Anda di halaman 1dari 108

WAYANG KULIT RUWATAN DALAM TRADISI UPACARA

BERSIH DESA DI DESA GROWONG LOR


KECAMATAN JUWANA KABUPATEN PATI

Skripsi
Diajukan dalam Rangka Menyelesaikan Studi Strata I
Untuk Mencapai Sarjana Pendidikan

Disusun oleh :
Nama : Lusi Suko Handayani
Nim : 2454990022
Program : SENDRATASIK – S1
Jurusan : Sendratasik (Seni Tari)

FAKULTAS BAHASA DAN SENI


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2005
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO :
“ Turutilah Nasehat orang tua yang telah membimbing dalam keberhasilan kita
dan tetaplah bersyukur kepada-Nya karena Dialah yang membuat kita sebagai
penerus bagi Bangsa Indonesia” (Lusi).

“ Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku dan
aku akan diam dalam rumah Tuhan sepanjang masa”. (KITAB INJIL).

Skripsi ini penulis persembahkan untuk :


1. Alm. Bapak, yang telah membimbing di masa hidupnya.
2. Ibu tercinta yang memberikan nasehat-nasehat, membimbing dan menuntun dalam
menyelesaikan pendidikan sampai selesai.
3. Kakak-kakakku tercinta : Mas Pudiyanto (POLRI) dan Istri
Mas Agus Suharyadi dan Istri
4. Keponakanku yang lucu-lucu : ARUM MARETA, ARIN OKVITA DAN ANGGA
SAPUTRA
5. Semua keluargaku di Rembang
6. Teman-temanku di Gereja GIA Juwana.
7. Teman-teman Sendratasik Angkatan ’99.
8. Teman-temanku CHRISTOPERUS KUDUS.
9. Tersayang “Harry Pujo W, S.Pd. yang telah memberikan semangat dan
dukungannya yang selalu menemani disaat
bimbingan sampai selesai dengan baik.

iii
SARI

Pertunjukkan Wayang kulit ruwatan merupakan salah satu bentuk Seni


Tradisional kerakyatan yang hidup di lingkungan masyarakat Jawa. Dalam acara tradisi
upacara bersih desa di Desa Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati,
pertunjukkan Wayang Kulit ruwatan merupakan bagian yang tidak pernah ditinggalkan.
Berkaitan dengan hal tersebut penelitian ini akan mengkaji dua pokok permasalahan. a)
Bagaimanakah pelaksanaan pertunjukan wayang kulit ruwatan pada tradisi upacara
bersih desa di Desa Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati, b) Apa fungsi
pertunjukan wayang kulit ruwatan pada tradisi upacara bersih desa di Desa Growong
Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati. Sesuai dengan permasalahan yang diajukan,
penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui dan mendiskripsikan pelaksanaan
pertunjukan wayang kulit ruwatan pada tradisi upacara bersih desa di Desa Growong
Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati dan untuk mengetahui dan mendiskripsikan
fungsi wayang kulit pada tradisi upacara bersih desa di Desa Growong Lor Kecamatan
Juwana Kabupaten Pati.
Penelitian menggunakan metode diskriptif kualitatif yang membahas atau
mendiskripsikan pelaksanaan pertunjukan wayang kulit dalam meruwat desa pada
tradisi bersih desa dan fungsi wayang kulit ruwatan pada tradisi bersih desa di Desa
Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati. Untuk mengumpulkan data
digunakan teknik observasi, teknik wawancara dan teknik dokumentasi.
Berdasarkan analisis data di lapangan dapat disimpulkan bahwa : (1)
Pelaksanaan pertunjukan wayang kulit ruwatan pada tradisi upacara bersih desa di Desa
Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati dilaksanakan satu tahun sekali pada
bulan Idul Adha “Dul Kaidah” dalam penanggalan Jawa dengan dua tahap pelaksanaan
yaitu siang hari untuk meruwat desa mulai pukul 13.00 dengan bertemakan mencari
sumber-sumber kenikmatan hidup seseorang dengan mayoritas penonton semua warga
setempat bersama Kepala Desa, Camat, Bupati dan Aparat Desa lainnya. Pertunjukan
malam hari mulai bedhol kayon pukul 21.00 dengan lakon perilaku hidup antar warga
dengan warga, hubungan antar warga dengan aparat desa dengan mayoritas penonton
adalah orang tua dan remaja dan anak-anak sampai tancep kayon pukul 04.00 . sesaji
yang digunakan antara lain : tumpeng punar, cok bakal, kembang telon satu nampan,
air satu kendi, jajan pasar satu nampan. Dana dihimpun dari swadaya masyarakat yang
dikoordinasi melalui organisasi panitia penyelenggara dengan Kepala Desa selaku
pelindung. (2) Fungsi pertunjukan wayang kulit pada tradisi upacara besih desa di Desa
Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati adalah wayang kulit berfungsi
sebagai a) hiburan yang meliputi cerita, gending, humor atau dagelan, suara gamelan
atau musik, b) acara ritual, c) tradisi, d) kepatuhan terhadap orang tua, e)
pertanggungjawaban terhadap para leluhur.
Dari hasil penelitian dikemukakan saran sebagai berikut : 1) kepada panitia
penyelenggara tradisi bersih desa hendaknya memberikan masukan kepada dalang
untuk bisa membuat kemasan khusus agar wayang kulit tetap dilestarikan masyarakat,
sehingga bisa tetap terjaga kelestariannya, 2) sebagai karya seni yang adhi luhung
hendaknya dalam kemasan khusus pertunjukan wayang kulit ruwatan agar memiliki
makna dalam meruwat desa “bumi” terhadap masyarakat Growong Lor Lor Kecamatan
Juwana Kabupaten Pati.
iv
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kudus atas rahmat dan karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang

berjudul “Fungsi Pertunjukan Wayang Kulit Ruwatan pada Tradisi Upacara Bersih

Desa di Desa Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati”.

Skripsi ini disusun guna melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan pada Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Semarang.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Rektor UNNES yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk

menyelesaikan studi di Jurusan Sendratasik FBS UNNES.

2. Bapak Dekan FBS UNNES yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk

menyelesaikan studi di Jurusan Sendratasik FBS UNNES.

3. Ketua Jurusan Sendratasik atas segala bantuannya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Bintang Hanggoro Putra, M.Hum selaku pembimbing I atas segala

bimbingannya selama penulis menyusun skripsi.

5. Dra. Siluh Made Astini, M. Hum selaku pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

6. Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik spiritual maupun material selama

penyusunan skripsi.

7. Kepala Desa dan Masyarakat Growong Lor yang telah memberikan kesempatan

dalam pengambilan data dalam penyusunan skripsi.

8. Semua masyarakat desa Growong Lor Juwana.


v
Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi

mahasiswa Sendratasik dan bagi para pembaca pada umumnya. Selain itu penulis juga

mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk memperbaiki kekurangan-

kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini.

Semarang, …………………………. 2004

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN....................................................................... iii

SARI .................................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ......................................................................................... v

DAFTAR ISI........................................................................................................ vii

DAFTAR TABEL................................................................................................ x

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ............................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ................................................................... 5

D. Manfaat Penelitian ................................................................. 5

E. Sistematika Skripsi................................................................. 6

BAB II LANDASAN TEORI................................................................... 7

A. Fungsi Dalam Kebudayaan dan Kesenian ............................. 7

B. Wayang Kulit Sebagai Kesenian Tradisional ........................ 12

C. Fungsi Pertunjukan Wayang Kulit Ruwatan.......................... 16

BAB III METODE PENELITIAN............................................................. 20

A. Pendekatan Penelitian ............................................................ 21

vii
B. Lokasi Penelitian dan Sasaran Penelitian .............................. 22

C. Teknik Pengumpulan Data..................................................... 23

D. Teknik Analisis Data.............................................................. 29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 33

A. Gambaran Umum................................................................... 33

1. Letak dan Kondisi Geografis Desa Growong Lor

Kecamatan Juwana Kabupaten Pati ................................. 33

2. Kependudukan ................................................................. 34

3. Mata Pencaharian............................................................. 35

4. Tingkat Pendidikan .......................................................... 36

5. Kehidupan Beragama....................................................... 37

B. Latar belakang diselenggarakannya Pertunjukan Wayang

Kulit Ruwatan pada Tradisi Upacara “Bersih Desa” di

Desa Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati ....... 38

1. Aspek Sejarah .................................................................. 38

2. Aspek Manfaat ................................................................. 42

3. Aspek Hiburan ................................................................. 43

C. Proses Pelaksanaan Pertunjukan Wayang Kulit Ruwatan

Dalam Tradisi Bersih Desa di Desa Growong Lor

Kecamatan Juwana Kabupaten Pati ....................................... 46

1. Judul Lakon...................................................................... 47

2. Dalang .............................................................................. 48

viii
3. Sesaji ................................................................................ 49

4. Gamelan ........................................................................... 54

5. Dana ................................................................................. 54

6. Durasi............................................................................... 55

7. Penonton .......................................................................... 56

8. Waktu Pelaksanaan .......................................................... 57

a. Nasi Berkatan dan Penetap ........................................ 59

b. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Berkatan................. 60

c. Pembacaan Doa.......................................................... 61

d. Tukar menukar Berkatan............................................ 62

D. Fungsi dari Pertunjukkan Wayang Kulit Ruwatan

dalam Tradisi Upacara Bersih Desa di Desa Growong Lor

Kecamatan Juwana Kabupaten Pati ....................................... 63

1. Fungsi Sosial Upacara Ruwatan dalam Tradisi Upacara.

Bersih Desa ...................................................................... 63

2. Fungsi Hiburan................................................................. 64

3. Ritual................................................................................ 68

4. Tradisi .............................................................................. 70

5. Kepatuhan terhadap Orang tua......................................... 70

6. Pertanggungjawaban terhadap Para Leluhur atau

Generasi Pendahulu ......................................................... 71

ix
BAB V PENUTUP.................................................................................... 73

A. Kesimpulan ............................................................................ 73

B. Saran ...................................................................................... 77

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 78

LAMPIRAN......................................................................................................... 79

x
DAFTAR TABEL

TABEL I. Penduduk Desa Menurut Usia dan Jenis Kelamin

TABEL II. Penduduk Desa Menurut Mata pencaharian

TABEL III. Penduduk Desa Menurut Tingkat Pendidikan

TABEL IV. Penduduk Desa menurut Agama

xi
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 01 Pelataran Punden Mbah Rongoo atau disebur Pundek Mbah

Dengklik di Desa Growong Lor.

2. Gambar 2 Masyarakat melakukan Sekaran atau nyekar

3. Gambar 3 Waktu dan tempat diadakan Berkatan pada siang hari di Pelataran

Punden Mbah Dengklik.

4. Gambar 4 Pakeliran

5. Gambar 5 Dalang Wibowo dan wayangnya ketika pentas

6. Gambar 6 Berbagai Macam Sesaji yang diletakkan di atas Pelataran Punden

Mbah Dengklik.

7. Gambar 7 Kembang Telon Satu Nampan

8. Gambar 8 Jajan pasar Satu Nampan

9. Gambar 9 Air Satu Kendi

10. Gambar 10 Tiga Pesinden, 14 Penabuh atau pengrawit dan penotnon dari

berbagai Desa.

xii
DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman Observasi

2. Pedoman Wawancara

3. Pedoman Dokumentasi

4. Daftar Narasumber dan Informan

5. Biodata Penulis

6. Peta Lokasi Desa Growong Lor

7. Peta Kecamatan Juwana

8. Surat Penetapan Judul

9. Surat Ijin Penelitian

10. Surat Rekomendasi

11. Surat Keterangan Penelitian

xiii
PEDOMAN OBSERVASI

I. TUJUAN
Observasi penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui fungsi pertunjukan
wayang kulit ruwatan di Desa Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati
dalam gungsinya pada tradisi upacara bersih desa atau Sedekah Bumi.

II. HAL-HAL YANG DIOBSERVASI


a. Desa Growong Lor sebagai lokasi pelaksanaan tradisi upacara bersih desa di
pelataran Punden Mbah Dengklik dengan pertunjukkan wayang kulit ruwatan,
yang meliputi kondisi geografis, jumlah penduduk, tingkat pendidikan, mata
pencaharian dan kehidupan beragama.
b. Pelaksanaan pertunjukan wayang kulit ruwatan pada tradisi upacara bersih desa
dilihat dari :
− Judul Lakon
− Dalang dan Boneka wayang
− Sesaji
− Gamelan
− Dana
− Durasi
− Penonton
− Waktu Pelaksanaan
− Pelaksanaan pertunjukan

III. PELAKSANAAN OBSERVASI


Sebagai sarana dalam melakukan observasi maka penelitian ini dilakukan dengan
beberapa tahapan, yaitu :
− Mengamati pelaksanaan Pertunjukan Wayang Kulit ruwatan dan acara berkatan,
tahlil secara utuh.
− Mengamati dan menggali hal-hal yang dapat memberikan fungsi dilihatt dari
segi pertunjukan.
PEDOMAN WAWANCARA

I. Tujuan
Wawancara dilakukan pada saat mengamati, mengetahui dan
mengungkapkan tentang fungsi wayang kulit dalam meruwat desa “Wayang Kulit
Ruwatan” pada tradisi upacara Bersih Desa di Desa Growong Lor Kecamatan
Juwana Kabupaten Pati.

II. Pembatasan
Dalam melaksanakan wawancara, peneliti membatasi materi pada :
a. Latar belakang diselenggarakan wayang kulit ruwatan pada tradisi bersih desa.
b. Pertunjukan wayang kulit pada tradisi upacara bersih desa di Desa Growong Lor
yang meliputi :
1. Judul Lakon
2. Dalang dan Boneka Wayang ruwatan
3. Sesaji
4. Gamelan
5. Berkatan
6. Dana
7. Durasi
8. Penonton
9. Waktu Pelaksanaan
10. Pelaksanaan Pertunjukan

III. Informan
Dalam penelitian ini narasumber dan informan wawancara dibatasi pada :
a. Kepala Desa
− Bagaimana kondisi geografis dan keadaan penduduk desa Growong Lor
− Dari mana dana yang digunakan untuk menyelenggarakan wayang kulit pada
tradisi bersih desa
− Siapa saja yang bisa dijadikan informan yang dapat memberikan data
penelitian.
− Bagaimana latar belakang diselenggarakan wayang kulit untuk meruwat desa
dalam tradisi bersih desa, ditinjau dari aspek manfaat, aspek pelestarian dan
aspek hiburan ?
− Apa tujuan diadakan wayang kulit ruwatan sebagai tradisi upacara bersih
desa atau sedekah Bumi ?
b. Bapak…………… selaku dalang yang digunakan pada tradisi bersih desa tahun
ini yang dilaksanakan pada tanggal 3 Februari 2004.
− Adakah doa atau mantra khusus yang dibacakan dalam meruwat bumi atau
desa ?
− Adakah kemasan khusus yang dibuat untuk menarik minat para penonton.
− Adakah lakon-lakon khusus yang disuguhkan dalam tradisi bersih desa ?
c. Warga Masyarakat
− Apa saja yang menarik dari pertunjukan wayang kulit ruwatan pada tradisi
upacara bersih desa ?
− Fungsi apa saja yang dapat diambil dari pertunjukan wayang kulit ruwatan
pada tradisi upacara bersih desa ?
d. Tokoh masyarakat dan sesepuh desa
Bagaimana latar belakang diselenggarakannya pertunjukan wayang kulit
ruwatan pada tradisi upacara bersih desa di desa Growong Lor.
e. Kyai atau Pemimpin acara berkatan “Slametan”
Bagaimana persiapan pelaksanaan acara berkatan “slametan” mulai dari nasi
berkat dan penetep. Doa yang dibacakan sampai dengan acara rebutan berkatan
dari warga satu dengan warga yang lain.
f. Dalang
Persiapan apa saja yang diperlukan untuk acara bersih desa khususnya dalam
meruwat bumi.

IV. Daftar Informan pada Pelaksaan Wawancara


Dalam hal ini penulis/peneliti mengadakan wawancara dengan narasumber
yaitu tokoh masyarakat desa growong Lor yang terkait dengan wayang kulit
ruwatan pada tradisi bersih desa di Desa Growong Lor kecamatan Juwana
Kabupaten Pati.
a. Mbah Moden
Mbah Moden sebagai sesepuh desa dan orang yang paling tua di desa Growong
Lor dan menurut Kepala Desa Mbah Moden adalah salah satu orang yang bisa
dijadikan informan atau narasumber untuk menjelaskan mengenai latar belakang
diselenggarakannya pertunjukan wayang kulit ruwatan pada tradisi upacara
bersih desa.
− Bagaimanakah latar belakang diselenggarakannya wayang kulit pada acara
tradisi upacara bersih desa dilihat dari sejarah ?
− Sejak kapan pertunjukan wayang kulit ruwatan pada tradisi upacara bersih
desa dilaksanakan ?
− Sesaji apa saja yang digunakan dalam pertunjukan wayang kulit ruwatan
pada tradisi upacara bersih desa ?
− Arti simbolis dari masing-masing sesaji.
PEDOMAN DOKUMENTASI

I. Tujuan
Penelitian dimaksudkan untuk menambah kelengkapan data yang berkaitan
dengan fungsi wayang kulit ruwatan pada tradisi upacara bersih desa di Desa
Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati.

