PENDAHULUAN
Krisis ekonomi atau yang sering disebut dengan nama krisis moneter
merupakan suatu peristiwa atau kondisi menurunya ekonomi suatu Negara. Semua
Negara praktis pernah mengalami yang namanya krisis dalam perekonomian
negaranya. Karena krisis merupakan kejadian yang simultan dan memiliki effek
yang akan menyebar keberbagai Negara. Banyak yang menyebutkan bahwa Krisis
moneter merupakan hasil dari ekonomi kapitalis yang sepenuhnya bergantung
pada sistem pasar yang ada. Akibatnya pasar tidak terkendali dan mengakibatkan
terjadinya krisis. Krisis ekonomi dunia pernah terjadi pada tahun 1930 silam atau
yang lebih dikenal dengan The Great Depression yang saat itu ekonomi masih
dikuasai kapitalis dimana semua kegiatan perekonomian diserahkan langsung
kepada mekanisme pasar. Kemudian setelah kejadian tahun 1930 tersebut
ekonomi berusaha diperbaiki dengan tidak sepenuhnya memakai sistem kapitalis
murni dalam perekonomian suatu Negara.
Untuk indonesia sendiri krisis ekonomi atau krisis moneter bukanlah hal
baru karena indonesia terhitung telah mengalami 2 kali krisis yang melanda
perekonomiannya. YAng pertama adalah krisis moneter tahun 1998 yang melanda
nagara-negara Asia Tenggara membuat ekonomi indonesia benar-benar kolaps
hingga membuat pertumbuhan ekonomi indonesia saat itu menjadi minus(-), kurs
rupiah melemah terhadap mata uang asing, adanya rush terhadap perbankan tanah
air. Hal ini tentu akan merembet kesektor lainnya seperti berkurangnya investasi,
dan banyak industri-industri yang bangkrut sehingga menimbulkan angka
pengangguran yang sangat tinggi, ditambah lagi dengan angka inflasi yang
mencapai Hiperinflasi. Kejadian ini membuat ekonomi indonesia hancur yang
pada awalnya indonesia merupakan Negara yang ekonominya paling tangguh di
asia tenggara menjadi tidak berkutik akibat krisis tahun 1998. Industri indonesia
yang sudah mulai memasuki tahap lepas landas harus kembali mengulang dari
awal. Krisis ini sendiri berawal dari menurunya nilai mata uang Thailand yang
kemudian direspon negative oleh ekonomi Negara-negara lainnya. banyak Negara
1
yang kemudian mengeluarkan kebijakkan untuk keluar dari krisis ini. Begitu juga
dengan indonesia yang mengeluarkan kebijakkan-kebijakkan untuk mengatasinya
seperti kebijakkan fiscal dan kebijakkkan moneter serta kebijakan lainnya.
Suatu pertanyaan besar yang ada dalam benak kita semua tentang kondisi
perekonomian indonesia yang selalu mengalami krisis. Dalam satu dekade ini saja
perekonomian indonesia telah diguncang krisis sebanyak 2 kali, yaitu krisis
ekonomi tahun 1998 dan krisis keauangan global yang terjadi pada tahun 2008.
Yang menjadi pertanyaan saat ini masih cukup kuatkan perekonomian kita untuk
menghadapi pola perekonomian dunia saat ini?. Mengapa demikian, karena saat
2
ini perekonomian indonesia masih sangat tergantung dengan ekonomi global
khususnya negara-negara maju. Hal ini bisa dibuktikan dengan bila perekonomian
dunia mengalami keamjuan akan dikuti pula dengan kemajuan ekonomi indonesia,
namun bila suatu ekonomi dunia mengalami krisis maka indonesia adalah salah
satu negara yang paling parah mengalaminya. Seperti krisis yang selama ini
terjadi semua penyebabnya berasal dari luar dan tidak ada yang berasal dari dalam
perekonomian indonesia sendiri.
Untuk itu perlu bagi kami kelompok 3 untuk mengkaji lebih lanjut tentang
fenomena krisis moneter di indonesia pada tahun 1998 dan tahun 2008. Baik itu
dari sisi penyebab terjadinya krisis, perbedaan krisis 1998 dan 2008, maupun
solusi mengatasinya dalam jangak pendek dan jangka menengah serta jangka
panjang.
