Pembimbing :
Penyusun :
Putri Yuliani
030.05.174
1 | R e ti n o p a ti Prematuritas
LEMBAR PENGESAHAN
2 | R e ti n o p a ti Prematuritas
Kata Pengantar
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga
saya dapat menyelesaikan karya tulis ini. Karya tulis berjudul “Retinopathy of Prematurity”
ini dibuat dengan tujuan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam Kepaniteraan Klinik
Penyakit Mata di Rumah Sakit Otorita Batam. Dalam pembuatan karya tulis ini, saya
mengambil referensi dari literatur dan jaringan internet.
Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing saya, dr.
Muhammad Edrial, sp.M, yang telah memberikan bimbingannya dalam proses penyelesaian
karya tulis ini, juga untuk dukungannya baik dalam bentuk moril maupun dalam mencari
referensi yang lebih baik.
Selain itu, saya juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman saya yang berada
dalam satu kelompok kepaniteraan yang sama atas dukungan dan bantuan mereka selama
saya menjalani kepaniteraan ini. Pengalaman saya dalam kepaniteraan ini akan selalu
menjadi suatu inspirasi yang unik. Saya juga mengucapkan rasa terimakasih yang mendalam
kepada kedua orangtua saya atas bantuan, dukungan baik secara moril maupun materil, dan
kasihnya.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Penulis,
Putri Yuliani
030.05.174
3 | R e ti n o p a ti Prematuritas
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan.............................................................................................................2
Kata Pengantar.....................................................................................................................3
Daftar Isi...............................................................................................................................4
Bab I
Pendahuluan........................................................................................................................5
Bab II
Anatomi Retina...................................................................................................................6
Bab III
Retinopati Prematuritas.......................................................................................................9
Bab IV
Kesimpulan.........................................................................................................................24
Referensi............................................................................................................................25
4 | R e ti n o p a ti Prematuritas
BAB I
PENDAHULUAN
Retinopati prematuritas (ROP) pertama kali ditemukan oleh Terry pada tahun 1942
sebagai Retrolental Fibroplasia, yaitu penyakit / gangguan perkembangan pembuluh darah
retina pada bayi yang lahir prematur. ROP merupakan penyebab kebutaan tertinggi pada
anak-anak di Amerika Serikat dan salah satu penyebab utama kebutaan anak di seluruh
dunia. Hal ini dilaporkan pada tahun 1980, dimana sebanyak 7000 anak di Amerika Serikat
dinyatakan buta akibat ROP.
Era waktu yang signifikan menunjukkan keberadaan penyakit adalah antara tahun
1941-1953, dimana ditemukan epidemi ROP diseluruh dunia. Lebih dari 12,000 bayi
diseluruh dunia lahir dengan penyakit ini dan bahkan dibutakan olehnya – Stevie Wonder
dan aktor Tom Sullivan adalah dua diantara banyak orang yang menderita penyakit ini.
Kasus pertama dari epidemi ini terjadi pada Hari Valentin pada tahun 1941, ketika seorang
bayi prematur di Boston didiagnosa. Setelah itu banyak ditemukan kasus yang serupa di
seluruh dunia, namun penyebabnya tidak diketahui. Pada tahun 1951, dua ahli dari Inggris
menyatakan kemungkinan adanya hubungan antara penyakit ini dengan terapi suplemental
oksigen. Tapi seorang spesialis anak dari Amerika-lah yang menjalankan studi kontroversial
mengenai hal ini. Penelitian tersebut membagi bayi menjadi dua kelompok. Kelompok yang
pertama mendapatkan terapi oksigen seperti biasa, dan kelompok lain mendapatkan terapi
oksigen dengan level yang lebih rendah. Di akhir penelitian, ditemukan bahwa kelompok
kedua mengalami progesivitas penyakit yang lebih rendah dari kelompok yang pertama.
Maka diambil kesimpulan adanya toksisitas oksigen sebagai salah satu penyebab ROP. 1
Berdasarkan penelitian ini, saat itu terapi oksigen pun dikurangi, dan epidemi pun dapat
dihentikan.
