Anda di halaman 1dari 19

Laporan Kasus

Pembimbing :
dr. Muhammad Edrial, Sp.M

Penyusun :
Putri Yuliani
030.05.174

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Rumah Sakit Otorita Batam
Periode 31 Mei – 3 Juli 2010
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. G

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 70 tahun

Agama : Islam

Status Pernikahan : Menikah

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SD

Alamat : Tj.Riau, Batam

Tanggal Masuk Rumah Sakit : 9 Juni 2010

No. Rekam Media : 11.75.76

B. Anamnesis

Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis terhadap keluarga pasien pada tanngal


9 Juni 2010, pukul 14.00 WIB

Keluhan Utama

Nyeri pada mata kanan sejak 15 hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS)

Keluhan Tambahan

Penglihatan mata kanan gelap

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang diantar anaknya ke Poli Mata RS Otorita Batam dengan
keluhan mata kanan terasa nyeri sejak 15 hari SMRS. 15 hari SMRS OS mulai
merasakan nyeri pada mata kanannya, terasa di dalam, di seluruh bola mata. Nyeri
tidak dirasakan berdenyut, dirasakan terus-menerus dan tidak menjalar. Nyeri dirasa
lebih berat pada malam hari atau suasana gelap. OS juga mengeluhkan kelopak mata
kanan atas dan bawah membengkak dan mata berair. Penglihatan dirasa masih baik,
OS masih dapat beraktivitas seperti biasa.

10 hari SMRS, OS mulai merasakan penglihatan pada mata kanan mulai


berkurang. Nyeri dirasa makin berat hingga pasien mengeluhkan sulit tidur dan
seringkali mengeluhkan rasa mual.

1 minggu SMRS, penglihatan mata kanan OS hilang sepenuhnya. OS mengaku


tidak dapat melihat sama sekali, bahkan untuk melihat lambaian tangan. Nyeri pada
mata kanan masih menetap. OS juga mengeluhkan mata kanan memerah tanpa rasa
gatal dan juga tidak belekan. OS lalu berobat ke dokter di kota (saat itu OS masih
tinggal di Pacitan), namun dokter tidak menjelaskan mengenai penyakit OS, OS
hanya diberi obat kapsul (OS tidak ingat nama obatnya) untuk 3 hari.

4 hari SMRS, OS dibawa ke Batam oleh anaknya lalu berobat ke klinik, disana
disarankan untuk berobat ke dokter spesialis mata.

Riwayat Penyakit Dahulu

OS merupakan penderita hipertensi sejak > 10 tahun yang lalu. Pernah berobat ke
Puskesmas, namun kontrol tidak teratur.

Riwayat kencing manis disangkal

Belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi dan kencing manis tidak diketahui

C. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 9 Juni 2010

Status Generalis

Keadaan Umum : sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Sikap : berbaring aktif

Kooperasi : kooperatif

Tanda vital :

Tek. Darah : 150/80 mmHg

Nadi : 76 kali/menit

Laju Napas : 18 kali/ menit

Suhu : 36,8ºC

Kepala : normosefali, distribusi rambut merata

Mata : lihat status oftalmologis

Leher : pulsasi a.carotis reguler, tidak teraba pembesaran KGB

Thoraks

Jantung : Bunyi jantung I normal, Bunyi jantung II normal,


reguler, tidak terdengar murmur dan gallop

Paru : suara napas vesikuler, tidak terdengar ronchi, tidak terdengar


wheezing.

Abdomen

Inspeksi : datar

Auskultasi : bising usus (+) normal


Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), tidak teraba massa, tidak
teraba pembesaran hepar dan lien

Perkusi : timpani, nyeri ketuk (-)

Ekstremitas : tidak ada deformitas, akral hangat, oedem (-)