I.2.1 Apakah penyebab utama terjadinya krisis moneter tahun1998 dan 2008
dan bagaimana perbedaan antara keduanya?
3
BAB II
INTI PENULISAN
4
Belum lagi sepenuhnya sembuh dari krisis sebelumnya perekonomian
indonesia mengalami krisis kembali. Pada tulisan-tulisan saya sebelumnya, telah
saya jelaskan bagaimana awal terjadinya krisis finansial global tersebut (baca:
Andaikan Bank Tidak Ikut Bermain). Krisis finansial yang bermula dari kemelut
kredit sektor perumahan di Amerika ini, tidak disangka-sangka akan memiliki
dampak yang begitu luas bagi perekonomian global. Krisis yang terjadi saat ini
dianggap sebagai kehancuran dari sistem ekonomi pasar atau dikenal dengan
sistem kapitalis. Terang saja, sebagian besar negara-negara yang masuk ke dalam
jurang resesi adalah negara-negara maju yang notabene menganut sistem kapitalis.
Krisis finansial global ini ternyata juga menyentuh negara-negara dunia ke-tiga,
walaupun dampaknya tidak separah negara-negara maju.Seperti yang terjadi di
Indonesia. Sektor yang paling besar dampaknya dari krisis finansial global adalah
sektor ekspor-impor. Menurunnya daya beli konsumen di negara-negara tujuan
ekspor, membuat permintaan akan barang ekspor menurun. Selain itu sektor
keuangan juga digoncang dengan terjunnya IHSG sampai 50% dari awal tahun
2008 dan rupiah yang sempat melemah sampai batas psikologis di Rp12.000,00.
Melemahnya kedua sektor tersebut disinyalir akan berdampak pada menurunnya
potensi pendapatan negara.
Tidak bijaksana rasanya bila kita meyakini bahwa krisis finansial yang
melanda Amerika Serikat (AS) tidak akan memengaruhi ekonomi Indonesia.
Kurang rasional pula kalau kita mengabaikan begitu saja perkembangan terakhir
krisis finansial di AS, yang dampaknya sudah dirasakan dampaknya di dataran
Eropa. Setidaknya ada tiga alasan mengapa hal ini saya tekankan. Pertama,
Indonesia menganut ekonomi terbuka. Bahkan dalam liberalisasi permodalan,
Indonesia tergolong negara yang sangat liberal dibandingkan negara-negara di
Asia, termasuk Jepang dan Korea Selatan, dua negara yang lebih kapitalis
ketimbang Indonesia. Dengan demikian, setelah kejadian di AS, para investor
asing yang menanamkan modalnya melalui surat-surat berharga di Jakarta Stock
Exchange tentu akan mengambil posisi mengamankan investasinya, dengan
menjual saham-saham mereka di pasar modal. Hal ini terlihat dari nilai Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terus menurun. Ini berarti ada cash out flow
cukup besar, yang bila didiamkan akan merugikan ekonomi nasional. Kedua,
5
sejauh ini belum diketahui secara pasti berapa investasi yang ditanamkan orang
per orang serta lembaga-lembaga keuangan dari Indonesia di New York Stock
Exchange (NYSE). Baru ada beberapa bank yang mengakui menanam modalnya
di pasar saham AS. Tetapi saya meyakini, banyak investor Indonesia yang
memiliki surat berharga dari lembaga-lembaga keuangan AS yang
bangkrut akibat imbas kredit macet perumahan di AS. Dana mereka tentu saja
menjadi insolven, atau tak bisa ditarik begitu saja, meski Kongres telah
menyetujui usulan Menteri Keuangan AS untuk mem-bailout kerugian pasar
saham tersebut senilai 700 miliar dolar AS. Sebab dana sebesar itu tidak begitu
saja dikucurkan, masih ada prasyarat untuk pencairannya.
6
merugikan ekonomi nasional. Yang terpenting adalah membiasakan diri
menghadapi dampak krisis global.