5 | R e ti n o p a ti Prematuritas
BAB II
ANATOMI RETINA2
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke
depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada
orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6.5mm di belakang garis Schwalbe pada sisi
temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik
bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan
membrana Bruch, khoroid, dan sklera. Di sebagian besar tempat, retina dan epitelium
pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang
terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitelium
pigmen retina saling melekat kuat, sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada
ablasio retina. Hal ini berlawanan dengan ruang subkhoroid yang dapat terbentuk antara
khoroid dan sklera, yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian ablasi khoroid meluas
melewati ora serrata, di bawah pars plana dan pars plikata. Lapisan-lapisan epitel
permukaan dalam korpus siliare dan permukaan posterior iris merupakan perluasan anterior
retina dan epitelium pigmen retina. Permukaan dalam retina menghadap ke vitreous.
6 | R e ti n o p a ti Prematuritas
Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut:
Retina mempunyai tebal 0.1mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub posterior.
Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula dapat didefinisikan
sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil), yang
berdiameter 1.5 mm. Definisi alternatif secara histologis adalah bagian retina yang lapisan
ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis sel. Secara klinis, makula adalah daerah yang
dibatasi oleh arkade-arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah makula, sekitar 3.5
mm di sebelah lateral diskus optikus, terdapat fovea, yang secara klinis jelas-jelas
merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan
oftalmoskop. Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoroesens. Secara
histologis, fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan-
lapisan parenkim karena akson-akson sel fotoreseptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik
dan penggeseran secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam
retina. Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah sel
kerucut, dan bagian retina yang paling tipis. Semua gambaran histologis ini memberikan
diskriminasi visual yang halus. Ruang ekstraseluler retina yang normalnya kosong potensial
paling besar di makula, dan penyakit yang menyebabkan penumpukan bahan ekstrasel
dapat menyebabkan daerah ini menjadi tebal sekali.
7 | R e ti n o p a ti Prematuritas
Retina menerima darah dari dua sumber: khoriokapilaria yang berada tepat di luar
membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar
dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang
dari arteria sentralis retinae, yang mendarahi dua pertiga sebelah dalam. Fovea sepenuhnya
dipendarahi oleh khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki
kalau retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidk
berlobang, yang membentuk sawar darah-retina. Lapisan endotel pembuluh khoroid dapat
ditembus. Sawar darah-retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigemn retina.
8 | R e ti n o p a ti Prematuritas
BAB III
RETINOPATI PREMATURITAS
Definisi
Retinopati prematuritas adalah suatu retinopati proliferatif yang terdapat pada bayi
prematur. ROP seringkali mengalami regresi atau membaik tetapi dapat menyebabkan
terjadinya gangguan visual berat atau kebutaan. Retinopati prematuritas secara signifikan
dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bagi penderitanya. Semakin kecil berat badan dan
muda usia neonatus, maka insiden ROP semakin meningkat. Hal ini masih menjadi suatu
masalah meskipun dengan adanya kemajuan teknologi yang mencolok pada bidang
neonatologi.
Selama tahun 1940an dan 1950an, ROP, yang juga dikenal dengan istilah retrolental
fibroplasia, merupakan penyebab utama kebutaan pada anak di Amerika Serikat. Pada
tahun 1951, Campbell pertama kali mengusulkan bahwa ROP berhubungan dengan terapi
oksigen yang diberikan dalam perawatan neonatus, dan teori ini dikonfirmasi kemudian hari
oleh Patz.3 Sekarang ini, ditemukan bahwa tidak hanya terapi oksigen saja yang menjadi
faktor kausatif dari ROP, namun bagaimana faktor-faktor tersebut berpengaruh dalam
patogenesis ROP masih belum dapat diketahui.
Patofisiologi
Retinopati prematuritas terutama terjadi pada bayi dengan Berat Badan Lahir Amat Sangat
Rendah (BBLASR). Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa berat badan lahir rendah,
usia gestasi yang rendah, dan penyakit penyerta yang berat ( misalnya respiratory distress
syndrome {RDS}, displasia bronkopulmoner {BPD}, sepsis) merupakan faktor-faktor yang
terkait. Meskipun baru-baru ini didapatkan adanya faktor lain yang terkait, namun tingkat
keparahan penyakit-penyakit tersebut tetap menjadi penanda utama dari adanya penyakit
berat. Bayi yang lebih kecil, lebih tidak sehat, dan lebih immatur memiliki risiko yang jauh
lebih tinggi untuk menderita penyakit serius.
