Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TEORI DASAR

2.1 .PENGERTIAN IRIGASI


Irigasi adalah segala usaha manusia yang berhubungan dengan perencanaan
dan pembuatan sarana untuk menyalurkan serta membagi air ke bidang-bidang tanah
pertanian secara teratur, serta membuang air kelebihan yang tidak diperlukan lagi.
Sebagai suatu ilmu pengetahuan, irigasi tidak saja membicarakan dan
menjelaskan metode-metode dan usaha yang berhubungan dengan pengambilan air
dari bermacam-macam sumber, menampungnya dalam suatu waduk atau menaikkan
elevasi permukaannya, dengan menyalurkan serta membagi-bagikannya ke bidang-
bidang tanah yang akan diolah, tapi juga mencakup masalah-masalah pengendalian
banjir sungai dan segala usaha yang berhubungan dengan pemeliharaan dan
pengamanan sungai untuk keperluan pertanian.

2.2. KEADAAN-KEADAAN DIMANA IRIGASI DIPERLUKAN


Tidak semua daerah terdapat usaha-usaha pertanian atau perkebunan
memerlukan irigasi. Irigasi biasanya diperlukan pada daerah-daerah pertanian dimana
terdapat satu atau kombinasi dari keadaan-keadaan berikut :
 Curah hujan total tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan air.
 Meskipun hujan cukup, tetapi tidak terdistribusi secara baik sepanjang tahun.
 Terdapat keperluan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian
yang dapat dicapai melalui irigasi secara layak dilaksanakan baik ditinjau dari segi
teknis, ekonomis maupun sosial.

2.3. KEUNTUNGAN-KEUNTUNGAN IRIGASI


Pada umumnya proyek-proyek irigasi dilaksanakan dengan tujuan untuk
mendapatkan keuntungan, meskipun akhir-akhir ini kita banyak mendengar apa yang
dinamakan proyek kemanusiaan yang tidak terlalu memperhitungkan keuntungan
langsung yang dapat dinilai dalam bentuk mata uang. Karena disamping keuntungan
langsung, terdapat juga keuntungan tidak langsung antara lain :
• Membantu pengembangan daerah secara umum.
• Meningkatkan daya pengadaan bahan baku.
• Penyediaan lapangan kerja terutama pada waktu pelaksanaan proyek irigasi.
• Meningkatkan nilai tanah milik.
• Membuka kemungkinan pengusahaan penanaman jenis-jenis tanaman lainnya yang
memberikan hasil cukup besar.
• Membuka peningkatan kebudayaan masyarakat.
• Pelayaran
• Penyediaan sumber air minum atau air bersih.

2.4. KEBURUKAN-KEBURUKAN IRIGASI


Disamping keuntungan-keuntungan yang ditimbulkan, irigasi dapat juga
memberikan akibat yang kurang baik pada daerah bersangkutan, yaitu a.l :
• Iklim menjadi dingin dan lembab, sehingga menimbulkan ganguan pada daerah
yang sebelumnya sudah dingin dan lembab.
• Jaringan irigasi yang perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan kurang baik
akan menimbulkan genangan air yang dapat memberikan kesempatan bagi
perkembangbiakan nyamuk yang dapat menjadi sumber penyakit malaria.
• Irigasi secara berlebihan dapat menimbulkan kejenuhan yang terlalu tinggi pada
tanah, yang dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman. Ini terjadi terutama
pada daerah-daerah yang drainasenya kurang baik.

2.5. TUJUAN IRIGASI


Tujuan irigasi secara langsung maupun tidak langsung untuk pertanian adalah
sebagai berikut :
 Membasahi tanah
Dengan pembasahan tanah dimaksudkan agar :
 Tanah menjadi lunak sehingga mudah diolah.
 Zat-zat makanan dalam tanah yang diperlukan tanaman dapat larut sehingga
mudah diserap oleh akar tanaman.
 Mencukupi lengas lapang dari tanah agar tetap dalam prosentase yang
diperlukan tanaman untuk tumbuh terutama pada musim kering.
 Merabuk atau menambah kesuburan tanah
 Mengatur suhu tanah
 Memberantas hama
 Membersihkan tanah
 Mempertinggi muka air tanah
 Kolmatasi, yaitu peninggian muka tanah denga mengendapkan lumpur dari air
irigasi sehingga dengan demikian diperoleh suatu lapisan permukaan tanah yang
subur.

2.6. TINGKAT-TINGKAT JARINGAN IRIGASI


Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran aliran air dan lengkapnya fasilitas,
jaringan irigasi dapat dibedakan dalam 3 tingkatan yaitu :
1. jaringan irigasi sederhana
2. jaringan irigasi semi teknis
3. jaringan irigasi teknis
Dalam konteks standarisasi ini, hanya jaringan irigasi teknis saja yang
ditinjau. Bentuk irigasi yang lebih maju ini cocok dipraktikkan disebagian proyek
irigasi di Indonesia.

Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya 4 unsur fungsional pokok, yaitu :
 Bangunan – bangunan utama dimana air diambil dari sumbernya, umumnya dari
sungai atau waduk.
 Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak-petak
tersier.
 Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif,
air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke sawah-sawah dan kelebihan air ditampung di
dalam suatu sistem pembuangan di dalam petak tersier.
 Sistem pembuangan yang ada di luar daerah irigasi untuk membuang kelebihan air
ke sungai atau saluran-saluran alamiah
Ad. 1. Jaringan Irigasi Sederhana
Di dalam proyek-proyek sederhana, pembagian air tidak diukur atau diatur,
air kelebihan akan mengalir ke selokan pembuang. Para pemakai air tergabung dalam
suatu kelompok sosial yang sama dan tidak diperlukan keterlibatan pemerintah dalam
organisasi jaringan irigasi semacam ini.
Persediaan air biasanya melimpah dan kemiringan berkisar antara sedang
sampai curam. Oleh karena itu hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk
pembagian air. Jaringan irigasi yang masih sederhana ini mudah diorganisir tapi
memiliki kelemahan yang serius.
Pertama-tama ada pemborosan air, dan karena pada umumnya jaringan irigasi
itu terletak di daerah yang tinggi, air yang terbuang tidak selalu dapat mencapai
daerah rendah yang subur.
Kedua, terdapat banyak penyadapan yang memerlukan banyak biaya dari
penduduk karena setiap desa membuat jaringan dan pengambilan sendiri-sendiri.
Karena bangunan pengelaknnya bukan bangunan tetap atau permanen, maka umurnya
mungkin pendek.

