DB
DB
1. Pengertian
Demam dengue (DD) merupakan suatu sindroma benigna yang disebabkan oleh virus-virus
arthropod-borne dan ditandai secara karakteristik oleh demam bifasik, mialgia atau artralgia, ruam-
ruam, leukopenia, dan limfadenopati (Nelson, 1992), terutama terdapat pada anak-anak dan remaja
atau orang dewasa (Mansjoer, dkk, 2000).
DBD adalah demam virus akut yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, disertai sakit
kepala, nyeri otot, sendi dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam. DBD
merupakan penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa yang biasanya memburuk setelah dua hari
pertama (Mansjoer, dkk, 2000).
DBD adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan. Pada
keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam syok hipovolemik
akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut dengue shock syndrome (DSS) ( Waspadji, 1996).
2. Penyebab
DBD disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus yang berbeda antigen. Virus ini adalah
kelompok Flavivirus dan serotipenya adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi oleh salah satu
jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan
terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang yang hidup di daerah endemis DBD dapat
mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur hidupnya. Dengue adalah penyakit daerah tropis dan
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada
siang hari ( Waspadji, 1996).
3. Faktor Resiko
Infeksi virus dengue sekunder merupakan salah satu factor resiko untuk DBD termasuk
antibody pasif pada bayi. Strain virus jugamerupakan factor resiko untuk DBD, tidak semua tipe
virus potensial menyebabkan epidemik atau penyakit berat. Selain itu usia, dan factor genetic pasien
juga berperan dalam menentukan factor resiko untuk DBD. Dimana anak usia kurang dari 15 tahun
dan beberapa grup populasi tertentu lebih rentan terhadap sindrom kebocoran plasma (WHO, 2000).
4. Siklus Penularan.
Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti betina. Nyamuk aedes
betina ini menjadi terinfeksi saat dia menghisap darah dari seseorang yang terinfeksi selama fase
demam akut (viremia). Virus yang menginfeksi nyamuk aedes betina ini kemudian mengalami
periode inkubasi eksterna selama 8-12 hari. Setelah periode inkubasi eksterna ini kelenjar ludah
nyamuk mengandung virus yang bisa ditransmisikan ke orang lain dengan menginjeksikan cairan
ludah ke dalam gigitan. Setelah periode inkubasi selama 3-14 hari (rata-rata 4-7 hari), penderita akan
mengalami viremia dan segera timbul onset segera dari penyakit. Viremia ini biasanya mulai terjadi
sekitar 6-18 jam sebelum timbul onset gejala, dan berakhir rata-rata setelah 4-5 hari (Gubbler,1998).
Pada saat viremia ini pasien menjadi paling infektif untuk nyamuk vektor dan melanjutkan
siklus penularan. Selain dengan menginfeksi, ketetap beradaan virus dengue di dalam vector,
terutama untuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus, dimungkinkan karena adanya transmisi vertikal virus
dengue dari nyamuk betina ke generasi berikutnya. Hal ini memungkinkan mekanisme ketetapan
keberadaan virus di alam, namun tidak penting dalam menyebabkan epidemi (WHO,2000).
5. Manifestasi Klinis.
Manifestasi klinis tergantung dari usia, status imun, dan strain virus (WHO, 2000). Infeksi
virus dengue bisa asimtomatik, undifferentiated fever, demam dengue, demam berdarah dengue
termasuk dengue shock syndrome (Malavige et al., 2004).
Demam Dengue
Gejala klinis. Setelah periode inkubasi, timbul gejala prodormal tak tentu, seperti
nyeri kepala, nyeri punggung dan merasa lemah seluruh tubuh. Dalam 24 jam bisa terdapat
nyeri retroorbital, terutama saat menggerakkan atau ada tekanan pada mata, fotofobia, nyeri
punggung, dan nyeri di otot dan persendian atau tulang pada ekstrimitas. Gejala umum yang
lain termasu anorexia dan pengurangan sensai pengecap, konstipasi, nyeri kolik, dan nyeri
tekan perut, nyeri daerah inguinal, sakit tenggorokan dan depresi. Gejala-gejala ini biasanya
bervariasi sesuai tingkat keparahan dan biasanya menetap dalam beberapa hari.
Demam. Suhu tubuh biasanya antara 39ºC dan 40ºC. demam bifasik berlangsung 5-7
hari.
Bintik-bintik kemerahan. Bisa terlihat di wajah, leher, dan dada selama setengah
pertama periode demam.
Perdarahan kulit. Tes tourniquet positif dan atau ptechiae (Gubler, 1998).
