Anda di halaman 1dari 5

Perokok Pasif Mempunyai Risiko Lebih Besar Dibandingkan

Perokok Aktif 31 May 2004


http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=474.htm

Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun dan bahan-bahan yang dapat menimbulkan
kanker (karsinogen). Bahkan bahan berbahaya dan racun dalam rokok tidak hanya
mengakibatkan gangguan kesehatan pada orang yang merokok, namun juga kepada orang-orang
di sekitarnya yang tidak merokok yang sebagian besar adalah bayi, anak-anak dan ibu-ibu yang
terpaksa menjadi perokok pasif oleh karena ayah atau suami mereka merokok di rumah. Padahal
perokok pasif mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita kanker paru-paru dan penyakit
jantung ishkemia. Sedangkan pada janin, bayi dan anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar
untuk menderita kejadian berat badan lahir rendah, bronchitis dan pneumonia, infeksi rongga
telinga dan asthma.
Demikian penegasan Menkes Dr. Achmad Sujudi pada puncak peringatan Hari Tanpa Tembakau
Sedunia dengan tema "Kemiskinan dan Merokok Sebuah Lingkaran Setan" sekaligus
meluncurkan buku Fakta Tembakau Indonesia Data Emperis Untuk Strategi Nasional
Penanggulangan Masalah Tembakau tanggal 31 Mei 2004 di Kantor Depkes Jakarta.

Mengingat besarnya masalah rokok, Menkes mengajak seluruh masyarakat bersama pemerintah
untuk menjalankan cara-cara penanggulangan rokok secara sistematis dan terus menerus yaitu
meningkatkan penyuluhan dan pemberian informasi kepada masyarakat, memperluas dan
mengefektifkan kawasan bebas rokok, secara bertahap mengurangi iklan dan promosi rokok,
mengefektifkan fungsi label, menggunakan mekanisme harga dan cukai untuk menurunkan
demand merokok dan memperbaiki hukum dan perundang-undangan tentang penanggulangan
masalah rokok.

Menurut Menkes, kemiskinan dan merokok terutama bagi penduduk miskin merupakan dua hal
yang saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain. Seseorang yang membakar rokok
tiap hari berarti telah kehilangan kesempatan untuk membelikan susu atau makanan lain yang
bergizi bagi anak dan keluarganya. Akibat dari itu anaknya tidak dapat tumbuh dengan baik dan
kecerdasanya juga tidak cukup berkembang, sehingga kapasitasnya untuk hidup lebih baik di
usia dewasa menjadi sangat terbatas. Selain itu, kemungkinan besar sang ayah juga meninggal
oleh karena penyakit yang berhubungan dengan kebiasaan merokok. Demikian seterusnya,
sehingga merokok dan kemiskinan merupakan sebuah lingkaran setan

Menkes menambahkan, kebiasaan merokok di Indonesia cenderung meningkat. Berdasarkan data


Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) penduduk Indonesia usia dewasa yang mempunyai
kebiasaan merokok sebanyak 31,6%. Dengan besarnya jumlah dan tingginya presentase
penduduk yang mempunyai kebiasaan merokok, Indonesia merupakan konsumen rokok tertinggi
kelima di dunia dengan jumlah rokok yang dikonsumsi (dibakar) pada tahun 2002 sebanyak 182
milyar batang rokok setiap tahunnya setelah Republik Rakyat China (1.697.291milyar), Amerika
Serikat (463,504 milyar), Rusia (375.000 milyar) dan Jepang (299.085 milyar).

Menurut Menkes, diantara penduduk laki-laki dewasa, persentase yang mempunyai kebiasaan
merokok jumlahnya melebihi 60%. Walaupun peningkatan prevalensi merokok ini merupakan
fenomena umum di negara berkembang, namun prevalensi merokok di kalangan laki-laki dewasa
di Indonesia termasuk yang sangat tinggi.

