Anda di halaman 1dari 21

1

Sengketa yang menyangkut kurikulum dan metode pengajaran kembali jauh di bidang
pendidikan anak usia dini. Selama bertahun-tahun, banyak istilah yang berbeda telah
digunakan untuk menangkap posisi yang berlawanan. Dalam beberapa tahun terakhir,
istilah akademis telah datang untuk menjelaskan bagian-bagian dari kurikulum anak usia
dini dimaksudkan untuk membantu anak-anak menguasai keterampilan dasar yang
terlibat dalam melek huruf dan menghitung (Jacobson, 1996). Dari akademik-atau
instructivist-perspektif, anak muda dilihat sebagai tergantung pada orang dewasa
'instruksi dalam pengetahuan dan keterampilan akademik diperlukan untuk awal yang
baik untuk nanti prestasi akademik.

Pandangan ini secara langsung berbeda dengan kurikulum yang aktif dan interaktif
dianggap oleh para pendukung dari pendekatan konstruktivis, yang melihat anak-anak
sebagai konstruktor aktif pengetahuan; tujuan utama dari kurikulum konstruktivis,
kemudian, adalah untuk memberikan kesempatan yang luas untuk konstruksi aktif
pengetahuan .ini mempertimbangkan instructivist dan pendekatan konstruktivis untuk
pendidikan anak usia dini dan menunjukkan bahwa perhatian pada perkembangan
intelektual anak-anak mungkin secara tidak sengaja diabaikan oleh kedua belah pihak.
Tesis utama di sini adalah bahwa hanya karena anak-anak tidak terlibat dalam pengajaran
akademis formal tidak berarti bahwa apa yang mereka lakukan sudah cukup untuk
mendukung perkembangan intelektual mereka.

Bagaimana dengan Pengembangan Intelektual Anak-Anak?

Salah satu keprihatinan utama tentang sejarah ini bertengkar atas tujuan dan metode
adalah bahwa kedua belah pihak dalam perjuangan mungkin mengabaikan kurikulum dan
metode pengajaran di luar dikotomi tradisional. Tahun pengalaman mengamati ruang
kelas anak usia dini menunjukkan bahwa kedua belah pihak underemphasize dan kurang
menghargai pilihan ketiga, yaitu kurikulum dan metode pengajaran yang membahas
perkembangan intelektual anak-anak sebagai instructivist berbeda dari penekanan pada
belajar akademik dan konstruktivis penekanan pada permainan anak-anak dan diri
dimulai belajar. Konstruktivis teori tidak mengabaikan perkembangan intelektual anak-
anak, akan tetapi kadang-kadang teori konstruktivis disalahtafsirkan. Percaya bahwa
anak-anak "membangun pengetahuan mereka sendiri," beberapa orang dewasa sedikit
lebih dari yang ditetapkan berbagai kegiatan yang anak-anak menikmati, sementara
sengaja menghindari instruksi formal di dasar kemampuan akademik. Memang, tidak
mengherankan bahwa nonakademisi pengamat dari taman kanak-kanak pra-sekolah dan
kelas-kelas yang mempunyai sedikit pengetahuan tentang anak-anak (misalnya, ED
Hirsch, Jr) mengkritik "progresif" dan "konstruktivis" kelas-kelas dangkal, hampa, terlalu
menekankan bermain dan menyenangkan, dan pemborosan kapasitas anak-anak. Pada
waktu yang sama, pendekatan akademik yang kuat dapat merusak disposisi untuk
menggunakan pengetahuan dan keterampilan sehingga sangat diperintahkan. Yang
berkeinginan untuk menjadi pembaca atau, sama, untuk pengguna siap konsep-konsep
matematika dan keterampilan yang diperoleh sering menyakitkan mungkin rusak oleh
instruksi prematur, mengingat jumlah latihan dan praktek biasanya diperlukan untuk
keberhasilan dalam menguasai keterampilan ini sejak usia dini.

Apa Metode Mengajar Dukungan Pengembangan Intelektual Anak-Anak?


