Anda di halaman 1dari 2

Teknologi Informasi Jangan Menambah Konflik

(Malaysia – RI)

Fahmi Atriadi – Institut Teknologi Bandung

Permasalahan RI – Malaysia memang sudah sering terjadi sejak zaman kemerdekaan sampai zaman
modern saat ini. Kebanyakan konflik tersebut dilatarbelakangi oleh permasalahan perbatasan dan
budaya. Memang diplomasi hingga pengadilan tingkat internasional sering dilakukan untuk mengatasi
ketegangan di antara kedua belah pihak. Ketegangan sesekali muncul dikala kata damai ingin bisa
diwujudkan sehingga hal ini menyebabkan konflik berkepanjangan. Penyebabnya banyak dan salah
satunya kesalahan dalam penggunaan teknologi informasi.

Teknologi dan informasi yang kini semakin lama semakin berkembang, membuat dunia ini semakin kecil
untuk ditinggali. Kecepatan tersampaikannya informasi dari seseorang ke masyarakat luas, kini bisa
dalam hingga hitungan milidetik. Pada dasarnya tujuan dibuatnya teknologi informasi ini adalah untuk
mempermudah dan mengurangi permasalahan manusia. Namun, dalam penggunaannya pengaruh
teknologi informasi bisa berdampak baik dan juga buruk terhadap perilaku dan tindakan masyarakat
tergantung pemanfaatan dari teknologi informasi itu sendiri.

Pemanfaatan teknologi informasi banyak ragam dan caranya. Orang menjadi lebih mudah dalam
berpendapat dan mengekspresikan diri. Hal ini memang contoh yang sederhana dan biasa, namun
pendapat seseorang seiring dengan kemajuan tersebut bisa berdampak besar. Karena satu informasi
saja akan diketahui oleh jutaan orang di seluruh dunia yang memungkinkan menjadi satu gerakan besar.
Memang boleh saja membuat suatu gerakan asalkan itu bermanfaat, tetapi bila dampaknya menjadi
sesat atau salah hal ini akan menjadi kompor yang mengembangkan masalah yang ada menjadi masalah
yang lebih banyak dan rumit. Termasuk hubungan penggunaan teknologi informasi dalam menyikapi
konflik RI – Malaysia adalah sesuatu yang potensial menjadi baik atau buru.

Banyak pendapat dari masyarakat Indonesia ataupun Malaysia mengenai konflik mereka yang sedang
terjadi. Banyak yang menjadi solusi untuk permasalahan ini, tetapi banyak juga yang berpendapat miring
terhadap konflik ini. Berpendapat boleh tetapi sebaiknya bisa menjadi membuat suasana jauh lebih baik.

Tanggal 31 Agustus 2010 kemarin, terungkap salah satu penyalahgunaan teknologi informasi yang
berimbas kepada aksi anarkis dan aksi saling ejek mengejek. Seseorang membuat suatu mengganti lirik
lagu kebangsaan salah satu Negara dalam konflik RI – Malaysia dengan lirik yang penuh dengan ejekan.
Hal tersebut menimbulkan aksi anarkis dari masyarakat yang merasa terhina. Mereka membakar
bendera yang dianggap sebagai bendera kebangsaan sang pengejek. Tentu saja hal ini malah menjadi
semakin rumit. Masalah seputar perbatasan berlanjut menjadi masalah sosial yang menambah
gangguan terhadap stabilitas suatu Negara.

Contoh di atas hanya satu dari sekian banyak kasus yang mengompori ketegangan antara RI – Malaysia.
Pendapat – pendapat kita sebagai bentuk ekspresi terhadap konflik tersebut memberikan dampak
tersendiri tentang kemajuan dari penyelesaian konflik tersebut. Akan lebih baik bila kita mengembalikan
fungsi dari teknologi dan informasi. Bukan dijadikan sebagai kompor yang membuat suasana semakin
panas atau tegang, melainkan menjadikan hal tersebut sebagai solusi permasalahan. Masalah
perbatasan ataupun budaya tidak akan terjadi lagi, karena pendataan yang baik mengenai batas suatu
Negara ataupun hak milik terhadap budaya bisa terdata dengan baik dengan pemanfaatan teknologi
informasi. Bukan suatu hal mustahil bila suatu hari nanti konflik RI – Malaysia menjadi hubungan yang
saling menguntungkan dan mendukung bila masyarakatnya turut serta dalam pengunaan teknologi
informasi yang baik dan tepat. Satu hal sederhana dalam berkontribusi terhadap stabilitas Negara
dengan memanfaatkan teknologi informasi yaitu dengan menjaga agar pendapat yang kita ingin
kemukakan berupa solusi atau kritik yang membangun bukan menjadi hal malah menjadikan masalah
lebih banyak lagi.

Anda mungkin juga menyukai