II. Pembatasan
Dokumentasi bersumber pada data penelitian yang mencakup catatan harian
penduduk desa setempat dan buku. Dalam penelitian ini dokumen yang
dipergunakan dibatasi pada pertunjukan wayang kulit ruwatan dan acara berkatan
yang meliputi :
1. Pakeliran
2. Masyarakat melakukan sekaran atau nyekar
3. Cara berkatan dipelataran Punden Mbah Dengklik
4. Dalang dan wayangnya
5. Sesaji
6. Suasana pentas secaara keseluruhan.
Semua dokumentasi data diambil dengan menggunakan kameraa foto.
DAFTAR NARASUMBER DAN INFORMAN

1. Nama : Waluyo, S.Sos.


Umur : 36 Tahun
Pendidikan : S-1
Pekerjaan : Kepala Desa
Keterangan : Narasumber dan Informan
2. Nama : Sutiyo
Umur : 43 Tahun
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Peranagkat Desa
Keterangan : Narasumber dan Informan (Pemimpin Acara Berkatan)
3. Nama : Darsono
Umur : 53 Tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Perangkat Desa
Keterangan : Narasumber dan Informan (Pengamat Seni)
4. Nama : Sumarlan
Umur : 80 Tahun
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Keterangan : Narasumber dan Informan (sesepuh Desa)
5. Nama : Gunarto
Umur : 36 Tahun
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Kasi Kesra
Keterangan : Narasumber dan Informan (Pemuka Agama)
6. Nama : Wibowo
Umur : 40 Tahun
Pendidikan : S-1
Pekerjaan : Dalang
Keterangan : Narasumber (Dalang)
BIODATA PENULIS

Nama : LUSI SUKO HANDAYANI


Tempat, tanggal lahir : Pati, 13 Maret 1980
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jln. Mangkudipuro Ds. Growong Kidul RT. 01 RW. 01
Kecamatan Juwana Kabupaten Pati
Motto : Turutilah Nasehat orang yang telah membimbing dalam
Keberhasilan kita dan tetaplah berdoa kepada-Nya
karena Dialah yang membuat kita sebagai penerus bagi
bangsa Indonesia.
Pendidikan : Th. 1985 – 1986 TK Trisula II Growong Lor Juwana
Th. 1987 – 1993 SDN Kauman III Juwana
Th. 1993 – 1996 SMP Keluarga Juwana
Th. 1996 – 1999 SMU Negeri I Jakenan Pati
Th. 2005 Universitas Negeri Semaraang
(UNNES)
SURAT KETERANGAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Waluya, S.Sos.
Umur : 36 Tahun
Pekerjaan : Kepala Desa
Alamat : Ds. Growong Lor Juwana – Pati
Jabatan dalam penelitian ini : Narasumber (Kepala Desa)
Menerangkan bahwa
Nama : Lusi Suko Handayani
NIM : 2454990022
Program Studi : Sendratasik (Seni Tari)
Fakultas : Bahasa dan Seni
Benar-benar telah melakukan kegiatan : Wawancara mengenai kondisi geografis dan
pengambilan data monografi desa Growong
Lor.

Pati,

WALUYO, S.Sos
SURAT KETERANGAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Sutiyo.
Umur : 43 Tahun
Pekerjaan : Perangkat Desa
Alamat : Ds. Growong Lor Juwana – Pati
Jabatan dalam penelitian ini : Narasumber (Pemimpin Acara Berkatan)
Menerangkan bahwa
Nama : Lusi Suko Handayani
NIM : 2454990022
Program Studi : Sendratasik (Seni Tari)
Fakultas : Bahasa dan Seni
Benar-benar telah melakukan kegiatan : Wawancara mengenai pelaksanaan acara
berkatan

Pati,

SUTIYO
SURAT KETERANGAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Gunarto.
Umur : 36 Tahun
Pekerjaan : Kasi Kesra
Alamat : Ds. Growong Lor Juwana – Pati
Jabatan dalam penelitian ini : Narasumber (Tokoh masya/Pemuka agama)
Menerangkan bahwa
Nama : Lusi Suko Handayani
NIM : 2454990022
Program Studi : Sendratasik (Seni Tari)
Fakultas : Bahasa dan Seni
Benar-benar telah melakukan kegiatan : Wawancara pengambilan data mengenai
periode-periode kepemimpinan Desa
Growong Lor.

Pati,

GUNARTO
SURAT KETERANGAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Darsono .
Umur : 53 Tahun
Pekerjaan : Perangkat Desa
Alamat : Ds. Growong Lor Juwana – Pati
Jabatan dalam penelitian ini : Narasumber (Pengamat Seni)
Menerangkan bahwa
Nama : Lusi Suko Handayani
NIM : 2454990022
Program Studi : Sendratasik (Seni Tari)
Fakultas : Bahasa dan Seni
Benar-benar telah melakukan kegiatan : Wawancara Tentang latar belakang
diselenggarakan wayang kulit ruwatan
pada tradisi bersih desa di desa Growong
Lor ditinjau dari aspek pelestarian hiburan
dan aspek manfaat.

Pati,

DARSONO
SURAT KETERANGAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Mbah Moden Sumarlan.
Umur : 80 Tahun
Pekerjaan : -
Alamat : Ds. Growong Lor Juwana – Pati
Jabatan dalam penelitian ini : Narasumber (Sesepuh Desa)
Menerangkan bahwa
Nama : Lusi Suko Handayani
NIM : 2454990022
Program Studi : Sendratasik (Seni Tari)
Fakultas : Bahasa dan Seni
Benar-benar telah melakukan kegiatan : Wawancara mengenai sesaji yang
digunakan dalam wayang kulit ruwatan
pada tradisi upacara bersih desa di Desa
Growong Lor dan arti Simbolis dari tiap-
tiap sesaji.

Pati,

MBAH MODEN SUMARLAN


SURAT KETERANGAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Wibowo .
Umur : 40 Tahun
Pekerjaan : Dalang
Alamat : Klaten Jawa Tengah
Jabatan dalam penelitian ini : Narasumber
Menerangkan bahwa
Nama : Lusi Suko Handayani
NIM : 2454990022
Program Studi : Sendratasik (Seni Tari)
Fakultas : Bahasa dan Seni
Benar-benar telah melakukan kegiatan : Wawancara mengenai persiapan dalam
meruwat desa dan dalam memainkan
wayang kulitnya.

Pati,

WIBOWO
Semarang, ……. Februari 2005

Kepada : Yth. Ketua Jurusan


PSDTM FBS
Di Tempat

Hal : Permohonan Mengganti Judul Skripsi

Dengan hormat, penulis beritahukan bahwa dalam penggantian judul skripsi


lama dengan judul skrpisi baru, Mahasiswa UNNES di bawah ini :

Nama : Lusi Suko Handayani


NIM : 2454990022
Jurusan : Sendratasik (Seni Tari)
Jenjang Program : S1
Tahun Akademik : 2005 / 2006

Adapun judul skripsi yang telah disusun dengan penyusunan skripsi dengan
selesai yaitu :
“Wayang Kulit Ruwatan Dalam Tradisi Upacara Bersih Desa di Desa Growong Lor
Kecamatan Juwana Kabupaten Pati”
Atas perhatiannya sebelum dan sesudahnya penulis haturkan banyak terima
kasih.

Mengetahui
Ketua Jurusan PSDTM Pemohon

Drs. Syahrul Syah Sinaga, M.Hum. Lusi Suko Handayani


NIP. 131 931 634 NIM. 2454990022
Semarang, ……. Februari 2005

Kepada : Yth. Dekan FBS


di Tempat

Hal : Permohonan Penelitian

Dengan hormat, penulis beritahukan bahwa dalam rangka penyusunan skripsi


Mahasiswa UNNES di bawah ini :

Nama : Lusi Suko Handayani


NIM : 2454990022
Jurusan : Sendratasik (Seni Tari)
Jenjang Program : S1
Tahun Akademik : 2005 / 2006

Telah mengadakan penelitian di Desa Growong Lor Kecamatan Juwana


Kabupaten Pati pada tanggal pelaksanaan 2 Februari – 30 Februari 2004.
Saya memohon berkenan untuk memberikan ijin untuk peminjaman peta di
kantor Kabupaten dan Kantor Kecamatan Juwana dalam melengkapi tugas akhir yang
akan dimasukkan dalam halaman Lampiran waktu pelaksanaan 11 dan 12 Februari
2005.
Atas perhatiannya sebelum dan sesudahnya penulis haturkan banyak terima
kasih atas ijin yang diberikan.

Mengetahui
Ketua Jurusan PSDTM Pemohon

Drs. Syahrul Syah Sinaga, M.Hum. Lusi Suko Handayani


NIP. 131 931 634 NIM. 2454990022
WAYANG KULIT RUWATAN DALAM
TRADISI UPACARA BERSIH DESA DI DESA GROWONG LOR
KECAMATAN JUWANA KABUPATEN PATI

LATAR BELAKANG
Seni merupakan ungkapan yang muncul dari manusia yang mengaguminya dari
sisi lain dalam kamus Bahasa Indonesia seni merupakan sesuatu yang menggerakan
kalbu dan hati manusia.
Pertunjukan wayang kulit ruwatan ini sebagai tindak lanjut dari acara bersih
desa, yang dilaksanakan di halaman punden sebagai makam leluhur bagi masyarakat
setempat yang dinamakan punden embah Ronggo atau punden Embah Dengkel.
Kata lain Dengklek yaitu sewaktu embah Ronggo selalu setiap duduk pasti pakai
Dengklek yang berbentuk pendek dan terbuat dari papan atau kayu.
Dalam upacara bersih desa atau selametan bagi masyarakat Desa Growong Lor
Kecamatan Juwana Kabupaten Pati wajib dilaksanakan dalam setiap tahunnya, pada
bulan Jawa umat Islam dengan maksud untuk menghindari kemungkinan terjadinya hal-
hal yang tidak diinginkan seperti gagal panen yang dapat menurunkan pendapatan
masyarakat karena sebagian besar penduduk desa setempat adalah petani.
Dalam acarta selametan bumi diperlukan “Berkatan” yang dibawa oleh setiap
keluarga diletakkan di dalam besek atau kardus yang kemudian dibawa di pelataran
punden dan dibacakan do’doa selametan.
A. Fungsi Kebudayaan dan Kesenian
Menurut Koentjoroningrat (1984:52), fungsi adalah suatu pembuatan yang
bermanfaat dan berguna bagi suatu kehidupan masyarakat, keberadaan sesuatu itu
mempunyai arti penting dalam kehidupan sosial masyarakat.
Kata fungsi selalu menunjukkan kepada pengaruh terhadap sesuatu yang lain,
dan itu tidak berdiri sendiri tetapi justru dalam suatu hubungan tertentu memperoleh
arti dan maknanya.
Misalnya : 1. pertumbuhan penduduk
2. bencana alam
3. kontak dengan bangsa yang berkebudayaan lain
4. migrasi besar-besaran
5. perubahan atau berkurangnya sumber daya yang ada dalam
lingkungan (baik jenis/macamnya, kualitas/kuantitasnya).
Ada 9 fungsi : - sebagai sarana upacara
- fungsi hiburan
- fungsi alat komunikasi
- fungsi persembahan simbolik
- sebagai respon fisik
- untuk menjaga keberanian norma-norma masyarakat
- sebagai pengukuh instansi sosial dan upacara keagamaan
- sebagai sarana kelangsungan dan stabilitas kebudayaaan
- untuk integritas kemasyarakatan
Kesenian juga memiliki 2 fungsi yang digunakan dalam kegiatan masyarakat, yang
meliputi :
1. Sakral
2. Sekuler
Ada juga fungsi muncul dalam seni antara lain :
- untuk perdagangan
- untuk penerangan
- untuk komunikasi
- untuk pendidikan

B. Wayang Kulit Sebaagai Kesenian Tradisional


− Ungkapan tradisional yang merupakan unsur kebudayaan merupakan lambang
yang memberi identitas masyarakat pendukungnya sebagai suatu sistem gagasan
dan simbol, seni dapat digunakan sebagai sarana untuk berkomunikasi.
− 8 Fungsi sosial sebagai perwujudannya yang meliputi :
1. sarana kesenian
2. sarana hiburan santai
3. sarana pernyataan jati diri
4. sarana integrattive
5. sarana terapi / penyembuhan
6. sarana pendidikan
7. sarana pemulihan ketertiban
8. sarana simbolik yang mengandung kekuatan magis / ritual

C. Fungsi Pertunjukan Wayang Kulit Ruwatan


Teori Fungsi bila dikaji secara historis, fungsi seni pertunjukan dalam
kehidupan masyarakat dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu :
1. Sarana upacara
2. sarana hiburan prribadi
3. sarana tontonan
Latar belakang diselenggarakannya Pertunjukan Wayang Kulitt Ruwatan
pada Tradisi Upacara “Bersih Desa” di Desa Growong Lor Kecamatan Juwana,
Kabupaten Pati.
1. Aspek Sejarah
− Kegiatan keagamaan orang Jawa yang menganut agama Jawa yang
mengenal sistem upacara. Bentuk pemujaan terhadap roh nenek moyang
adalah salah satu bentuk upacara keagamaan yang dilakukan
Misalnya :
- melakukan kegiatan mengunjungi makam keramat
(nyekar)
- Menggunakan berbagai sesajin
− Dari contoh tersebut : dilakukan dalam tradisi acara rittual. Misalnya
ruwatan / ngruwat.
− Sejarah perkembangan sistem kepercayaan orang Jawa, dengan kata lain, di
samping kekuatan yang ada dalam tubuh manusia, masih ada kekuatan yang
jauh lebih hebat yang ada di luar tubuh manusia.
Misalnya : pertunjukan wayang kulit ruwatan sebagai sarana ritual

2. Aspek Manfaat
Dengan adanya tradisi ini memberikan manfaat atau pesan yang besar bagi
masyarakat yang ada yaittu :
a. Mengibur masyarakat yang haus akan hiburan
b. Mendidik anak-anak remaja, pemuda untuk tetap menghargai dan
menghormati orang tua
c. Sebagai komunitas kecil warga desa tetap menjaga kerukunan dan selalu
menomorsatukan sikap kegotongroyongan
d. Kondisi desa jauh dari pusat keramaian, ada ketenttraman dan kedamaian
e. Dampak yang sangat menonjol bagi masyarakat orang tua.

3. Aspek Hiburan
Dengan adanya pertunjukan wayang kulit untuk meruwat dalam tradisi
upacara bersih desa dapat menghibur dan dapat membawa masyarakat lebih
maju dan damai.
Pelaksanaan wayang kulit ruwatan dalam tradisi Bersih Desa di Desa
Growong Lor ditinjau dari :
1) Judul Lakon
2) Dalang
3) Sesaji
a. Tumpeng Punar
b. cok bakal
c. Gedang Stundun
d. Kembang telon satu nampan
e. Jajan pasar satu nampan
f. Air satu kendi
4) Gamelan
5) Dana
6) Durasi
7) Penontpn
8) Waktu Pelaksanaan
- Nasi berkatan dan Penetep
- Waktu dan tempat pelaksanaan berkatan
- Pembacaan doa
- Tukar menukar berkatan
Fungsi Pertunjukan Wayang Kulit Ruwatan dalam Tradisi Upacara Bersih
Desa di Desa Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati
Konsep fungsi kebudayaan merupakan segala aktivitas budaya yang
sebenarnya bermaksud untuk memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah
kebutuhan naluri manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupan.
Pertunjukan wayang kulit ruwatan memiliki 6 fungsi, yaitu :
1. Fungsi Sosial upacara Rruwatan dalam Tradisi Upacara Bersih Desa
− Suatu keadaan dimana semua bagian di dalam sistem sosial itu bekerja
dalam keadaan yang cukup harmonis atau mempunyai sistem
kebersamaan, yakni tanpa menimbulkan sengketa untuk menuju sebuah
perdamaian dalam kehidupan.
− Misalnya : Hubungan dengan dunia roh (dhanyang)
2. Fungsi Hiburan
o Pertunjukan yang mempunyai makna di dalam meruwat desa sebagai
upacara ritual dan sebagai hiburan.
o Misalnya : cerita, suara gamelan, humor dan dagelan
3. Ritual
Roh orang yang sudah meninggal itu juga dipandang sebagai pelindung kuat,
artinya mampu memberikan perlindungan dan pertolongan kepada
kehidupan anak cucuknya. Atas dasar keyakinan bahwa roh nenek moyang
tersebutt dapat diundang untuk datang di tengah-tengah kehidupan lebih
dikenal dengan sebutan shaman atau dalang.
4. Tradisi
Adat tradisi sering dikaitkan dengan pengertian kuno ataupun sesuatu yang
bersifat luhur sebagai warisan nenek moyang.
5. Kepatuhan terhadap orang tua
6. Pertanggungjawaban terhadap para leluhur atau generasi penerus /
pendahulu.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seni merupakan ungkapan yang muncul dari manusia yang

mengaguminya, dari sisi lain dalam seni juga merupakan sesuatu yang

menggerakkan kalbu dan hati manusia. Dalam tingkat tertentu, seni dapat

menjelma sebagai pengembara abadi dalam ruang metafisir menjadi suatu alat

untuk mendampingi dan menuntun jiwa manusia menuju keindahan nahiyah.

Disamping itu, pengertian seni dalam konteks pertunjukan di dalam

Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa adalah seni yang memperlihatkan

suatu hiburan pertunjukkan seni, dan seni itu sendiri dalam konteks keimanan

atau lebih tepatnya reaktualisasi pemahaman terhadap agama sebagai gerakan

estetik, memiliki rakitan prinsip-prinsip estetis dan normatif yang terkandung

dalam wahyu kitab suci, serta konsensus-konsensus yang lahir dari penafsiran

sama-sama semantik, baik secara tekstual maupun kontekstual (Salad Hamdy,

2000:15-16).

Lahirnya seni pertunjukkan wayang kulit dalam khasanah kebudayaan

Muslim, misalnya praktek-praktek musikal, menyanyi dan menari, drama tari atau

opera, pertunjukan wayang kulit yang sengaja dipertontonkan atau dapat dilihat

secara bebas di ruang publik, tetapi apriori terhadap pengaruh budaya

sebelumnya, telah membiaskan ragam interpretasi yang tidak jauh berbeda.

Wayang bukanlah sekedar bentuk yang indah dan menyenangkan, tetapi

mempunyai nilai khusus bagi bangsa Indonesia dan masyarakat Jawa pada

1
2

khususnya. Wayang mengandung maksud-maksud lebih mendalam yaitu

memberikan suatu gambaran tentang hidup dan kehidupan. Wayang merupakan

karya seni rupa yang mempunyai makna atau merupakan lambang, simbol bagi

falsafah hidup bagi masyarakat pendukungnya.

Peninggalan-peninggalan yang berupa karya seni pertunjukkan yang bisa

dikaji secara langsung seperti pusaka, jimat, patung atau wayang dari kulit, sastra,

doa-doa dan mantra-mantra yang diucapkan oleh dalang yang berupa simbol yang

dianggap mempunyai kekuatan magis adalah satu bukti tak terbantahkan bahwa

seni pertunjukan wayang kulit dengan agama Islam maupun seni pertunjukan

wayang kulit ruwatan dalam tradisi upacara bersih desa, (Waluyo, 2004).

Pertunjukan wayang kulit ruwatan ini sebagai tindak lanjut dari acara

bersih desa, yang dilaksanakan di halaman atau di pelataran punden sebagai

makam leluhur bagi masyarakat setempat yang dinamakan punden embah

Ronggo atau Punden Embah Dengklek.

Dalam upacara bersih desa atau slametan bagi masyarakat Desa Growong

Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati wajib dilaksanakan dalam setiap

tahunnya, pada bulan Jawa umat Islam dengan maksud untuk menghindari

kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti gagal panen yang

dapat menurunkan pendapatan masyarakat karena sebagian besar penduduk desa

setempat adalah petani. Dalam acara Bersih Desa, setiap keluarga atau setiap

masyarakat setempat harus membuat berkatan yang nantinya dikumpulkan

menjadi satu dengan berkatan yang lain dipelataran punden yang sudah menjadi

tempat ritual dan dibacakan doa-doa slametan dan setelah diadakan slametan,
3

masyarakat mengadakan ruwatan dengan diadakan pertunjukan wayang kulit

Purwa yang digunakan sebagai ruwatan.