Ad. 2. Jaringan irigasi Semi - Teknis


Dalam kebanyakan hal, perbedaan satu-satunya antara jaringan irigasi
sederhana dengan jaringan irigasi semi-teknis ialah bahwa yang belakangan ini
bendungnya terletak di tepi sungai lengkap dengan pengambilan dan bangunan
pengukur dibagian hilirnya.
Mungkin juga dibangun beberapa bangunan permanen dijaringan saluran.
Sistem pembagian air biasanya serupa dengan jaringan sederhana. Adalah mungkin
bahwa pengaliran dipakai untuk melayani daerah yang lebih luas dari pada daerah
layanan jaringan sederhana. Oleh karena itu biayanya ditanggung oleh lebih banyak
daerah layanan. Organisasinya lebih rumit dan jika bangunan tetapnya berupa
pengambilan dari sungai, maka diperlukan lebih banyak keterlibatan dari pemerintah,
dalan hal ini Departemen Pekerjaan Umum.

Ad. 3. Jaringan Irigasi Teknis


Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan irigasi teknis adalah
pemisahan antara jaringan irigasi dan jaringan pembuang. Hal ini berarti bahwa baik
saluran irigasi maupun saluran pembuang bekerja tetap sesuai dengan fungsinya
masing-masing, dari pangkal hingga ujung. Saluran air irigasi mengalirkan air lebih
dari sawah-sawah ke selokan-selokan pembuang alamiah yang kemudian akan
membuangnya ke laut.
Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis. Sebuah
petak tersier terdiri dari sejumlah sawah dengan luas keseluruhannya berkisar
antara 50 – 100 ha, kadang-kadang sampai 150 ha. Petak tersier menerima air dari
suatu tempat dalam jumlah yang sudah diukur dari suatu jaringan pembawa yang
diatur oleh Dinas Pengairan. Pembagian air dalam petak tersier diserahkan kepada
petani. Jaringan saluran tersier dan kuarter mengalirkan air ke sawah. Kelebihan air
ditampung dalam suatu jaringan pembuang tersier dan kuarter selanjutnya dialirkan
ke saluran pembuang primer.
Jaringan irigasi teknis yang didasarkan pada prinsip di atas adalah cara
pembagian air yang paling efisien dengan mempertimbangkan waktu merosotnya
persediaan air serta kebutuhan-kebutuhan pertanian.
Jaringan irigasi teknis memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran,
pembagian air irigasi dan pembuangan air lebih secara efisien. Jika petak tersier
hanya memperoleh air pada salah satu tempat saja pada jaringan utama, hal ini akan
memerlukan jumlah bangunan yang lebih sedikit di saluran primer, ekploitasi yang
lebih baik dan pemeliharaan yang lebih murah debandingkan dengan apabila settiap
petani dizinkan untuk mengambil sendiri air dari jaringan pembawa.
Kesalahan dalam pengelolaan air di petak-petak tersier juga tidak akan
mempengaruhi pembagian air di jaringan utama. Dalam hal ini khusus dibuat sistem
gabungan ( fungsi saluran irigasi dan pembuang digabung ). Walaupun jaringan ini
memiliki keuntungan-keuntungan tersendiri, kelemahannya juga amat serius sehingga
sistem ini umumnya tidak akan diterapkan. Keuntungan yang dapat diperoleh dari
jaringan ini adalah pemanfaatan air yang lebih ekonomis dan biaya pembuatan saluran
lebih rendah, karena saluran pembawa dapat dibuat lebih pendek dengan kapasitas
yang lebih kecil.
Kelemahannya adalah jaringan jaringan semacam ini sulit diatur dan
dieksploitasi, lebih cepat rusak dan menampakkan pembagian air yang tidak merata.
Bangunan-bangunan tertentu di dalam jaringan tersebut akan memiliki sifat-sifat
seperti bendung dan relatif mahal.

2.7. PETA PETAK


Pada peta irigasi terlebih dahulu dibuat peta petak yang merupakan dasar
untuk menentukan ukuran berbagai pekerjaan yang diperlukan. Dari petak terlihat
seluruh daerah yang akan dialiri, batas dan luasan petak, petak sekunder, tersier dan
saluran pembuang. Lokasi pengambilan air pada irigasi, baik berupa bangunan bebas
maupun bangunan bendung juga terlihat.
Dalam perencanaan jaringan, saluran pembawa harus diletakkan pada daerah
tinggi, dapat merupakan saluran garis tinggi atau saluran garis punggung sedangkan
saluran pembuang berada di lembah-lembah.
Pada pembuatan peta petak digunakan peta mozaik sebagai peta situasi dan
peta garis tinggi (contour) dengan skala 1 : 5000 dimana lukisan garis tinggi atau
trances yang birinterval 0,5 m.
Setelah peta tersebut dipelajari dengan seksama dan telah mendapatkan
kesan dan formasi kemiringan lapangan maka dapat diambil ketentuan tanah tinggi
yang akan dialiri dan tempat pengambilan di sungai. Bila bangunan pengambilan di
sungai merupakan bangunan bebas (free intake) maka perlu dicarikan tempat dimana
aliran sungai tidak berpindah. Sedangkan apabila bangunan pengambilan dilengkapi
dengan bendung, maka harus dicari lokasi yang agak lurus lalu tentukan ketinggian
salauran induk di hilir bangunan pengambilan.

2.8. SALURAN
Pada jaringan irigasi, saluran pembawa dapat dibagi :
 Saluran induk (primer)
Adalah saluran yang dimulai dari pintu pemasukan atau pengambilan bebas sampai
ke bangunan bagi.
 Saluran sekunder
Adalah saluran yang mengairi satu atau lebih petak tersier dan menerima air
dari saluran induk atau saluran tersier sebulumnya.
 Saluran tersier
Adalah saluran yang mengairi satu petak tersier dan menerima air dari saluran
sekunder. Luas petak tersier 50 – 150 ha.
 Saluran kuarter
Adalah saluran yang mengairi satu petak sawah dan menerima air dari saluran
tersier. Luas petak kuarter 8 – 15 ha.
 Saluran pembuang
Adalah saluran yang dipakai untuk membuang air yang telah dipakai pada petak-
petak petani dan mengaliri daerah garis tinggi atau tegak lurus di atasnya dan
terletak pada daerah rendah atau lembah-lembah.

2.9. BANGUNAN-BANGUNAN YANG ADA


Pada jaringan irigasi juga terdapat beberapa bangunan, yang terdiri atas :
• Bangunan bagi
Adalah bangunan yang membagi air dari saluran induk maupun sekunder sesuai
jumlah air yang dibutuhkan dalam setiap petak sekunder.
• Bangunan bagi sadap
Adalah bangunan yang membagi air dari saluran-saluran sekunder dan saluran
induk, dimana terdapat bangunan sadap untuk satu atau lebih petak tersier.
• Bangunan sadap
Adalah bangunan yang membagi air dari saluran sekunder ke saluran tersier
sesuai jumlah air yang dibutuhkan

2.10. SYARAT-SYARAT YANG HARUS DIPENUHI DALAM PERENCANAAN


2.10.1.Saluran Kuarter :
 Petak kuarter mendapat air dari box tersier melalui saluran kuarter dengan
syarat :
Panjang saluran kuarter < 500 m
Panjang antara saluran kuarter ke saluran pembuang < 350 m
 Petak tersier harus mendapat air hanya dari satu bangunan sadap ke saluran
induk maupun sekunder.