Status Oftalmologis

OD OS
Ascies Visus O 6/20f2
Campus Visus - Luas
Sensus Koloris - Tidak buta warna
Kedudukan Bola Mata Eksotrofi 15° Ortoforia
Gerak Bola Mata Parese (-) Parese (-)
Palpebra Superior Edema (+) Edema (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Palpebra Inderior Edema (+) Edema (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konjunctiva
 Tarsalis superior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
 Tarsalis inferior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
 Bulbi Injeksi siliar (+) Injeksi siliar (-)
Kornea Keruh Keruh
Sklera Sikatrik (-) Sikatrik (-)
COA Dangkal Dangkal
Iris Warna coklat Warna coklat
Sinekia anterior Sinekia anterior
Pupil Bulat, ø 5mm Bulat, sentral, ø 3mm
RCL (-), RCTL (-) RCL (+), RCTL (+)
Lensa Keruh Keruh
Korpus Vitroum - -
Refleks fundus - -
Tekanan IntraOkular 0/7.5 7/7.5

D. Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium Darah (tanggal 9 Juni 2010)


o Hemoglobin : 14.7 gr/dL
o Hematokrit : 43.3%
o Leukosit : 5800/mm3
o Trombosit : 275000/mm3
o GDS : 151 gr/dL
 Faal Ginjal
o Ureum : 17.5
o Kreatinin : 1.08

E. Resume

Pasien datang diantar anaknya ke Poli Mata RS Otorita Batam dengan


keluhan mata kanan terasa nyeri sejak 15 hari SMRS. 15 hari SMRS OS mulai
merasakan nyeri pada mata kanannya, terasa di dalam, di seluruh bola mata. Nyeri
tidak dirasakan berdenyut, dirasakan terus-menerus dan tidak menjalar. Nyeri dirasa
lebih berat pada malam hari atau suasana gelap. OS juga mengeluhkan kelopak mata
kanan atas dan bawah membengkak dan mata berair. Penglihatan dirasa masih baik,
OS masih dapat beraktivitas seperti biasa. 10 hari SMRS, OS mulai merasakan
penglihatan pada mata kanan mulai berkurang. Nyeri dirasa makin berat hingga
pasien mengeluhkan sulit tidur dan seringkali mengeluhkan rasa mual. 1 minggu
SMRS, penglihatan mata kanan OS hilang sepenuhnya. OS mengaku tidak dapat
melihat sama sekali, bahkan untuk melihat lambaian tangan. Nyeri pada mata kanan
masih menetap. OS juga mengeluhkan mata kanan memerah tanpa rasa gatal dan
juga tidak belekan. OS lalu berobat ke dokter di kota (saat itu OS masih tinggal di
Pacitan), namun dokter tidak menjelaskan mengenai penyakit OS, OS hanya diberi
obat kapsul (OS tidak ingat nama obatnya) untuk 3 hari.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sakit sedang,


kesadaran compos mentis dan tekanan darah meningkat (150/80). Pemeriksaan
status generalis lainnya dalam batas normal. Pada pemeriksaan status oftalmologis,
pada OD didapatkan visus 0, palpebra superior-inferior edema, tearing eyes, injeksi
siliar (+), kornea berkabut, dan pupil dilatasi terfiksasi dengan diameter 5 mm dan
refleks cahaya (-). Pada OS didapatkan mata tenang, namun tampak sinekia anterior
perifer. Pada pemeriksaan dengan tonometer Schiotz, didapatkan hasil tensio okuli
OD 0/7.5 dan OS 7/7.5

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gula darah sewaktu meingkat,


pemeriksaan lainnya dalam batas normal.

F. Diagnosis Kerja

Glaukoma Absolut OD

Glaukoma Sudut Tertutup Kronik OS

G. Pemeriksaan Anjuran

 Gonioskopi
 Foto fundus
 Kampus Visus dengan perimetri
 Gula darah puasa dan 2 jam post prandial

H. Tatalaksana

 Topikal :
o Brinzolamide 1% (Azopt®) 4 x 1 gtt ODS
o Timolol (Timol®) 2 x 1 gtt OD
o C. Xitrol® 3 x 1 gtt OD
 Sistemik :
o Asetazolamide (Glaucon®) 3 x 2 tab
o KSR 1 X 1 tab
o Captopril 2 x 25 mg

I. Prognosis

Ad Vitam : Bonam

Ad Functionam : Dubia ad malam

Ad Sanationam : Dubia ad malam

TINJAUAN PUSTAKA

Fisiologi Humor Akueous


Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan akueous humor dan
tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Akueous humor adalah suatu cairan jernih
yang mengisi kamera anterior dan posterior mata. Volumenya adalah sekitar 250 µL/menit.
Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi daripada plasma. Komposisi akueous humor serupa
dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat
yang lebih tinggi dan protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.