II.I.A. Persamaan
Banyak analis mengatakan, krisis 1997 yang diawali dari terjun bebasnya
nilai tukar bath (Thailand), kemudian merembet ke Indonesia, Korea Selatan,
Filipina, dan Malaysia merupakan krisis moneter tipe baru yang dapat melahirkan
teori baru pula. Karena, faktor-faktor penyebab krisis tidak relevan dengan teori
yang ada. Berdasarkan model klasik Krugman (1979), yang berbasis pada krisis
ekonomi di Meksiko tahun 1976, serta Argentina, Brazil, Peru, dan Meksiko pada
awal tahun 1980, krisis moneter terjadi karena defisit anggaran yang terus
membesar, sehingga mengurangi cadangan devisa dan kegagalan exchange rate.
Sepanjang 1990-1996, baik Indonesia, Thailand, Filipina, Malaysia, dan Korea
Selatan telah melaksanakan kebijakan fiskal dan moneter yang cukup hati-hati,
sehingga kinerja keuangannya menunjukkan perkembangan positif. Diantaranya
defisit anggaran tergolong moderat (bahkan khusus 1996, Indonesia, Korea dan
Thailand tidak defisit), perbandingan utang publik terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB) juga rendah, tingkat inflasi terjaga dan rendah, serta cadangan devisa
terus meningkat. Karena itu, pada awal jatuhnya nilai tukar bath, Menteri
Keuangan (saat itu Mar’ie Muhammad) berulang kali mengatakan kepada media
bahwa fundamental ekonomi kita kuat, sehingga tidak akan terpengaruh oleh
krisis Thailand. Namun pada akhirnya, Indonesia justru merasakan dampak krisis
Thailand yang paling parah ketimbang empat negara lainnya. Sekarang, Menteri
Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur BI Budiono mengatakan hal yang hampir
sama secara substansial dengan apa yang dikatakan Mar’ie Muhammad.
Setidaknya, kinerja ekonomi nasional saat ini adalah yang terbaik setelah 10 tahun
krisis moneter. Kinerja ekspor nonmigas sudah menembus angka 50 miliar dolar
AS, serta selalu surplus setiap bulan.
Cadangan devisa per Agustus 2008 mencapai 59,6 miliar dolar AS.
Pertumbuhan ekonomi sampai akhir 2008 diperkirakan melampaui 6 persen, dan
tingkat inflasi diharapkan tidak lebih dari 11,5 persen. Tingginya tingkat inflasi
7
tahun ini lebih banyak disebabkan cost push inflation, akibat naiknya harga BBM
bulan Mei lalu. Dari data tersebut, setidaknya kita meyakini satu hal, bahwa tanpa
adanya gejala-gejala krisis bukan berarti Indonesia akan terhindar dari krisis.
Krisis 1997 memberi pelajaran berharga agar kita lebih waspada. Lalu, patutkah
kita lebih optimistis untuk mengatakan bahwa kita sekarang sudah lebih dewasa
dan lebih mampu mengelola krisis?
II.1.B. Perbedaan
8
operasional bank terbilang sangat ketat, sehingga kecurangan-kecurangan yang
dilakukan manajemen bank cepat terdeteksi. Adanya Sistem Informasi Debitur
(SID) yang memungkinkan BI mengetahui identitas debitur seluruh bank dan
memungkinkan bagi manajemen bank untuk tidak dikelabui debitur, sangat
membantu dan mendorong semakin mantapnya perbanan nasional.
Hanya saja yang membedakan dengan krisis 1997 adalah bahwa hubungan
dagang Indonesia dan Thailand sangat kecil, sedangkan hubungan dagang
Indonesia dan AS sangat besar. Menurut teori, saat terjadi krisis dari salah satu
negara jelas akan berdampak besar pada perekonomian negara yang menjadi mitra
dagangnya. Tampaknya, teori ini tak akan terbukti kalau seluruh masyarakat
mempercayai kebijakan yang diambil pemerintah. Sebab, saat krisis 1997
mendera ekonomi nasional, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan
sistem ekonomi nasional sangat rendah. Saat Menteri Keuangan meminta
masyarakat untuk tenang, justru direspon masyarakat dengan berlomba-lomba
menukar rupiahnya dengan dolar AS. Karena itu, saya percaya, apapun bagusnya
sistem yang dikembangkan, kalau tanpa dukungan kepercayaan masyarakat, maka
sistem tersebut akan menjadi hampa. Sekarang pun saya percaya, ekonomi kita
akan tetap tegar menghadapi krisis keuangan global, jika masyarakat percaya
sepenuhnya dengan kekuatan ekonomi nasional.