2.10.2.Petak Tersier
 Harus sedapat mungkin kelihatan bebas dan jarak sawah yang terjauh dari
bangunan sadap 3 km, agar dapat memudahkan dalam pembagian air.
 Luas petak tersier tergantung dari bentuk lapangan yang berkisar 50 – 150 ha.
 Batas-batas petak tersier sedapat mungkin nyata kelihatan, misalnya
ditentukan menurut :
Jalan raya / jalan desa
Saluran induk / saluran sekunder
Saluran pembawa / saluran pembuang
Batas kabupaten / kecamatan / desa
Sungai
2.11.PERHITUNGAN LUAS PETAK
Untuk menghitung luas petak dengan tepat, biasanya digunakan alat
plannimeter. Namun dengan cara pendekatan, petak sawah dapat dibagi atas bentuk
segitiga, trapesium, empat persegi panjang dan sebagainya, kemudian dikali dengan
skala pada peta, maka luas sesungguhnya diperoleh.

2.12.PEMBERIAN NAMA PADA PETA IRIGASI

2.12.1.Sistem supply

Saluran-saluran dan bangunan-bangunan dalam suatu jaringan irigasi diberi


nama, dan pemberian nama tersebut dengan prinsip bahwa nama-nama harus logis
sederhana tapi mampu memberikan gambaran cukup jelas mengenai daerah irigasi
yang bersangkutan. Nama harus cukup pendek dan memberikan petunjuk terhadap
letak bangunan, saluran pemberi, saluran drainase maupun patak-petak sawah dalam
suatu daerah irigasi.
Pemberian nama perlu memperhatikan kemungkinan adanya tambahan
bangunan-bangunan dikemudian hari, sehingga dengan adanya bangunan-bangunan baru
tersebut sistem pemberian nama yang telah dilaksanakan tidak perlu diubah. Salah
satu contoh sistem pemberian nama adalah sebagai berikut :
• Saluran Primer diberi nama menurut nama sungai tempat mengambil
air, tetapi juga diberi nama dengan cara lain misalnya menurut nama daerah
yang dilayani. Misalnya suatu saluran primer mengambil air dari sungai Antara
dan melayani daerah Kampung Paria, saluran dapat diberi nama saluran
Antara, juga dapat diberi nama saluran Kampung Paria.
• Saluran Sekunder diberi nama menurut nama desa yang dekat dengan
permulaan saluran. Misalnya saluran sekunder Paria, berarti saluran sekunder
tersebut permulaannya dekat desa Paria.
• Suatu saluran dibagi menjadi bagian-bagian atau ruas-ruas. Misal
suatu ruas mempunyai nama Rs2 berarti ruas itu terletak antara Bs1 dengan
Bs2.
• Bangunan pembagi diberi nama seperti pemberian nama pada suatu
ruas, tapi huruf R yang artinya ruas, diganti dengan huruf B yang berarti
bangunan. Dalam hal ini bangunan pembagi. Misalnya Bs1 berarti bangunan
pembagi pada akhir ruas Rs1.
• Nama bangunan-bangunan antara bangunan pembagi diberi nama
sesuai nama bangunan pembagi di sebelah hilirnya, kemudian ditanbah huruf
kecil berturut-turut dari hulu ke arah hilir. Misalnya Bs1a ; Bs1b ; Bs1c ; dan
seterusnya.
• Saluran tersier diberi nama menurut bangunan bagi dimana saluran
tersier itu menerima air, dan huruf B yang berarti bangunan dihilangkan dan
diberi tambahan indikasi yang memperjelas posisi saluran. Misal untuk
menunjuk arah kanan diberi indikasi ka, tengah ta, kiri ki. Sebagai contoh
adalah saluran tersier s2ka (arah aliran pada saluran tersier itu menerima air
dari Bs2 dan arah aliran pada saluran tersier itu ke sebelah sisi kanan saluran
besar pada Bs2.
• Nama suatu unit tersier misalnya :

SiKi
90 120

artinya adalah :
 unit tersier ini dilayani saluran tersier siki
 luas unit tersier adalah 90 ha
 kebutuhan air pada saat rendaman penuh 120 l/dt

2.12.2.Saluran Pembuang

Saluran pembuang pada umumnya berupa sungai atau anak sungai yang lebih
kecil. Beberapa diantaranya sudah mempunyai nama yang tetap bisa dipakai, jika tidak
sungai/anak sungai tersebut akan ditunjukkan dengan sebuah huruf bersama-sama
dengan nomor seri. Nama-nama ini akan diawali dengan huruf d (d=drainase).

2.13.RUMUS-RUMUS YANG DIGUNAKAN


2.13.1.Debit Rencana
Berdasarkan luas petak-petak yang akan dialiri, maka debit rencana sebuah
saluran dapat dihitung dengan rumus :

A × NFR × c
Q= (sumber : Kp 03, hal 4)
e
dimana :
Q = debit rencana (m3/dt)
c = koefisien lengkung kapasitas tegal / rotasi
= 1 untuk l < 10.000 ha
A = luas daerah yang akan diairi (ha)
e = efisieinsi
= 0,8 untuk saluran tersier dan 0,9 untuk saluran primer dan
sekunder
NFR = kebutuhan air normal / netto untuk tanaman padi
= 1,2 – 1,5 l/dt/ha
= 1 mm/hr = 1/8,64 l/dt/hr

2.13.2.Koefisien kekasaran strickler

Tabel 1.1 Harga-harga kekasaran strickler untuk saluran irigasi tanah

Debit rencana K
m3/dtk m /dtk
1/3

Q > 10 45
5 < Q < 10 42,5
1<Q<5 40
Q<1 dan saluran tersier 35
Sumber : Kp-03, hal 18

2.13.3.Dimensi Saluran
Pada perhitungan dimensi saluran digunakan rumus Harring Huizen :
V = 0,42 (Q)0,182 (m/dt)
h’ = 0,775 (Q)0,284 (m)
n = 3,96 (Q)0,25 - m (m)
b = n * h’
Kontrol h’ akibat pembulatan b ;
A =Q/V
A = (b + m.h)h
P = b +( 2h × 1 +m 2 )
A
R = (m)
P
w = 0,25h + 0,3 (m)
T = b + 2 mh (m)
2
 V 
I =  2/3 
 k .R 
Dimana :
A = luas penampang saluran (m2)
h = tinggi muka air pada saluran (m)
m = kemiringan talud
n = perbandingan b dengan h
w = tinggi jagaan (m)
Q = debit aliran (m3/dt)