9 | R e ti n o p a ti Prematuritas
Vaskularisasi retina mulai berkembang pada usia gestasi kurang lebih 16 minggu. Pembuluh
retina tumbuh keluar dari optic disc sebagai perpanjangan dari sel spindel mesenkimal.
Sementara sel-sel spindel mesenkimal ini mensuplai sebagian besar aliran darah, terjadilah
proliferasi endotelial dan pembentukan kapiler-kapiler. Kapiler-kapiler baru ini akan
membentuk pembuluh retina yang matur. Pembuluh darah choroid (yang terbentuk pada
usia gestasi 6 minggu) mensuplai retina avaskular yang tersisa. Bagian nasal dari retina akan
tervaskularisasi secara menyeluruh sampai ke ora serrata pada usia gestasi 32 minggu.
Sedangkan bagian temporal yang lebih besar biasanya telah tervaskularisasi seluruhnya
pada usia gestasi 40-42 minggu (aterm).
Kelahiran bayi prematur mengakibatkan terhentinya proses maturasi dari pembuluh retina
normal. Terdapat dua teori yang menjelaskan patogenesis ROP. Sel-sel spindel mesenkimal,
yang terpapar kondisi hiperoksia, akan mengalami gap junction. Gap junction ini
mengganggu pembentukan pembuluh darah yang normal, mencetuskan terjadinya respon
neovaskular, sebagaimana dilaporkan oleh Kretzer dan Hittner. 4 Ashton menjelaskan akan
adanya dua fase pada proses terjadinya ROP. Fase pertama, fase hiperoksik, menyebabkan
terjadinya vasokonstriksi pembuluh retina dan destruksi sel-sel endotel kapiler yang
irreversibel. Keadaan hyperoxia-vasocessation ini dikenal sebagai stadium I dari retinopati
prematuritas.
10 | R e ti n o p a ti Prematuritas
Seiring area ini mengalami iskemik, faktor angiogenik, seperti vascular endothelial growth
factor (VEGF), dibentuk oleh sel-sel spindel mesenkimal dan retina yang iskemik untuk
membuat vaskularisasi yang baru. Vaskularisasi baru ini bersifat immatur dan tidak
berespon terhadap regulasi yang normal.
Segera setelah itu, nutrisi dan oksigen dapat dikirim ke retina melalui difusi dari kapiler-
kapiler yang berada pada lapisan choroid. Retina terus tumbuh semakin tebal dan akhirnya
melebihi area yang dapat disuplai oleh pembuluhnya. Seiring waktu, terjadilah hipoksia
retinal yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya pertumbuhan pembuluh darah yang
berlebihan; keadaan hypoxia-vasoproliferation ini dikenal sebagai ROP stadium II.
Pertanyaan yang paling mencolok pada patofisiologi ROP adalah mengapa penyakit ini
mengalami progresi pada sebagian bayi prematur meskipun telah mendapat intervensi yang
ketat dan tepat waktu, sementara, sebagian lainnya yang memiliki karakteristik klinis yang
sama dapat mengalami regresi. Csak et al memperkirakan bahwa mungkin perbedaan
genetik dapat menjelaskan fenomena ini.5 Meskipun terdapat banyak faktor kausatif, seperti
berat badan lahir rendah, usia gestasi muda, dan terapi oksigen suplemental yang
berhubungan dengan ROP, beberapa bukti secara tidak langsung menghubungkan adanya
komponen genetik pada patogenesis ROP.
11 | R e ti n o p a ti Prematuritas
Epidemiologi6
Mortalitas dan morbiditas. Rata-rata, setiap tahunnya, 500-700 anak mengalami kebutaan
akibat ROP di Amerika Serikat. Setiap tahun, 2100 bayi akan mengalami gejala sisa
sikatrisial, termasuk miopia, strabismus, kebutaan, dan ablasio retina. Praktisnya, terdapat
kurang-lebih 20% dari semua bayi prematur yang mengalami suatu bentuk strabismus dan
kelainan refraksi pada usia 3 tahun. Hal inilah mengapa bayi dengan usia gestasi kurang dari
32 minggu atau berat kurang dari 1500 gr harus melakukan kontrol kesehatan mata setiap 6
bulan, terlepas dari ada atau tidaknya ROP.
Ras. Ditemukan bahwa ras kulit hitam tampaknya menderita ROP yang lebih ringan
dibanding ras Kaukasian.