Tulisan ini banyak diilihami setelah saya menghadiri sebuah seminar yang
bertajuk Indonesia Economy Outlook 2009 yang diselenggarakan di kampus
saya. Di acara tersebut banyak memaparkan kondisi perekonomian Indonesia
tahun depan. Pada sesi Andi Pangeran, Direktur Eksekutif APINDO, beliau
menyampaikan materi mengenai penyelesaian krisis global guna meningkatkan
pasar di Indonesia. Krisis finansial kali ini memang berbeda dengan krisis moneter
yang melanda Indonesia dan negara Asia pada tahun 1998. Namun, dengan
adanya pelemahan ekonomi global pada tahun 2009 nanti, Indonesia diharapkan
dapat bisa mengeleminasi dampak-dampak dari kondisi tersebut.
Sektor Keuangan
9
Banyak cara yang dapat dilakukan pemerintah dan bank sentral dalam
menangani masalah sektor keuangan. Peran Bank Indonesia disini lebih besar
terutama dalam membuat kebijakan-kebijakan yang dapat menstabilkan kondisi
sektor keuangan. Kebijakan-kebijakan tersebut dapat berupa penurunan suku
bunga. Penurunan suku bunga diharapkan akan memacu usaha melalui penyaluran
kredit. BI juga harus dapat menjaga likuiditas perbankan. Hal ini dilakukan untuk
menjaga kepercayaan nasabah agar tidak terjadi kepanikan akan keringnya
likuiditas perbankan. BI juga harus dapat mempertahankan kurs rupiah terhadap
US dollar. Walaupun, masih sulit untuk kembali ke level Rp9.000,00, setidaknya
rupiah tidak lagi meroket seperti yang terjadi sebelumnya. Memang cukup dilema
dalam mempertahankan nilai kurs ini. BI harus menggunakan cadangan devisa
hampir 10% guna menstabilkan nilai rupiah. Tindakan lain yang dapat dilakukan
BI adalah dengan tindakan preventif seperti pembatasan keluarnya uang ke luar
negeri. Misalnya, dengan mebatasi keluarnya uang sebesar 100.000 US$ per
tahun. Dan memberlakukan NPWP bagi masayarakat yang ke luar negeri.
Sektor Perdagangan
Sektor Properti
10
sektor properti adalah masalah pembangunan properti yang semakin marak.
Pemerintah diharapkan lebih selektif terhadap developer-developer yang ada.
Mengingat tahun depan perekonomian akan melemah, jadi permintaan akan
properti juga akan mengikuti kondisi tersebut. Tentunya kita tidak ingin bernasib
sama dengan apa yang terjadi pada Amerika saat ini.
Sektor Pariwisata
Hal yang lumrah dilakukan pada sektor ini adalah dengan mengoptimalkan
sektor parawisata domestik. Tahun 2008 yang mengusung tema “Visit Indonesia
2008″ memang terasa tidak terlalu optimal. Inilah peran pemerintah agar dapat
menarik wisatawan domestik untuk lebih memilih temapt-tempat wisata domestik
11
ketimbang pergi ke luar negeri. Tentunya dengan memperbaiki sistem dan
infrastruktur dari setiap parawisata agar terlihat menarik bagi wisatawan. Potensi
parawisata kita sangatlah besar. Kita masih dapat menggali banyak potensi-potensi
yang ada untuk meningkatkan pendapatan negara.
12
permintaan rupiah di PUAB sehingga suku bunga akan menurun dan dengan
demikian cost of fund perbankan turun sehingga dapat mengurangi negative
spread yang ditanggung perbankan.10 Namun, penurunan GWM ini harus
dilakukan dengan hati-hati dengan mempertimbangkan jumlah uang beredar.