2.13.4.Kapasitas Saluran Pembuang


Kapasitas rencana jaringan pembuang intern untuk sawah dihitung dengan
rumus :
Q = 1,62 * Dm* A0,92
Dimana :
Q = debit saluran pembuang rencana (m3/dt)
Dm = modulus pembuang (m3/dt*ha)
A = luas (ha)
Untuk modulus pembuang rencana (Dm), dipilih curah hujan 3 hari dengan
periode ulang 5 tahun, dengan rumus :
Dm = D(n) / (n.8,69)
Dimana :
Dm = madulus pembuang rencana
D(n) = limpasan pembuang permukaan selama n hari
n = jumlah hari berturut-turut
Limpasan pembuang permukaan untuk petak D(n) dinyatakan dengan rumus:
D(n) = R(n)T + n(I-ET-P)-S
Dimana :
R(n)T = curah hujan dalan n hari berturut-turut dengan periode ulang T
tahun (mm)
I = pemberian air irigasi (mm/hari)
ET = evapotranspirasi (mm/hari)
P = perkolasi (mm/hari)
S = tampungan tambahan (mm)

2.13.5.Tinggi Muka Air


Tinggi muka air yang diperlukan dalam jaringan utama didasarkan pada tinggi
muka air yang diperlukan oleh awah yang akan diairi. Prosedurnya adalah menghitung
tinggi muka air yang diperlukan dibangunan sadap yang mengairi petak tersier.
Ketinggian ini ditambah lagi dengan kehilangan tinggi energi bangunan sadap tersier
lantaran variasi muka air akibat eksploitasi jaringan utama pada ketinggian muka air
partial.
P =A+a+b+c+d+e+f+g+H+z
Dimana :
P = muka air di saluran sekunder atau primer
A = elevasi tertinggi di sawah
a = lapisan/genangan air di sawah (= 10 cm)
b = kehilangan tinggi energi di saluran kuarter ke sawah
(= 5 cm)
c = kehilangan energi di box kuarter (= 5 cm/box)
d = kehilangan energi selama pengaliran di saluran irigasi
(= kemiringan x panjang saluran = I x L)
e = kehilangan tinggi energi di box bagi tersier (= 10 cm)
f = kehilangan tinggi energi di bangunan pelengkap
g = kehilangan tinggi energi di bangunan bagi sadap
H = variasi tinggi muka air (=0,18h)
z = kehilangnan energi di bangunan tersier yang lain

2.14.TATA WARNA PETA JARINGAN IRIGASI


Warna-warna standart digunakan untuk menunjukkan berbagai tampakan
irigasi pada peta. Warna-warna yang dipakai adalah :
 Biru untuk jaringan irigasi, garis penuh untuk jaringan pembawa yang
ada, dan garis putus-putus untuk jaringan yang sedang direncanakan.
 Merah untuk sungai dan jaringan pembuang, garis penuh untuk
jaringan yang sudah ada, garis putus-putus untuk jaringan yang sedang
direncanakan.
 Cokelat untuk jaringan jalan.
 Kuning untuk daerah yang tidak diairi, misalnya dataran tinggi atau
rawa-rawa.
 Hijau untuk perbatasan kabupaten, kecamatan, desa dan kampung.
 Merah untuk tata nama bangunan.
 Hitam untuk jalan kereta api.
 Warna bayangan akan dipakai untuk batas-batas petak sekunder,
petak tersier, akan diarsir dengan warna yang lebih muda dari warna yang
sama.
2.15. BANGUNAN PENGUKUR DEBIT
Agar pengelolaan air irigasi menjadi efektif, maka debit harus diukur pada
hulu saluran primer, pada cabang saluran dan pada bangunan sadap tersier. Berbagai
macam bangunan dan peralatan telah dikembangkan untuk maksud ini, namun demikian
untuk menyederhanakan pengelolaan jaringan irigasi hanya beberapa jenis bangunan
saja yang dapat dipergunakan daerah irigasi.
Rekomendasi penggunaan bangunan tertentu didasarkan pada beberapa faktor
penting, antara lain :
 Kecocokan bangunan untuk keperluan pengukuran debit.
 Bangunan yang kokoh, sederhana dan ekonokis.
 Rumus debit sederhana dan teliti.
 Eksploitasi dan pembacaan papan duga mudah.
 Pemeliharaan sederhana dan mudah.
 Cocok dengan kondisi setempat dan dapat diterima oleh para petani.

2.15.1.Alat Ukur Ambang Lebar


Alat ukur ambang lebar dianjurkan karena bagunan kokoh dan mudah dibuat.
Karena bisa mempunyai berbagai bentuk mercu, bangunan ini mudah disesuaikan
dengan type saluran apa saja. Hubungan tunggal antara muka air hulu dan debit
mempermudah pembacaan debit secara langsung dari ipapan duga, tanpa memerlukan
tabel debit.

2.15.1.1.Perencanaan Hidrolis
Perencanaan debit untuk alat ukur ambang lebar dengan bagian segi empat
adalah:
Q = Cd Cv 2/3 (2/3 g)1/2 bc h11,50 (sumber : Kp 04, hal 7)
Dimana :
Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit
= Cd adalah 0,93 – 0,10 H1/L ; untuk 0,1 < H1/L < 1,0
H1 adalah tinggi energi hulu, m
L adalah panjang mercu, m
Cv = koefisien kecepatan datang
g = percepatan gravitasi, m/dt2
bc = lebar mercu, m
h1 = kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan ukur, m
Harga koefisien kecepatan datang dapat dicari dari gambar 2.1, yang
memberikan harga-harga Cv untuk berbagai bentuk bagian pengontrol.
Gambar 2.1 Cv sebagai fungsi perbandingan Cd A*/A’
(sumber Kp-04, hal 8)

Persamaan debit untuk alat ukur ambang lebar bentuk trapesium adalah:
Q = Cd (bcyc + mc2) [2g ( H1 – yc)0,5] (sumber : Kp-04,hal 8)
Dimana :
bc = lebar mercu pada bagian pengontrol, m
yc = kedalaman air pada bagian pengontrol, m
m = kemiringan samping pada bagian pengontrol

2.15.1.2. Karakteristik Alat Ukur Ambang Lebar


 Asal saja kehilangan energi pada alat ukur cukup untuk menciptakan aliran kritis,
tabel debit dapat dihitung dengan kesalahan kurang dari 2%.
 Kehilangan tinggi energi untuk memperoleh aliran moduler (yaitu hubungan khusus
antara tinggi energi hulu dengan mercu sebagai debit) lebih rendah jika
dibandingkan dengan kehilangan tinggi energi untuk semua jenis bangunan yang
lain.
 Sudah ada teori hidrolika untuk menghitung kehilangnan tinggi energi yang
diperlukan ini, untuk kombinasi alat ukur dan saluran apa saja.
 Karena peralihan penyempitannya yang bertahap, alat ukur ini mempunyai masalah
sedikit saja dengan benda-benda terhanyut.
 Pembacaan debit di lapangan mudah, khususnya jika papan duga diberi satuan
debit (misalnya m3/dt).
 Pengamatan lapangan dari laboratorium menunjukkan bahwa alat ukur ini
mengangkut sedimen, bahkan disalurkan dengan aliran subkritis.
 Asalkan mercu datar searah dengan aliran, maka tebal debit pada dimensi purna
laksana demikian juga memungkinkan bagi alat ukur untuk diperbaiki kembali, bila
perlu.
 Bangunan kuat, tidak rusak.
 Di bawah kondisi hidrolik dan batas yang serupa, inilah yang paling ekonomis dari
semua jenis bangunan lain untuk pengukuran debit secara tepat.