Sedangkan di negara maju yang terjadi justru sebaliknya, persentase perokok terus menerus
cenderung menurun dan saat ini kira-kira hanya 30% laki-laki dewasa di negara maju yang
mempunyai kebiasaan merokok. Hal ini disebabkan tingkat kesadaran masyarakat di negara maju
akan bahaya merokok sudah tinggi. Masyarakat sudah sadar merokok merupakan faktor risiko
penyebab kematian, faktor risiko berbagai penyakit dan disabilitas.

Kepala Perwakilan WHO untuk Indonesia dalam sambutan tertulis yang dibacakan Dr. Frits
Reijsenbach de Haan menyatakan, masyarakat miskin adalah kelompok masyarakat yang paling
menjadi korban dari industri tembakau karena menggunakan penghasilannya untuk membeli
sesuatu (rokok) yang justru membahayakan kesehatan mereka.

Dalam laporan yang baru saja dikeluarkan WHO berjudul "Tobacco and Poverty : A Vicious
Cycle atau Tembakau dan Kemiskinan : Sebuah Lingkaran Setan" dalam rangka peringatan Hari
Tanpa Tembakau Sedunia tanggal 31 Mei 2004, membuktikan bahwa perokok yang paling
banyak adalah kelompok masyarakat miskin. Bahkan di negara-negara maju sekalipun, jumlah
perokok terbanyak berasal dari kelompok masyarakat bawah. Mereka pula yang memiliki beban
ekonomi dan kesehatan yang terberat akibat kecanduan rokok. Dari sekitar 1,3 milyar perokok di
seluruh dunia, 84% diantaranya di negara-negara berkembang.

Hasil penelitian itu juga menemukan bahwa jumlah perokok terbanyak di Madras India justru
berasal dari kelompok masyarakat buta huruf. Kemudian riset lain membuktikan bahwa
kelompok masyarakat termiskin di Bangladesh menghabiskan hampir 10 kali lipat
penghasilannya untuk tembakau dibandingkan untuk kebutuhan pendidikan. Lalu penelitian di 3
provinsi Vietnam menemukan, perokok menghabiskan 3,6 kali lebih banyak untuk tembakau
dibandingkan untuk pendidikan, 2,5 kali lebih banyak untuk tembakau dibandingkan dengan
pakaian dan 1,9 kali lebih banyak untuk tembakau dibandingkan untuk biaya kesehatan.

Menurut WHO, merokok akan menciptakan beban ganda, karena merokok akan menganggu
kesehatan sehingga lebih banyak biaya harus dikeluarkan untuk mengobati penyakitnya.
Disamping itu meropok juga menghabiskan uang yang seharusnya digunakan untuk membeli
makanan yang bergizi.

Untuk mengurangi/menghilangkan kemiskinan, pemerintah perlu segera mengatasi masalah


konsumsi tembakau. Karena itu Kepala Perwakilan WHO untuk Indonesia mendorong
pemerintah Indonesia untuk lebih serius lagi mempertimbangkan untuk menandatangani global
Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) akhir masa penandatangan akhir Juni 2004.
Dengan demikian Indonesia dapat menjadi pemimpin regional dalam gerakan pengawasan
tembakau.
Selain meluncurkan buku, Menkes menyerahkan penghargaan "Manggala Karya Bakti Husada
Arutala" kepada Pondok Pesantren Langitan karena jasanya dalam menciptakan Kawasan Tanpa
Rokok serta penyerahan hadiah kepada 4 pemenang Quit and Win (Lomba Berhenti Merokok)
yang diselenggarakan Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3).

WHO: Setiap Menit 60 Orang Meninggal Akibat Rokok

http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1086667350,88135,.htm

Selasa, 8 Juni, 2004 oleh: Siswono


WHO: Setiap Menit 60 Orang Meninggal Akibat Rokok
Gizi.net - Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Departemen Kesehatan (Depkes)
RI membantah keras mengenai pernyataan riset tentang dampak tembakau terhadap
kesehatan belum tuntas.