Usia. ROP adalah penyakit bayi prematur. Semua bayi yang memiliki berat lahir kurang dari
1500 gr dan usia gestasi kurang dari 32 minggu memiliki risiko untuk menderita ROP. Maka
dibuat semacam screening protocol sesuai dengan usia gestasi.
Bayi yang lahir pada usia gestasi 23-24 minggu, harus menjalani pemeriksaan mata
pertama pada usia gestasi 27-28 minggu
Bayi yang lahir pada usia gestasi 25-28 minggu , harus menjalani pemeriksaan mata
pertama pada usia kehidupan 4-5 minggu
Bayi yang lahir pada usia gestasi ≥29 minggu, pemeriksaan mata pertama dilakukan
sebelum bayi tersebut dipulangkan.
12 | R e ti n o p a ti Prematuritas
Presentasi Klinis7
Usia gestasi saat lahir, khususnya bila lebih kurang dari 32 minggu
Berat badan lahir kurang dari 1500 gr, khususnya yang kurang dari 1250 gr
Faktor risiko lainnya yang mungkin ( misalnya terapi oksigen, hipoksemia,
hipercarbia, dan penyakit penyerta lainnya)
Pembagian zona.
Zona 1
o Zona 1 adalah yang paling labil. Pusat dari zona 1 adalah nervus optikus. Area
ini memanjang dua kali jarak dari saraf optik ke makula dalam bentuk
lingkaran. ROP yang terletak pada zona 1 (bahkan pada stadium 1, imatur)
dianggap kondisi yang kritikal dan harus dimonitor dengan ketat.
o Zona 1 tidak mengikuti aturan ICROP. Area ini sangat kecil dan perubahan
pada area dapat terjadi dengan sangat cepat, kadangkala dalam hitungan
hari. Tanda utama dari perburukan penyakit ini bukanlah ditemukannya
neovaskularisasi (seperti pada zona lainnya, menurut ICROP) tetapi dengan
ditemukan adanya pembuluh darah yang mengalami peningkatan dilatasi.
Vaskularisasi retina tampak meningkat mungkin akibat meningkatnya
shunting ateriovena.
13 | R e ti n o p a ti Prematuritas
Gambar 3. Zona I ROP
Zona 2
o Zona 2 adalah area melingkar yang mengelilingi zona 1 dengan nasal ora
serrata sebagai batas nasal.
o ROP pada zona 2 dapat berkembang dengan cepat namun biasanya didahului
dengan tanda bahaya (warning sign) yang memperkirakan terjadinya
perburukan dalam 1-2 minggu. Tanda bahaya tersebut antara lain : (1)
tampak vaskularisasi yang meningkat pada ridge (percabangan vaskular
meningkat); biasanya merupakan tanda bahwa penyakit ini mulai agresif. (2)
Dilatasi vaskular yang meningkat. (3) tampak tanda ‘hot dog’ pada ridge;
merupakan penebalan vaskular pada ridge; hal ini biasanya terlihat di zona
posterior 2 (batas zona 1) dan merupakan indikator prognosis yang buruk.
14 | R e ti n o p a ti Prematuritas
Zona 3
o Zona 3 adalah bentuk bulan sabit yang tidak dicakup zona 2 pada bagian
temporal.
o Pada zona ini jarang terjadi penyakit yang agresif. Biasanya, zona ini
mengalami vaskularisasi lambat dan membutuhkan evaluasi dalam setiap
beberapa minggu.
o Banyak bayi yang tampak memiliki penyakit pada zona 3 dengan garis
demarkasi dan retina yang nonvaskular. Kondisi ini ditemukan pada balita
dan dapat dipertimbangkan sebagai penyakit sikatrisial. Tidak ditemukan
adanya penyakit sequelae dari zona ini.
Stadium
Stadium 0
Bentuk yang paling ringan dari ROP. Merupakan vaskularisasi retina yang imatur.
Tidak tampak adanya demarkasi retina yang jelas antara retina yang tervaskularisasi
dengan nonvaskularisasi. Hanya dapat ditentukan perkiraan perbatasan pada
pemeriksaan.
o Pada zona 1, mungkin ditemukan vitreous yang berkabut, dengan saraf optik
sebagai satu-satunya landmark. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang
setiap minggu.
o Pada zona 2, sebaiknya dilakukan pemeriksaan setiap 2 minggu.
o Pada zona 3, pemeriksaan setiap 3-4 minggu cukup memadai.