2.15.1.3. Kelebihan yang dimiliki alat ukur ambang lebar


 Bentuknya hidrolis luwes dan sederhana
 Konstruksinya kuat, sederhana dan mudah
 Benda-benda hanyut bisa dilewatkan dengan mudah
 Eksploitasi mudah

2.15.1.4. Kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh alat ukur ambang lebar


 Bangunan ini hanya dapat dipakai sebagai bangunan pengukur
 Agar pengukuran teliti bangunan tidak boleh tenggelam

2.15.1.5. Penggunaan Alat Ukur Ambang Lebar


Alat ukur ambang lebar dan flum leher panjang adalah bangunan –bangunan
pengukur debit yang dipakai di saluran dimana kehilangan tinggi energi merupakan hal
pokok yang menjadi bahan pertimbangan. Bangunan ini biasanya ditempatkan di awal
saluran primer, pada titik cabang saluran besar dan tempat tidur pintu sorong pada
titik masuk tersier.

2.15.2.Alat Ukur Pintu Romijn


Pintu romijn adalah alat ukur ambang lebar yang biasa digerakkan untuk
mengatur dan mengukur debit di dalam jaringan saluran irigasi. Agar dapat bbergerak
mercunya dibuat dari pelat baja dan dipasang di atas pintu sorong. Pintu ini
dihubungkan dengan alat penggerak.

2.15.2.1. Tipe-Tipe Alat Ukur Romijn


Sejak pengenalan pada tahun 1952, pintu Romijin telah dibuat dengan tiga
bentuk yaitu :
1. bentuk mercu datar dan lingkaran dengan gabungan untuk peralihan
penyempit hulu.
2. Bentuk mercu miring ke atas 1:25 dan lingkaran tunggal sebagai
pengalihan penyempitan.
3. Bentuk mercu datar dan lingkaran tunggal sebagai peralihan penyempitan.

Ad.1. Mercu Horisontal dan Lingkaran Gabungan


Di pandang dari segi hidrolis, ini merupakan perencanaan yang baik. Tetapi
pembuatan lingkaran gabungan sulit, padahal tanpa lingkaran-linigkaran itu
pengarahan air di atas mercu pintu bisa saja dilakukan tanpa pemisahan aliran.

Ad.2. Mercu dengan Kemiringan 1:25 dan Lingkaran Tunggal


Mercu dengan kemiringan 1:25 dan lingkaran tunggal Vlugter (1941)
menganjurkan penggunaan pintu romijn dengan kemiringan mercu 1:25. Hasil
penyelidikan model hidrolis di laboratorium yang mendasari rekomendasinya itu tidak
dapat direproduksi kembali. Tetapi di dalam program riset terakhir mengenai mercu
kemiringan 1:25, kekurangan-kekurangan mercu ini menjadi jelas, kekurangan-
kekurangan tersebut antara lain :
 Bagian pengontrol tidak berada di atas mercu, melainkan di tepi tajam hilirnya,
dimana garis-garis aliran benar-benar melengkung. Kerusakan pada tepi ini
menimbulkan perubahan pada debit alat ukur.
 Karena garis-garis aliran ini, batas moduler menjadi 0,25 bukan 0,67 seperti
anggapan umumnya, pada aliran tenggelam h2 : h1 = 0,67 pengurangan pada aliran
berkisar dari 3 % untuk aliran rendah sampai 10 % untuk aliran tinggi (rencana).
Karena mercu berkemiringan 1 : 25 juga lebih rumit pembuatannya dibandingkan
dengan mercu datar, maka mercu pada kemiringan itu tidak dianjurkan.

Ad. 3. Mercu Horizontal dan Lingkaran Tunggal


Ini adalah kombinasi yang bagus antara dimensi hidrolis yang benar dengan
perencanaan konstruksi. Jika dilaksanakan pintu romijn, maka sangat dianjurkan
untuk menggunakan mercu ini.

2.15.2.2. Perencanaan Hidrolis


Dilihat dari segi hidrolis, pintu romijn dengan mercu horizontal dan peralihan
penyempitan lingkaran tunggal adalah serupa dengan alat ukur ambang lebar yang
telah dibicarakan. Persamaan tinggi debitnya adalah sebagai berikut :
Q = CdCv 2/3(2/3 g)1/2 bc h11,50 (sumber : Kp-04, hal 17)
Dimana :
Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit
Cd adalah 0,93 + 0,1H1/L
H1 adalah tinggi energi hulu, m
L adalah panjang mercu, m
Cv = koefisien kecepatan datang
g = percepatan gravitasi, m/dt2
bc = lebar mercu, m
h1 = kedalaman air hulu terhadap ambang bangun ukur, m

