Anda di halaman 1dari 6

Ziarah 

Kubur
Posted on FebruariUTCbMon, 12 Feb 2007 14:46:25 +0000000000pmMon, 12 Feb 2007
14:46:25 +000046 11, 2007 by Salafy

Kita kembali akan mengecek kebenaran klaim Ibnu Taimiyah dan kelompok
Wahaby yang mengaku sebagai orang-orang yang ingin menghidupkan
ajaran Salaf Saleh. Dalam masalah ziarah kubur ternyata para sahabat yang
termasuk jajaran utama Salaf Saleh telah melakukannya. Dalam kitab
Mustadrak alas shahihain karya al-Hakim an-Naisaburi jilid 1 halaman 532
hadis ke-1392 dinyatakan dari Ibnu Abi Malikah bahwa suatu hari ia pernah
mendapati ummul mukminin Aisyah memasuki tempat pemakaman…

—————————————

-Ziarah Kubur-

Kelompok Wahaby (Jama’ah Takfiri) yang menyandarkan pendapatnya pada


fatwa Ibnu Taimiyah menyatakan akan pengharaman ziarah kubur. Ibnu
Taimiyah dalam kitab Minhaj as-Sunah jilid: 2 halaman 441 menyatakan:
“Semua hadis-hadis Nabi yang berkaitan dengan menziarahi kuburnya
merupakan hadis yang lemah (Dzaif), bahkan dibikin-bikin (Ja’li) ”. Dan
dalam kitab yang berjudul at-Tawassul wal Wasilah halaman 156 kembali
Ibnu Taimiyah mengatakan: “Semua hadis yang berkaitan dengan ziarah
kubur Nabi adalah hadis lemah, bahkan hadis bohong”. Ungkapan Ibnu
Taimiyah ini diikuti secara fanatik dan membeo oleh semua ulama Wahaby,
termasuk Abdul Aziz bin Baz dalam kitab kumpulan fatwanya yang berjudul
Majmuatul Fatawa bin Baz jilid: 2 halaman 754, dan banyak lagi ulama-
ulama Wahaby lainnya. Selain itu, mereka berdalih dengan beberapa ayat
al-Quran dan hadis yang sama sekali tidak bisa diterapkan kepada kaum
muslimin.
Sekarang kita akan lihat, betapa yang diomongkan oleh Ibnu Taimiyah dan
antek-anteknya dari kelompok Wahaby tersebut merupakan kebatilan dan
tidak berlandaskan al-Quran dan hadis sahih maupun prilaku Salaf Saleh.
Dalil mereka yang disandarkan pada ayat 84 dari surat at-Taubah, dimana
Allah swt berfirman: “Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan
(jenazah) seorang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri
(mendoakan) di kuburnya”. Kaum Wahaby menganggap bahwa ayat itu
membuktikan akan pelarangan ziarah kubur secara mutlak. Padahal,
mayoritas ulama Ahlusunah yang menafsirkan ayat tadi dengan tegas
menyatakan bahwa ayat itu berkaitan dengan kuburan kaum munafik,
bukan kaum muslim, apalagi kaum mukmin. Jadi ayat tersebut tidak berlaku
jika penghuni kubur itu adalah seorang muslim dan mukmin sejati, apalagi
jika penghuni kubur tadi tergolong kekasih (Wali) Allah swt. Al-Baidhawi
dalam kitab Anwarut Tanzil jilid 1 halaman 416 dan al-Alusi dalam kitab
Ruhul Ma’ani jilid 10 halaman 155 dalam menafsirkan ayat tadi menyatakan
bahwa ayat itu diturunkan untuk penghuni kubur yang tergolong kaum
munafik dan kafir. Lantas bagaimana mungkin orang seperti Ibnu Taimiyah
beserta kelompok Wahabi memutlakkannya yang berarti mencakup segenap
kaum muslimin secara keseluruhan, hatta mencakup kuburan wali Allah?
Apakah Ibnu Taimiyah dan kaum Wahabi telah menganggap bahwa segenap
kaum muslimin dihukumi sama dengan kaum kafir dan munafik? Apakah
hanya yang meyakini akidah Ibnu Taimiyah saja yang dianggap muslim dan
monoteis (Muwahhid) sejati? Jelas ini sebagai bukti bahwa Ibnu Taimiyah
dan kelompok Wahaby telah menvonis kaum muslimin selainnya sebagai
orang kafir yang sesat.