15 | R e ti n o p a ti Prematuritas
Stadium 1
Ditemukan garis demarkasi tipis diantara area vaskular dan avaskular pada retina.
Garis ini tidak memiliki ketebalan.
o Pada zona 1, tampak sebagai garis tipis dan mendatar (biasanya pertama kali
pada nasal). Tidak ada elevasi pada retina avaskular. Pembuluh retina tampak
halus, tipis, dan supel. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan setiap minggu.
o Pada zona 2, sebaiknya dilakukan pemeriksaan setiap 2 minggu
o Pada zona 3, pemeriksaan dilakukan setiap 3-4 minggu
Stadium 2
Tampak ridge luas dan tebal yang memisahkan area vaskular dan avaskular retina.
o Pada zona 1, apabila ada sedikit saja tanda kemerahan pada ridge, ini
merupakan tanda bahaya. Apabila terlihat adanya pembesaran pembuluh,
penyakit dapat dipertimbangkan telah memburuk dan harus ditatalaksana
dalam 72 jam.
o Pada zona 2, apabila tidak ditemukan perubahan vaskular dan tidak terjadi
pembesaran ridge, pemeriksaan mata sebaiknya dilakukan tiap 2 minggu.
o Pada zona 3, pemeriksaan setiap 2-3 minggu cukup memadai, kecuali
ditemukan adanya pembentukan arkade vaskular.
16 | R e ti n o p a ti Prematuritas
Gambar 7. Ridge
Stadium 3
Dapat ditemukan adanya proliferasi fibrovaskular ekstraretinal (neovaskularisasi)
pada ridge, pada permukaan posterior ridge atau anterior dari rongga vitreous.
o Pada zona 1, apabila ditemukan adanya neovaskularisasi, maka kondisi ini
merupakan kondisi yang serius dan membutuhkan terapi.
o Pada zona 2, prethreshold adalah bila terdapat stadium 3 dengan penyakit
plus.
o Pada zona 3, pemeriksaan setiap 2-3 minggu cukup memadai, kecuali bila
ditemukan adanya pembentukan arkade vaskular.
Stadium 4
17 | R e ti n o p a ti Prematuritas
Stadium ini adalah ablasio retina subtotal yang berawal pada ridge. Retina tertarik ke
anterior ke dalam vitreous oleh ridge fibrovaskular.
o Stadium 4A : tidak mengenai fovea
o Stadium 4B : mengenai fovea
Gambar 9. Stadium 4B
Stadium 5
Stadium ini adalah ablasio retina total berbentuk seperti corong (funnel).
o Stadium 5A : corong terbuka
o Stadium 5B : corong tertutup
Penyakit Plus8
Penyakit plus didefinisikan sebagai arteriolar yang berkelok-kelok dan pembesaran vena
pada kutub posterior, pembesaran vaskularisasi iris, rigiditas pupil, dan vitreous yang
berkabut, yang mana merupakan bagian dari subklasifikasi dari stadium-stadium di atas.
Adanya penyakit plus merupakan salah satu tanda bahaya. Apabila terdapat tanda-tanda
penyakit plus ini, ditandai dengan tanda ‘plus’ pada stadium penyakit.
Threshold disease8
18 | R e ti n o p a ti Prematuritas
Didefinisikan sebagai area penyakit dalam jangkauan 5 arah jarum jam berturut-turut atau 8
arah jarum jam yang tidak berturutan. Adanya kelainan ini merupakan indikasi dilakukannya
terapi.
Prosedur Pemeriksaan7
Standar baku untuk mendiagnosa ROP adalah pemeriksaan retinal dengan menggunakan
oftalmoskopi binokular indirek. Dibutuhkan pemeriksaan dengan dilatasi fundus dan depresi
skleral. Instrumen yang digunakan adalah spekulum Sauer (untuk menjaga mata tetap
dalam keadaan terbuka), depresor skleral Flynn (untuk merotasi dan mendepresi mata), dan
lensa 28 dioptri (untuk mengidentifikasi zona dengan lebih akurat). Bagian pertama dari
pemeriksaan adalah pemeriksaan
eksternal, identifikasi rubeosis
retina, bila ada. Tahap selanjutnya
adalah pemeriksaan pada kutub
posterior, untuk mengidentifikasi
adanya penyakit plus. Mata
dirotasikan untuk mengidentifikasi
ada atau tidaknya penyakit zona 1.