2.15.2.3. Dimensi dan tabel debit standar


Lebar standar untuk alat ukur Romijn adalah 0,50, 0,75, 1,00, 1,25, dan 1,50 m
Tabel 2.1 Besaran debit yang dianjurkan untuk alat ukur Romijn Standar
Lebar, m H1, m Q, m3/dtk
0,50 0,33 0 – 0,160
0,50 0,50 0,030 – 0,300
0,75 0,50 0,040 – 0,450
1,00 0,50 0,050 – 0,600
1,25 0,50 0,070 – 0,750
1,50 0,50 0,080 – 0,900
Sumber : Kp-04, hal 22
h1 Standar lebar alat ukur, bc (m)
(m) 0,50 0,75 1,00 1,25 1,50
0,05 0,009 0,014 0,018 0.023 0.027
0,06 0,012 0,018 0,024 0.030 0.036
0,07 0,016 0,023 0,031 0,039 0,047
0,08 0,019 0,029 0,038 0,048 0,057
0,09 0,023 0,034 0,045 0,056 0,068
0,10 0,027 0,040 0,053 0,066 0,080
0,11 0,031 0,046 0,061 0,076 0,092
0,12 0,035 0,053 0,070 0,088 0,105
0,13 0,040 0,059 0,079 0,099 0,119
0,14 0,044 0,066 0,088 0,110 0,132
0,15 0,049 0,074 0,098 0,123 0,147
0,16 0,054 0,081 0,108 0,135 0,162
0,17 0,060 0,089 0,119 0,149 0,179
0,18 0,065 0,098 0,130 0,163 0,195
0,19 0,071 0,106 0,141 0,176 0,212
0,20 0,076 0,114 0,152 0,190 0,228
0,21 0,082 0,123 0,164 0,205 0,246
0,22 0,088 0,132 0,176 0,220 0,264
0,23 0,094 0,141 0,188 0,235 0,282
0,24 0,101 0,151 0,201 0,251 0,302
0,25 0,107 0,161 0,214 0,268 0,321
0,26 0,114 0,170 0,227 0,284 0,341
0,27 0,121 0,181 0,241 0,301 0,362
0,28 0,128 0,191 0,255 0,319 0,383
0,29 0,135 0,202 0,269 0,336 0,404
0,30 0,142 0,212 0,283 0,354 0,425
0,31 0,149 0,224 0,298 0,373 0,447
0,32 0,157 0,235 0,313 0,391 0,470
0,33 0,164 0,246 0,328 0,410 0,492
0,35 0,180 0,270 0,360 0,450 0,540
0,36 0,188 0,282 0,376 0,470 0,564
0,37 0,196 0,294 0,392 0,490 0,588
0,38 0,205 0,307 0,409 0,511 0,614
0,39 0,213 0,320 0,426 0,533 0,639
0,40 0,222 0,333 0,444 0,555 0,666
0,41 0,231 0,346 0,461 0,576 0,692
0,42 0,240 0,359 0,479 0,599 0,719
0,43 0,249 0,373 0,497 0,621 0,746
0,44 0,258 0,387 0,516 0,645 0,774
0,45 0,268 0,401 0,535 0,669 0,803
0,46 0,277 0,416 0,554 0,693 0,813
0,47 0,287 0,431 0,574 0,718 0,861
0,48 0,297 0,445 0,593 0,741 0,890
H 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11
Tabel 2.2 Standar alat ukur gerak Romijn
Sumber : Kp-04, hal 210
2.15.2.4. Papan Duga
Untuk pengukuran debit jarak sederhana, ada tiga papan duga yang harus
dipasang, yaitu :
 Papan duga muka air disalurkan
 Skala sentimeter yang dipasang pada kerangka bangunan
 Skala liter yang ikut bergerak pada meja pintu romijn skala sentimeter dan liter
dipasang pada posisi sedemikian rupa sehingga pada waktu bagian atas meja
berada pada ketinggian yang sama dengan muka air disalurkan (dan oleh karena
itu debit di atas meja nol), titik pada skala liter memberikan pada bacaan skala
sentimeter yang sesuai dengan bacaan muka air pada papan duga disalurkan.

2.15.2.5. Karakteristik Alat Ukur Romijn


 Alat ukur romijn dibuat dengan mercu datar dengan peralihan penyempitan sesuai
dengan gambar terlampir, tabel debitnya sudah ada dengan kesalahan kurang dari
3 %.
 Debit yang masuk dapat diukur dan diatur dengan satu bangunan.
 Kehilangan tinggi energi yang duperlukan untuk aliran moduler adalah di bawah
33% dari tinggi energi hulu dengan mercu sebagai acuannya yang relatif kecil.
 Karena alat ukur romijn dapat disebut “barambang lebar” maka sudah ada teori
hidrolika untuk merencanakan bangunan tersebut.
 Alat ukur romijn dengan pintu dibawah bisa dieksploitasi dengan orang yang tidak
berwewenang, yaitu melewatkan air yang lebih banyak dari yang dizinkan dengan
cara mengangkat pintu bawah lebih tinggi lagi.

2.15.2.6. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh alat ukur romijn


 Bangunan itu bisa mengukur dan mengatur sekaligus.
 Dapat membilas endapan sedimen halus.
 Kehilangan tinggi energi lebih kecil.
 Ketelitian baik.
 Eksploitasi mudah.

2.15.2.7. Kekurangan-kekurangan alat ukur romijn


 Pembuatannya rumit dan mahal.
 Bangunan itu membutuhkan muka air yang tinggi saluran.
 Biaya pemeliharaan bangunan itu lebih mahal.
 Bangunan itu dapat disalahkan dengan cara membuka pintu bawah.
 Bangunan itu peka terhadap fluktuasi muka air saluran pengarahan.

2.15.3.Alat Ukur Crump de Gruyter


Alat ukur ini menggunakan prinsip hidrolika aliran yang melalui bukaan pada
bawah pintu. Bagian bawah pintu dibuat dengan sistem bulat sedemikian rupa sehingga
mengurangi hambatan pada aliran.

2.15.3.1. Perencanaan Hidrolis


Rumus debit untuk alat crump de gruyter adalah :
Q = Cdbw(2g(h1 – w))1/2 (sumber : Kp-04, hal 24)
Dimana : Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit (=0,94)
b = lebar bukaan, m
w = bukaan pintu, m (w ≤ 0,63 h1)
g = percepatan gravitasi, m/dt2
h1 = tinggi air di atas ambang, m

2.15.3.2.Kelebihan-kelebihan alat ukur Crump de Gruyter :


• Bangunan ini dapat mengukur dan mengatur sekaligus
• Bangunan ini tidak mempunyai masalah dengan sedimentasi
• Eksploitasi mudah, pengukuran teliti
• Bangunan kuat

2.15.3.3.Kelemahan- kelamahan alat ukur Crump de Gruyter :


• Pembuatan rumit dan mahal.
• Biaya pemeliharaan mahal
• Kehilangan tinggi energi besar
• Bangunan ini mempunyai masalah dengan benda-benda hanyut

2.15.3.4. Penggunaan alat ukur Crump de Gruyter


Alat ukur crump de gruyter dapat dipakai dengan berhasil jika keadaan muka
air disalurkan selalu mengalami fluktuasi atau jika oriffice harus bekerja pada
keadaan muka air rendah disalurkan. Alat ukur ini mempunyai kehilangan tinggi energi
yang lebih besar dari pada alat ukur romijn. Bila tersedia kehilangan tinggi energi
yang memadai, pemeliharaannya tidak sulit dibandingkan dengan bangunan-bangunan
lainnya yang serupa.

2.16.BANGUNAN PENGATUR TINGGI MUKA AIR


Banyak jaringan saluran irigasi dieksploitasi sedemikian rupa sehingga muka
air disaluran primer dan saluran cabang dapat diatur pada batas-batas tertentu oleh
bangunan pengatur yang dapat bergerak. Dalam keadaan eksploitasi demikian, muka
air dalam hubungannya dengan bangunan sadap tersier tetap konstan.

2.16.1.Pintu Skot Balok


Dilihat dari segi konstruksi, pintu scot balk merupakan peralatan yang
sederhana. Balok-balok profil segi empat itu diletakkan tegak lurus terhadap
potongan segi empat saluran.
Balok-balok tersebut disanggah di dalam sponneng yang lebih lebar 0,03m – 0,05m
dari tebal balok-balok itu sendiri.