Alamat kurikulum yang sesuai memperkuat dan menggunakan kecenderungan
intelektual, menawarkan proses yang baik tentang konten yang kaya, dan menghasilkan
produk-produk berkualitas tinggi. Untuk alasan ini, banyak guru telah memasukkan
pekerjaan proyek ke dalam kurikulum (Katz & Chard, 1989; Beneke, 1998). Pekerjaan
proyek tidak hanya menyediakan konteks untuk disposisi intelektual yang terlibat dalam
melakukan penyelidikan bahwa anak-anak, tetapi juga menyediakan teks dan dalih bagi
anak-anak untuk membuat bermakna dan fungsional penggunaan keterampilan akademik
mereka diajarkan selama "instruktif" bagian dari kurikulum. Dengan demikian, kita dapat
"membagi tiga" kurikulum anak usia dini sehingga terfokus pada setidaknya tiga tujuan:

(1) sosial / perkembangan emosional dan


(2) pengembangan intelektual dan
(3) akuisisi bermakna dan berguna keterampilan akademik. contoh yang sangat baik
bermakna proyek-proyek jangka panjang di mana kecerdasan anak-anak serta
keterampilan akademik tumbuh berkembang dapat dilihat dalam karya anak-anak di
sekolah-sekolah preprimary di Reggio Emilia, Italia (Reggio Anak-anak, 1997), serta
laporan dari proyek oleh Beneke (1998) dan Helm (1998). Karya-karya ini menunjukkan
bahwa anak-anak dapat mengekspresikan disposisi intelektual mereka dalam mengejar
topik serius dan menerapkan muncul dan keterampilan akademik dan menghasilkan
produk-produk berkualitas tinggi secara bersamaan.
2
1. Reggio Emilia, Italia.

Niente Senza Gioia adalah slogan di Sekolah Bermain Reggio Emilia yang berarti “tiada hari
tanpa gembira”. Tidak hanya menarik di slogan, tetapi sekolah ini memang benar-benar
menawarkan kegembiraan pada anak dalam setiap proses belajar. Tidak seperti kebanyakan
sekolah konvensional yang kita kenal, bahwa anak-anak menghabiskan sebagian besar
waktunya di dalam ruang kelas sambil mengerjakan tugas-tugas akademik, anak-anak di
Sekolah Reggio Emilia banyak menghabiskan waktu justru di luar sekolah. Mereka
mengunjungi berbagai tempat, mulai dari padang bunga hingga piazza (plaza) kuno.

Kurikulum di sekolah ini tidak disusun berdasarkan mata pelajaran yang selama ini umum
dijumpai di banyak sekolah konvensional, tetapi berdasarkan proyek-proyek yang melibatkan
kerjasama anak. Bahkan setiap orang tua diminta untuk berpartisipasi dan terlibat dalam
cara apa pun di sekolah ini.

Pada suatu hari, seorang siswa membawa satu buket besar bunga poppi merah cemerlang
ke sekolah. Ternyata hal itu menyalakan antusiasme teman-temannya untuk mengenal lebih
jauh tentang bunga poppi. Keesokan harinya, Guru sudah menyiapkan sebuah perjalanan
studi ke padang bunga poppi yang sedang bermekaran di daerah perbukitan.

Tidak ada ”tugas” atau “perintah” apa pun dari Guru. Setiap anak boleh meng-eksplorasi
padang bunga poppi seturut kehendak hatinya. Ada anak yang berlarian sekeliling padang
bunga, ada yang asyik memetik bunga, ada yang bersembunyi di tengah batang-batang yang
tinggi, ada juga yang memperhatikan kumbang, dan masih banyak hal-hal lain yang bisa
dilakukan anak-anak di padang bunga itu sepanjang hari.

Sementara anak-anak meng-eksplorasi, si Guru memotret momen-momen indah,


menangkap setiap gerak dan aktivitas cerita murid-muridnya, diabadikan oleh kamera dan
siap ditayangkan (nantinya) di kelas sebagai bahan pelajaran.

Sebagai tindak lanjut proyek eksplorasi padang bunga poppi, si Guru kemudian mengusulkan
untuk mengekspresikan hasil belajar anak-anak ke dalam sebuah proyek seni, yaitu
membuat sebuah mural raksasa (lukisan di dinding) yang digarap oleh semua anak. Mural
raksasa ini seperti sebuah “puzzle besar” karena setiap anak akan menyumbangkan sebuah
“potongan gambar” yang akan disatukan dengan gambar-gambar dari anak-anak lainnya
hingga jadi satu kesatuan lukisan yang utuh.

Di Reggio Emilia, proses sama pentingnya dengan hasil. Jadi, bukan hanya keindahan
gambar yang akan diperhitungkan, tetapi proses membuat mural itu, termasuk di dalamnya
saat anak-anak saling berdialog, mengecat, menuangkan imajinasi, juga tak kalah
pentingnya. Di sini, anak-anak belajar untuk bekerja secara individu maupun tim (kelompok).