Sedekah Bumi bagi masyarakat Desa Growong Lor Kecamatan Juwana,

Kabupaten Pati wajib dilaksanakan dalam setiap tahunnya pada bulan Jawa

Legenan dengan maksud untuk menghindari kemungkinan terjadinya hal-hal

yang tidak diinginkan seperti gagal panen yang dapat menurunkan pendapatan

masyarakat karena sebagian besar penduduk desa setempat adalah petani. Dalam

acara slametan bumi diperlukan “Berkatan” yang dibawa oleh setiap keluarga

diletakkan di dalam besek atau kardus yang kemudian dibawa di pelataran punden

dan dibacakan doa-doa slametan.

Pertunjukan wayang kulit ruwatan dengan membeberkan lakon atau tokoh

pewayangan berfungsi sebagai sarana untuk membebaskan orang yang dianggap

“sukerta” maupun kepentingan lainnya dari ancaman bahaya. Pertunjukan

wayang ruwatan juga dapat untuk mengatasi sesuatu kesulitan batin, sarana

mengadakan pertunjukan wayang kulit pada hakekatnya merupakan suatu siasat

untuk mencapai kesenangan guna melupakan keruwetan batin.

Pertunjukan wayang kulit ruwatan pengaruhnya terhadap masyarakat

modern masih relatif kuat. Masyarakat modern memandang, bahwa masyarakat

dan kebudayaan sebagai suatu kesatuan yang bagian-bagian dan unsur-unsurnya

saling terkait antara satu dengan lainnya, sebagai suatu sistem yang bulat.

Fungsi pertunjukan wayang kulit ruwatan bagi dianggap oleh masyarakat

dapat memberikan ketentraman dan kedamaian dalam kehidupan. Oleh karena itu,

bagi masyarakat setempat untuk mengadakan suatu upacara yang mana upacara

itu dilakukan yang dianggap dapat menentramkan jiwanya karena upacara itu
4

dipercaya akan mendatangkan kebaikan dan mengandung simbol atau lambang

dalam kehidupan masyarakat. Sehubungan dengan simbol yang terdapat dalam

wayang kulit ruwatan tercermin dalam sajian wayang kulit Purwa beserta

peralatannya dan si pelaku (dalang). Pertunjukan wayang kulit ruwatan dalam

tradisi upacara bersih desa, seorang dalang selalu mengucapkan mantra, sebagai

penolak bahaya atau penolak malapetaka, melalui peralatan yakni semua perabot

atau sesaji atau “sajen” merupakan sarana untuk menyampaikan sesuatu, agar

tujuan dan harapan bisa terlaksana.

Pertunjukan wayang kulit ini sebagai tindak lanjut dari acara selametan

bumi dilaksanakan di halaman punden embah Ronggo Dengklik.

Dari uraian secara sepintas tentang pertunjukan wayang kulit ruwatan

dalam tradisi upacara bersih desa, maka dipandang perlu untuk mengetahui lebih

lanjut apa fungsi pertunjukan wayang kulit ruwatan sebagai tradisi upacara bersih

desa dan manfaat penting bagi masyarakat Juwana Kabupaten Pati khususnya di

desa Growong Lor.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana proses pelaksanaan pertunjukan wayang kulit ruwatan dalam

tradisi upacara bersih desa sebagai bentuk seni tradisional di Desa Growong

Lor, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati ?


5

2. Apa fungsi pertunjukan wayang kulit ruwatan dalam tradisi upacara Bersih

Desa (Sedekah Bumi) di Desa Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten

Pati ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang di atas tujuan

yang hendak dicapai dalam penelitian adalah untuk,

1. Mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan seni pertunjukan wayang kulit

ruwatan dalam tradisi upacara bersih desa.

2. Mengetahui dan memahami fungsi pertunjukan wayang kulit ruwatan dalam

tradisi upacara bersih desa.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang mengkaji fungsi wayang kulit ruwatan dalam tradisi

upacara bersih desa ini diharapkan bermanfaat untuk,

1. Dapat memacu masyarakat Juwana di Desa Growong Lor yang masih

menaruh perhatian lebih terhadap seni pertunjukan wayang kulit ruwatan,

masih mempunyai nilai kesakralan atau tradisi, hasil penelitian ini dapat

menjadi bahan bacaan untuk menambah wawasan tentang kesenian Jawa.

2. Dapat memberikan informasi kepada pembaca tentang fungsi seni

pertunjukan wayang kulit ruwatan dalam tradisi upacara bersih desa di Desa

Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati

3. Dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi penelitian yang akan

datang dalam lingkup kesenian wayang kulit ruwatan.


6

4. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis pada khususnya dan

mahasiswa sendratasik pada umumnya, fungsi seni pertunjukan wayang kulit

ruwatan dalam tradisi upacara bersih desa.

E. Sistematika Skripsi

Untuk mempermudah pemahaman para pembaca maka, diuraikan

sistematika skripsi sebagai berikut :

1. Bagian awal berisi halaman judul, halaman pengesahan, motto dan

persembahan, kata pengantar, sari, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar,

daftar lampiran.

2. Bagian isi terdiri dari bab-bab sebagai berikut :

BAB I. Pendahuluan berisi Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan

Penelitian, Manfaat Penelitian, Sistematika Skripsi.

BAB II. Landasan Teori berisi Pengertian Fungsi dalam Kebudayaan dan

Kesenian, Kesenian Tradisional, Fungsi Pertunjukan Wayang

Kulit Ruwatan.

BAB III. Metode Penelitian berisi Pendekatan Penelitian, Lokasi Penelitian

dan Sasaran Penelitian, Tehnik Pengumpulan Data, Teknik

Analisis Data.

BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan berisi Gambaran Umum, Latar

Belakang diselenggarakannya Wayang Kulit Ruwatan dalam

Tradisi Upacara Bersih Desa di Desa Growong Lor Kecamatan

Juwana Kabupaten Pati, Fungsi Pertunjukan Wayang Kulit


7

Ruwatan dalam Tradisi Bersih Desa di Desa Growong Lor

Kecamatan Juwana Kabupaten Pati.

BAB V. Penutup berisi Saran dan Kesimpulan

3. Bagian akhir berisi daftar pustaka, peta lokasi, data kependudukan, daftar

informasi, pedoman wawancara, pedoman observasi, biodata penulis dan surat

keterangan penelitian.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Fungsi Kebudayaan dan Kesenian

Fungsi menurut Yasyin Sulchan (1995:67) Kamus Pintar Bahasa

Indonesia (1995:67) berarti guna, manfaat, peranan. Fungsi sosial merupakan

kegunaan sesuatu hal bagi kehidupan suatu masyarakat.

Menurut Koentjoroningrat (1984:52) fungsi adalah suatu pembuatan yang

bermanfaat dan berguna bagi suatu kehidupan masyarakat, keberadaaan sesuatu

itu mempunyai arti penting dalam kehidupan sosial masyarakat. Kata fungsi selalu

menunjukkan kepada pengaruh terhadap sesuatu yang lain, dan itu tidak berdiri

sendiri tetapi justru dalam suatu hubungan tertentu memperoleh arti dan maknanya.

Kebudayaan adalah sesuatu yang khas insani artinya hanya terdapat pada

makhluk manusia saja, maka kedudukan manusia di situ adalah sentral, tidak ada

kebudayaan tanpa manusia (Bakker, 1984:139). Dalam hal ini kebudayaan terdiri

dari berbagai unsur yang membentuk kesatuan.

Konsep fungsi kebudayaan merupakan segala aktifitas budaya sebenarnya

bermaksud untuk memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri

manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupan (Koentjoroningrat, 1980 :

170-171), Kebudayaan mengandung nilai-nilai, karena itu kebudayaan dengan hal-

hal yang baik, bermanfaat, indah dalam kehidupan manusia.

Di segi lain, karena gejala-gejala yang ada dalam lingkungan yang

dihadapi manusia cenderung untuk berubah-ubah karena berbagai faktor. Misalnya

: pertumbuhan penduduk, bencana alam, kontak dengan bangsa yang


8
9

berkebudayaan lain, migrasi besar-besaran, perubahan atau berkurangnya sumber

daya yang ada dalam lingkungan, baik jenis atau macamnya, maupun kualitas atau

kuantitasnya, maka kebudayaan cenderung untuk berubah dari saat ke saat.

Betapapun kecilnya, kebudayaan senantiasa mengalami perubahan (Rohidi,

2000:28-29). Dengan demikian, pengertian pendidikan sebagai proses kebudayaan

mempunyai dimensi yang lebih luas daripada semata-mata pelestarian kebudayaan.

Kesenian merupakan unsur integratif yang mengikat dan mempersatukan

pedoman-pedoman bertindak yang berbeda-beda menjadi suatu desain yang bulat,

menyeluruh dan operasional serta dapat diterima sebagai hal yang bernilai. Dengan

memandang kesenian sebagai unsur dalam kebudayaan, maka dapat dilihat

fungsinya dalam kehidupan manusia yaitu sebagai pedoman hidup bagi masyarakat

pendukungnya dalam mengadakan kegiatan yang didalamnya berisikan perangkat-

perangkat model kognisi, sistem simbolik atau pemberian makna yang terjalin

secara menyeluruh dalam simbol-simbol yang ditransmisikan secara historis.

Kesenian adalah ungkapan dari salah satu bentuk kreatifitas itu sendiri (Kayam,

1981 : 38).

Dengan memandang kesenian sebagai unsur dalam kebudayaan, atau sub

sistem dari kebudayaan maka dengan jelas dapat dilihat fungsinya dalam

kehidupan manusia.

Berbicara masalah fungsi kesenian adalah berbicara masalah kegunaan

suatu kesenian yang mempunyai peranan penting di dalam masyarakat. Dalam hal

ini peneliti menekankan pada kesenian tradisional wayang kulit ruwatan.

Alan P. Merriam (dalam Indriyanto, 2002:18) menyebutkan sedikitnya

ada sembilan fungsi diantaranya yaitu 1) sebagai sarana upacara; 2) fungsi hiburan;
10

3) fungsi alat komunikasi; 4) fungsi persembahan simbolik; 5) untuk menjaga

keberanian norma-norma masyarakat; 6) sebagai pengukuh instansi sosial dan

upacara keagamaan; 7) sebagai sarana kelangsungan dan stabilitas kebudayaan dan

8) untuk integritas kemasyarakatan.

Dalam penerapannya kesenian selalu memiliki fungsi yang dibutuhkan

dalam tingkatan masyarakat. Kesenian merupakan salah satu unsur universal dari

kebudayaan. Dalam pengertian ini, bersifat bahwa kesenian telah menyertai

kehidupan manusia sejak ia mengembangkan potensi kemanusiaannya. Kesenian

menyertai dimanapun dan kapanpun manusia itu berada. Kesenian memiliki arti

penting dalam perkembangan pendidikan baru karena fungsi edukatifnya, salah

satu fungsi edukatif dari seni terdapat dalam pendidikan dan pengajaran seni di

sekolah dasar dan menengah yaitu untuk membina kreatifitas dan daya kreasi anak.

Kesenian juga memiliki fungsi yang lain yang digunakan dalam kegiatan

masyarakat yang meliputi fungsi sakral dan fungsi sekuler. Kesenian dikatakan

mempunyai fungsi rekreatif karena kesenian dapat dinikmati keindahannya,

ketegangan manusia karena kesibukan atau banyak pikiran dapat dikurangi melalui

hiburan misalnya dengan melihat wayang.

Kesenian juga memiliki fungsi yang lain digunakan dalam kegiatan

masyarakat yang meliputi funsgi sakral dan fungsi sekuler. Fungsi sakral yaitu

kesenian tersebut berfungsi untuk kepentingan yang berhubungan dengan hal-hal

agama atau kepercayaan dengan maksud digunakan pada upacara-upacara

keagamaan atau kepercayaan sebagai suatu bentuk iringan pada acara ritual

tersebut. Baik sebelum acara dilaksanakan ataupun sesudah acara dilaksanakan

sebagai ungkapan rasa syukur. Fungsi sekuler yaitu kesenian berfungsi untuk
11

kepentingan yang berhubungan dengan kepentingan duniawi dengan maksud

bahwa kesenian hanya digunakan sebagai tontonan saja tanpa mengandung unsur

religi (Bastomi, 1997:48-50).

Oleh karena itu muncullah berbagai fungsi seni antara lain : (1) seni untuk

perdagangan, yaitu seni yang digunakan sebagai alat untuk promosi perdagangan,

(2) seni untuk penerangan, yaitu seni yang dipergunakan sebagai alat penerangan

atau penyuluhan. Jenis seni yang baik untuk alat penerangan adalah seni

pertunjukan seperti pertunjukan wayang kulit, (3) seni untuk komunikasi, yaitu

seni yang dipergunakan sebagai alat perhubungan baik oleh pribadi maupun

kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lain, (4) seni untuk

pendidikan, yaitu seni yang dipergunakan sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan

pendidikan umum.

Kebudayaan yang terbentuk dari cerita wayang ini agaknya memang

sudah mendarah daging dan telah menyatu dengan alam sekelilingnya, atau telah

menjadi adat atau aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat sehingga telah

mengherankan apabila hajat menanggap wayang sering disangkut pautkan dengan

kejadian dijagat raya. Misalnya ada orang yang diyakini di dalam hidupnya

terkena bencana, kena sengsara dan selalu membawa malapetaka bagi dirinya

sendiri maupun keluarganya. Untuk menghindari pengaruh ini masyarakat desa

harus diruwat.

Perkembangan seni pertunjukkan sudah mengarah kepada fungsi sekuler

dan nilai komunikatif harus diprioritaskan,untuk bisa melaksankan fungsi tersebut

seni pertunjukkan selain harus mengarah kepada selera penonton juga kualitasnya

perlu diperhatikan.(Jazuli,2001:164).
12

B. Wayang Kulit Sebagai Kesenian Tradisional

Seni tradisional bersumber dan berakar pada alat kebiasaan

lingkungannya, serta menjadi salah satu ciri khas identitas dan kepribadian suatu

wilayah. Di dalam tradisi ada satu ciri khusus yaitu berkiblat pada masa lalu. Seni

tradisional muncul di tengah masyarakat yang sedang berkembang, seni tumbuh

sejak jaman nenek moyang mereka atau leluhur mereka yang hanya dapat

mengembangkan seni tradisional tanpa meninggalkan unsur-unsur yang telah ada.

Ungkapan tradisional yang merupakan unsur kebudayaan merupakan

lambang yang memberi identitas masyarakat pendukungnya sebagai suatu sistem

gagasan dan simbol, seni dapat digunakan sebagai sarana untuk bnerkomunikasi.

Dalam kehidupan manusia seringkali tercipta secara fungsional yang melibatkan

kepentingan-kepentingan pribadi maupun golongan pada masyarakat

pendukungnya. Kesenian tradisional seringkali digunakan sebagai upacara adat,

diantaranya sebagai alat untuk memanggil hujan dan mengusir roh-roh

pengganggu.

Kessing (dalam Budhisantoso, 1994:8), berkesimpulan bahwa kesenian

betapapun perwujudannya, mempunyai delapan fungsi sosial yang amat penting,

artinya sebagai sarana pembinaan masyarakat dan kebudayaan yang bersangkutan.

Kedelapan fungsi sosial tersebut adalah :

a. Sarana kesenian

b. sarana hiburan santai

c. sarana pernyataan jati diri

d. sarana integrative

e. sarana terapi / penyembuhan


13

f. sarana pendidikan

g. sarana pemulihan ketertiban

h. sarana simbolik yang mengandung kekuatan magis / ritual.

Identitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ciri-ciri atau

keadaan khususnya seseorang, jati diri.

Seni tradisional akan hidup terus menerus selama tidak ada perubahan

pandangan hidup pemiliknya. Adapun perubahan pandangan hidup akan terjadi

jika masyarakat terlanda budaya baru dari luar yang kuat atau karena adanya

bencana alam yang dahsyat yang menimpa seluruh warga masyarakat setempat,

jika hal itu terjadi maka akan menggeser nilai-nilai atau muncul nilai-nilai baru

dalam masyarakat.

Kesenian adalah milik masyarakat, walaupun dalam kenyataan empirik

yang menjadi pendukung. Kesenian itu adalah individu-individu warga masyarakat

yang bersangkutan. Dalam kenyataan empirik, kesenian dapat dilihat sebagai cara

hidup yang bertalian dengan keindahan, dari para warga masyarakat. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki individu mengenai

keseniannya dan sesuai dengan pengalaman yang dipunyainya, (Rohidi, 2000:14).

Ada tiga hal yang perlu dikemukakan dalam pendahuluan ini. Pertama,

pengertian revitalisasi kesenian tradisional dipandang sebagai kesadaran untuk

memahami kesenian tradisional sebagai salah satu sistem yang menyeluruh, yaitu

mengenai manusia (perilaku dan nilai-nilai) serta sumber daya lingkungan alam

fisik dan sosial budayanya, suatu sistem eko budayanya, kedua, upaya revitalisasi

kesenian tradisional merujuk kepada kesadaran akan keragaman kesenian yang

harus dipelihara sebagai sistem yang memberi keseimbangan kebebasan dalam


14

persatuan dan kesatuan yang selama ini telah ditelikung oleh keseragaman cara

pandang demi “pembangunan” sebuah pandangan penolakan terhadao kolonialisasi

artistik; ketiga, kesenian merupakan unsur budaya yang sensitif terhadap

perbedaan-perbedaan yang tajam tanpa harus menumbuhkan kebencian, kesakralan

dan kekerasan; ia menjadi sarana apresiasi dan toleransi perbedaan. Sebagai satuan

pengetahuan dan keyakinan yang dijadikan pedoman untuk bertindak atau

berperilaku, sesungguhnya kebudayaan itu bersifat tradisional. Artinya cenderung

menjadi tradisi-tradisi yang tidak mudah berubah. Kecenderungan sifat tradisional

ini disebabkan oleh fungsi kebudayaan sebagai pedoman bagi kehidupan para

warga masyarakat juga akan berubah setiap saat; dan, jika itu terjadi akibatnya

masyarakat itu sendiri yang akan mengalami kekacauan karena kehidupannya

berubah-ubah.