Pembentukan dan Aliran Akueous Humor

Akueous humor diproduksi oleh korpus siliare. Ultrafiltrat plasma yang dihasilkan di
stroma prosesis siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus ekskretorius epitel
siliaris. Setelah masuk ke kamrea posterior, akueous humor mengalir melalui pupil ke
kamera anterior lalu ke jalinan trabekular di sudut kamera anterior. Selama periode ini,
terjadi penukaran diferensial komponen-komponen dengan darah di iris.

Peradangan atau trauma intraokular menyebabkan peningkatan konsentrasi protein.


Hal ini disebut akueous humor plasmoid dan sangat mirip dengan serum darah.

Gambar 1. Kamera Okuli Anterior dan Aliran Aqueous Humor

Aliran Keluar Akueous Humor

Jalinan/jala trabekula terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastik yang
dibungkus oleh sel-sel trabekular yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori
semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui
insersinya ke dalamn jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut
sehingga kecepatan drainase akueous humor juga meningkat. Aliran akueous humor ke
dalam kanalis Schlemm bergantung pada pembentukan saluran-saluran transelular siklik di
lapisan endotel. Saluran eferen dari kanalis Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12
vena akueous) menyalurkan cairan ke dalam sistem vena. Sejumlah kecil akueous humor
keluar dari mata antara berkas otot siliaris dan lewat sela-sela sklera (aliran uveoskleral).

Resistensi utama terhadap aliran keluar akueous humor dari kamera anterior adalah
lapisan endotel saluran Schlemm dan bagian-bagian jalinan trabekular di dekatnya, bukan
dari sistem pengumpul vena. Tetapi tekanan di jaringan vena episklera menentukan besar
minimum tekanan intraokular yang dicapai oleh terapi medis.

GLAUKOMA

Glaukoma adalah suatu penyakit dimana terjadi kerusakan saraf optik sehingga
menyebabkan terjadinya hilang penglihatan yang progresif dan ireversibel. Penyakit ini
biasanya—namun tidak selalu, disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokular pada mata.
Terdapat banyak subtipe dari glaukoma tetapi kesemuanya itu dapat dipertimbangkan
dalam tipe neuropati optik.
Gambar 2. Glaukoma

Peningkatan tekanan intraokular merupakan faktor risiko signifikan untuk


terbentuknya glaukoma ( lebih dari 20 mmHg atau 2.9 kPa). Seseorang mungkin saja
mengalami kerusakan saraf pada tekanan yang relatif rendah ketika orang lainnya dapat
memiliki tekanan intraokular tinggi dalam jangka waktu lama tanpa mengalami kerusakan
saraf. Glaukoma yang tidak diterapi dapat menyebabkan kerusakan permanen saraf optik
yang akhirnya mengarah ke kebutaan.

Glaukoma, secara garis besar, dapat dibagi ke dalam dua kategori utama, “sudut
terbuka” dan “sudut tertutup”. Glaukoma sudut tertutup dapat muncul tiba-tiba dan
biasanya pasien mengeluhkan nyeri sedang sampai berat; gangguan penglihatan dapat
berkembang dengan cepat tetapi dengan adanya gejala yang membuat pasien merasa tidak
nyaman, hal ini akan membawa pasien untuk berobat sebelum terjadi kerusakan yang lebih
permanen. Glaukoma sudut terbuka biasanya berkembang secara perlahan, dan penderita
seringkali baru menyadari hilangnya penglihatan ketika penyakit tersebut sudah mengalami
progresi yang signifikan.
Penilaian Glaukoma secara Klinis

Tonometri

Tonometri adalah istilah genetik untuk pengukuran tekanan intraokular. Instrumen


yang paling luas digunakan adalah tonometer aplanasi Goldmann, yang dilekatkan ke
slitlamp dan mengukur gaya yang diperlukan untuk meratakan luas tertentu ada kornea.
Tonometer aplanasi lainnya adalah tonometer Perkin dan TonoPen yang portabel;
pneumototonometer, yang bermanfaat bila permukaan kornea ireguler dan dapat
digunakan biarpun pasien menggunakan lensa kontak. Tonometer Schiotz adalah tonometer
portabel dan mengukur indentasi kornea yang ditimbulkan oleh beban tertentu.

Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-24 mmHg. Hasil sekali pembacaan
tidak menyingkirkan kemungkinan glaukoma. Pada glaukoma sudut terbuka primer, banyak
pasien akan memperlihatkan tekanan intraokular yang normal saat pertama kali diperiksa.
Sebaliknya, peningkatan tekanan intraokular saja tidak selalu berarti pasien menderita
glaukoma sudut terbuka primer, karena untuk menegakkan diagnosis diperlukan bukti-bukti
lain berupa adanya diskus optikus glaukomatosa atau kelainan lapang pandang. Apabila
tekanan intraokuler terus-menerus meninggi sementara diskus optikus dan lapangan
pandang normal, pasien dapat diobservasi berkala sebagai tersangka glaukoma.

Gonioskopi

Sudut kamera anterior dibentuk oleh taut antara kornea perifer dan iris, yang
diantaranya terdapat jalinan trabekular. Konfigurasi sudut ini00yakni apakah lebar
(terbuka), sempit, atau tertutup—menimbulkan dampak penting pada aliran keluar humor
akueous. Lebar sudut kamera anterior dapat diperkirakan dengan pencahayaan oblik
kamera anterior dengan sebuah senter tangan atau dengan pengamatan kedalaman kamera
anterior perifer dengan slitlamp, tetapi sebaiknya ditentukan dengan gonioskopi, yang
memungkinkan visualisasi langsung struktur-struktur sudut. Apabila seluruh jalinan
trabekular, taji sklera, dan prosesus iris dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila
hany garis Schwalbe atau sebagian kecil dari jalinan trabekular yang dapat terlihat, sudut
dinyatakan sempit. Apabila garis Schwalbe tidak terlihat, sudut tertutup.
Faktor-faktor yang menentukan konfigurasi sudut kamera anterior adalah bentuk
kornea—mata miop besar memiliki sudut lebar dan mata hipermetropik kecil memiliki sudut
sempit. Pembesaran lensa seiring dengan usia cenderung mempersempit sudut ini. Hal ini
mungkin yang menyebabkan meningkatnya insiden glaukoma sudut tertutup. Ras juga
merupakan salah satu faktor. Sudut kamera anterior orang-orang Asia Tenggara jauh lebih
sempit dibandingkan pada orang ras Kaukasia.

Penilaian Diskus Optikus

Diskus optikus normal memiliki cekuangn di bagian tengahnya (depresi sentral)—


yang ukurannya bervariasi bergantung pada jumlah relatif serat yang menyusun saraf
optikus terhadap ukuran lubang sklera yag harus dilewati oleh serat-serat tersebut. Pada
mata hipermetropik, lubang sklera kecil sehingga cekungan optik juga kecil; pada mata
miopik hal yang sebaliknya terjadi. Atrofi optikus akibat glaukoma menimbulkan kelainan-
kelainan diskus khas terutama yang ditandai oleh berkurangnya substansi diskus—yang
terdeteksi sebagai pembesaran cekungan diskus optikus—disertai pemucatan diskus di
daerah cekungan. Bentuk-bentuk lain atrofi optikus menyebabkan pemucatan luas tanpa
peningkatan cekungan diskus optikus.

Pada glaukoma mula-mula terjadi pembesaran konsentris cekungan optik yang


diikuti oleh pencekungan superior dan inferior dan disertai pentakikan fokal tepi diskus
optikus. Kedalaman cekungan optik juga meningkat seiring dengan pembentukan cekungan,
pembuluh retina di diskus tergeser ke arah nasal. Hasil akhir proses pencekungan pada
glaukoma adalah apa yang disebut sebagai cekungan “bean-pot”, tempat tak terlihat
jaringan saraf di bagian tepi.