Apabila pembuluh nasal tidak
terletak pada nasal ora serrata,
temuan ini dinyatakan masih
berada pada zona 2. Apabila
pembuluh nasal telah mencapai
nasal ora serrata, maka mata
berada pada zona 3.
Penatalaksanaan7
Terapi Medis
19 | R e ti n o p a ti Prematuritas
Terapi medis untuk retinopati prematuritas (ROP) terdiri dari screening oftalmologis
terhadap bayi-bayi yang memiliki faktor risiko. Saat ini, belum ada standar terapi medis yang
baku untuk ROP. Penelitian terus dilakukan untuk memeriksa potensi penggunaan obat
antineovaskularisasi intravitreal, seperti bevacizumab (Avastin). Obat-obatan ini sudah
pernah berhasil digunakan pada pasien dengan penyakit neovaskularisasi bentuk yang lain,
seperti retinopati diabetik. Terapi –terapi lainnya yang pernah dicoba dapat berupa
mempertahankan level insulinlike growth factor (IGF-1) dan omega-3-polyunsaturated fatty
acids (PUFAs) dalam kadar normal pada retina yang sedang berkembang, seperti diusulkan
oleh Chen and Smith.
Meskipun terapi oksigen telah dinyatakan sebagai faktor penyebab utama ROP,
banyak ahli percaya bahwa memaksimalkan saturasi oksigen pada penderita ROP dapat
merangsang regresi dari penyakit ini. Namun, sebuah studi multisenter yang dikenal sebagai
STOP-ROP (Supplemental Therapeutic Oxygen for Prethreshold Retinopathy Of Prematurity),
menemukan bahwa tidak ada perubahan yang signifikan yang terjadi dengan
mempertahankan saturasi oksigen diatas 95%. Namun, saturasi oksigen yang lebih tinggi
juga tidak memperparah penyakit itu sendiri.
Terapi Bedah
20 | R e ti n o p a ti Prematuritas
krioterapi menghasilkan reduksi retinal detachment hingga 50% dibandingkan
dengan mata yang tidak diterapi dengan krioterapi.
c. Terapi Bedah Laser
Saat ini, terapi laser lebih disukai daripada krioterapi karena dipertimbangkan
lebih efektif untuk mengobati penyakit pada zona 1 dan juga menghasilkan
reaksi inflamasi yang lebih ringan. Fotokoagulasi dengan laser tampaknya
menghasilkan outcome yang kurang-lebih sama dengan krioterapi dalam
masa 7 tahun setelah terapi. Sebagai tambahan, dalam data-data mengenai
ketajaman visus dan kelainan refraksi, terapi laser tampaknya lebih
menguntungkan dibandingkan krioterapi, dan juga telah dibuktikan bahwa
terapi laser lebih mudah dilakukan dan lebih bisa ditoleransi oleh bayi.
Namun, krioterapi masih merupakan terapi pilihan apabila penglihatan retina
terbatas oleh opasitas medianya.
d. Early Treatment for Retinopathy of Prematurity (ET-ROP)
Studi ET-ROP menunjukkan bahwa dengan penanganan dini (early treatment)
dapat mengurangi prognosis yang buruk pada usia kehidupan 9 bulan dan 2
tahun. Berdasarkan studi ini, para oftalmologis membagi ROP menjadi dua
bagian besar, yaitu :
i. Tipe 1 (membutuhkan terapi)
1. Mata dengan zona 1, stadium 3 ROP tanpa penyakit plus
2. Mata dengan zona 2, stadium 2 atau 3 dengan penyakit plus
ii. Tipe 2 (membutuhkan observasi)
1. Mata dengan zona 1, stadium 1 atau 2 tanpa penyakit plus
2. Mata dengan zona 2, stadium 3 ROP tanpa penyakit plus
21 | R e ti n o p a ti Prematuritas
Gambar 11. Guideline ET-ROP
Tindak Lanjut7
Dasar pemeriksaan untuk menindaklanjuti pasien dengan retinopati prematuritas
(ROP) adalah dari hasil pemeriksaan awal. Semakin immatur vaskularisasi retina atau
semakin serius kondisi penyakitnya, semakin pendek masa interval follow-up lanjutan yang
harus dijalani oleh pasien tersebut sehingga perkembangan sekecil apapun mengenai
progresi penyakit dapat segera diketahui.