Kesenian adalah buah budi manusia yang dapat dinikmati, diresapi

maknanya dengan jelas dilihat maupun di rasakan. Beberapa penelitian

menegaskan bahwa berbagai jenis kesenian, masih tetap hidup pada kelompok-

kelompok masyarakat tertentu. Kesenian itu tetap bertahan sekalipun ada

kecenderungan semakin lama semakin surut dan ditinggalkan oleh para

pendukungnya; atau jika tetap hidup mendapat polesan kosmetika baru. Jenis-jenis

kesenian tersebut semakin ke pinggir dan hidup di kampung-kampung pedesaan

dan hidup atau diusung oleh masyarakat lokal. Seperti halnya seni pertunjukan

wayang kulit ruwatan yang termasuk sebuah seni yang sangat melekat pada diri

orang yang mempercayainya dengan diadakan acara ritual sebagai hiburan dalam

acara bersih desa yang dilakukan di daerah Juwana Kabupaten Pati di Desa

Growong Lor.
15

Secara tradisional fungsi wayang kulit terjalin dalam ruwatan

pengambilan hati (untuk menghibur), serta doa untuk kesuburan. Penampilan di

layar bayangan dari para dewa dan pahlawan mistis yang menerangi musuh-

musuh raksasa mereka, mungkin dahulu serupa dengan sebuah doa bagi roh-roh

leluhur serta dewa-dewa yang perkasa untuk meningkatkan kemakmuran. Diantara

cerita-cerita yang khusus dari siklus “prasejarah” dari wayang purwa yang

dianggap sangat manjur untuk penyucian ritual guna mencegah kejahatan yaitu

upacara yang disebut “ruwatan”.

Sifat sakral dari wayang kulit serta kemujarahan magisnya masih

dirasakan kuat bukan saja oleh dalang yang berfungsi pula sebagai dukun, tetapi

juga oleh masyarakat Jawa.

Wayang kulit sebagai satu jenis pertunjukan Jawa Tradisional merupakan

salah satu cabang kesenian yang sangat populer dan dalang menduduki peranan

utama. Daya tarik wayang sebagai salah satu bentuk teater, bahwa wayang kulit

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1) wayang sebagai teater memiliki fungsi

yang sama dengan teater pada umumnya, yaitu memberikan santapan-santapan

yang bersifat estetis, etis, psikologis, religius, filosofis, dan inetelektual, 2) dalam

pertunjukan wayang kulit mengandung unsur-unsur tragedi komde, tragikomedi, 3)

selama ini wayang merupakan tontonan hiburan yang lebih banyak memberi

kesempatan kepada penonton untuk mencari dan menafsirkan sendiri makna yang

terkandung dalam pertunjukan. Misalnya untuk upacara ruwatan, dalang berperan

sebagai pengubung antara komunitas (masyarakat) dan dunia spiritual, dalang

sebagai instrumen komunikasi dalam menyampaikan program-program

pembangunan (Jazuli, 2001:146).


16

Kini titik orientasi pertunjukan wayang kulit mulai bermuara dari kondisi

masyarakat dan lingkungannya yang tradisional mengarah kepada jangkauan yang

lebih kas, yaitu secara temperal dan spasial berada pada lintas masyarakat dan

lintas bangsa-bangsa.

C. Fungsi Pertunjukan Wayang Kulit Ruwatan

Kebudayaan Jawa yang hidup dan berkembang di Jawa telah menjadikan

kehidupan orang Jawa lain dari orang yang hidup di luar daerah Jawa. Hal ini

tampak jelas terlihat pada simbol-simbol yang dipakai sebagai media oleh orang

Jawa di dalam menyampaikan maksud dan tujuan tertentu. Sehubungan dengan

teori fungsi itu, bila dikaji secara historis, fungsi seni pertunjukan dalam

kehidupan masyarakat bila dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu : sebagai sarana

upacara, sebagai hiburan pribadi, sebagai tontonan (Soedarsono, 1985:18). Ketiga

fungsi itu, upacara dalam sejumlah fungsi itu dalam sejarah, fungsi yang tertera

adalah seni pertunjukan untuk sarana upacara, namun dalam perkembangannya

seni sebagai hiburan pribadi atau massal yang dapat menyegarkan kehidupan

masyarakat, wayang ruwatan merupakan bentuk pertunjukkan yang digunakan

sebagai sarana upacara.

Seni pertunjukan wayang kulit ruwatan dengan bertujuan untuk

kesuburan baik pribadi maupun masyarakat banyak. Wayang melambangkan

kehidupan semesta atau menggambarkan secara simbolis lakon kehidupan manusia

dengan segala permasalahan (lakoning dumadi) yang dapat memberikan contoh

(teladan) kepada siapapun yang menikmatinya. Wayang baru bermakna dan


17

menjadi cermin kehidupan bila sudah melibatkan jalinan lakon yang digubah dan

dimainkan berdasarkan kreatifitas Ki dalang.

Fungsi hiburan ini biasanya ditujukan kepada orang-orang yang

berpartisipasi dan masyarakat penonton lainnya. Fungsi hiburan ini dapat pula

dipahami, karena pertunjukan wayang adalah salah satu bentuk kesenian yang

adiluhung. Senada dengan konsep ini, menyatakan bahwa wayang sebagai salah

satu kebudayaan nasional dengan berbagai corak yang khas dan bermutu tinggi.

Kecenderungan pertunjukan ruwatan menjadi sarana hiburan, karena pertunjukan

yang biasanya berlaku satu sampai dua jam selesai, dalam perkembangannya bisa

sampai satu hari penuh.

Wayang bagi orang Jawa dijadikan sebagai sarana dalam mengungkapkan

maksud dan tujuannya ke dalam simbol-simbol. Hal ini dimungkinkan, diharapkan

penonton dapat menangkap dan mengerti maksud dan tujuan yang tersembunyi

lewat simbol yang ada dalam pertunjukan wayang kulit.

Wayang merupakan bagian-bagian dari sistem kepercayaan masyarakat

Jawa. Di dalamnya terkandung unsur-unsur ritual, kepercayaan, doa, pemujaan,

persembahan kepada kekuatan-kekuatan di dunia. Dalam konteks wayang

berfungsi sakral ada lakon khusus yang tidak sembarangan dipertunjukkan.

Biasanya untuk ruwatan dengan salah satu maksudnya adalah untuk meminta satu

bentuk upacara keagamaan yang dilakukan, adat untuk mengunjungi makam nenek

moyang (nyekar) adalah suatu tindakan yang penting dalam bahasa Jawa.

(Waluyo, 2000:x)

Fungsi dan peranan wayang tidaklah tetap tergantung pada kebutuhan

tuntutan dan penggarapan masyarakat pendukungnya. Akhir-akhir ini fungsi


18

wayang tidak lagi difokuskan pada upacara-upacara ritual dan keagamaan namun

telah beralih kehiburan yang mengutamakan inti cerita dan berbagai macam

pengetahuan, filsafat hidup, nilai budaya (Satoto dalam Haryanto, 1991:1-2)

Dalam peranannya wayang kulit ruwatan mempunyai fungsi yang berbeda

bagi kehidupan manusia seperti upacara ritual, sarana komunikasi dan sarana

pendidikan. Namun dalam persepsi masyarakat umum fungsi wayang kulit ruwatan

sebagai hiburan.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian

kualitatif menggunakan metode pendekatan kualitatif. Metode ini digunakan

karena (1) lebih mudah mengadakan penyesuaian dengan kenyataan yang

berdimensi ganda, (2) lebih mudah menyajikan secara langsung hakikat hubungan

antara peneliti dan subjek penelitian, (3) memiliki kepekaan dan daya penyesaian

diri dengan banyak pengaruh yang timbul dari pola-pola nilai yang dihadapi.

(Margono, 1996:41).Penelitian ini di laksanakan dengan menggunakan pendekatan

kualitatif, yaitu dengan cara memandang objek kajian dengan sebuah konteks.

Dengan kata lain pendekatan penelitian kualitatif adalh suatu cara, rumusan cara

kerja yang mutlak dari manusia untuk menelaah semua fenomena sehingga dapat

membedakan suatu persoalan penelitian sesuai hasil yang diinginkan.

Penelitian dilakukan secara bertahap. Untuk memperoleh data secara

lengkap pengambilan keterangan dilakukan sebelum dan sesudah pertunjukan.

Apabila keterangan diambil langsung pada saat pertunjukan akan mengganggu

konsentrasi penonton yang dijadikan informan dan keterangan yang diberikan

kurang akurat. Namun peneliti terjun langsung untuk mengambil gambar yang

berhubungan dengan objek penelitian dengan menggunakan kamera foto.

Dalam penelitian kualitatif dengan diperolehnya data (berupa kata atau

tindakan), sering digunakan untuk menhadirkan teori-teori yang timbul dari

hipotesis-hipotesis seperti dalam penelitiannya adalah simbolisasi seni pertunjukan

19
20

wayang kulit purwa dalam tradisi upacara bersih desa di Juwana Desa Growong

Lor Kecamatan Juwana, kabupaten pati Jawa Tengah.

Dengan demikian sifat kualitatif penelitian ini mengarah pada sumber data

berasal dari para informan atau subjek penelitian melalui wawancara atau

observasi dalam tradisi wayang ruwatan dalam upacara bersih desa.

B. Lokasi Penelitian dan Sasaran Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Growong Lor Kecamatan Juwana

Kabupaten Pati Jawa Tengah. Peneliti memilih lokasi tersebut karena seni

pertunjukan wayang ruwatan memiliki cerita dan makna simbolisasi yang

ritual, sakral yang digelarkan dalam upacara bersih desa yang dilakukan di

pelataran punden, di mana tempat itu mempunyai cerita tradisi yang masih

kolot.

Di dalam penelitian ini, menjadi objek atau sasaran penelitian yaitu

pertunjukan wayang ruwatan yang biasanya menggelarkan cerita atau lakon

yang digunakan dalam tradisi itu yaitu wayang kulit purwa semalam suntuk,

atau lebih lengkapnya adalah nilai-nilai simbolis pertunjukan wayang kulit

purwa semalam suntuk bila ditinjau dari budaya para pendukungnya, yaitu

budaya masyarakat Jawa. Hal ini dikarenakan penelitian ini merupakan

penelitian pustaka, artinya penelitian ini didasarkan pada pustaka sebagai

sumber data. Namun demikian perlu dijelaskan di sini, bahwa ruang lingkup

penelitian ini difokuskan ke dalam lingkup kebudayaan Jawa.


21

2. Sasaran Penelitian

Sasaran dalam penelitian ini adalah :

a. Pelaksanaan seni pertunjukan wayang ruwatan sebagai bentuk seni

tradisional dalam pergelaran wayang kulit purwa di Desa Growong Lor

Kecamatan Juwana Kabupaten Pati.

b. Fungsi Seni pertunjukan wayang ruwatan dalam tradisi upacara bersih desa

di Juwana.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, perlu

menggunakan metode yang tepat, juga perlu memilih teknik dan alat pengumpulan

data yang relevan. Penggunaan teknik dan alat pengumpulan data yang tepat dan

memungkinkan diperolehnya data yang obyektif.

Teknik yang dipakai dalam rangka mencari dan mengumpulkan data yang

ada hubungannya baik itu mengenal kebudayaan (budaya Jawa), simbol, wayang

dan simbol yang terdapat di dalam pergelaran wayang kulit purwa semalam suntuk

dalam kaitannya dengan wayang ruwatan dalam tradisi upacara bersih desa atau

sedekah bumi di desa Growong Lor.

Dalam Penelitian ini, peneliti menggunakan teknik sebagai berikut :

1. Teknik Observasi

Penemuan-penemuan melalui observasi merupakan bagian yang

penting untuk perkembangan ilmu. Penemuan yang terjadi secara kebetulan

pada hakekatnya adalah penemuan yang terjadi karena kecermatan pengamatan

(Supardi, 2000:8).
22

Dalam pelaksanaannya untuk menerapkan teknik ini peneliti

menggunakan alat bantu kamera untuk mengambil gambar atau dokumentasi

tentang berbagai situasi bentuk simbol dalam tradisi upacara bersih desa

dengan diadakannya suatu hiburan yaitu seni pertunjukan wayang ruwatan

yang menceritakan wayang kulit purwa.

Dalam penelitian, peneliti terjun secara langsung ke lapangan dimana

kegiatan berlangsung di pelataran punden mbak Ronggo yang menjadi suatu

proses jalannya pertunjukan wayang ruwatan.

Sebagai langkah awal observasi dilakukan dengan mengambil data

monografi atau data kependudukan di kantor kepala desa yang meliputi jumlah

penduduk, mata pencaharian, tingkat pendidikan dan kehidupan beragama serta

menanyakan kepada kepala desa siapa saja yang dapat dijadikan informan yang

bisa memberikan informasi yang akurat. Disebutkan oleh kepala desa bahwa

Bapak Waluyo (60 th) adalah sesepuh desa, beliau bisa memberikan

keterangan mengenai keberadaan wayang kulit pada tradisi bersih desa atau

sedekah bumi.

Berdasarkan pengamatan bahwa bersih desa atau sedekah bumi bagi

masyarakat Growong Lor, menyebutkan bahwa bersih desa termasuk juga

dalam istilah legenanan. Legenanan merupakan peristiwa adat yang turun

temurun diwariskan dalam rangka selamatan Bersih Desa terutama dalam hal

pertanian, dengan tujuan untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan Tuhan

dan memohon kepada Yang Maha Kuasa untuk diberi kenikmatan yang lebih

di tahun mendatang. Sebagai acara khusus adalah selamatan dilaksanakan di


23

masing-masing dusun, puncak acara bersih desa dimeriahkan dengan

pertunjukan wayang kulit.

Kemudian observasi dilanjutkan pada waktu pelaksanaan acara bersih

desa atau sedekah bumi hari senin tanggal 2 Februari 2004, dilaksanakan pukul

13.00 di pelataran punden mbah Dengkel sebelum pertunjukan wayang kulit

dimulai. Hal-hal yang diobservasi pada saat acara bersih desa yaitu :

a. Nasi ambeng yang diletakkan di atas cething bambu yang isinya berupa

nasi putih dilengkapi dengan lauk kemudian diatasnya ditutup dengan daun

pisang.

b. Penetep yaitu suatu keharusan yang diserahkan kepada ketua TR berupa

uang logam antara Ro. 100 sampai dengan Rp. 500.

c. Pembacaan doa yang dipimpin oleh sesepuh yang dianggap orang tua

dengan membakar dupa terlebih dahulu.

d. Tukar menukar nasi ambeng / nasi berkatan oleh masing-masing warga.

Observasi terakhir dilakukan pada saat pertunjukan wayang kulit

dimulai. Teknik pemotretan atau foto dilakukan untuk mendapatkan dokumen

berupa gambar yang berkenaan dengan obyek penelitian yaitu foto pelaksanaan

acarta “Slametan” dan saat pertunjukan wayang kulit meliputi foto dalang, dan

boneka wayangnya, sesaji, penonton, pakeliran dan panggung secara

keseluruhan.

Hal-hal yang diobservasi yaitu jalannya pertunjukan wayang kulit

sebagai tindak lanjut dari acara bersih desa yang meliputi :


24

a. Ceritera atau lakon yang disuguhkan

Dalam keterangan yang diperoleh dari bapak Kepala Desa sebagai seorang

informan yang selalu mengikuti jalan cerita setiap kali ada pertunjukan

wayang kulit baik itu pada saat legenanan atau bersih desa maupun pada

acara hajatan seseorang. Adapun pertunjukan dan cerita di dalam

pertunjukan wayang kulit bahwa lakon menpunyai makna dan nilai yang

membawa berkah dan rezeki bagi masyarakat banyak.

b. Sesaji

Sesaji yaitu segala sesuatu yang digunakan pada acara tradisi bersih desa

tumpeng punar, segala macam hasil bumi yang ada di desa Growong Lor

seperti gedang setulen, jagung, padi yang digantung di atas kelir, jajan

pasar satu nampan, bubur abang putih, dan air satu kendi. Sesaji-sesaji

tersebut diletakkan di depan dalang dibalik kelir. Untuk secara rinci akan

dijelaskan pada bab pembahasan.

c. Dalang dan permainan boneka wayangnya

d. Penonton

Pelaksanaan pertunjukan wayang kulit pada malam hari dengan penonton

adalah masyarakat setempat baik yang orang tua, remaja dan anak-anak.

e. Gamelan

Gamelan yang digunakan untuk meruwat bumi adalah seperangkat gamelan

laras slendro yang terdiri dari ricikan gender, kendang, rebab, gender

penerus, gambang, stenthem, saron barong, saron penerus, kenong, kethuk

kempyang, kempul, gong, seruling dan siter.


25

f. Durasi

Pertunjukan wayang kulit, pada siang hari mulai pukul 13.00 setelah acara

bersih desa selesai berakhir pukul 17.00 dan pertunjukan malam hari

dimulai pukul 21.00 selesai pukul 05.30.

2. Teknik Wawancara

Wawancara merupakan suatu cara mengumpulkan data dengan

langsung menyampaikan pertanyaan secara lisan kepada responden. Teknik

wawancara yang digunakan pada peneliti ini adalah wawancara terarah yang

berarti pedoman wawancara ini disusun secara terperinci dan wawancara tak

terarah yang berarti pedoman wawancara yang hanya memuat garis-garis besar

yang akan ditanyakan.

Sebagai salah satu teknik pengumpulan data, wawancara memiliki

keunikan tersendiri jika dilihat dari komprehensifitas data yang digali.

Meskipun demikian agar wawancara mampu mendapatkan hasil yang optimal

perlu disusun pedoman wawancara yang cermat.

Dalam menyusun pedoman wawancara tersebut perlu dipertimbangkan

hal-hal sebagai berikut :

a. Data yang akan digali

b. Informasi apa yang harus diperoleh yang mengarah pada temuan data

dimaksud

c. Siapa kontak person dan siapa sumber data yang bisa dipercaya.

d. Kapan kondisi ideal yang memungkinkan dilakukan wawancara

e. Bagaimana sistem pencatatan data yang dilakukan.


26

Menurut (Sawitri, 1996:66), bahwa wawancara merupakan proses

memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab

sambil bertatap muka antara pewawancara dan responden dengan

menggunakan paduan wawancara (interview guide).

Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi. Dalam

proses ini wawancara ditentukan oleh beberapa faktor yang berinteraksi dan

mempengaruhi arus informasi. Wawancara bentuk ini bertujuan untuk

mendapatkan keterangan secara umum yaitu keterangan yang tidak terduga dan

keterangan-keterangan yang tidak dapat diketahui jika menggunakan

wawancvara terarah. Informan mendapat kebebasan dan kesempatan untuk

mengeluarkan buah pikiran, pandangan dan perasaannya tanpa diatur ketat oleh

peneliti.

