Anda di halaman 1dari 3

Pesta Musik Etnik SIEM 2010 Dibuka

Kamis, 08 Juli 2010 | 01:03 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta -Sebuah gelaran musik kelas internasional digelar di


Stadion Sriwedari, Surakarta, Jawa Tengah sepanjang 7-11 Juli 2010. Kegiatan Solo
Internasional Contemporary Etnic Music (SIEM) ketiga tersebut memiliki beberapa
perbedaan dengan dua pementasan yang terdahulu.

Upacara pembukaan SIEM 2010 dilakukan pada Rabu malam (7/7). Meski berskala
internasional, kegiatan itu cukup dibuka oleh pejabat lokal, Wali Kota Surakarta Joko
Widodo. Tanpa sepatah kata pidato, pembukaan ditandai dengan pemukulan bedug
yang disambung dengan penampilan kelompok musik pembuka.

Penyaji pada malam pertama tersebut merupakan kelompok pembuka nonfestival.


Tampil pada malam itu, kelompok Reog Kendang dari Tulungagung. Mereka
menampilkan musik reog yang sangat kental dengan nuansa etnik.

Terutama, irama kendang, gong serta tiupan seruling khas Jawa Timur. Lantaran
menitikberatkan pada musik, unsur pelengkap lain seperti jaran kepang dan topeng
tidak di bawa serta.

Salah satu grup pembuka yang tampil kemudian adalah Raffi and the Beat. Kelompok
yang digawangi oleh drummer cilik Muhammad Ibnu Raffi itu menggebrak dengan
lagu Bengawan Solo dengan irama jazz.

Namun demikian, nuansa etnik masih tetap muncul dengan sentuhan suara kendang.
Lagu Bengawan Solo sengaja dimunculkan mengingat pementasan tersebut
diselenggarakan di kota kelahiran Maestro Keroncong Gesang Martohartono.

Bukan hanya Raffi, Rieka Roslan yang berkolaborasi dengan Sound of the Flower
City juga turut membawakan lagu itu. Bedanya, mereka membawakan lagu legendaris
itu dengan irama balada.

Dalam pementasan itu, mantan personel The Groove itu membawakan enam buah
lagu. Masing-masing lagu dibawakan dengan genre yang berlainan, seperti samba,
jazz, blues, irama Minang hingga new age.

Bagi Rieke, genre musik yang dibawakan termasuk bernuansa etnik. "Musik etnik
tidak sebatas alat musik tradisional," kata dia. Menurutnya musik etnik sangatlah
dinamis, namun selalu berakar dari unsur budaya.

Ajang SIEM ketiga ini memang sedikit berbeda dengan dua ajang sebelumnya.
Mereka lebih terbuka dengan pandangan baru terhadap musik etnik. "Karena itu kita
menyisipkan kata contemporary," kata Ketua Umum SIEM, Bambang Sutedja.

Sayangnya, venue untuk penyelenggaraan SIEM kali ini kalah menarik disbanding
dua ajang terdahulu. SIEM pertama diselenggarakan di kompleks Benteng Vastenburg
pada tahun 2006 silam. Bangunan benteng peninggalan Belanda tersebut mampu
menyajikan visual yang menarik.

Sedangkan SIEM kedua diselenggarakan di kompleks Mangkunegaran, dengan


background bangunan tua Acallerie-Artillerie yang cukup memukau. Sedangkan di
Stadion ini, tidak ada satu pun bangunan tua yang mampu menambah keindahan
visual.

Hal ini juga diakui oleh Bambang Sutedja. Hanya saja, venue tersebut tetap dipilih
sebagai lokasi penyelenggaraan. Dia beralasan, stadion tersebut merupakan salah satu
tempat bersejarah yang perlu untuk diingat kembali. Puluhan tahun silam, Pekan Olah
Raga Nasional diselenggarakan untuk pertama kali di stadion tersebut.

Pembukaan SIEM 2010 itu juga diwarnai dengan keributan antara jurnalis dengan
panitia. Keributan itu terjadi lantaran panitia menempatkan fotrografer dan wartawan
televisi di belakang penonton VIP. Mereka terpaksa membaur dengan ribuan
penonton yang berada dalam stadion.

"Kita tidak bisa ambil gambar,"ン kata salah seorang fotografer media nasional.
Wartawan juga tidak diperkenankan untuk berada di sekitar panggung guna
berbincang dengan penyaji pertunjukan yang usai mementaskan karyanya.

Bahan baku naik, pengrajin mebel mandeg


By nad16 on 6 Agustus 2010

Boyolali (Espos)--Naiknya harga bahan baku mebel hingga sekitar 21%-70%


menyebabkan mandeknya belasan pengrajin mebel di Desa Manggung, Nogosari.

Salah satu warga Desa Manggung yang memiliki usaha kerajinan mebel, Sunardi
menjelaskan, kenaikan bahan baku terasa dirasakan para pengrajin sekitar 2009 silam.

Saat itu, harga kayu mahoni harganya Rp 700.000 per meter kubik merangkak naik
menjadi Rp 850.000 per meter kubik. Sementara harga kayu jati lokal harganya dari
Rp 1.100.000 per meter kubik menjadi Rp 1.700.000 meter kubik.

“Dan sampai tahun ini, harga bahan baku masih tetap tinggi. Makanya sampai ada
yang terpaksa menutup usahanya,” urai Sunardi saat dijumpai Espos, Kamis (5/8), di
Balai Desa Manggung.

Dia menambahkan, faktor lain yang menyebabkan terpukulnya para pengrajin mebel
di Desa Manggung yaitu mengenai kenaikan upah tenaga kerja. Setiap tahun, upah
tenaga kerja terus meningkat. Padahal, di sisi lain, harga jual mebel yang mereka
pasarkan tidak mengalami kenaikan yang signifikan.

“Harga bahan baku dan upah tenaga kerja naik, tapi kalau mebel yang kita jual tidak
naik harganya, maka mau tidak mau akan rugi. Pasaran di manca negara sepertinya
juga belum pulih, kalau mengandalkan pasar lokal juga masih sulit,” urai Kepala
Dusun (Kadus) II Desa Manggung tersebut.

hkt

SAMBUT HUT KE-65 RI ANEKA KEGIATAN DIGELAR

By Tutut Indrawati on 6 Agustus 2010

Boyolali (Espos)–Menyambut HUT ke-65 Kemerdekaan RI, sejumlah kegiatan


digelar Pemkab Boyolali, Jumat (6/8). Di halaman Setda Boyolali, ribuan pelajar,
PNS, TNI/Polri mengikuti kegiatan jalan santai dengan aneka hadiah yang disediakan.

Dalam jalan santai yang dilepas Wabup Agus Purmanto itu juga diikuti para pejabat
Pemkab Boyolali dan beberapa tamu undangan lainnya. Wabup mengatakan dengan
jalan santai itu diharapkan bisa menggairahkan warga masyarakat untuk senang
berolahraga.

Sementara, di Kecamatan Teras, Boyolali, digelar lomba nasi tumpeng yang


diperuntukkan bagi perwakilan desa dan instansi yang ada di kecamatan setempat.
“Selain itu juga digelar lomba merangkai sayur. Nantinya para juara akan diikutkan
dalam lomba memasak tingkat kabupaten,” ujar salah satu panitia, Sri Suparmi kepada
wartawan.

fid

Anda mungkin juga menyukai