Setelah intervensi bedah, oftalmologis harus melakukan pemeriksaan setiap 1-2
minggu untuk menentukan apakah diperlukan terapi tambahan. Pasien yang dimonitor ini
harus menjalani pemeriksaan sampai vaskularisasi retina matur. Banyak pasien yang
kehilangan penglihatannya akibat monitor yang tidak tepat waku dan tidak sesuai. Pada
pasien yang tidak ditatalaksana, ablasio retina biasanya terjadi pada usia postmensrual 38-
42 minggu.
Selain itu, 20% dari bayi-bayi prematur menderita strabismus dan kelainan refraksi,
karena itu penting untuk melakukan pemeriksaan oftalmologis setiap 6 bulan hingga bayi
berusia 3 tahun. Dan juga, 10% bayi-bayi prematur juga dapat menderita galukoma
dikemudian hari, maka pemeriksaan oftalmologis harus dilakukan setiap tahun.
Prevensi7
22 | R e ti n o p a ti Prematuritas
yang lahir, semakin kecil kemungkinan bayi tersebut menderita ROP. Penelitian
menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid dalam masa antenatal memiliki efek
protektif terhadap tingkap keparahan ROP. Selain itu, penelitian lain juga menyatakan
bahwa terapi suplemental oksigen dengan target saturasi 83-93% dapat menurunkan
insidens ROP yang mencapai threshold.
Komplikasi7
Komplikasi jangka panjang dari ROP antara lain adalah miopia, ambliopia, strabismus,
nistagmus, katarak, ruptur retina, dan ablasio retina. Vanderveen et al meneliti bahwa
strabismus pada penyakit ini dapat membaik pada usia 9 bulan.
Prognosis7
Prognosis ROP ditentukan berdasarkan zona penyakit dan stadiumnya. Pada pasien yang
tidak mengalami perburukan dari stadium I atau II memiliki prognosis yang baik
dibandingkan pasien dengan penyakit pada zona 1 posterior atau stadium III, IV, dan V.
23 | R e ti n o p a ti Prematuritas
BAB IV
KESIMPULAN
Retinopati prematuritas adalah suatu retinopati proliferatif yang terdapat pada bayi
prematur. Semakin kecil berat badan dan muda usia neonatus, maka insiden ROP semakin
meningkat. Sekarang ini, ditemukan bahwa tidak hanya terapi oksigen saja yang menjadi
faktor kausatif dari ROP, namun bagaimana faktor-faktor tersebut berpengaruh dalam
patogenesis ROP masih belum dapat diketahui. Kelahiran bayi prematur mengakibatkan
terhentinya proses maturasi dari pembuluh retina normal. Sel-sel spindel mesenkimal, yang
terpapar kondisi hiperoksia, akan mengalami gap junction. Gap junction ini mengganggu
pembentukan pembuluh darah yang normal, mencetuskan terjadinya respon neovaskular.
Seiring area ini mengalami iskemik, faktor angiogenik, seperti vascular endothelial growth
factor (VEGF), dibentuk oleh sel-sel spindel mesenkimal dan retina yang iskemik untuk
membuat vaskularisasi yang baru. Vaskularisasi baru ini bersifat immatur dan tidak
berespon terhadap regulasi yang normal. Untuk kepentingan tatalaksana, maka dibentuklah
International Classification of Retinopathy of Prematurity (ICROP). Sistem klasifikasi ini
membagi lokasi penyakit ini dalam zona-zona pada retina (1, 2, dan 3), penyebaran penyakit
berdasarkan arah jarum jam (1-12), dan tingkat keparahan penyakit dalam stadium (0-5).
Standar baku untuk mendiagnosa ROP adalah pemeriksaan retinal dengan menggunakan
oftalmoskopi binokular indirek. Tatalaksana ROP adalah terapi bedah, yaitu Terapi bedah
ablatif (Ablative surgery), Krioterapi, dan Terapi Bedah Laser. Prognosis ROP ditentukan
berdasarkan zona penyakit dan stadiumnya. Prognosis ROP ditentukan berdasarkan
stadium, pada pasien yang tidak mengalami perburukan dari stadium I atau II memiliki
prognosis yang baik dibandingkan pasien dengan penyakit pada zona 1 posterior atau
stadium III, IV, dan V.
24 | R e ti n o p a ti Prematuritas
REFERENSI
25 | R e ti n o p a ti Prematuritas