Setelah mendapat gambaran umum tentang pelaksanaan pertunjukan

wayang kulit dan acara bersih desa di Desa Growong Lor Kecamatan Juwana

Kabupaten Pati, pada tahap selanjutnya digunakan teknik wawancara terarah

yang bertujuan untuk mengetahui segala sesuatu yang sifatnya mendalam

sebagaimana yang telah dirumuskan sebelumnya oleh peneliti dengan

mempersiapkan petunjuk-petunjuk dan pertanyaan-pertanyaan yang sudah

dirumuskan dengan pertimbangan untuk memudahkan dalam menfokuskan

perkumpulan informasi yang diperlukan dari para informan.

Pada tahap ini peneliti mengadakan wawancara dengan penduduk Desa

Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati dan beberapa informan yang

mendukung penelitian ini. Teknik rekaman dilakukan saat wawancara dengan

informan setelah observasi di lapangan.


27

a. Wawancara pertama dilakukan kepada kepala desa, yaitu pada setiap materi

wawancara yang ditanyakan : (1) kondisi geografis dan keadaan penduduk

Desa Growong Lor, (2) Dana yang digunakan dalam pertunjukan wayang

kulit pada tradisi upacara bersih Desa atau sedekah bumi, (3) selain itu

peneliti minta bantuan kepada Kepala Desa untuk menunjukkan informan

siapa yang bisa memberikan data untuk penelitian.

b. Setelah diperoleh keterangan mengenai informasi yang bisa dijadikan

narasumber dari Kepala Desa, kemudian wawancara akan dilanjutkan

kepada beberapa masyarakat setempat yang bisa memberi masukan di

dalam penelitian.

3. Teknik Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-

barangtertulis. Teknik dokumentasi yang dimaksud adalah teknik pengumpulan

data dengan cara menelaah atau mencari sumber informasi selain manusia.

Dalam melaksanakan dokumentasi, peneliti menyelidiki bahan-bahan tertulis

berupa catatan-catatan, buku dan surat kabar. Bahan-bahan tersebut diproses

atau diseleksi mengenai informasi yang mendukung permasalahan. Hasil

dokumentasi berupa data monografi desa dipergunakan untuk mengumpulkan

data sekunder untuk melengkapi data primer dari hasil wawancara dan

pengamatan.

D. Teknik Analisa Data

Teknik analisis data dipergunakan untuk menguraikan masalah yang

ditarik dari bermacam-macam data yang telah dikumpulkan. Data yang telah
28

berhasil dikumpulkan kemudian diuraikan atau dipilah-pilah kedalam unsur-unsur

masalah yang sangat erat hubungannya dengan pokok uraian yang akan dijelaskan,

dikaitkan sehingga merupakan suatu uraian yang lebih memperjelas pokok

persoalan.

Analisis data adalah proses penyusunan data dapat ditafsirkan menyusun

data berarti menggolongkan data kedalam pola, tema dan kategori. (S. Nasution,

1998 : 128).

Tujuan utama dari kegiatan analisis data adalah menemukan teori atau

penjelasan mengenai pola hubungan. Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian

kualitatif yang berusaha mendiskripsikan dan menyiapkan antara gejala atau

peristiwa yang diteliti, yaitu untuk mengetahui seberapa jauh tentang fungsi seni

pertunjukan wayang kulit ruwatan dalam tradisi upacara bersih desa di desa

Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati.

Proses analisis dimulai dengan cara mengumpulkan data, mendiskripsikan

informasi secara selektif. Peneliti mendiskripsikan apa yang diperoleh dari

penelitian dengan menganalisis terlebih dahulu tentang fungsi wayang kulit

ruwatan dalam tradisi bersih desa. Peneliti melakukan proses pengumpulan data

sekaligus menyeleksi data yang diperoleh, selanjutnya menyederhanakan data

dengan cara mengurangi atau membuang yang tidak perlu, karena peneliti

menganggap bahwa data tersebut tidak berguna dalam penelitian tentang fungsi

wayang kulit ruwatan dalam tradisi upacara bersih desa.

Berdasarkan pengalaman peneliti, yaitu bagian dari pertunjukan wayang

kulit ruwatan hanya sebagai pemikat para penonton supaya lebih tertarik menonton

pertunjukan wayang kulit ruwatan.


29

Dari data yang telah disederhanakan itu kemudian dikelompokkan secara

terpisah, paparan matrik data selengkapnya yang meliputi :

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan pemilihan serta informasi data kasar yang

muncul dari catatan lapangan, proses ini dilakukan penelitian dengan cara

menyeleksi data-data yang didapat dari hasil wawancara dengan informan, hasil

observasi di lapangan dan dokumentasi yang mendukung, yang sesuai dengan

tujuan penelitian dengan kerangka yang dibuat.

Setelah data-data yang diambil itu diseleksi kemudian dikelompokkan

antara pelaksanaan pertunjukan wayang kulit dengan fungsi wayang kulit

ruwatan pada tradisi bersih desa Desa Growong Lor Kecamatan Juwana

Kabupaten Pati.

2. Penyajian Data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang dapat

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan setelah dilakukan

proses penyelesaian dan penggolongan data, kemudian peneliti menyajikan

dalam bentuk uraian kalimat yang didukung dengan adanya dokumentasi berupa

foto untuk menjadi validitas, semua informasi yang tersaji. Peneliti menyajikan

data yang sesuai dengan apa yang telah diteliti, maksudnya peneliti membatasi

penelitian tentang wayang kulit ruwatan dalam tradisi bersih desa dan mengkaji

sesuai dengan permasalahan yang ada yaitu bagaimanakah fungsi wayang kulit

ruwatan dalam tradisi upacara bersih desa di Desa Growong Lor Kecamatan

Juwana Kabupaten Pati.


30

3. Penarikan Kesimpulan

Langkah terakhir dalam analisis data adalah melakukan penarikan

kesimpulan. Data yang terkumpul dari proses menyeleksi dan penggolongan

ditarik kesimpulan yang berupa kalimat-kalimat. Penarik menarik kesimpulan

dari data-data yang sudah terkumpul untuk dijadikan bahan pembahasan yaitu

fungsi pertunjukan wayang kulit ruwatan dalam tradisi upacara bersih desa di

Desa Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati.

Setelah data terkumpul kemudian dianalisa mengenai pertunjukan

wayang kulit ruwatan dan fungsinya dalam tradisi bersih desa/sedekah bumi.

Proses analisis data sekaligus menyeleksi data, dalam hal ini dilakukan

penyederhanaan keterangan yang ada mengenai wayang kulit ruwatan dan dari

data yang disederhanakan kemudian dikelompokkan secara terpisah antara

pelaksanaan pertunjukan wayang kulit dengan fungsi wayang kulit ruwatan

dalam tradisi upacara bersih desa di Desa Growong Lor. Untuk menarik

kesimpulan data yang telah dikelompokkan disajikan dalam bentuk kalimat,

dalam hal ini peneliti membatasi penelitian tentang wayang kulit ruwatan dalam

tradisi upacara bersih desa dan menguraikan sajian sesuai dengan permasalahan

yang ada yaitu bagaimana fungsi wayang kulit ruwatan dalam tradisi upacara

bersih desa di Desa Growong Lor. Data wayang kulit ruwatan berupa kalimat-

kalimat yang tersusun kemudian disimpulkan sebagai bahan pembahasan yaitu

fungsi seni pertunjukan wayang kulit ruwatan dalam tradisi upacara bersih desa

di Desa Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum

1. Letak dan Kondisi Geografis Desa Growong Lor Kecamatan Juwana

Kabupaten Pati

Pati adalah salah satu kota di jalur Pantura Jawa, luasnya 14 km persegi

yang terbagi dalam 21 Kecamatan dengan 405 kelurahan dan 12 desa. Kini

penduduknya sekitar 6484 jiwa, sebagian pendudukunya berkecimpung di

bidang pertanian dan perindustrian. Karena itu Pati dikenal sebagai kota

Pertanian dengan slogan “Pati Bumi Minaa Tani” dan Kota Kuningan” Produk

terbesar adalah perindustrian yang berkecimpung dalam pembuatan kerajinan

kuningan dan sudah tersebar di seluruh wilayah nusantara dan tidak sedikit pula

yang diekspor ke luar negeri. Selain slogan itu kabupaten Pati menyandang

predikat sebagai “Kota Tani” dan “Kota Kuningan” karena mayoritas penduduk

bekerja di bidang pertanian dan bekerja di bidang perindustrian kuningan.

Pati terdiri dari empat wilayah yaitu wilayah Pati bagian barat, bagian

utara, Pati bagian timur dan Pati bagian selatan. Kecamatan Juwana sebagai

salah satu kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Pati bagian timur, wilayah

Kecamatan Juwana terbagi menjadi 12 desa, yaitu desa Bajomulyo,

Kebonsawahan, Kudukeras, Pajeksan, Kauman, Bakaran Kulon, Bakaran Wetan,

Growong Lor, Growong Kidul, Dukutalit, Langgenharjo dan Doropayung.

31
32

Desa Growong Lor letaknya kurang lebih kearah utara dari Kecamatan

Juwana yang berada 12 km dari Kabupaten Pati, dengan luas wilayah 159,5 Ha.

Desa Growong Lor merupakan daerah tropis yang termasuk dataran rendah.

Untuk sampai ke Desa Growong Lor dengan menggunakan roda dua atau

kendaraan roda empat memakan waktu 30 menit, karena dari daerah Juwana

untuk menuju ke Desa Growong Lor masuk kampung. Untuk menuju Desa

Growong Lor dari terminal Kota Pati naik bus Jurusan Pati – Lasem turun di

terminal atau di alun-alun Juwana naik becak atau jalan kaki ke arah utara sejauh

2 Kilometer. Secara administratif wilayah desa Growong Lor dibagi menjadi20

RT dan 3 RW.

Desa Growong Lor merupakan desa yang sudah berkembang, karena

masyarakat setempat sudah maju walaupun masyarakat hanya lulus SD, SMP

atau sudah menjadi Pegawai Negeri, di samping itu masyarakat yang hanya

lulusan SD, SMP atau SMA atau yang tidak mampu, tapi mereka punya

keterampilan dalam bidang perindustrian dalam kerajinan kuningan.

Sejak tahun 2000 – 2004 kepemimpinan Desa Growong Lor di jabat

oleh Bapak Waluyo selaku Kepala Desa. Selama masa kepemimpinannya

pemerintahan desa berjalan sebagaimana mestinya. Untuk periode selanjutnya

tahun 2004 kepemimpinan desa masih dipegang oleh Bapak Waluyo (Kepala

Desa) hingga saat sekarang ini.

2. Kependudukan

Setelah tahun 2004 Desa Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten

Pati dipimpin oleh Bapak Waluyo. Jumlah penduduk desa Growong Lor
33

seluruhnya sebanyak 6484 jiwa yang terdiri dari 6484 Kepala Keluarga secara

rinci dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini :

Tabel 1. Data Penduduk Desa Growong Lor menurut Usia dan Jenis

Kelamin

USIA PEREMPUAN LAKI-LAKI JUMLAH


0–5 121 114 235

6 – 10 148 174 322

11 – 15 107 144 251

16 – 20 134 106 240

21 – 25 113 117 230

26 – 30 146 126 272

31 – 35 166 144 310

36 – 40 41 198 239

41 – 45 529 991 1520

46 – 50 148 527 675

51 – 55 521 298 819

56 – 60 998 200 1198

61 – 65 61 17 78

65 – Ke atas 22 74 96

JUMLAH 3254 3230 6484

Sumber : Monografi Growong Lor, Januari 2004


3. Mata Pencaharian

Sebagian besar penduduk Desa Growong Lor Kecamatan Juwana

Kabupaten Pati sebagai pegawai negeri, petani sendiri, buruh tani, pensiunan,
34

pedagang dan buruh bangunan. Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada tabel 2

berikut ini.

Tabel 2. Data Penduduk Desa Growong Lor menurut mata pencaharian 10

tahun ke atas

NO. MATA PENCAHARIAN JUMLAH


1 Pegawai Negeri 194

2 Petani 1894

3 Pengusaha 135

4 Pensiunan 56

5 Pedagang 678

6 Buruh Bangunan 35

7 Buruh Pabrik 2262

8 Lain-lain 33

JUMLAH 5287

Sumber : Monografi Desa Growong Lor, Januari 2004

4. Tingkat Pendidikan

Untuk pendidikan warga penduduk Desa Growong Lor Kecamatan

Juwana Kabupaten Pati masih dalam taraf yang sudah cukup daripada jaman

dulu masyarakat Growong Lor rata-rata penduduknya adalah tamatan SD, tapi

meskipun jaman sekarang penduduk desa Growong Lor bisa meningkatkan

seperti mereka untuk mengikuti jaman yang modern sudah bisa maju ada yang

sudah bisa menyekolahkan anak-anaknya ke Perguruan Tinggi tapi ada juga

berhasil tamat dalam pendidikan SMA.


35

Adapun data penduduk Desa Growong Lor menurut tingkat pendidikan.

Tabel 3. Data Penduduk Desa Growong Lor menurut tingkat pendidikan

NO. MATA PENCAHARIAN JUMLAH


1 Tamatan Akademi / Perguruan Tinggi 589

2 Tamat SLTA 1557

3 Tamat SLTP 1603

4 Tamat SD 2430

5 Belum Sekolah 305

JUMLAH 6484
Sumber : Monografi Desa Growong Lor, Januari 2004

5. Kehidupan Beragama

Sebanyak 99% penduduk Desa Growong Lor Kecamatan Juwana

Kabupaten Pati menganut dua agama yaitu Islam dan agama Kristen. Namun

prosentase tersebut hanya sebagai formalitas seperti yang tercantum dalam

Kartu Tanda Penduduk (KTP). Hal ini terbukti dengan sedikitnya jamaah Shalat

yang sering dijumlah di Musholla bahkan di Masjid Desa dan bagi umat

Kristiani ke gereja induk maupun per tiap rumah jemaat yang dijadikan untuk

kebaktian dengan istilahnya POS PI.

Tabel 4 : Data Penduduk Desa Growong Lor menurut Agama

NO. AGAMA JUMLAH


1 Islam 5952
2 Kristen Protestan 422
3 Katholik 12
4 Hindu 8
5 Budha 90
JUMLAH 6484
Sumber : Monografi Desa Growong Lor, Januari 2004
36

B. Latar Belakang diselenggarakannya Pertunjukan Wayang Kulit Ruwatan


pada tradisi upacara “Bersih Desa” di Desa GrowongLor Kecamatan Juwana
Kabupaten Pati
1. Aspek Sejarah

Menurut penuturan Mbah Moden (80 tahun) adalah sesepuh desa yang

diwawancari peneliti pada tanggal 2 Februari 2004 merupakan orang yang

paling tua di desa Growong Lor, walaupun demikian ia masih sehat dan sangat

mempercayai bahwa adat semacam ini sering dilakukan yaitu setiap satu tahun

sekali pada bulan Jawa yaitu tepatnya bulan Idul Adha.

Sejarah perkembangan sistem kepercayaan orang Jawa telah dimulai

sejak jaman pra sejarah, yaitu waktu nenek moyang suku bangsa Jawa

beranggapan bahwa semua benda yang ada disekelilingnya itu mempunyai

kekuatan, roh, dalam bentuk pemakaman leluhur. Dengan kata lain, di samping

kekuatan yang jauh lebih hebat yang ada di luar tubuh manusia. Kekuatan itu

mampu membuat kehidupan manusia dan sekelilingnya berubah menjadi baik

atau buruk. Dengan anggapan yang demikian itu, mereka membayangkan bahwa

di samping segala roh yang ada tentu ada roh yang paling berkuasa dan lebih

kuat.

Mereka juga mempercayai bahwa roh-roh yang sudah meninggal

dianggap masih di daerah sekelilingnya, misalnya pemakaman keramat. Roh

yang bersifat baik mereka minta berkah agar melindungi keluarga, dan yang

bersifat jahat mereka minta berkah dan agar jangan mengganggu kehidupannya.

Roh-roh yang dapat dibangunkan dan didatangkan oleh seseorang syaman /

dukun yaitu pada saat mengucapkan mantra-mantra, nyanyian, pujian.


37

Kegiatan keagamaan orang Jawa yang menganut agama Jawa juga

mengenal sistem upacara. Bentuk pemujaan terhadap roh nenek moyang adalah

salah satu bentuk upacara keagamaan yang dilakukan. Adat untuk mengunjungi

makam keluarga dan makam nenek moyang (nyekar) adalah suatu tindakan yang

penting dalam agama Jawa. Dan segala bentuk upacara atau slametan yang

dilakukan selalu menggunakan berbagai jenis sesaji (sesajen, sajen). Hal ini

juga sangat menonjol pertunjukan wayang kulit dalam upacara ngruwat.

Demikian halnya dengan kebudayaan Jawa yang hakekatnya merupakan

keseluruhan pola-pola aktivitas tingkah laku atau pola-pola tindakan suku

bangsa Jawa dalam menghadapi alam di sekeliling lingkungannya, yaitu pola-

pola yang isinya berupa pengetahuan, kepercayaan dan nilai-nilai atau norma-

norma yang berlaku di dalam kehidupan masyarakat Jawa.

Sejarah perkembangan sistem kepercayaan orang Jawa telah dimulai

sejak zaman pra sejarah, yaitu waktu nenek moyang suku bangsa Jawa

beranggapan bahwa semua benda yang ada di sekelilingnya itu mempunyai

kekuatan roh, atau bersenyawa. Dengan kata lain, di samping kekuatan yang ada

dalam tubuh manusia, masih ada kekuatan yang jauh lebih hebat yang ada di

luar tubuh manusia.

Pertunjukan wayang kulit purwa khususnya masyarakat Jawa, selain

berfungsi sebagai sarana ritual juga sebagai penyajian estetis. Kehadiran

pertunjukan wayang kulit yang masyarakat menyebutnya wayang kulit purwa

terkait dengan kehadiran seorang dalang, karena dalang sampai saat ini masih

mendukuki tempat yang sangat penting, bukan saja sebagai orang yang mampu

menyelenggarakan dan menyajikan pada upacara seperti ruwatan, bersih desa,


38

akan tetapi kedudukan seorang dalang juga dipandang sebagai orang bijak yang

mampu memberikan nasehat kepada anggota masyarakat.

Pertunjukan wayang kulit ruwatan pengaruhnya terhadap masyarakat

modern masih relatif kuat. Masyarakat modern sekarang memandang, bahwa

masyarakat dan kebudayaan sebagai suatu kesatuan yang bagian-bagian dan

unsur-unsurnya saling terkait antara satu dengan lainnya, sebagai suatu sistem

yang bulat.