Kemudian akan kita lanjutkan argumentasi kita dengan menggunakan hadis-


hadis yang tercantum dalam kitab-kitab standart dan karya para ulama
terkemuka Ahlusunah wal Jamaah. Dalam kitab-kitab hadis disebutkan
bahwa Nabi bukan hanya tidak melarang umatnya untuk menziarahi kubur,
bahkan beliau menganjurkan hal tersebut, guna mengingat kematian dan
akherat. Hal itu dikarenakan dengan ziarah kubur manusia akan mengingat
akherat. Dan dengan itu akan meniscayakan manusia beriman untuk
semakin ingat dengan Tuhannya. Dalam kitab Sahih Muslim jilid 2 halaman
366 Kitab al-Jana’iz (Jenazah) yang diriwayatkan dari Buraidah al-Aslami
dimana dia mengatakan bahwa Rasul pernah bersabda: “Dahulu aku
melarang kalian untuk menziarahi kubur, namun (Allah) telah
memberi izin kepada Muhammad untuk melakukannya sehingga
dapat menziarahi kubur ibunya. Berziarah-kuburlah kalian karena
hal itu akan menjadikan kalian mengingat akherat! ”. Dari hadis ini
jelaslah bahwa Nabi pernah melarang ziarah kubur namun lantas
membolehkannya setelah turunnya pensyariatan (legalitas) ziarah kubur dari
Allah swt Dzat Penentu hukum (Syari’ al-Muqaddas). Jadi jelas bahwa ziarah
kubur merupakan sesuatu yang syar’i (legal). Lantas apakah orang seperti
Ibnu Taimiyah akan meragukan kesahihan Sahih Muslim sehingga ia
mengatakan bahwa legalitas ziarah kubur merupakan kebohongan? Jika
menziarahi kubur muslim biasa saja diperbolehkan secara syariat lantas apa
alasan Ibnu Taimiyah juga mengatakan bahwa menziarahi kubur manusia
agung seperti Muhammad Rasulullah saw yang merupakan kekasih sejati
Allah pun adalah kebohongan dan diharamkan?