Hal itu terungkap dalam data WHO dalam laporannya untuk memperingati Hari Tanpa
Tembakau Sedunia 2004 yang diterima Antara di Jakarta, Senin.

Konsumsi tembakau dunia ternyata dapat membunuh satu orang setiap detiknya. Saat
ini di dunia terdapat 4,9 juta kematian setiap tahunnya dimana 70 persen di antaranya
terjadi di negara berkembang.

Separuh dari perokok jangka panjang mati karena kebiasaan tersebut yang mengurangi
kira-kira 20-25 persen tahun produktifnya.

Lebih dari 70.000 artikel telah membuktikan secara tuntas bahwa konsumsi tembakau
dan paparan terhadap asap tembakau berbahaya bagi kesehatan.

Artikel ilmiah itu membuktikan bahwa konsumsi tembakau dan paparan terhadap asap
tembakau berdampak serius pada kesehatan, antara lain mengakibatkan penyakit
kanker paru, kanker mulut dan organ lain, penyakit jantung, penyakit saluran
pernafasan kronik dan kelainan kehamilan.

Adanya selang waktu 20-25 tahun antara mulai merokok dan akibat ditimbulkannya
penyakit, menyebabkan dampak tersebut tidak disadari.

Rokok kretek mengandung tembakau sebanyak 60-70 persen sehingga memiliki risiko
kesehatan yang sama dengan produk tembakau lainnya.

*
Mitos lain yang berkembang di masyarakat adalah larangan merokok melanggar hak
asasi seseorang, tetapi faktanya, menurut WHO dan Depkes, merokok di tempat umum
melanggar hak orang lain untuk menikmati udara bersih dan menyebabkan gangguan
kesehatan pada orang yang tidak merokok.

Asap rokok mengandung 4.000 bahan kimia dan 43 di antaranya penyebab kanker.
Seorang bukan perokok yang menikah dengan perokok memiliki risiko 20-30 persen
lebih tinggi untuk terkena kanker paru.

Asap rokok meningkat risiko wanita hamil melahirkan bari berat badan kurang, kematian
bayi dalam kandungan dan adanya komplikasi pada saat melahirkan.

Pada anak-anak, paparan asap rokok meningkat kecenderungan terjadinya gangguan


saluran napas dan menurunnya kapasitas paru-paru. (O-1)

Sumber: Media Indonesia, Selasa 8 Juli 2004

Tobacco and osteoporosis


http://www.who.int/tobacco/research/osteoporosis/en/index.html

http://www.bmj.com/cgi/content/abstract/315/7112/841

As populations age the world over, osteoporosis or loss of bone mineral density, will
generate an increasing burden of disease. Far more common among women than men,
osteoporosis itself is less a disease than a risk factor because people with osteoporosis have
much higher risk of fractures, particularly of the hip and vertebral bodies.

Hip fractures, while surgically repairable, often cause substantial disability and may prevent
someone from returning home even after rehabilitation if their home is unsuitable for
someone with impaired mobility. In even the most resource-rich health care systems, the
resources that will be consumed by treatment and care of such fractures is expected to grow
exponentially.

The strongest evidence of the effects of smoking in decreasing bone mineral density comes
from a meta-analysis which considered 29 studies and concluded that roughly one in eight
hip fractures is attributable to cigarette smoking. Current smokers lose bone at faster rates
than non-smokers, and by age 80 this can translate into 6% lower bone mineral density. Hip
fracture risk among smokers is greater at all ages but rises from 17% greater at age 60 to
71% at age 80 and 108% at age 901.

Risks are lower in former smokers, suggesting a benefit of quitting smoking in slowing the
rate of bone loss.

Further Information

(1) Law MR, Hackshaw AK. A meta-analysis of cigarette smoking, bone mineral density and
risk of hip fracture: recognition of a major effect. BMJ 1997; 315:841-6.

kandungan kimia rokok dan bahayanya

http://teyhirafarm.wordpress.com/2009/02/02/kandungan-kimia-rokok-dan-bahayanya/

Anda mungkin juga menyukai