Di dalam hal ini, seperti yang dijelaskan oleh mbah moden bahwa dalam

pertunjukan wayang kulit ruwatan adalah pengaruh masyarakat pada

kebudayaannya yang mampu mengubah sistem kepercayaan suku bangsa Jawa,

yang semula mempercayai adanya roh nenek moyang yang menempati suatu

tempat sehingga tempat itu dianggap angker, sangat berubah atau bertambah

kepercayaannya akan adanya dewa-dewa. Sebagai seorang awam yang

beragama Islam atau kejawen dalam melakukan berbagai aktivitas keagamaan

sehari-hari, rata-rata dipengaruhi oleh keyakinan, konsep-konsep, pandangan-

pandangan nilai-nilai budaya, dan norma-norma yang kebanyakan berada di

dalam alam pikirannya. Mereka yakin adanya Allah, yakin bahwa Muhammad

adalah utusan Allah, yakin adanya nabi-nabi lain, yakin adanya tokoh-tokoh

Islam yang keramat, namun mereka juga yakin adanya dewa-dewa tertentu yang

menguasai bagian-bagian dari alam semesta memiliki konsep-konsep tertentu

tentang hidup dan kehidupan setelah kematian, yakin adanya makhluk-makhluk

halus penjelmaan nenek moyang atau orang yang sudah meninggal, yakin

adanya roh-roh penjaga tempat tertentu, kegiatan keagamaan orang Jawa yang

menganut agama Jawa juga mengenal sistem upacara. Bentuk pemujaan


39

terhadap roh nenek moyang adalah salah satu bentuk upacara keagamaan yang

dilakukan. Adat untuk mengunjungi makam nenek moyang (nyekar) adalah

suatu tindakan yang penting dalam agama Jawa. Dan segala bentuk upacara atau

slametan bumi yang dilakukan selalu menggunakan berbagai jenis sesaji

(sesajen, sajen). Hal ini juga sangat menonjol dalam beberapa upacara

keagamaan yang berupa pertunjukan wayang kulit keramat. Misalnya

pertunjukan wayang kulit dalam upacara ngruwat.

Kepala desa menjelaskan bahwa pelaksanaan tradisi upacara bersih desa

“sedekah bumi” sekarang tinggal meneruskan tradisi yang sudah ada. Di katakan

pula oleh Bapak Waluyo (46 tahun) bahwa tujuannya diadakan pertunjukan

wayang kulit ruwatan pada tradisi bersih desa terutama untuk mensyukuri

nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan dan memohon kepada-Nya supaya

nikmat yang lebih baik dilimpahkan di tahun depan, selain itu dimaksudkan

untuk menghindari rasa akan terjadinya kemungkinan dampak yang buruk

baik kehidupan masyarakat penduduk Desa Growong Lor terutama dalam hal

pertanian dan perusahaan. Oleh karena itu, dalam kepercayaan dengan adat

secara tradisional, masyarakat Jawa juga mengenal roh yang yang menitis

inkarnasi atau nurun. Kepercayaan ini agaknya hanya orang tua saja atau

mereka yang dianggap berpikiran kuno saja yang hingga kini mempercayainya.

Dipercayai bahwa roh nenek moyang yang sudah meninggal dapat menitis atau

menurun kepada masyarakat sampai seterusnya mulai anak sampai cucu-cucu.

Dengan keterangan dari Kepala Desa bahwa pelaksanaan tradisi upacara

bersih desa diwujudkan untuk mengantisapasi kemungkinan terjadinya hal-hal

yang tidak diinginkan, karena tradisi ini sudah mendarah daging dengan
40

kehidupan masyarakat setempat. Oleh karena itu rasa tanggung jawab yang

besar sebagai generasi penerus akan terus menuntun dalam melestarikan dan

mewariskan tradisi ke anak cucuk dikemudian hari.

2. Aspek Manfaat

Dari sudut pandang kepala Desa yaitu Bapak Waluyo (46 tahun) dalam

wawancara dengan peneliti pada hari Kamis tanggal 4 Februari 2004 bahwa

pertunjukan wayang kulit ruwatan pada tradisi upacara bersih desa di Desa

Growong Lor sangat bermanfaat untuk menyampaikan pesan-pesan kepada

warganya tentang tata kehidupan mengenai hubungan antara manusia dengan

Tuhan, hubungan antara warga yang satu dengan yang lainnya dalam satu desa,

hubungan antara warga dengan perangkat desa serta hubungan warga dengan

pemerintah.

Dengan adanyta tradisi ini memberikan manfaat atau pesan yang besar

bagi masyarakat yang ada, yaitu (a) menghibur masyarakat yang haus akan

hiburan, (b) mendidik anak-anak dan remaja, pemuda untuk tetap menghormati

dan menghargai orang tua, (c) sebagai komunitas kecil warga desa tetap

menjaga kerukunan dan selalu menomorsatukan sikap kegotongroyongan,

dimana manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan dan dibutuhkan

oleh manusia lain, (d) kondisi desa jauh dari pusat keramaian, ada ketentraman

dan kedamaian baik pendidikan, komunikasi, agama, pergaulan, mode dan

sebagainya, dengan adanya wayang kulit ruwatan pada tradisi upacara bersih

desa akan memberikan keselamatan dan memberikan informasi yang baru

sebagai tambahan wawasan untuk meningkatkan diri dari kualitas hidup yang

sebelumnya, (e) dampak yang sangat menonjol bagi masyarakat orang tua,
41

sebagai orang Jawa yang erat dengan budaya Jawa dan tradisi Jawa sampai

sekarang, mereka masih bisa mengenal falsafah kuno yang banyak mengandung

ajaran hidup yang terdapat dalam cerita pewayangan sehingga menuntun kita

untuk tetap berjalan di garis lurus sebagai orang Jawa.

Menurut kepala Desa Bapak Waluyo juga mengatakan bahwa

pertunjukan wayang kulit ruwatan sangat berbeda dengan pertunjukan wayang

kulit yang biasa diselenggarakan sebagai hiburan saja, tetapi dalam pertunjukan

wayang kulit ruwatan untuk meruwat desa meruwat semua masyarakat desa

Growong Lor dan juga bisa dikatakan sebagai hiburan dalam bentuk memberi

makna yang khusus bagi masyarakat setempat. Khususnya bagi masyarakat itu

sendiri baik dikalangan orang tua dan para anak-anak, remaja tidak ada lagi

percekcokan, perselingkuhan , pertengkaran rumah tangga, pertengkaran remaja

satu dengan yang lain yang akhirnya mengakibatkan pembunuhan dan balas

dendam, adanya korupsi antara buruh pabrik dengan majikan. Untuk itu setiap

kali diadakan acara meruwat desa mereka bisa sembuh dari tingkah laku, sikap

dan saling tetap menjaga nama baik desa Growong Lor sendiri dengan itu akan

menghasilkan buah yang besar misalnya pekerjaan jadi lancar, saling

menghormati, bekerja sama dan tetaap menjalankan kewajiban kita untuk

menjaga keimanan kita.

3. Aspek Hiburan

Berdasarkan dari keterangan baik keterangan mbah moden dan Bapak

Kepala Desa itu sudah cukup jelas dari kedua narasumber yang memberikan

penjelasan tentang pertunjukan wayang kulit ruwatan dalam tradisi bersih desa

di Desa Growong Lor sangat besar peranannya untuk menghibur warga


42

masyarakat setempat. Dimana pada masa-masa yang lalu dengan kondisi desa

yang masih sangat tertinggal baik dari segi pendidikan, komunikasi dan

pergaulan, taraf hidup masyarakat yang rendah, kehidupan jauh dari pusat

keamanan.

Dengan adanya pertunjukan wayang kulit untuk meruwat dalam tradisi

upacara bersih desa dapat menghibur dan dapat membawa masyarakat lebih

maju dan damai. Setelah upacara desa dengan dilanjutkan setelah berkatan

diadakannya pertunjukan wayang kulit yang sudah menjadi kebiasaan

masyarakat jaman dulu sampai sekarang karena pertunjukan itu sebagai hiburan

sekaligus sebagai makna yang mempunyai kekuatan gaib.

Dengan berkembangnya tradisi upacara bersih desa selalu diadakan

setiap setahun sekali dan juga akan banyak lagi kesenian-kesenian yang sebagai

hiburan yang wajib dipertontonkan selain pertunjukan wayang kulit yang wajib

untuk diselenggarakan seperti ketoprak, dangdut dan sebagainya.

Masuknya kesenian hiburan tersebut yang lebih modern seperti dangdut,

campursari, layar tancap, maka keberadaan wayang kulit sedikit demi sedikit

tergeser. Namun masyarakat tetap mempertahankan bahwa pertunjukan wayang

kulit merupakan hiburan utama dan sudah menjadi adat tradisi yang digunakan

pada upacara bersih desa dengan cara apapun, karena di dalam pertunjukan

wayang kulit selalu digunakan yaitu untuk meruwat desa, dengan itu masyarakat

ingin merubah tradisi ini tidak akan membawa masyarakat damai, tentram dan

jauh dari kerusuhan, untuk itu setiap diadakan tradisi bersih desa pasti diawali

dengan pertunjukan wayang kulit kemudian dilanjutkan hiburan yang lain untuk

menarik minat para penonton khususnya masyarakat setempat.


43

Dari aspek-aspek inilah yang melatarbelakangi diadakannya wayang

kulit ruwatan sudah menjadi tradisi untuk acara bersih desa “Selamatan bumi”

yang diinginkan warga sejak jaman dulu adalah hidup rukun, selalu membina

kerukunan, kegotongroyongan, saling membantu satu sama lain, sama-sama

merasakan hidup sebagai kelompok masyarakat kecil. Mereka tidak ingin terjadi

hal-hal yang dapat meyengsarakan kehidupan anak cucunya kelak apabila tradisi

ini ditinggalkan, seperti gagal panen karena serangan hama tanaman dan

keberhasilan dalam bisnis perindustrian seperti kerajinan kuningan, karena di

desa Growong Lor masyarakat berkecimpung dalam bisnis pembuatan kuningan.

Mereka yakin dengan memohon kepada Tuhan secara sungguh-sungguh dan roh

leluhur nenek moyang yang dipercayai masyarakat setempat, semoga dengan

diadakan tradisi ini doa-doa yang dipanjatkan semoga dikabulkan. Untuk itu

warga setempat mengucapkan puji syukur atas nikmat yang diberikan selama

setahun dan memohon supaya nikmat yang lebih akan diterima di tahun-tahun

berikutnya. Upacara syukur ini diwujudkan dengan pertunjukan wayang kulit

ruwatan untuk meruwat dan menghibur semua warga yang ada di desa Growong

Lor tahun demi tahun tidak pernah terlewati hingga sekarang acara tersebut

menjadi tradisi yang kelak akan terus diturunkan kepada generasi berikutnya.

Bersih Desa merupakan tradisi yang sudah umum yaitu dalam bentuk

sedekah bumi, bagi masyarakat Desa Growong Lor dikenal dengan sebutan

slametan bumi, karena dilaksanakan setiap bulan Jawa umat Islam disebut bulan

Leginan. Salah satu kegiatan yang wajib dilaksanakan dalam tradisi bersih desa

yaitu pelaksanaan acara sedekah bumi.


44

Gambar 01
(Foto Lusi : Februari 2004)
Pelataran Punden Mbah Ronggo atau disebut Punden Mbah Dengklik di Desa
Growong Lor

Dari keterangan foto pada gambar 01, bahwa sebelum diadakannya slametan

atau saling tukar menukar berkatan antara orang satu ke orang lain akan diadakan

sekaran atau nyekar di punden Mbah Dengklik semoga dengan melakukan

kebiasaan tersebut orang yang memberi sedekah dengan berwujud kembang sekar,

nenek moyang yang dimakamkan bahwa anak cucunya akan selamat dan mendapat

rizky yang banyak.

C. Proses Pelaksanaan Pertunjukan Wayang Kulit Ruwatan Dalam Tradisi

Bersih Desa di Desa Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati

Dalam penyajian wayang kulit diawali dengan gendingan di suarakan oleh

pengrawit kemudian dalang menaiki panggung pukul 13.00 acara dibuka dengan

sambutan kepala desa yang diwakili kepada dalang, setelah sambutan dilanjutkan
45

dengan pementasan wayang kulit ada dalang, di tengah-tengah pementasan yaitu

pada saat meruwat desa dengan mantra-mantra yang dibacakan dalang membimbing

warga semua baik yang ada di lokasi pertunjukan maupun yang masih dirumah

untuk bersama-sama berdoa, mengucap syukur, memohon kepada Yang Maha

Kuasa semoga diberikan kemakmuran dan kesejahteraan hidup, keselamatan dari

marabahaya terutama dalam pertanian dan perindustrian. Selesai meruwat cerita

dilanjutkan kembali sampai pukul 17.30. dari tenggang waktu yang ada digunakan

seluruh pendukung pementasan wayang seperti sinden, dalang, pengrawit dan untuk

persiapan pada malam hari sebagai puncak hiburan pementasan malam hari dimulai

pukul 21.00 sampai subuh 04.00. untuk menarik para penonton diawali dengan

pertunjukan tokoh wayang Semar. Setelah pementasan pertunjukan wayang kulit

pada malam hari, penonton atau warga desa Growong Lor sangat puas dilanjutkan

sampai akhir cerita pukul 04.00 dan ditutup dengan pembacaan doa.

Pelaksanaan wayang kulit pada tradisi Bersih Desa di Desa Growong Lor

ditinjau dari :

1. Judul Lakon

Menurut penuturan Bapak Waluyo selaku Kepala Desa bahwa lakon

untuk siang hari bertemakan mencari sumber-sumber kenikmatan hidup

seseorang seperti “Jaka Tani dan pusering Bumi”. Lakon untuk malam harinya

bertemakan hubungan antara warga desa satu dengan warga desa lainnya, warga

desa dengan aparat desa. Lakon dalam pertunjukan wayang kulit pada tradisi

Bersih Desa dari tahun ke tahun ada yang diulang. Lakon yang dipertunjukkan

dalam tema tersebut adalah Bathara Kala.


46

Gambar 02

Pakeliran
(Foto Lusi : Rabu 3 Februari 2004)

2. Dalang

Dalang yang digunakan dalam ruwat bumi adalah dalang yang telah

matang pengetahuan dalam hal ruwatan, karena dalang bertanggung jawab

secara spiritual apapun yang terjadi terhadap pelaksanaan ruwatan. Arti matang

pengetahuannya yaitu seorang dalang yang bisa menghayati wayang kulit,

bahwa cerita yang disajikan itu adalah mengiaskan perilaku watak manusia

dalam mencapai tujuan hidup baik lahir maupun batin. Dalam pergelaran

wayang kulit, seniman dalang dituntut adanya kemampuan dan keterampilan

teknis agar kegiatannya itu menghasilkan suatu keindahan,( Soetarno,2001:6).

Peranan dalang dalam upacara ruwatan adalah dalang yang memuat atau

mengemas makna ruwatan dan ada yang sudah tidaak mengerti dan upacara
47

akan ruwatan dalam tradisi bersih desa (Kanti Waluyo,2000:102). Dalam

pergelaran berlangsung dalang mempunyai peranan penting dalam upacara

religius : (1) sebagai perantara warga dalam berfungsi membimbing semua

warga dalam pelaksanaan ritual selamatan bumi untuk menghindari krisis

pertanian, (2) sebagai komunikator yang berfungsi menyampaikan pesan-pesan

pembangunan lewat pakeliran dengan cara mengolah pesan tersebut ke dalam

bahasa pedalangan, (3) sebagai inovator dalang menempatkan dirinya untuk

berorientasi ke masa dengan sehingga karya-karyanya harus relevan dengan

jaman sekarang, (4)sebagai emansipator ia membantu menghantarkan para

penonton ke tingkat perkembangan kepribadian yang lebih tinggi dan dalam

acara bersih desa di Desa Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati

bukan untuk kepentingan pribadi seorang tapi untuk semua masyarakat

setempat.

Gambar 03

Dalang Wibowo dan wayangnya ketika pentas dengan lakon…


(Foto Lusi : Rabu, 3 Februari 2004)
48

3. Sesaji

Sesaji adalah segala sesuatu yang harus ada dalam tradisi bersih desa

atau sedekah bumni. Penjelasan dari narasumber yaitu pemuka agama bahwa

untuk sesaji yang diperlukan banyak bahan terutama yang ada dan tersedia di

desa setempat antara lain :

Gambar 04

Berbagai macam sesaji yang diletakkan diatas


Pelataran Punden mBah Dengklik

a. Tumpeng Punar

Tumpeng Punar terbuat dari beras 1 kg. Punar berarti kuning,

tumpeng punar terbuat dari nasi yang diwarnai kuning berasal dari kunir

atau air kunyit yang dicampur dengan santan dan garam secukupnya/

tumpeng punar berbentuk kerucut pada bagian puncaknya ditutup dengan

conthong daun pusing dibuat bentuk kerucut dan diselengi dengan kuluban

dan urap, telur, dan ayam di sisir semuanya ditata di dasar tumpeng punar.
49

Arti simbolis tumpeng punar, yang mempunyai warna kuning adalah

nuansa kebahagiaan dan kesejahteraan. Puncak tumpeng yang ditutup

dengan conthong daun pisang yang berwarna hijau adalah simbol kesuburan

dan kebahagiaan, puncak tumpeng juga sebagai simbol tujuan hidup

kesuburan dan kebahagiaan, puncak tumpeng juga sebagai simbol tujuan

hidup manusia yang tertinggi yaitu menuju kebahagiaan akherat berkumpul

dengan para pendahulu bersama-sama menghadap Tuhan, kecuali itu juga

merupakan di simbol harapan tentang keselamatan, keberhasilan dan

kebahagiaan di dunia, aman, tentram, damai terhindar dari malapetaka, balak

dan gangguan.

b. Cok Bakal

Cok Bakal yaitu bakalan atau bahan apa saja yang dibutuhkan warga

masyarakat Desa Growong Lor, isinya antara lain : (1) perlengkapan bambu

dapur seperti bawang merah, bawang putih, garam, terasi, lombok, gula,

minyak goreng, kencur, lada dan lain-lain ditaruh di atas tampah, (2) pisang

satu tundun, kepala garing , (3) berbagai kacang-kacangan, tomat dan lain

sebagainya.

Maksud dari bakalan itu semua adalah untuk memohon kepada

Yang Maha Kuasa supaya segala bahan kebutuhan hidup sehari=hari warga

desa terpenuhi dan selalu tersedia.

c. Gedang Setundun

Gedang setundun maksudnya adalah semua warga baik pria, wanita,

tua muda dan anak-anak warga desa Growong Lor bersatu padu dengan

maksud satu tujuan yang sama yaitu mensyukuri segala kenikmatan yang
50

telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh warga

masyarakat desa.

d. Kembang Telon satu Nampan

Kumpulan bunga (kembang) terdiri dari bunga mawar merah, bunga

gadhing (kanthil), bunga kenanga, kumpulan bunga tersebut mengandung

arti bahwa semua warga masyarakat setempat menyembah untuk berdoa

supaya tetap diberi kenikmatan dan berterima kasih kepada Allah atas

karunia nikmat yang telah dilimpahkan kepada warga masyarakat

seluruhnya.