“Rasio cekungan-diskus” adalah cara yang berguna untuk mencatat ukuran diskus
optikus pada pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah perbandingan antara ukuran
cekungan dengan garis tengah diskus. Apabila terdapat peningkatan tekanan intraokular
yang signifikan, rasio cekungan-diskus yang lebih besar dari 0.5 atau adanya asimetri
bermakna antara kedua mata sangat mengisyaratkan adanya atrofi glaukomatosa.
Pemeriksaan Lapang Pandang

Pemeriksaan lapang pandang secara teratur penting untuk diagnosis dan tindak
lanjut glaukoma. Penurunan lapang-pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak spesifik,
karena gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada semua
penyakit saraf optikus; tetapi pola kelainan lapang pandang, sifat progresivitasnya, dan
hubungannya dengan kelainan-kelainan diskus optikus adalah khas untuk penyakit ini.

Gangguan lapang pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapangan


pandang bagian tengah. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta.
Perluasan kontinyu ke daerah Bjerrum lapangan pandang—di 15 derajat dari fiksasi—
menimbulkan skotoma Bjerrum kemudian skotoma arkuata. Daerah-daerah pengecilan yang
lebih parah di daerah Bjerrum dikenal sebagai skotoma Seidel. Skotoma arkuata ganda—di
atas dan di bawah meridian horizontal—sering disertai nasal step (Roenne) karena
perbedaan ukuran kedua defek arkuata tersebut. Pengecilan lapangan pandang perifer
cenderung berawal di perifer nasal sebagai konstriksi isopter. Kemudian, mungkin terdapat
hubungan ke defek arkuata, menimbulkan breakthrough perifer. Lapangan pandang perifer
temporal dan 5-10 derajat sentral terpengaruh pada stadium lanjut penyakit. Ketajaman
penglihatan sentral bukan merupakan indeks perkembangan penyakit yang dapat
diandalkan. Pada penyakit stadium akhir, ketajaman sentral mungkin normal tetapi hanya 5
derajat lapangan pandang di masing-masing mata. Pada glaukoma lanjut, pasien mungkin
memiliki ketajaman penglihatan 6/6 tapi secara legal buta.

Berbagai cara untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma adalah layar
singgung, perimeter Goldmann, Friedmann field analyzer, dan perimeter otomatis.

Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi

A. Glaukoma Primer
a. Glaukoma sudut terbuka
i. Glaukoma sudut terbuka primer (glaukoma sudut terbuka kronik,
glaukoma sederhana kronik)
ii. Glaukoma tekanan normal (glaukoma tekanan rendah)
b. Glaukoma sudut tertutup
i. Akut
ii. Subakut
iii. Kronik
iv. Iris plateau
B. Glaukoma kongenital
a. Glaukoma kongenital primer
b. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain
i. Sindrom pembelahan kamera anterior
1. Sindrom Axenfeld
2. Sindrom Rieger
3. Sindrom Peter
ii. Aniridia
c. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstraokular
i. Sindrom Sturge-Weber
ii. Sindrom Marfan
iii. Neurofibromatosis
iv. Sindrom Lowe
v. Rubela kongenital
C. Glaukoma sekunder
a. Glaukoma pigmentasi
b. Sindrom eksfoliasi
c. Akibat kelainan lensa (fakogenik)
i. Dislokasi
ii. Intumesensi
iii. Fakolitik
d. Akibat kelainan traktus uvea
i. Uveitis
ii. Sinekia posterior
iii. Tumor
e. Sindrom iridokornea endotel (ICE)
f. Trauma
i. Hifema
ii. Kontusio/resesi sudut
iii. Sinekia anterior perifer
g. Pascaoperasi
i. Glaukoma sumbatan siliaris (glaukoma maligna)
ii. Sinekia anterior posterior
iii. Pertumbuhan epitel ke bawah
iv. Pascabedah tandur kornea
v. Pascabedah pelepasan kornea
h. Glaukoma neovaskular
i. Diabetes mellitus
ii. Sumbatan vena retina sentralis
iii. Tumor intraokular
i. Peningkatan tekanan vena episklera
i. Fistula karotis-kavernosa
ii. Sindrom Sturge-Weber
j. Akibat steroid
D. Glaukoma absolut : Hasil akhir semua glaukoma yang tidak terkontrol adalah mata
yang keras, tidak dapat melihat, dan (seringkali) nyeri.