Kasus DBD khas ditandai dengan demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali,
dan sering kegagalan sirkulasi. Trombositopenia sedang dan berat dengan hemokonsentrasi
yang terjadi bersamaan merupakan temuan klinis laboratories pembeda. Perubahan
patofisiologis utama yang menentukan penyakit dan pembeda DBD dari DD adalah
hemostasis abnormal dan kebocoran plasma sebagai manifestasi dari trombositopenia dan
hematokrit yang meningkat (Rothman, 2004)
DBD biasanya dimulai dengan peningkatan mendadak suhu tubuh disertai dengan
wajah kemerahan dan gejala-gejala`konstitusional non spesifik yang ada pada DD, seperti
anorexia, muntah, nyeri kepala, nyeri otot, dan persendian (WHO, 2000).
Fenomena perdarahan yang paling umum adalah test tourniquet positif. Epistaxis dan
perdarahan gusi lebih jarang, perdarahan gastrointestinal ringan kadang juga didapatkan,
sedangkan hematuria bisa juga terjadi namun jarang. Foto dada menunjukkan adanya efusi
pleura terutama di sisi kanan. Efusi pleura yang meluas berkorelasi dengan keparahan
penyakit (WHO, 2000).
e) Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah bukan di got/
comberan. Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung,
perangkap semut dan lain-lain. Di luar rumah: drum, tangki penampungan air, kaleng bekas,
ban bekas, botol pecah, potongan bambu, tempurung kelapa, dan lain-lain.
2) Selalu bergerak ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas, kemudian turun
kembali ke bawah, dan seterusnya.
3) Pada saat istirahat posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air (membentuk sudut
dengan permukaan air).
4. Penyebaran
Vektor utama dengue di Indonesia yang merupakan nyamuk Aedes aegypti betina, bersarang
di bejana-bejana yang berisi air jernih dan tawar seperti bak mandi, drum penampungan air, kaleng
bekas dan lain-lainnya. Adanya vektor ini berhubungan erat dengan beberapa faktor, antara lain:
kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperluan sehari-hari, sanitasi lingkungan,
penyediaan air bersih yang langka. Daerah yang terjangkit DBD adalah wilayah yang padat
penduduk, karena: Antar rumah jaraknya berdekatan yang memungkinkan penularan karena jarak
terbang Aedes aegypti 40-100 meter, Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menggigit berulang yaitu
menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat ( Waspadji, 1996).
a) Periksa bak mandi/ WC, tempayan, drum dan tempat–tempat penampungan air lainnya.
b) Jika tidak tampak, tunggu kurang lebih 0,5 –1,0 menit, jika ada jentik maka akan muncul ke
permukaan air.
c) Pada tempat yang gelap gunakan senter
Periksa pula vas bunga, tempat minum burung, plastic. Kaleng-kaleng dan ban bekas.
Pemberantasan DBD seperti penyakit menular lain, didasarkan atas pemutusan rantai
penularan. Komponen penularan DBD terdiri dari virus, Aedes aegypti dan manusia. Sampai saat ini
belum tedapat vaksin yang efektif terhadap virus itu, maka pemberantasan ditujukan pada manusia
dan terutama pada vektornya (Hasan dan Alatas, 1985). Untuk memutuskan rantai penularan,
pemberantasan vektor dianggap cara paling memadai saat ini. Vektor dengue khususnya Aedes
aegyptie sebenarnya mudah diberantas karena sarangnya terbatas di tempat yang berisi air bersih dan
jarak terbangnya maksimum 100 meter. Tetapi karena vektor terbesarnya luas, untuk keberhasilan
pemberantasan diperlukan total coverage (meliputi seluruh wilayah) agar nyamuk tidak dapat
berkembangbiak lagi ( Waspadji, 1996).
Menurut Departemen Kesehatan RI (2005) cara pemberantasan DBD dibagi menjadi dua:
Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN DBD) dilakukan dengan cara:
1) Fisik
Cara ini dikenal dengan kegiatan 3M, yaitu: menguras (dan menyikat) bak mandi, bak WC, dan lain-
lain; menutup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan, drum, dan lain-lain); serta
mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang bekas (seperti kaleng, ban dan lain-
lain). Pengurasan tempat-tempat penampungan air (TPA) perlu dilakukan secara teratur sekurang-
kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak di tempat itu. Saat ini telah
dikenal istilah ‘3M’ plus, yaitu kegiatan 3M yang diperluas. Bila PSN DBD dilaksanakan oleh
masyarakat, maka populasi nyamuk Aedes aegypti dapat ditekan serendah-rendahnya, sehingga
penularan DBD tidak terjadi lagi. Untuk itu upaya penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat harus
dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan, karena keberadaan jentik nyamuk berkaitan
erat dengan perilaku masyarakat
2) Kimia
Cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan insektisida pembasmi jentik
(larvasida) ini antara lain dikenal denga istilah larvasidasi. Larvasida yang sering digunakan antara
lain temephos. Formulasi temephos yang digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang
digunakan 1 ppm atau 10 gram (1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Larvasida temephos ini
memiliki efek residu 3 bulan.