Gambar 05
Kembang Telon Satu Nampan
(Foto Lusi : Februari 2004)
51

e. Jajan Pasar satu Nampan

Gambar 06
Jajan Pasar satu Nampan
(Foto Lusi : Februari 2004)

Jajan satu nampan isinya meliputi makanan kecil yang dibuat oleh

para pamong desa selaku perwakilan dari masing-masing dusun secara

sukarela diambil satu-satu dikumpulkan diatas nampan dan lainnya

disuguhkan pada tamu undangan dan penonton yang terdekat, janjan tersebut

adalah jajan pasar seperti bugis, cucur, poci-poci, tape ketan, gemblong

ketan, nogosari dan lain-lain.

f. Air Satu Kendi

Air satu kendi berupa air putih biasa, yang mengandung makna

bahwa hidup kita tidak bisa lepas dari air dengan kata lain air merupakan

kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar. Sehingga maksud


52

dilengkkapinya air dalam sesaji. Ini supaya air terus mengalir dan tidak

mengalami kelangkaan dari bumi (desa Growong Lor). Air satu kendi itu

diletakkan diantara sesajin yang telah disiapkan.

Gambar 07

Air Satu Kendi


(Foto Lusi : Februari 2004)
4. Gamelan

Gamelan adalah seperangkat bunyi-bunyian yang dimainkan secara

bersama-sama serta berfungsi sebagai pengiring sekaligus pendukung

pertunjukan wayang kulit.

Pertunjukan wayang kulit untuk acara (ruwat bumi) diperlukan

perlengkapan gamelan laras slendro yang terdiri dari ricikan gender, kendang,

rebab, gedner penerus, gambang slenthen, saron barung, saron penerus, kenong,

kethuk, kempyang, kempul, gong, seruling dan siter.


53

5. Dana

Dana yang digunakan untuk penyelenggaraan wayang kulit ruwatan pada

tradisi bersih desa atau sedekah bumi di desa Growong Lor dihimpun dari

swadaya masyarakat. Keterangan diperoleh pada saat wawancara dengan Kepala

Desa pada hari Minggu sebelum dilakukan tradisi bersih desa. Di mana

dijelaskan untuk pelaksanaan kegiatan ini dibentuk panitia tersendiri yaitu

panitia penyelenggara tradisi bersih desa di Deda Growong Lor Kecamatan

Juwana Kabupaten Pati yang tersusun dalam organisasi kepanitiaan.

Penetapan besarnya dana itu setelah terpilihnya dalang siapa yang akan

digunakan dan berapa tarif yang ditentukan oleh pihak dalang, setelah itu

dirapatkan oleh Kepala Desa dengan warga di pelataran Punden mbah Dengklik.

Susunan Organisasi Panitia Penyelenggara Wayang Kulit Ruwatan pada

tradisi Bersih Desa di Desa Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati.

TAHUN 2004

Penanggung Jawab : Kepala Desa Growong Lor

I. Penasehat : 1. Ketua BPD

2. Ketua LPMD

II. Ketua : 1. Sutiyo

2. Bambang Wikono

III. Sekretaris : C. Lies Rustiyanti

IV. Bendahara : Yus Sudarso


54

V. Seksi-seksi : 1. Seksi Kesenian : Darsono

2. Seksi Jambean : Suroto

3. Seksi Pengajian : 1. Gunarto

2. Sagidin

4. Seksi Pemuda : 1. Karnoto

2. Jarwo

5. Seksi Perlengkapan : Surito

6. Seksi Konsumsi : 1. Wiji Wurtiwi

2. Darmini

7. Seksi Keamanan : Hansip

6. Durasi

Pertunjukan wayang kulit ruwatan pada tradisi bersih desa di Desa

Growong Lor dilaksanakan dua tahap yaitu siang hari dan malam hari dengan

dalang yang sama. Untuk siang hari dilaksanakan setelah acara berkatan

dilanjutkan ruwatan pada pukul 13.00 – 16.00. pertunjukan malam harinya

pementasan sebagai hiburan untuk dinikmati oleh warga setempat.

7. Penonton

Waluyo (2000:18), dikatakan bahwa penonton wayang kulit dapat

dibedakan ke dalam tiga golongan yaitu : 1) golongan anak-anak, 2) golongan

remaja dan nuda, 3) golongan orang tua.


55

Gambar 08

Tiga Pesinden, 14 penabuh atau pengrawit dan


Penotnon dari berbagai desa
(Foto Lusi : 3 Februari 2004)

Pertunjukan wayang kulit ruwatan yang digelar siang hari lebih banyak

yang melihat adalah anak-anak, para orang tua dan sedikit kaum muda dari desa-

desa yang dekat dengan desa Growong Lor yang mau bersama-sama untuk

menikmati pertunjukan wayang baik siang maupun malam harinya. Penonton

mayoritas dari Desa Growong Lor sendiri, dari desa Growong Kidul, Dukutalit

dan desa-desa lainnya yang ada di wilayah Kecamatan Juwana ingin juga

mengyaksikan upacara bersih desa di Desa Growong Lor.

Penonton yang setia melihat sampai pementasan selesai umumnya adalah

orang tua yang memang dari dulu gemar melihat wayang kulit khususnya bagi

warga setempat. Penonton dari desa tetangga.


56

8. Waktu Pelaksanaan

Tradisi upacara Bersih Desa atau “Rasulan” (dari kata Rasul) di

Kabupaten Pati mulai Senin dan Selasa selama dua hari, diadakan di Desa

Growong Lor Kecamatan Juwana dan meluap sampai ke jalan raya sekitar

tempat upacara.

“Pesta Rakyat” yang sudah mentradisi ini diselenggarakan setahun sekali

sebagai tanda ucapan syukur rakyat setempat kepada Tuhan Maha Pencipta atas

suksesnya segala pekerjaan yang dilakukan rakyat.

Menurut kepercayaan rakyat “Upacara Bersih Desa” mempunyai ikatan

erat dengan mitos kesaktian mbah Dengklik sebagai pelindung desa dari segala

ancaman angkara murka dan jauh dari bencana dan kerusuhan, sehingga dalam

pelaksanaan bersih desa dilakukan tempat yang sudah zaman dulu sebaagai

tempat keramat tempat dimana leluhur dimakamkan di tanah kelahirannya yaitu

di tengah-tengah rumah warga setempat yang mereka atau warga setempat

menamakan mbah Dengklik yaitu artinya mbah yang dijuluki dengan mbah

Dengklik adalah orang yang menyukai tempati duduk yang terbuat dari kayu,

pendek yang didudukinya yaitu duduk dengklek atau bahasa Jawa nya linggeh

Dingklek.

Dalam penuturan dari Kepala Desa lebih lanjut bahwa masyarakat jangan

sekali-sekali untuk meninggalkan tradisi yang sudah ada jaman dulu tidak

dilakukan dan masyarakat juga tetap mempertunjukkan sebuah pertunjukan

dimana yang telah pertama kali dilakukan di dalam tradisi upacara bersih desa,

karena apabila itu tidak dilakukan atau tidak diadakan, pasti warga masyarakat

tidak akan hidup tentram dan roh-roh pelindung desa yang dikeramatkan atau
57

dimakamkan di tengah-tengah masyarakat setempat akan murka dan akan terjadi

hal-hal yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, sampai sekarang wayang kulit

pada tradisi upacara bersih desa masih aktif dilestarikan dan Kepala Desa sangat

menghormati keberadaan wayang kulit pada tradisi upacara bersih desa dengan

menganggap itu suatu pertanggungjawaban kepada para leluhur dan generasi

pendahulu. Dinyatakan “saya tidak mau disalahkan apabila nantinya terjadi

hal-hal yang tidak kita inginkan sebagai akibat tidak dilaksanakannya tradisi

ini”.

Dengan diadakan kebiasaan dari masyarakat setempat untuk melakukan

orang-orang pada umumnya yaitu nyekar ke makam leluhur dan diadakan

kumpulan semua warga untuk tahlil bersama di pelataran punden Mbah Ronggo

yang diadakan malam harinya setelah masyarakat melakukan sekaran ke punden

Mbah Ronggo di makam dan sudah menjadi nenek moyang yang sudah dipercayai.

Gambar 09
(Foto Lusi : Februari 2004)
Masyarakat melakukan sekaran atau nyekar
58

a. Nasi Berkatan dan Penetep

Menurut penuturan dari salah seorang pemuda yang memberikan

penjelasan dan sekaligus pemimpin acara bersih desa dalam wawancara hari

Selasa, 3 Februari 2004 dijelaskan bahwa nasi berkatan menurut warga disebut

dengan istilah nasi ambeng berisi nasi jagung atau nasi dari beras padi / nasi

biasa dengan kemampuan masyarakat berdasarkan fisik perekonomian. Peneliti

mengajukan pertanyaan mengapa tidak disamaratakan saja menggunakan beras

padi lagi pula ini sekali dalam setahun dan jawaban yang diberikan oleh pemuda

“Lho wong jagung utawi uwos padi sami mawon seng penteng pakane tiyang

ndesa, sing penting niku niyate, yang artinya “La jagung dan beras sama saja,

yang penting sama makanannya orang desa, yang penting itu niatnya”.

Kemudian sebagai pelengkap nasi diatasnya dibubuhi lauk berupa sambal, mie

goreng, kuluban, tempe goreng atau tahu goreng.

Maksud dari berkatan tersebut adalah “kita sedoyo mbekteni marang

kang kuasa kalian marang leluhur nenek moyang, ibarate bumi niki leluhur

nenek moyang, kito niki kulo dodoki, mangan lan mbuang kotoran nggih ten

bumi kita”. Yang berarti “kita semua berbakti pada yang Kuasa dan berbakti

kepada leluhur nenek moyang, ibarat bumi ini leluhur nenek moyang kita ini, di

duduki, makan dan buang kotoran ya di bumi ini”.

Berkatan yang sudah jadi diletakkan di besek ditutup besek atau bisa

dengan daun jati, kemudian di bawa oleh masing-masing kepala keluarga atau

yang mewakilinya, kemudian dikumpulkan jadi satu dipelataran punden mbah

Dengklik dengan tidak lupa untuk membawa uang receh berbentuk uang logam

sebanyak lima dengan istilah penetep.


59

Penetep adalah berbentuk logam atau uang receh adalah keharusan bagi

tiap-tiap warga yang membawa nasii berkatan “ambeng” untuk menyerahkan

uang kecil sebesar lima ratus rupiah. uang itu nanti dimasukkan sebagai kas dan

digunakan untuk kepentingan bersama.

b. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Berkatan

Waktu dilaksanakannya acara berkatan dipelataran punden atau makam

mbah Dengklik dimulai tanggal 2 Februari 2004 yang jatuh pada bulan Idul

Adha 1424 Hihriyah pada pukul 13.00 – 15.00 siang hari yang diikuti semua

warga dan dipimpin oleh pemuka agama atau disebut moden selaku pemimpin

dalam acara berkatan dan kemudian dilanjutkan malam harinya tahlil bersama-

sama dengan Bapak Kepala Desa, perangkat desa dan seluruh perwakilan dari

warga atau keluarga yang dimulai pukul 19.00 sampai selesai dipelataran

punden.

Menurut penuturan Kepala Desa bahwa waktu yang tepat untuk

melaksanakan tradisi bersih desa pada hari pertama bulan Leginan. Setelah

diadakan acara berkatan dan tahlil pada hari pertama kemudian dilanjutkan hari

kedua dimana setiap kebiasaan masyarakat Growong Lor setiap 1 tahun sekali

pasti diadakan acara yang sudah menjadi tradisi atau sudah menjadi ritual untuk

mengadakan upacara bersih desa yang sudah pertama kali untuk dipertunjukkan

adalah meruwat desa dengan diadakannya sebagai puncak yaitu : pertunjukan

wayang kulit sehari penuh mulai malam sampai subuh di halaman punden mbah

Dengklik di Desa Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati.


60

Gambar 10

Waktu dan tempat diadakan berkatan pada siang hari


Di pelataran Punden Mbah Dengklik

c. Pembacaan Doa

Sebelum doa-doa dibacakan dipanjatkan bersama, sambil menunggu

warga terkumpul semua disiapkan dupa atau kemenyan yang berisi kayu arang

dan kemenyan kemudian dibakar dibakar di atas nampan yang dibuat dari tanah

liat kemudian diletakkan di atas tampah yang berisi bunga-bunga seperti mawar

merah, kantul dan bunga lainnya. Dupa ini bertujuan untuk mengusir roh jahat

yang menghalangi acara ritual, dalam logat Jawanya menjelaskan “Tiyang ajeng

maratamu niku kedahe li permisi kaleh tiyang alus sing ajeng kulo suwuni

sawabiyah sawa pandongane gusti kang Maha Kuaos supados diparingi slamet

sedaya, lha niku ngobonge menyan” yang berarti “Orang akan bertamu itu

harusnya kan minta ijin dengan makhluk halus yang akan saya mintai sawabiyah
61

dan doa-doanya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa supaya semuanya diberi

keselamatan, yaitu dengan membakar kemenyan.

Ditekankan lagi bahwa dupa itu hanya sebagai pembukaan dan tidak

mempunyai sanksi-sanksi apa-apa. Setelah itu pembacaan doa dimulai dengan

inti memohon keselamatan dunia dan akherat, supaya kehidupan warga desa

Growong Lor seluruhnya jangan sampai mengalami segala macam kesusahan

terutama dalam hal pertanian dan perindustrian khususnya.

d. Tukar menukar berkatan

Selesai pembacaan doa yang dipimpin oleh moden kemudian warga

dipersilahkan untuk saling merebut berkatan sebanyak-banyaknya siapapun yang

mendapatkan berkatan itu akan mendapat rejeki yang banyak, penghidupannya

akan semakin layak.

D. Fungsi Pertunjukan Wayang Kulit Ruwatan dalam Tradisi Upacara Bersih

Desa di Desa Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati.

Konsep fungsi kebudayaan merupakan segala aktivitas budaya yang

sebenarnya bermaksud untuk memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan

naluri manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupan

(Koentjoroningrat,1980:170-171). Sehubungan dengan teori fungsi itu, bila dikaji

secara historis, sebagai seni pertunjukan dalam kehidupan masyarakat bisa

dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu sebagai sarana upacara ritual, sebagai

hiburan pribadi dan semua warga dan sebagai tontonan. Ketiga fungsi itu dalam

sejarah, fungsi yang tertua adalah seni pertunjukan untuk sarana upacara, namun

dalam perkembangannya seni sebagai hiburan pribadi maupun kelompok yang dapat
62

menyegarkan kehidupan masyarakat, wayang kulit ruwatan merupakan bentuk

pertunjukan yang digunakan sebagai sarana upacara.

Pertunjukan wayang kulit ruwatan memiliki banyak fungsi, diantaranya

untuk meruwat desa, meruwat bumi. Menurut Koentjaraningrat, bahwa upacara ilmu

gaib memiliki empat fungsi yang berbeda, yaitu bersifat produktif, destruktif dan

bersifat meramal ilmu gaib protektif biasanya dilakukan dengan dalam upacara yang

berhubungan dengan kesuburan. Ilmu gaib protektif biasanya dilakukan untuk

menghalau wabah penyakit atau marabahaya yang datang.

1. Fungsi Sosial Upacara Ruwatan dalam Tradisi Upacara Bersih Desa

Fungsi sosial dalam seni adalah suatu keadaan di mana semua bagian di

dalam sistem sosial itu bekerja dalam keadaan yang cukup harmonis atau

mempunyai sistem kebersamaan, yakni tanpa menimbulkan sengketa untuk

menuju sebuah perdamaian dalam kehidupan. Dengan dasar ini, segala kegiatan

yang berhubungan dengan budaya selalu melibatkan masyarakat banyak dan

berguna untuk menolong sesama umat manusia.

Dengan fungsi sosial upacara adalah suatu peristiwa-peristiwa seperti itu

terutama ditujukan untuk membangun kembali hubungan dengan dunia roh,

terutama penunggu atau penjaga desa (dhanyang) dan dengan demikian seperti

peristiwa-peristiwa pasca panen, sering dipandang sebagai bersih desa,

termasuk upacara di desa untuk memberi sesaji roh pelindung desa dan tokoh-

tokoh legendaris yang sakti, secara kebetulan, mungkin dimakamkan di dekat

desa.

Upacara dalam tradisi bersih desa, warga diharapkan selain

menyumbang uang untuk sesaji wayang (untuk biaya mensponsori pergelaran),


63

masing-masing rumah tangga desa juga menyumbangkan sepasang berkat

“ambengan” yang berisi nasi biasa dan makanan kecil atau jajan-jajan pasar.

2. Fungsi Hiburan

Pertunjukan wayang kulit ruwatan dengan menampilkan lakon yang

mempunyai makna di dalam meruwat desa sebagai berfungsi pertama sebagai

upacara ritual, kedua dalam perkembangannya berfungsi sebagai mediia

hiburan. Sebelum pertunjukan dimulai para penonton yang terdiri dari saudara,

tetangga, bahkan masyarakat dari luar kampung banyak yang menyaksikan

jalannya pertunjukkan secara langsung.

Fungsi hiburan ini biasanya ditujukan kepada orang-orang yang

berpartisipasi dan masyarakat lainnya. Fungsi hiburan ini dapat pula dipahami,

karena pertunjukan ruwatan menjadi sarana hiburan, karena pertunjukan yang

biasanya berlaku satu sampai dua jam selesai, dalam perkembangannya bisa

sampai satu hari penuh dan sudah menjadi tradisi.

a. Cerita

Dikatakan oleh beberapa informan yang umumnya orang tua, seperti yang

diutarakan oleh warga adalah bagi seorang petani maupun pengusaha selalu

menyaksikan dan mengamati jalan cerita setiap kali ada pertunjukan wayang

kulit dalam acara tradisi upacara bersih desa, karena di dalam mengamati

dan mencernanya makna cerita yang disampaikan sangat benar-benar

mereka puas, sadar dan terhibur. Dengan mengamati dan dilaksanakan

wawancara pada saat memahami dan mengetahui mereka mengatakan suatu

pepatah “dalam pertunjukan wayang kulit pada tradisi upacara bersih desa

saya merasa terhibur, yang saya senangi adalah di dalamnya ada makna dan
64

diadakannya dalam meruwat desa, dengan itu hati kita tentram dan lancar

dalam segala kegiatan kita, usaha kita (Sutiyo, 3 Februari 2004).