Glaukoma Sudut Tertutup Akut Primer

Glaukoma sudut tertutup akut primer terjadi apabila terbentuk iris bombe yang
menyebabkan sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran
akueous humor dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri
hebat, kemerahan, dan kekaburan penglihatan. Glaukoma sudut tertutup terjadi pada mata
yang sudah mengalami penyempitan anatomik sudut kamera anterior (dijumpai terutama
pada hipermetrop). Serangan akut biasanya terjadi pada pasien berusia tua seiring dengan
pembesaran lensa kristalina yang berkaitan dengan penuaan. Pada glaukoma sudut
tertutup, pupil berdilatasi sedang, disertai sumbatan pupil. Hal ini biasanya terjadi pada
malam hari, saat tingkat pencahayaan berkurang. Hal tersebut juga dapat terjadi pada
dilatasi pupil untuk oftalmoskopi.

Gambar 3. Glaukoma sudut terbuka dan sudut tertutup

Presentasi Klinis

Glaukoma sudut tertutup akut ditandai oleh muculnya kekaburan penglihatan


mendadak yang disertai nyeri hebat, halo, dan mual serta muntah. Temuan-temuan lain
adalah peningkatan mencolok tekanan intraokular, kamera anterior dangkal, kornea
berkabut, pupil terfiksasi berdilatasi sedang, dan injeksi siliaris. Mata yang lain perlu
dilakukan pemeriksaan dengan gonioskopi.

Diagnosis Banding

Iritis akut menimbulkan fotofobia lebih besar daripada glaukoma. Tekanan


intraokular biasanya tidak meningkat;pupil konstriksi; dan kornea biasanya tidak edematosa.
Di kamera anterior tampak jelas sel-sel, dan terdapat injeksi siliaris.

Glaukoma sudut tertutup akut sekunder dapat terjadi akibat pergeseran diafragma
lensa-iris ke anterior disertai perubahan volume di segmen posterior mata. Hal ini dapat
dijumpai pada sumbatan vena retina sentralis, pada skleritis posterior, dan setelah tindakan-
tindakan terapeutik misalnya fotokoagulasi panretina, krioterapi retina, dan scleral buckling
untuk pelepasan retina. Gambaran klinis biasanya mempermudah diagnosis.
Penyulit dan Sekuele

Apabila terapi tertunda, iris posterior dapat melekat ke jalinan trabekular (sinekia
anterior), sehingga menimbulkan sumbatan irreversibel sudut kamera anterior yang
memerlukan tindakan bedah untuk memperbaikinya. Kerusakan saraf optikus sering terjadi.

Terapi

Terapi pada awalnya ditujukan untuk menurunkan tekanan intraokular.


Asetazolamid intravena dan oral ditambah dengan obat hiperosmotik dan penghambat beta
topikal—biasanya akan menurunkan tekanan intraokular. Kemudian dapat digunakan
pilokarpin 4% secara intensif, misalnya 1 tetes setiap 15 menit selama 1-2 jam. Hindari
penggunaan epinefrin karena dapat meningkatkan penutupan sudut. Steroid topikal dalam
dosis tinggi mungkin bermanfaat untuk menurunkan kerusakan iris dan jalinan trabekular.
Mungkin diperlukan analgesik sistemik.

Setelah tekanan intraokular dapat dikontrol, harus dilakukan iridektomi perifer untuk
membentuk hubungan permanen antara kamera anterior dan posterior, sehingga
kekambuhan iris bombe dapat dicegah. Hal ini paling sering dilakukan dengan laser
neodinium, walaupun laser argon juga dapat digunakan. Iridektomi perifer secara bedah
baru dilakukan bila terapi laser tidak berhasil. Pada semua kasus, mata sebelah harus
menjalani iridotomi laser profilaktik.
REFERENSI

Noecker RJ. Glaucoma, Closed-Angle Acute. Emedicine. June 18, 2009. Cited on June 11,
2010. Available at http://emedicine.medscape.com/article/1206956-overview

Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta : Penerbit Widya
Medika; 1996

Anda mungkin juga menyukai