4. Pencairan bantuan luar negeri dalam rangka membiayai APBN dengan segera.
Berdasarkan kesepakatan dengan kreditor resmi, dalam tahun anggaran
1998/99 Pemerintah memperoleh pinjaman luar negeri sebesar $ 7,7 miliar
untuk membiayai defisit APBN sebesar Rp 83,1 triliun (uraian lebih lanjut lihat
Catatan Akhirii ). Dari penarikan pinjaman tersebut, di satu pihak akan
memperkuat cadangan devisa karena akan langsung ditempatkan di Bank
Indonesia sementara pemerintah menerima nilai lawan dalam rupiah. Di lain
pihak, pengeluaran rupiah dari Bank Sentral ke dalam perekonomian akan
mendorong peningkatan inflasi karena perannya dalam jumlah uang beredar
mencapai 48%. Oleh karena itu, dalam hal ini diperlukan koordinasi kebijakan
antara sektor moneter dan fiskal agar inflasi tetap terkendali.
5. Intervensi di pasar valas merupakan salah satu bentuk koordinasi dengan
kebijakan fiskal karena dapat menyerap kembali tambahan likuiditas dari
penarikan dana Pemerintah dari Bank Sentral. Intervensi di pasar valas masih
dimungkinkan dengan pertimbangan bahwa nilai tukar rupiah saat ini masih
undervalued. Berdasarkan perhitungan PPP, nilai tukar yang mencerminkan
fundamental perekonomian adalah sekitar Rp 6.500 per dolar (lihat Grafik 4)
sementara saat ini kurs rupiah berkisar antara Rp 8.000 - Rp 9.000. Dengan
intervensi yang efektif akan diperoleh tiga keuntungan, yaitu: (i) rupiah akan
menguat; (ii) likuiditas perekonomian tetap terkendali; dan (iii) suku bunga
tidak perlu meningkat karena rupiah terserap kembali ke Bank Sentral bukan
melalui mekanisme SBI sehingga tidak memberatkan sektor perbankan dan
sektor riil. Namun, intervensi perlu dilakukan pada saat yang tepat karena
adanya keterbatasan cadangan devisa. Intervensi sebaiknya dilakukan pada saat
sentimen pasar membaik untuk memperkuat tekanan kearah penguatan
(leaning with the wind) dan bukan pada saat sentimen pasar sedang memburuk
(penjelasan lebih lanjut lihat Catatan Akhiriii).
13
6. Selective credit policy sebagai jalan keluar sementara karena suku bunga tidak
bisa diturunkan secara drastis sekaligus. SCP dapat memperkecil kontraksi
dengan mengamankan sektor-sektor tertentu yang tidak tergantung pada bahan
baku impor, cepat menghasilkan, mengurangi impor, dan bersifat padat karya.
Dengan demikian selain dapat mengurangi kebutuhan devisa untuk impor, SCP
juga dapat mengurangi kemiskinan dan pengangguran dan sekaligus
meningkatkan stabilitas sosial politik sehingga dapat membantu meningkatkan
kepercayaan investor baik dalam maupun luar negeri.
7. Penyelesaian utang luar negeri swasta melalui Frankfurt agreement akan dapat
membantu mengurangi tekanan terhadap nilai tukar karena kebutuhan valas
saat ini dapat dikurangi disamping dapat membantu memulihkan kepercayaan
luar negeri terhadap perekonomian Indonesia. Penyelesaian utang sektor swasta
melalui Prakarsa Jakarta juga dapat membantu mempercepat pemulihan
perekonomian Indonesia karena akan dapat membangkitkan kembali kegiatan
ekonomi sehingga prospek perekonomian akan membaik.
8. Penerbitan SBI valas dapat dipertimbangkan untuk menarik aliran modal luar
negeri dalam valas dengan biaya yang lebih rendah daripada penerbitan SBI.
Namun, aspek hukum dari penerbitan SBI valas ini perlu diteliti lebih lanjut.
