan karena laju pertumbuhan pada IKR lebih kecil
dibandingkan dengan IK (Tabel 3). Menurut Supriyati et.al (2006), penyerapan tenaga kerja
pada sektor industri masih didominasi oleh subsektor non agroindustri.
Tabel 3. Jumlah Pekerja Agoindustri Skala IK, IKR Tahun 1998-2003
5
Sumber : Statiistik IKKR 1998-2003, BPS (diolah)
Keterangan : ( ) menunjukkan pangsa terhadap ioial agroindustri
Diantara golongan usaha pada kelompok agroindustri pedesaan, pada tahun 1998,
penyerapan tenaga kerja pada industri makanan dan industri makanan lainnya IKR relatif besar,
dengan proporsi masing-masing sekitar 25 dan 18 persen per tahun, sementara pada golongan
usaha lain relatif kecil dengan kisaran antara 0.3-6 persen. Proporsi penyerapan tenaga kerja
pada industri rokok relatif kecil, hanya sekitar 0.4 persen pada IKR dan 0.6 persen pada IK. Hal
ini menunjukkan bahwa industri rokok sebagian besar berskala besar atau sedang.
Dalam perkembangan 5 tahun berikutnya, penyerapan tenaga kerja pada agroindustri
pedesaan sebagian besar meningkat kecuali industri minuman IK dan industri makanan lainnya
IKR Hal ini terkait dengan penurunan jumlah industri kedua golongan usaha tersebut.
Penyerapan tenaga kerja pada industri rokok pada periode tahun 1998-2003 berfluktuasi, namun
masih menunjukkan kecenderungan meningkat.
Status pekerja agroindustri IK sebagian besar pekerja dibayar, sementara pada IKR
sebagian besar pekerja tidak dibayar (atau tenaga kerja dalam keluarga), seperti terlihat pada
Tabel 4. Hal ini sesuai dengan sifat industri tersebut. Namun konsekuensinya adalah tenaga kerja
dalam keluarga tersebut tidak memperoleh penghasilan, dan nilai output IKR didalamnya
termasuk imbalan untuk tenaga kerja
Tabel 4. Pekerja pada Agroindustri Pedesaan menurut Status Pekerja, 1998-2003
IK IKR
Tahun
Tidak Jumlah Tidak Jumlah
Dibayar (%) Dibayar (%) (orang) Dibayar (%) Dibayar (%) (orang)
1998 68.88 31.12 402,558 10.36 89.64 1,487,258
1999 66.38 33.62 521,586 11.13 88.87 1,646,955
2000 65.98 34.02 480,643 11.64 88.36 1,671,732
2001 72.58 27.42 474,356 12.06 87.94 1,641,979
2002 65.48 34.52 621,208 12.92 87.08 1,905,075
2003 67.59 32.41 544,841 13.19 86.81 1,704,374
Sumber : Statiistik IKKR 1998-2003, BPS (diolah)
Nilai tambah merupakan selisih antara nilai output dengan nilai input, yang berasal dari
kontribusi tenaga kerja dan investasi/kapital. Pada industri yang padat modal, nilai tambah
sebagian besar berasal dari kontribusi investasi/kapital, sementara pada industri yang padat
tenaga kerja, nilai tambah sebagian besar berasal dari kontribusi tenaga kerja. Kalsifikasi skala
usaha pada Statistik Industri adalah berdasarkan pada tingkat penggunaan tenaga kerja, namun
skala usaha tersebut juga mencerminkan perbedaan tingkat investasi dan teknologi yang
digunakan, terutama antara Industri Besar dan skala usaha yang lainnya.
Pada kelompok agroindustri pada tahun 1998, IKR hanya menguasai nilai tambah
sebesar 6.57 persen dan IK 3.4 persen, sementara skala lainnya (Industri Besar dan
6
Industri Sedang) menguasai nilai tambah 90 persen. Fenomena ini sunnguh menyedih-
kan, diduga nilai tambah yang diperoleh agroindustri pedesaan sebagian besar
merupakan upah tenaga kerja keluarga. Dinamika selama 5 tahun (1998-2003)
menunjukkan bahwa proporsi nilai tambah pada IKR meningkat (dengan laju
perrtumbuhan 18%/tahun), sementara pada IK proporsinya relatif tetap (meskipun masih
tumbuh 13%/tahun, namun pertumbuhannya lebih kecil dibandingkan skala yang
lainnya).