3) Biologi
Antara lain dengan memelirara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan
cupang/ tempalo dan lain-lain). Dapat juga digunakan Bacillus thuringlensisvar israeliensis (BTI).
Menurut Sungkar (2005) Hasil pelaksanaan penggerakan PSN oleh masyarakat di RW/ desa/
lingkungan dipantau secara berjenjang oleh Pokja di tingkat desa/ kelurahan, dan kelompok kerja
operasional (Pokjanal) DBD tingkat Kecamatan, kabupaten/ kotamadya Dati II, propinsi Dati I dan
pusat.
D. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku.
I. Pengetahuan
Tahu berarti mengerti sesudah melihat/ menyaksikan, mengalami (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 1990). Pengetahuan merupakan sesuatu yang diketahui; kepandaian segala sesuatu yang
diketahui berkenaan dengan hal mata pelajaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990). Pengetahuan
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan/ perilaku seseorang (Notoatmojo, 2003).
1. Sumber pengetahuan
Manusia memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber, (Taylor et al, 1997) antara lain:
a. Tradisional knowledge
Disini tidak ada sumber ilmiah yang mendukung dari pengetahuan tersebut.
b. Authoritative Knowledge
Pengetahuan ini datang dari ahli yang diterima sebagai suatu kepercayaan berdasarkan sudut
pandang ahli tersebut.
c. Scientific knowledge
Pengetahuan itu datang melalui suatu metode ilmiah, misalnya dari hasil penelitian.
3. Tingkatan pengetahuan
Menurut Notoatmojo (2003), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai
6 tingkatan:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk
kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang
apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan
sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau
pengunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang
lain.
d. Analisis (anlysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu
sama lain. Kemampuan analisis ini ini dapat dilihat dari
e. Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian
di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan-rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu
materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang
cukup gizi dengan anak yang kurang gizi, dapat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat, dapat
menafsirkan sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya.
II. Sikap
Sikap merupakan perasaan yang lebih yang ditunjukkan terhadap suatu obyek (baik terhadap
seseorang suatu tindakan atau suatu gagasan dan melekat ke dalam struktur, sikap itu adalah evaluasi
dalam dimensi baik dan buruk (Green&Kreuter, 1991). Sedangkan menurut Atkinson et al (1993),
sikap meliputi rasa suka dan tidak suka, mendekati atau menghindari situasi benda, orang, kelompok
dan aspek lingkungan termasuk abstrak dan kebijakan sosial.
Menurut Rakhmat (2004) sikap adalah 1) Kecenderungan bertindak, berpresepsi, berpikir,
dan merasa menghadapi objek, ide, situasi atau nilai; 2) Sikap mempunyai daya pendorong atau
motivasi; 3) Sikap relative lebih menetap; 4) Sikap mengandung aspek evaluative, yaitu mengandung
nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan; 5) Sikap timbul dari pengalaman, yaitu sikap tidak
dibawa sejak lahir, akan tetapi merupakan hasil belajar, sehingga sikap dapat diperteguh atau diubah.
Selanjutnya Niven (2002) mengatakan sikap terbentuk dari 3 komponen utama, yaitu : 1) Komponen
afektif, yaitu komponen yang berhubungan dengan perasaan dan emosi tentang seseorang atau
sesuatu; 2) Komponen kognitif, yaitu komponen yang berhubungan dengan pemikiran atau
kepercayaan tentang sesorang atau sesuatu objek; 3) Komponen perilaku, yakni sikap terbentuk dari
tingkah laku seseorang atau perilakunya.
III. Perilaku
Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil
hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon) dan respons. Secara lebih operasional
perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsang atau stimulus dari
luar subjek tersebut. Respon ini berbentuk dua macam, yaitu:
a. Bentuk pasif adalah respons internal manusia, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak
secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan, atau sikap batin dan
pengetahuan.
b. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung.
Menurut Notoatmojo (2003) penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku didasari oleh
pengetahuan, kesadaran, dan sikap positif, maka perilaku tersebut bersifat langgeng (long lasting).
Perilaku dapat dikatakan sebagai apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati
secara langsung atau secara tidak langsung. Penelitian Rogers (cit. Notoatmojo, 2003)
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri
orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:
a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai
timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal
ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh
stimulus.
e. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan
sikapnya terhadap stimulus.
Perilaku kesehatan merupakan respon terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Perilaku kesehatan diharapkan
dari individu, keluarga, dan masyarakat adalah selalu memelihara dan meningkatkan status
kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, dan perilaku untuk mencari pertolongan kesehatan bila
anggota keluarga sakit, serta memiliki respon positif terhadap keadaan lingkungan yang menjadi
determinan kesehatan manusia (Langkap, 2004)