Menurut ABN Amro Bank, SBI valas dengan jangka waktu 1 bulan feasible
untuk diterbitkan dengan suku bunga 8% di atas LIBOR (5,7%) sehingga beban
bunga Bank Sentral jauh lebih rendah daripada penerbitan SBI dengan bunga
yang sangat tinggi (sekitar 70% SBI 1 bulan per September 1998). Bunga yang
sangat tinggi ini justru bisa menurunkan kepercayaan karena investor akan
mempertanyakan sampai berapa lama Bank Sentral mampu membayar
bunganya di samping adanya penambahan likuiditas baru yang berasal dari
bunga SBI.
9. Dalam mengelola krisis, langkah yang diterapkan Thailand ialah; (i) problem
identification; (ii) OUI environment; (iii) problem resolution; dan (iv) action
plan strategy. Khusus mengenai OUI environment, pendekatan yang dilakukan
ialah berusaha memenuhi harapan stakeholders yang dapat dikategorikan
outward (masyarakat, rating agency, dunia usaha, sektor keuangan, dll), upward
Parlemen, kepala negara, politikus); dan inward karyawan, organisasi intern)
14
10. Note; per 30 Agustus 1998, dengan GWM 5% jumlah cadangan wajib
adalah Rp 18,9 triliun. Penurunan manjadi 4% akan menambah likuiditas
perbankan = Rp 18 triliun - (4/5 x Rp 18,9 triliun) = Rp 3,8 triliun atau 34,9%
dari transaksi harian PUAB sebesar Rp 10,9 triliun Jeffry Sachs (1998, hal.
15
3. Penyesuaian struktural di sektor riil melalui deregulasi, penghapusan monopoli,
perbaikan sistem distribusi akan dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi
gejolak di sektor riil yang sering memicu inflasi. Peningkatan efisiensi produsi
sektor pangan —dengan mempertahankan terms of trade yang lebih
menguntungkan bagi petani — akan dapat meningkatkan ketahahan
perekonomian.
4. Di tingkat regional, perlu dibentuk semacam regional surveillanceuntuk
memelihara stabilitas kawasan mengingat bahwa krisis ekonomi di Asia semula
merupakan contagion effect dari krisis nilai tukar Thailand, walaupun faktor
domestik juga mempunyai peranan penting dalam terjadinya krisis.
5. Di tingkat internasional, investor internasional, seperti institutional investor dan
hedge fund yang sifatnya sangat volatile dan cenderung memiliki sifat herd
behavior, perlu ditetapkan suatu lembaga yang mengatur kegiatan mereka agar
investasinya di negara-negara berkembang dapat bermanfaat bagi
perekonomian dan bukan sebaliknya malah menimbulkan instabilitas.13
Lembaga tersebut dapat diwajibkan untuk memonitor kegiatan invesor
internasional dan menyampaikan laporan berkala ke semua negara agar negara-
negara penerima dana senantiasa mengetahui eskposurnya terhadap investor
asing.
BAB III
16
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
1. Krisis moneter yang dialami indonesia pada tahun 1998 dan tahun 2008
merupakan krisis “kiriman” dari luar negeri dan bukan berasal dari dalam
negeri.
2. Perbedaan krisis moneter 1998 dengan krisis tahun 2008 terletak pada
dampak yang dialami indonesia dan kebijakkan yang dikeluarkan digunakan
oleh pemerintah untuk mengatasi kedua krisis tersebut..
3. Dalam mengatasi dan meminimalisir dampak krisis moneter tersebut
pemerintah menguapayakan solusi penyelesaian langsung kesektor-sektor
ekonomi. Selain itu juga pemerintah mengeluarkan kebijakkan dalam jangka
pendek dan menengah - panjang.
17
1. Data yang disajikan berupa data dalam bentuk narasi sehingga
pembaca mengalami kesulitan dalam melakukan analisis data ekonomi
akibat dampak krisis yang dialami indonesia pada krisis tahun 1998
dan 2008.
2. Penulis juga tidak mencatumkan data keadaan ekonomi Indonesia
sebelum krisis, sehingga pembaca sulit untuk membandingkan kondisi
ekonomi Indonesia sebelum dan setelah krisis, khususnya pada krisis
1997.