2.16.1.1. Perencanaan Hidrolis


Aliran pada skot balok dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan
tinggi debit berikut :
Q = CdCv 2/3(2/3 g)1/2b h11,50 (sumber : Kp-04, hal 33)
Dimana : Q = debit, m3/dt
Cd = koefisien debit
Cv = koefisien kecepatan datang
g = percepatan gravitasi, m/dt2
b = lebar normal, m
h1 = kedalaman air di atas skot balok, m
Gambar 2.2 Koefisien debit untuk aliran diatas skot balok potongan segiempat
Sumber : KP-04 , hal 32

2.16.1.2. Kelebihan-Kelebihan Pintu Skot Balk


 Konstruksi ini sederhana dan kuat.
 Biaya pelaksanaan kecil.

2.16.1.3.Kelemahan-Kelemahan Yang Dimiliki Pintu Skot Balk


 Pemasangan dan pemindahan balok memerlukan sedikitnya dua orang dan hanya
menghabiskan waktu.
 Tinggi muka air dapat diaitur selangkah demi selangkah saja, setiap langkah sama
dengan tinggi sebuah balok.
 Ada kemungkinan dicuri orang.
 Skot balk biasanya dioperasikan oleh orang yang tidak berwewenang.
 Karakteristik tinggi debit aliran pada balok belum diketahui secara pasti.

2.16.2.Pintu Sorong

2.16.2.1. Perencanaan Hidrolis


Rumus debit yang dapat dipakai untuk pintu sorong adalah :
Q = Ka b (2g h1)1/2 (sumber : Kp-04, hal 34)
Dimana :
Q = debit, m3/dt
K = faktor aliran tenggelam koefisien debit
 = koefisien debit
a = bukaan pintu, m
b = lebar pintu, m
g = percepatan gravitasi, m/dt2
h1 = kedalaman air di depan pintu di atas ambang, m
2.16.2.2.Kelebihan-kelebihan Pintu Sorong
 Tinggi muka air hulu dapat dikontrol dengan tepat.
 Pintu bilas kuat dan sedehana.
 Sedimen yang diiangkut oleh aliran hulu dapat melewati bilas.

2.16.2.3.Kelemahan-kelemahan Pintu Sorong


 Kebanyakan benda-benda hanyut bisa tersangkut di pintu.
 Kecepatan aliran dan muka air hulu dapat dikontrol dengan baiik jika aliran
moduler.

2.16.3.Penggunaan Bangunan Pengatur Tinggi Muka Air


Pintu scot balk dan pintu sorong adalah bangunan-bangunan yang cocok untuk
mengatur tinggi muka air disalurkan. Pintu harganya mahal tapi bisa lebih ekonomis
karena ketelitian berfungsinya bangunan ini.
Kelebihan lain adalah bahwa pintu lebih mudah dieksploitasi, mengontrol muka air
lebih baik dan dapat dikunci di tempat agar setelannya tidak dirubah oleh orang-
orang yang tidak berwewenang. Kelebihan utama yang dimiliki oleh pintu sorong pintu
ini kurang peka terhadap perubahan-perubahan tinggi muka air dan jika dipakai
bersama-sama dengan bangunan-bangunan pelimpah, bangunan ini memiliki kepekaan
yang sama terhadap perubahan muka air. Jika dikombinasikan demikian, bangunan ini
sering memerlukan penyesuaian. Sebagai bangunan pengatur, tipe bangunan ini
dianjurkan pemakaiannya dan eksploitasinya mudah, walaupun punya kelemahan-
kelemahan seperti yang disebutkan tadi.
Bangunan pengontrol ini dibutuhkan ditempat-tempat dimana tinggi muka air saluran
dipengaruhi oleh bangunan terjun atau got miring. Bangunan pengontrol, misalnya
mercu tetap atau celah trapesium, akan mencegah naik turunnya tinggi muka air
disalurkan untuk berbagai besaran debit. Bangunan pengontrol tidak memberikan
kemungkinan untuk mengatur muka air lepas dari debit. Penggunaan celah trapesium
lebih disukai apabila pintu sadap tidak akan dikombinasi dengan pintu pengontrol.
Jika bangunan sadap akan dikombinasi dengan pengontrol, maka bangunan pengatur
tetap lebih disukai, karena dinding vertikal bangunan ini dapat dengan mudah
dikombinasi dengan pintu sadap.

2.17.BANGUNAN BAGI DAN SADAP

2.17.1.Bangunan Bagi
Apabila air irigasi dibagi dari saluran primer, sekunder, maka akan dibuat
bangunan bagi. Bangunan bagi terdiri dari pintu-pintu yang dengan teliti mengukur dan
mengatur muka air yang mengalir ke berbagai saluran. Salah satu dari pintu-pintu
bangunan bagi berfungsi sebagai pintu pengatur muka air, sedangkan pintu-pintu
sadap lainnya hanya mengukur debit.
Adalah biasa untuk memasang pintu pengatur disalurkan terbesar dan membuat alat-
alat pengukur dan pengatur di bangunan-bangunan sadap yan lebih kecil.
2.17.2.Bangunan Pengatur
Bangunan pengatur akan mengatur muka air saluran ditempat-tempat dimana
terletak bangunan sadap dan bagi.
Khususnya di saluran-saluran yang kelihatan tinggi energinya harus kecil, bangunan
pengatur harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak banyak rintangan
sewaktu terjadi debit rencana. Misalnya pintu sorong harus dapat diangkat
sepenuhnya dari dalam air selama tejadi debit rencana, kehilangan energi harus kecil
pada pintu scot balk jika semua balok dipindahkan. Disaluran-saluran sekunder dimana
kehilangan tinggi energi tidak merupakan hambatan, bangunan pengatur dapat
dirancang tanpa menggunakan pertimbangan-pertimbangan di atas.

2.17.3.Bangunan Sadap

2.17.3.1. Bangunan Sadap Sekunder


Bangunan sadap sekunder akan memberikan air ke saluran sekunder dan oleh
sebab itu melayani lebih dari satu petak tersier.
Kapasitas bangunan-bangunan sadap ini lebih dari sekitar 0,20 cm/dt. Ada 3
tipe bangunan yang dapat dipakai untuk bangunan sadap sekunder, yaitu :
• Alat ukur romijn
• Alat ukur Crump de Gruyter
• Pintu aliran bawah dengan alat ukur ambang lebar
Tipe mana yang akan dipilih berdasarkan pada ukuran saluran sekunder yang
akan diberi air serta besarnya kehilangan tinggi ienergiyang diizinkan.
Kehilangan tinggi energi untuk kehilangan tinggi energi kecil alat ukur romijn
dapat dipakai hingga debit sebesar 2 m3/dt. Untuk debit-debit yang lebih besar,
harus pintu sorong yang dilengkapi dengan alat ukur yang terpisah, yakni alat ukur
ambang lebar. Bila tersedia kehilangan tinggi energi yang memadai, maka alat ukur
Crump de Gruyter merupakan bangunan yang bagus. Bangunan ini dapat dirancang
dengan pintu tunggal atau banyak pintu debit sampai sebesar 0,9 m3/dt setiap pintu.