Kita kembali akan mengecek kebenaran klaim Ibnu Taimiyah dan kelompok
Wahaby yang mengaku sebagai orang-orang yang ingin menghidupkan
ajaran Salaf Saleh. Dalam masalah ziarah kubur ternyata para sahabat yang
termasuk jajaran utama Salaf Saleh telah melakukannya. Dalam kitab
Mustadrak alas shahihain karya al-Hakim an-Naisaburi jilid 1 halaman 532
hadis ke-1392 dinyatakan dari Ibnu Abi Malikah bahwa suatu hari ia pernah
mendapati ummul mukminin Aisyah memasuki tempat pemakaman, lantas
ia (Ibnu Abi Malikah) bertanya: “Kenapa engkau memasuki pekuburan?”
Ummul mukminin Aisyah menjawab: “Karena untuk menziarahi kubur
saudaraku, Abdurrahman”. Lantas kukatakan: “Bukankah Nabi pernah
melarang untuk menziarahi kubur?” Aisyah menjawab: “Ya, dahulu beliau
melarangnya namun setelah itu beliau memerintahkannya”. Bukan hanya al-
Hakim an-Naisaburi, ternyata Muhibbuddin at-Thabari pun dalam kitab-nya
yang berjudul ar-Riyadh an-Nadhirah jilid 2 halaman 330 menyebutkan
bahwa; suatu saat, ketika Umar bin Khatab (Khalifah kedua Ahlusunah)
bersama beberapa sahabatnya pergi untuk melaksanakan ibadah haji di
tengah jalan ia berjumpa dengan seorang tua yang meminta tolong
kepadanya. Sepulang dari haji kembali ia melewati tempat dimana orang tua
itu tinggal dan menanyakan keadaan orang tua tadi. Penduduk daerah itu
mengatakan: “Ia telah meninggal dunia”. Perawi berkata: “Kulihat Umar
bergegas menuju kuburan orang tua itu dan di sana ia melakukan shalat.
Kemudian dipeluknya kuburan itu sambil menangis”. Sekarang, beranikah
orang seperti Ibnu Taimiyah menvonis Umar bin Khatab yang shalat dan
menangis di depan kuburan orang tua itu sebagai seorang yang musyrik?
Beranikah Ibnu Taimiyah dan kelompok Wahaby mengatakan bahwa ummul
mukminin Aisyah dan Umar bin Khattab telah melakukan hal illegal yang
tanpa dasar (bid’ah)? Beranikah Ibnu Taimiyah dan antek-anteknya dari
kelompok Wahaby mengatakan bahwa shalat, berdoa dan tangisan Umar bin
Khatab di sisi kuburan orang tua tadi merupakan perbuatan Syirik?
Mungkinkah khalifah kedua dan ummul mukiminin Aisyah melakukan syirik,
perbuatan yang paling dibenci oleh Allah? Bukankah mereka berdua adalah
tokoh dari Salaf Saleh yang konon ajarannya akan dihidupkan kembali oleh
Ibnu Taimiyah, lantas kenapa Ibnu Taimiyah berfatwa tidak sesuai dengan
ajaran mereka berdua? Jika benar bahwa Ibnu Taimiyah dan kelompok
Wahaby memiliki misi untuk menghidupkan kembali ajaran Salaf Saleh maka
hendaknya mereka membolehkan berziarah kubur, melaksanakan shalat di
sisi kuburan dan atau menangis di samping kubur sebagaimana yang
dilakukan Umar bin Khatab (khalifah kedua)!
Tidak cukup dengan sabda Rasul dan prilaku Salaf Saleh (Sahabat Nabi), di
sini akan kita sebutkan beberapa fatwa para Imam mazhab fikih Ahlusunah
wal Jamaah yang membuktikan bahwa ziarah kubur diperbolehkan, sebagai
penguat dalil kita. Tentu mereka semua menfatwakan atas dasar al-Quran
dan al-Hadis, bukan atas dasar kecenderungan hawa nafsu mereka. Dalam
kitab Makrifatul as-Sunan wal Atsar jilid 3 halaman 203 bab ziarah kubur
disebutkan bahwa Imam Ibnu Idris as-Syafi’i telah mengatakan: “Ziarah
kubur hukumnya tidak apa-apa. Namun sewaktu menziarahi kubur
hendaknya tidak mengatakan hal-hal yang menyababkan murka Allah”. Al-
Hakim an-Naisaburi dalam kitab Mustadrak Ala as-Shahihain jilid 1 halaman
377 menyatakan: “Ziarah kubur merupakan sunah yang sangat ditekankan”.
Hal yang sama juga dapat kita jumpai dalam kitab-kitab para ulama dan
tokoh Ahlusunah seperti Ibnu Hazm dalam kitab al-Mahalli jilid 5 halaman
160, Imam Abu Hamid al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin jilid 4
halaman 531, Abdurrahman al-Jaziri dalam kitab al-Fikh alal Madzahibil
Arba’ah jilid 1 halaman 540 (dalam penutupan kajian ziarah kubur), dan
banyak lagi ulama Ahlusunah lainnya. Atas dasar itulah Syeikh Manshur Ali
Nashif dalam kitab at-Tajul Jami’ lil Ushul jilid 1 halaman 381 menyatakan:
“Menurut mayoritas Ahlusunah dinyatakan bahwa ziarah kubur adalah
sunah”. Lantas masihkah orang seperti Ibnu Tamiyah, Muhammad bin Abdul
Wahhab, Ibnu Qayyim al-Jauzi, Aali as-Syeikh, Ibnu Baz dan gerombolan
Wahaby lain yang mengaku Salafy itu mengatasnamakan dirinya sebagai
penghidup ajaran Salaf Saleh dan pengikut Ahlusunah wal Jamaah padahal
pernyataan mereka sama sekali tidak sesuai dengan al-Quran, sunah Nabi,
prilaku Salaf Saleh dan ulama Ahlusunah wal Jamaah sendiri? Tidak malukah
mereka mengaku sebagai Salafy dan Ahlusunah? Semoga Allah swt
membuka aib-aib para kelompok Wahaby di dunia sebelum kehidupan di
akherat kelak, terkhusus jika praktik pengkafiran kelompok lain –selain
Wahaby- masih terus mereka lancarkan.
Wallahu a’lam

[Sastro H]

Sumber: http://salafyindonesia.wordpress.com/2007/02/12/ziarah-kubur/

Anda mungkin juga menyukai