Tabel 5. Nilai Tambah Agoindustri Skala IK, IKR Tahun 1998-2003 (Jutaan Rupiah)
7
Dengan penyerapan yang relatif tinggi dan nilai tambah yang sangat kecil, mengakibatkan
produktivitas tenaga kerja yang sangat kecil juga. Artinya, agroindustri pedesaan belum mampu
untuk mangatasi kemiskinan di pedesaan.
Distribusi nilai tambah pada empat industri pada kelompok agroindustri menurut skala
usaha berbeda-beda (Tabel 5). Pada industri makanan, pada tahun 1998 proporsi nilai tambah
IKR sebesar 11 persen, dan IK sebesar 4.3 persen, ada kecenderungan peningkatan pada
periode berikutnya Pada masa pemulihan ekonomi, pertumbuhan nilai tambah pada IKR lebih
tinggi dibandingkan dengan IK. Pada industri makanan lainnya, proporsi nilai tambah IKR dan IK
pada tahun 1998 sebesar 14 dan 9 persen, meningkat pada periode berikutnya. . Pada industri
minuman, proporsi nilai tambah pada IK dan IKR masing-masing adalah 4.5 dan 2.3 persen,
relatif kecil dibandingkan dengan skala lainnya. Pada periode 1998-2003, nilai tambah pada IK
dan IKR meningkat namun proporsinya tidak berubah secara signifikan. Pada tahun 1998,
industri rokok IK dan IKR hanya menguasai nilai tambah 0.1 persen dari total nilai tambah,
sementara 99.9 persen dikuasai oleh skala lainnya. Pada tahun 2003, proporsinya semakin
menurun hanya 0.02 persen. Hal ini menunjukkan bahwa industri rokok pada skala usaha yang
lainnya, memperoleh nilai tambah yang sangat besar dalam usahanya.. Dengan adanya
perbedaan investasi dan teknologi yang sangat besar, sulit bagi agroindustri pedesaan untuk bisa
mengimbangi Industri Besar dan Sedang.
8
produksi bahan baku serta sarana penunjangnya, (b) Pengembangan kemitraan agroindustri
skala kecil/rumah tangga dengan agroindustri skala besar, (c) Regulasi pada agroindustri skala
besar, bahan baku berupa bahan setengah jadi (bukan produk primer) hasil dari agroindustri
skala kecil/rumah tangga; dan (d) Mengembangkan agroindustri yang mempunyai daya saing
tinggi.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Agroindustri pedesaan berperanan besar dalam penyerapan tenaga kerja di pedesaan,
namun peranannya relatif kecil dalam penciptaan nilai tambah. Hal ini mengakibatkan
produktivitas tenaga kerja pada agroindustri pedesaan relatif kecil. Terkait dengan permasalahan
pengangguran dan kemiskinan di pedesaan, agroindustri mempunyai perspektif untuk mengatasi
kedua permasalahan tersebut. Namun, masih ditemui kendala dalam pengembanganya.
Impkikasinya adalah pengembangan agroindustri harus didukung dengan kebijakan
pemerintah untuk mengatasi kendala dan hambatan pengembangan agroindustri pedesaan.
Diperlukan kebijakan yang komprehensif dari peyediaan bahan baku sampai dengan pemasaran,
serta dukungan SDM, teknologi, sarana dan prasarana, dan kemitraan antara agroindustri skala
besar/sedang dengan agroindustri skala kecil/rumahtangga.
DAFTAR PUSTAKA
Rachmat, M. 1995. Struktur dan Kinerja Agroindustri di Indonesia Analisa Perubahan Tahun
1973-1994. Prosiding Agrisbisnis : Peluang dan Tantangan Agribisnis Perkebunan,
Peternakan dan Perikanan. Pusat penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Bogor.
Supriyati, Setiyanto A., Suryani E. dan Tarigan H. 2006. Analisis Peningkatan Nilai Tambah
Melalui Pengembangan Agroindustri. Laporan Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi
dan Kebijakan Pertanian, Bogor.