Ditambahkan pula biasanya dalam pertunjukan wayang kulit dalang

tidak menyebutkan judul lakon pada awal pementasan, namun menurut

mbah moden “yen tujuane nonton wayang kuwi karo ngematena cerita, ya

bisa nebak lakone” yang berarti “Kalau tujuan orang menonton wayang itu

sambil mengamati jalan cerita, yang bisa ditebak lakonnya”.

Selain dari mbah modin yang memberikan fungsi hiburan dari

ceritanya, pak Kamijan sebagai pengusaha kuningan juga memberikan

fungsi terhadap pertunjukan wayang kulit pada tradisi bersih desa yang

berfungsi sebagai hiburan dan sangat bermanfaat bagi warga dalam

pekerjaan mereka baik di bidang pertanian maupun pengusaha, karena

masyarakat setempat berkecimpung di dalam pekerjaan itu. Dengan itu

diadakannya pertunjukan wayang kulit akan membawa mereka untuk tetap

menjaga tradisi yang mempunyai makna ritual.

b. Suara Musik

Pertunjukan wayang kulit sekarang ada sedikit perbedaan dengan

wayang kulit jaman dulu sebelum masuknya berbagai seni pertunjukan

modern yang mungkin perlahan-lahan menggeser keberadaan wayang kulit

sebagai kesenian tradisional, pada umumnya perbedaan itu terletak pada

kemasannya.

Wayang kulit dahulu masih merupakan kemasatan yang utuh

maksudnya pada saat pementasan dilaksanakan secara full time yaitu sehari

penuhn dari pagi mulai pukul 09.00 sampai sore pukul 17.00 dan semalam
65

suntuk waktu sepenuhnya digunakan oleh dalang. Namun sekarang ini

untuk menarik minat para penonton dibuat kemasan khusus dari

pertunjukan.

Sebagaimana penuturan dari salah seorang ibu rumah tangga

menjelaskan bahwa suara gamelan untuk mengiringi pertunjukan wayang

kulit dalam acara meruwat sebagai hiburan penonton dapat meresapinya,

menikmatinya dengan hati yang sungguh-sungguh dan penuh perasaan,

bahwa apa yang disampaikan hati kita tentram dan damai, apalagi untuk

menghibur para penonton waktu dalang mempermainkan wayang-wayang

itu harus ditokohkan menurut karakter dari wayang kulit.

Untuk itu para penonton sangat senaang dan terhibur, karena dalam

pertunjukan wayang kulit dengan pertunjukan yang lucu-lucu seperti tingkah

laku dari kelompok wayang sebagai kelompok dagelan atau kelompok

humor baik itu seperti Semar, Bagong, Petruk dan lain-lain. Selain itu juga

bisa menghibur para penonton waktu saat melihat dengan serius dari cerita

yang disampaikan, dengan diselengi hiburan para penonton baik itu dari

kalangan orang tua, anak kecil dan muda-mudi khususnya semakin hari akan

tertarik dengan adat tradisional yang selalu diselenggarakan setiap satu tahun

sekali.

c. Humor dan Dagelan

Adegan-adegan banyak disukai oleh kaum remaja baik putra maupun

putri. Seperti dituturkan oleh Pak Eko sebagai seorang guru yang

menjelaskan bahwa wayang kulit pada tradisi bersih desa di Desa Growong

Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati hanya sebagai hiburan, dijelaskan di


66

desa setempat jarang sekali ada hiburan, karena letak desa yang jauh dari

pusat keramaian. Dia merasa terhibur dengan adanya pertunjukan wayang

kulit terutama pada saat Petruk dan Bagong keluar dalam adegan dagelan

yang semula mengantuk, serius dan tegang pada saat melihat menjadi segar

kembali meskipun diakui tidak tahu tentang jalan ceritanya.

Dari keterangan di atas bahwa adegan banyak disukai kaum remaja,

namun bukan berarti para orang tua tidak senang akan hal itu, ini terbukti

pada mbah moden yang sudah lanjut usia, dengan suara lembutn dia

menuturkan bahwa “selain dari gending-gendinya saya juga senang dengan

dagelannya apalagi dagelan itu menyangkut hubungan antar warga dan

aparat desa (Sumarlan, 3 Februari 2004).

Di samping senang dengan acara dagelan dalam pertunjukan wayang

kulit, kesenangan para remaja juga disebabkan karena pada malam harinya

banyak pemuda, para orang tua dan anak-anaknya jalan-jalan menikmati

ramainya di malam hiburan yang diadakannya pertunjukan wayang kulit

dan selain itu banyak para penjual asongan sangat senang karena banyaknya

pengunjung dari desa setempat maupun dari desa-desa lain yang ingin ikut

menikatinya hiburan yang berada di desa Growong Lor apalagi kalau

cuacanya cerah, terang bulan dan jalanan tidak becek.

3. Fungsi Ritual

Pada jaman prasejarah (sebelum ajaran agama Hindu berkembang)

dikala alam pikiran nenek moyang bangsa kita masih sangat sederhana, mereka

selalu mempunyai keinginan untuk mengetahui seluk beluk semua yang ada di

sekelilingnya. Pada waktu itu mereka percaya bahwa roh orang yang sudah mati
67

dianggap sebagai sesepuh yang agung yang sakti dan selalu dipuja oleh

asmayarakat setempat, misalnya pemakaman makam leluhur kita yang

dimakamnya di desa Growong Lor yang sudah menjadi tempat keramat, tempat

yang memiliki kekuatan spiritual dan karena itu sakral keramat dengan harapan

memperoleh berbagai bentuk peruntungan dan berkah (Mulyana, 1989:53).

Roh orang yang sudah meninggal itu juga dipandang sebagai pelindung

yang kuat, artinya mampu memberikan perlindungan dan pertolongan kepada

kehidupan anak cucunya. Atas dasar keyakinan bahwa roh nenek moyang

tersebut dapat diundang untuk datang ditengah-tengah kehidupan lebih dikenal

dengan sebutan shaman atau dalang. Cara mendatangkan roh tersebut yaitu

dengan diiringi oleh nyanyian, pujian, tetabuhan dan saji-sajian. Kehadiran roh

orang yang sudah meninggal itu diharapkan dapat memberikan pertolongan dan

bantuan kepada mereka yang masih hidup dalam bentuk berkah.

Berkaitan dengan keterangan di atas, fungsi pertunjukan wayang kulit

ruwatan pada tradisi upacara bersih desa di desa Growong Lor Kecamatan

Juwana Kabupaten Pati juga masih memberikan fungsi ritual. Ciri-ciri ritual

seperti tempat khusus, waktu khusus, orang khusus, sesaji dan dupa

Sutiyo yang mengenyam sekolah hanya dibangku SMP kelas I, dia

adalah orang yang memimpin acara berkatan dalam tradisi bersih desa dan

sehari-hari bekerja sebagai petani dan pengusaha kecil maupun pengusaha besar.

Menurut (Sutiyo, 3 Februari 2004) dengan diadakannya pertunjukan

wayang kulit ruwatan pada tradisi bersih desa, mempunyai fungsi selain hiburan

juga untuk ritual dan tradisi yang dimaksudkan bahwa bersih desa ditujukan

untuk mbaurekso desa yang menurut kepercayaan mereka adalah makhluk


68

tertentu yang dianggap sebuah roh pelindung desa, untuk memohon kepada yang

maha Kuasa dengan bahasa jawa “nyenyuwun dumateng gusti kang maha

Kauaos” supaya diberikan keselamatan hidup dengan sesajian sebagai

perantara.

Penuturan tersebut bahwa tujuan dari upacara bersih desa itu adalah

selamaten bumi supaya para petani berhasil baik dan tanaman padinya terhidnar

dari segala macam serangan hama wereng dan tikus, untuk para pengusaha

kuningan besar maupun kecil dapat memperoleh kelancaran dalam usahanya.

Dengan demikian “slametan” merupakan suatu penegasan dan penguatan tata

kultural umum dan kekuatannya untuk menangkal kekuatan-kekuatan

kekacauan. Dalam bentuk dramatik yang terkendali, slametan menegaskan nilai-

nilai yang menggerakan budaya petani Jawa Tradisional, penyesuaian timbal

balik dari kehehendak-kehendak yang saling bergantung, pengendalian diri atas

emosional yang terkendali dan seterusnya, maka slametan akan terlihat

merupakan perwujudan dari semua hal yang tidak tergambar dalam rebutan.

Tanggung jawab merupakan beban besar bagi pemikulnya, sebesar apa beban

yang ditanggung akan menjadi ringan jika dilaksanakan dengan penuh tanggung

jawab sebagaimana fungsi pertunjukan wayang kulit ruwatan pada tradisi

upacara bersih desa di Desa Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati

atau meruwat dsa, sebagai hiburan, sebagai adat tradisi dan sebagai perwujudan

kepatuhan terhadap orang tua yang diungkapkan oleh beberapa informan melalui

proses wawancara dan pengamatan. Dari fungsi wayang kulit oleh Bapak

Waluyo selaku Kepala Desa setempat bahwa fungsi wayang kulit dimana

berkenan dengan tanggungjawabnya sebagai seorang Kepala Desa, beliau


69

menjelaskan bahwa “Pertunjukan Wayang Kulit ruwatan pada tradisi upacara

bersih desa di Desa Growong Lor adalah suatu tanggung jawab yang besar bagi

saya terhadap mereka-mereka yang merupakan generasi pendahulu yang

dianggap para leluhur yang merintis tradisi tersebut. Apabila masyarakat

setempat tidak mengadakan atau menggelarkan adat tradisi dengan tidak

menyeelnggarakan suatu pertunjukan wayang kulit pasti akan terjadi hal-hal

yang tidak dinginkan dan mungkin arwah leluhur desa Growong Lor pasti akan

mengalami kemurkaan dan marah, akhirnya masyarakat tidak hidup tentram dan

segala apa yang dilakukan pasti akan mengalami kerugian. Untuk itu selayaknya

warga desa Growong Lor harus taat dan mematuhi adat tradisi yanhg

mempunyai nilai ritual harus tetap dilaksanakan sampai akhir hayat atau sampai

dunia ini kiamat.

4. Fungsi Alat Komunikasi

Di dalam suatu kehidupan masyarakat muncul norma-norma yang

disepakati dan dikembangkan bersama sekaligus mengikat anggota masyarakat

yang hidup di dalamnya. Norma-norma tersebut merupakan norma yang

biasanya diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya dan sering dinamakan

tradisi.

Adat tradisi sering dikaitkan dengan pengertian kuno ataupun sesuatu

yang bersifat luhur sebagai warisan nenek moyang.

Demikian pula pertunjukan wayang kulit ruwatan dalam upacara tradisi

bersih desa di Desa Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati juga ada

yang memberikan fungsi sebagai suatu tradisi. Hal tersebut diungkapkan oleh

Bapak Waluyo (50 tahun) selaku Kepala Desa dikatakan bahwa semenjak Desa
70

Growong Lor mengenal tradisi bersih desa dengan diselenggarakan pertunjukan

wayang kulit untuk meruwat desa atau meruwat bumi sudah ada pada jaman

sesepuh nenek moyang dalam mempercayai tradisi adat tradisional semasa

hidupnya sampai mati memesan kepada semua warga desa Growong Lor tetap

harus melestarikan tradisi upacara bersih desa, supaya dengan diselenggarakan

tradisi bersih desa, supaya tetap mempercayai kesenian tradisional seperti

wayang kulit yang mempunyai makna dan simbol didalamnya.

5. Fungsi Pendidikan

Dari beberapa informan yang telah dimintai keterangan mengenai fungsi

wayang kulit ruwatan pada tradisi upacara bersih desa di Desa Growong Lor

Kecamatan Juwana Kabupaten Pati oleh peneliti ternyata ada beberapa diantara

mereka terutama kaum remaja yang tidak begitu senang dengan acara tersebut,

namun mereka masih menghormati keberadaannya dalam acara tradisi bersih

desa karena mereka mengetahui bahwa para orang tua gemar sekali dengan

pertunjukan wayang kulit.

Seperti yang diungkapkan oleh Agus (20 tahun) tamatan SD yang

sekarang bekerja sebagai buruh pabrik kuningan. Dari keterangan yang

diberikan sebagai jawaban atas pertanyaan peneliti, diakui bahwa sebenarnya dia

tidak begitu suka terhadap pertunjukan wayang kulit, dia pengin kenapa tradisi

bersih desa mesti diawali dengan pertunjukan wayang kulit tidak diganti

pertunjukan lainnya. “Kenapa ya di masa modern ini tidak ada pertunjukan

yang lebih modern lagi seperti dangdut” kenapa melestarikan pertunjukan

wayang kulit yang tetap untuk diikuti untuk dipercayai, namun demikian dia

tetap menghormati para orang tua yang masih mengadakan tradisi upacara
71

bersih desa di awali dengan pertunjukan wayang kulit. Karena bagamanapun dia

harus menghormati sikap bagi orang tua. Namun demikian dia tetap

menghormati keberadaan wayang kulit pada tradisi upacara bersih desa, karena

orang tua disini sangat senang dengan wayang kulit, selain itu pertunjukan

wayang kulit dapat mendukung jalannya upacara bersih desa yang ada di Desa

Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati.


BAB V

PENUTUP

Pada bagian penutup penyusunan skripsi ini berisi kesimpulan dan saran.

Kesimpulan merupakan laporan hasil penelitian yang ditulis secara singkat dan jelas

mengenai isi penyusun skripsi yang berjudul “Fungsi Pertunjukan Wayang Kulit

Ruwatan Dalam Tradisi Upacara Bersih Desa di Desa Growong Lor Kecamatan

Juwana Kabupaten Pati”.

A. Kesimpulan

Pertunjukan wayang kulit ruwatan memiliki banyak fungsi, diantaranya :

1. Fungsi sosial upacara ruwatan dalam tradisi Upacara Bersih Desa.

Fungsi soaial upacara adalah suatu peristiwa-peristiwa seperti itu

terutama ditujukan untuk membangun kembali hubungan dengan dunia roh

terutama penunggu atau penjaga desa (dhayang) dan dengan demikian seperti

peristiwa-peristiwa pasca panen, sering dipandang sebagai bersih desa,

termasuk upacara di desa untuk memberi sesaji roh pelindung desa dan tokoh-

tokoh legendaris yang sakti secara kebetulan, mungkin dimakamkan di desa

desa.

2. Fungsi Hiburan

Fungsi hiburan ini biasanya ditujukan kepada orang-orang yang berpartisipasi

dan masyarakat lainnya.

a. Cerita

b. Suara musik

c. Humor dan dagelan

73
74

3. Fungsi Ritual

Fungsi yang berkaitan dengan keterangan diatas, fungsi pertunjukan wayang

kulit ruwatan pada tradisi upacara bersih desa di desa Growong Lor Kecamatan

Juwana Kabupaten Pati juga masih memberikan fungsi ritual.

4. Fungsi Alat Komunikasi

Norma-norma yang biasanya diturunkan dari generasi ke generasi brikutnya

dan sering dinamakan tradisi.

5. Fungsi Pendidikan

B. Saran

Saran yang dapat disampaikan peneliti yang berhubungan dengan

plaksanaan pertunjukan wayang kulit ruwatan pada tradisi upacara bersih desa di

Desa Growong Lor Kecamatan Juwana Kabupaten Pati adalah :

1. Kepada panitia penyelenggara acara tradisi bersih desa hendaknya memberi

masukan kepada dalang di saat digelarkan upacara ruwatan bumi dan sehingga

masyarakat setempat tetap mengikuti dan tetap melaksanakan tradisi

khususnya bagi anak cucu kita nantinya.

2. Dengan diadakannya upacara bersih desa dalam meruwat bumi, masyarakat

setempat tahu kenapa lebihy mengembangkan agar memiliki konstribusi

terhadap pengembangan kehidupan kita dan dapat membawa generasi kita

untuk mengikuti leluhur atau nenek moyang kita.


DAFTAR PUSTAKA

Bakker, 1984. Filsafat Kebudayaan (Sebuah Pengantar). Yogyakarta : Kanisius.

Bastomi, 1986. Kebudayaan Apresiasi Seni Pendidikan. Semarang : IKIP Semarang


Press.

Budhi Santoso, 1981 / 1982. Kesenian dan Nilai-Nilai Budaya dalam Analisis
Kebudayaan. Jakarta : DEPDIKBUD.

Haryanto, S. 1991. Seni Kriya Wayang Kulit (Seni Rupa Tertahan dan Sunggingan).
Jakarta : Grafiti.

Harmonika, 2003. Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni. Semarang : UNNES.

Jazuli, M. 2001. Paradigma Seni Pertunjukan. Yogyakarta : Yayasan Lentera


Budaya, 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Semarang : Universitas
Negeri Semarang.

Kayam, Umar, 1981. Seni, Tradisi Masyarakat. Jakarta : Sinar Harapan.

Koentjoroningrat. 1980. Sejarah Teori Antropologi I, II. Jakarta: Universitas


Indonesia. 1984. Metode Penelitian Kualitatif. Semarang : UNNES.

Margono, S. 1996. Metodologi Penelitian pendidikan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Mulyono, 1989. Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang Kulit Sebuah Tinjauan
Filosofis. Jakarta : CV. Haji Masagung.

Rohidi Rohendi, 2000. Kesenian dalam Pendekatan Kebudayaan. Bandung : Accent


Graphic Communication.

Salad Hamdy, 2000. Agama Seni. Yogyakarta : Yayasan Adikarya Ikapi dan The ford
Foundation.

Sawitri dan MP. Ngatindriatun, 1996. Metodologi Penelitian. Semarang : Sekolah


Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer.

Soedarsono, M. 1992. Pengantar Apresiasi Seni. Jakarta : Balai Pustaka.

Soetarno,2002. Pakeliran Pujosumarto. Surakarta: STSI Pres Surakarta.

Supadri, 2000. Strategi Menemukan dan Mencari Masalah Penelitian. Semarang :


Makalah disajikan pada Penelitian Metodologi Penelitian.
Waluyo, Kanthi. 1994. Peranan Dalang dalam Menyampaikan Pesan Pembangunan.
Jakarta : Ditjen Pembinaan Pers dan Grafika Deppen.

Waluyo,Kanthi.2000 Dunis Wayang. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Yasyin, Sulchan. 1995. Kamus Pintar Bahasa Indonesia. Surabaya : Amanah


Surabaya.
FUNGSI PERTUNJUKAN WAYANG KULIT RUWATAN DALAM
TRADISI UPACARA BERSIH DESA DI DESA GROWONG LOR
KECAMATAN JUWANA KABUPATEN PATI

Rancangan Skripsi
Diajukan dalam Rangka Menyelesaikan studi strata I untuk mencapai
Sarjana Pendidikan

Disusun oleh :
Nama : Lusi Suko Handayani
Nim : 2454990022
Jurusan : Sendratasik (Seni Tari)

FAKULTAS BAHASA DAN SENI


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Anda mungkin juga menyukai