2.17.3.2. Banguanan Sadap Tersier


Bangunan sadap tersier akan memberi air pada petak-petak tersier. Kapasitas
bangunan sadap ini berkisar antara 50 L/dt sampai dengan 250 L/dt. Bangunan sadap
yang paling cocok adalah alat ukur romijn, jika muka air hulu diatur dengan bangunan
pengatur dan jika kehilangan tinggi energi tidak menjadi masalah. Bila kehilangan
tinggi energi tidak menjadi masalah dan muka air banyak mengalami fluktuasi, maka
dapat dipilih alat ukur Crump de Gruyter.
Di saluran irigasi yang harus tetap memberikan air selama debit sangat
rendah, alat ukur Crump de Gruyter lebih cocok karena elevasi pengambilannya lebih
rendah dari pada elevasi pengambilan pintu romijn.
Sebagai saluran umum, pemakaian beberapa tipe bangunan sadap tersier
sekaligus di suatu daerah irigasi tidak disarankan penggunaannya satu tipe bangunan
akan lebih mempermudah eksploitasi.
2.18.BANGUNAN PELENGKAP

2.18.1.Bangunan terjun
Bangunan terjun atau got miring diperlukan jika kemiringan maksimum telah
lebih curam dari kemiringan maksimum saluran yang diizinkan. Bangunan semacam ini
mempunyai empat bagian fungsional yang masing-masing memiliki sifat perencanaan
yang khas.
• Bangunan hulu pengontrol, yaitu bagian dimana aluran menjadi superkritis.
• Bagian dimana air dialirkan ke elevasi yang lebih rendah.
• Bagian tepat di sebelah hilir potongan U yaitu tempat dimana energi
diredam.
• Bagian peralihan saluran memerlukan lindungan untuk mencegah erosi.

Perencanaan hidrolis bangunan dipengaruhi oleh besaran-besaran berikut :


H1 = tinggi energi di muka ambang (m)
∆H = perubahan tinggi energi hilir pada kolam olak (m)
q = debit persatuan lebar ambang (m/det)
g = percepatan gravitasi (m/det2)
n = tinggi ambang pada ujung kolam olak (m)

Besaran-besaran ini dapat digabung untuk membuat perkiraan awal tinggi


bangunan terjun.
∆ Z = ( ∆ H + Hd ) – H1
Untuk perkiraan awal Hd, boleh diandaikan bahwa :
Hd = 1,67 H1
Kemudian kecepatan aliran pada potongan U dapat diperkirakan dengan:

Vu = 2.g.∆ Z
Dan selanjutnya :
Yu = q / Vu
Aliran pada potongan U kemudian dapat dibedakan sifatnya dengan bilangan
Froude tak berdimensi :
Fru = Vu / 2.g.∆ Z
Geometri bangunan terjun dengan perbandingan panjang yd/∆ z dan Lp/∆ z
kini dapat dihitung dari Gambar 2.3

Gambar 2.3 Grafik tak berdimensi dari geometri bangunan terjun tegak
(KP-04 Hal 88)
Catatan :
• Bila perubahan tinggi energi di atas bangunan < 1,50 m, digunakan bangunan
terjun tegak.
• Bila perubahan tinggi energi ( tinggi jatuh ) > 1,50 m, digunakan bangunan
terrjun miring.
• Untuk Fru < 1.7 ; tidak diperlukan kolam olak.
• Bila 1,7 < Fru < 2,5 ; digunakan terjunan dengan ambang ujung.
• Bila 2,5 < Fru < 4,5 ; digunakan kolam USBR tipe III, kolam Vlugter atau
kolam dengan ambang ujung.

2.18.2.Siphon
Shipon adalah bangunan yang membawa air melewati bawah saluran (biasanya
pembuang) atau jalan. Pada shipon air mengalir karena tekanan. Perencanaan hidrolis
shipon harus mempertimbangkan kecepatan aliran, kehilangan pada peralihan masuk,
kehilangan karena gesekan, kehilangan pada bagian siku shipon, serta kehilangan pada
peralihan keluar. Diameter minimum shipon adalah 0,60 m, untuk memungkinkan
pembersihan dan inspeksi. Disaluran-saluran yang lebih besar, shipon dibuat dengan
pipa rangkap (double barrels) guna menghindari kehilangan yang besar didalam shipon,
jika bengunan itu tidak mengalirkan air pada debit rencana. Pipa rangkap juga
menguntungkan dari segi pemeliharaan dan mengurangi biaya pelaksanaan
pembangunan. Shipon yang panjangnya lebih dari 100 m harus dipasang dengan lubang
periksa ( man hole) dan pintu pembuang, jika situasi memungkinkan khususnya untuk
jembatan shipon.
Kecepatan aliran
Untuk mencegah sedimentasi, kecepatan aliran dalam shipon harus tinggi.
Tetapi kecepatan yang tinggi menyebabkan bertambahnya kehilangan tinggi energi.
Oleh sebab itu keseimbangan antara kecepata aliran dan kehilangan tinggi energi
yang diijinkan harus tetap terjaga. Kecepatan aliran dalam shipon harus dua kali lebih
tinggi dari kecepatan normal aliran dalam saluran. Kecepatan yang dianjurkan adalah
1,5 – 3,0 m/det

2.18.3.Talang dan Flume


Talang adalah saluran buatan yang dibuat dari pasangan beton, baja atau
kayu. Didalamnya air mengalir dengan permukaan yang bebas, dibuat melintasi
lembah, saluran pembuang, saluran irigasi, sungai, dsb.

Potongan melintang
Potongan melintang bangunan tersebut ditentukan ole nilai banding b/h,
dimana b adalah lebar bangunan dan h adalah kedalaman air. Nilai-nilai banding
berkisar antara 1 – 3 yang menghasilkan potongan melintang hidrolis yang ekonomis.

Kemiringan melintang
Kecepatan dalam bangunan lebih tinggi daripada kecepatan di potongan
saluran biasa, tetapi kemiringan dan kecepatan dipilih sedemikian rupa sehingga tidak
akan terjadi kecepatan superkritis, karena aliran cenderung sangat tidak stabil.
Untuk itu nilai banding potongan melintang diatas memberikan kemiringan maksimum
(i)=0,002.

Tinggi jagaan
Untuk talang yang melintas sungai atau pembuang harus dipakai harga-harga
ruang bebas berikut :
• Pembuang intern : Q5 + 0,50 m
• Pembuang ekstern: Q25 + 1,00 m
• Sungai : Q25 + ruang bebas bergantung keputusan perencana, tetapi tidak
kurang dari 1,50 m.

Anda mungkin juga menyukai