3. Penulis hanya memberikan solusi dalam mengatasi krisis keuangan
global tahun 2008 dan tidak menuliskan solusi pada krisis tahun 1998.
4. Dalam kebijakkan jangka pendek dan kebijakkan jangka menengah-
panjang penulis tidak membeberkan secara rinci serta tidak
memberikan contoh sehingga muncul banyak penafsiran masing-
masing dari pembaca.
LAMPIRAN
18
A. PERTANYAAN
1. Nama : Reni Papilasari
Kelompok :2
Pertanyaan : Pada saat terjadi krisis moneter tahun 1998 dan tahun
2008 apakah ada perbedaan dalam sistem anggaran
yang dianut oleh Indonesia?
2. Nama : Shelly Aritha G
Kelompok :1
Pertanyaan : Anda tadi mengatakan bahwa kebijakan sektor keuangan
pada krisis tahun 2008 lebih optimal dibanding dengan
krisis tahun 1998. Coba anda jelaskan kenapa anda
mengatakan itu lebih optimal?
3. Nama : Ridha Efriani
Kelompok :1
Pertanyaan : Disaat terjadi krisis keuangan pada tahun 2008 banyak
Negara melakukan kebijakkan dengan menurunkan
tingkat suku bunga, namun indonesia malah melakukan
sebaliknya yaitu menaikkan tingkat suku bunga. Kenapa
demikian,coba anda jelaskan?
B. JAWABAN
1. Sistem anggaran yang dianut oleh indonesia pada tahun 1998 berbeda
dengan sistem anggaran yang diterapkan pada tahun 2008. Sistem
anggaran pada krisis tahun 1998 indonesia menerapkan sistem anggaran
defisit, hal ini dilakukan untuk menyelamatkan ekonomi indonesia pada
ssat itu yang terpuruk akibat krisis yang melanda seluruh sektor ekonomi
indonesia, sehingga untuk pembiayaan ekonomi pada saat itu lebih
banyak berharap pada bantuan luar negeri. sedangkan pada tahun 2008
sistem yang digunakan ialah sistem anggaran berimbang.
2. Seperti yang kita ketahui bahwa sistem keuangan kita pada tahun 1998
masih sangat goyah dan belum memiliki pondasi yang kuat dengan
kebijakkan yang masih begitu longgar baik dalam hal tingkat suku bunga
19
terlalu rendah kemudian sistem nilai tukar yang masih mengambang
terkendalai membuat beban pemerintah begitu besar. Sehingga pada saat
terjadi krisis seperti tahun 1998 beban pemerintah akan kesulitan dalam
hal penanganannya dan membuat kinerjanya tidak optimal. Disbanding
tahun 1998 tahun 2008 bisa dikatakan lebih optimal karena memanga
pada tahun tersebut indonesia bisa mengurangi dampak krisis global. Hal
tersebut dimungkinkan karena semakin kokohnya pondasi sitem
keuangan dan perbankan indonesia selain itu sistem nilai tukar yang
sudah mulai dilepas ke pasar membuat pemerintah cukup mengawasi dan
menyetabilkan kondisi makro. Kebijakkna yang diambil dalam hal
penganan krisis juga sudah efektif dengan menaikkan tingkat bunga
sehingga tidak terjadi rush. Hal ini bisa dikatakan optimal karena mampu
mengatasi dan mengurangi dampak krisis tahun 2008.
3. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga stabilitas perbankan dalam negeri
dan menjaga kepercayaan masyarakat pada perbankan. Karena bila pada
saat iru dilakukan penurunan tingkat suku bunga maka akan muncul rasa
tidak percaya masyarakat terhadap bank dan menarik semua unag mereka
yang ada di bank secara besar-besaran(rush). Kondisis tersebut bisa
membuat bank menjadi kolaps yang kemudian akan mebuat jumlah uang
beredar dimasyarakat bertambah banyak dan menimbulkan inflasi. Oleh
karena itu pemerintah mengambil kebijakkan yang berlawanan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Sumber:http://suaramerdeka.com/smcetak/index.php?
fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=34038
21
JURNAL EKONOMI MONETER II
TENTANG
22