1. HappyLand Learning Center, Indonesia

HappyLand Learning Center (HLLC) menawarkan sebuah model pembelajaran yang


mengacu pada filosofi Multiple Intelligences, yaitu bahwa setiap anak unik dan memiliki
kombinasi kecerdasan yang berbeda. HLLC mendesain lingkungan belajar sedemikian
rupa, sehingga setiap anak memiliki kesempatan untuk beraktivitas sesuai dengan bakat
minat mereka, sambil (tanpa disadari) meningkatkan kemampuan akademik serta
memperluas pengetahuan masing-masing anak.

Misalnya, dalam rangkaian materi untuk mengajarkan tentang globalisasi, anak-anak TK


diajak untuk mengenal dan “bersentuhan langsung” dengan sejarah, budaya, serta
berbagai keunikan dari beragam negara. Semua disajikan dalam bentuk proses belajar
aktif sambil bermain.

Saat belajar tentang ITALIA, misalnya, maka anak diajak untuk masak spaghetti,
memanfaatkan jasa delivery call Pizza Hut dan mencicipi pizza, makan es krim setelah
belajar tentang sejarah Marcopolo (seorang pedagang dari Venesia yang melakukan
perjalanan panjang ke Cina dan memperkenalkan es krim ke Italia). Di area lain, anak
mewarna gambar koloseum (tempat gladiator bertarung melawan singa), menara miring
Pisa, dan gondola (kapal di Venesia). Selain itu, ada yang sedang mewarna,
menggunting, dan menempel baju ala Italia serta membuat bendera Italia. Sebagian
anak memilih untuk beraktivitas dengan plastisin membuat pizza dan spaghetti. Anak-
anak juga menonton film berlatar belakang kota Venesia dan mengekspresikannya
dalam karya seni membuat bangunan dari kardus bekas. Mereka juga diajak
menggunakan bola dunia serta berbagai buku dan sumber lain untuk mengenal Italia.

Saat belajar tentang MEXICO, anak-anak menonton film Dora sambil belajar berhitung
dalam bahasa Spanyol, berfoto menggunakan baju ala Mexico, membuat pinata (kantung
kertas yang diisi permen dan coklat, biasanya digunakan saat pesta / perayaan), dan
mendengarkan lagu-lagu Mexico.

Lain lagi saat belajar tentang CINA, anak-anak bermain barongsay, belajar makan
menggunakan sumpit, dan menulis angka dalam huruf mandarin menggunakan kuas dan
cat.

Saat belajar tentang pengaruh transportasi dan globalisasi, anak-anak diajak melihat film
tentang proses pembuatan roti mulai dari gandum hingga ke supermarket. Anak-anak
juga diajak berbelanja di super market dan mengenali berbagai produk / barang yang
berasal dari berbagai negara, seperti misalnya: jamur dari Perancis, apel dari Jepang,
jeruk dari Ausralia, dan buah kiwi dari New Zealand.
Untuk meningkatkan kemampuan baca tulis anak-anak, selain disediakan perpustakaan,
anak juga diajak untuk membuat sendiri komik (dengan berbagai macam sticker),
membuat sendiri menu restoran, serta membuat koran tentang berbagai hal yang sudah
mereka lakukan.

Dari 2 contoh di atas (Sekolah Reggio Emilia dan HappyLand Learning Center) proses
belajar dilakukan dalam suasana BERMAIN yang menyenangkan – tanpa tekanan dan paksaan
– dan anak-anak berada dalam lingkungan EKSPLORASI yang sangat kaya. Mereka menjadi
seniman, ahli sejarah, peneliti, dan lain-lain kegiatan yang membuktikan bahwa sebenarnya –
bila diberi KESEMPATAN – para balita kita akan menunjukkan “kejeniusan” mereka J

Dunia anak balita adalah DUNIA BERMAIN … karena itu, cara belajar dan teknik
mengajar yang paling tepat untuk anak balita adalah melalui aktivitas BERMAIN. Bukan sekedar
atau sembarang bermain, tetapi bermain di dalam KONTEKS. Artinya, seluruh aktivitas
permainan (dan berbagai kegiatan serta peraga yang digunakan) haruslah menunjang TEMA
pelajaran yang hendak kita sampaikan.

Sekarang, cobalah menyusun sebuah rangkaian aktivitas bermain ala MI (multiple


intelligences) yang menyenangkan bagi anak Balita.

Linguistik Matematis-Logis Visual-Spasial

Permainan yang Permainan yang Permainan yang


menggunakan bahasa menyertakan angka, menggunakan alat bantu
lisan dan tertulis perhitungan logis, klasifikasi, visual, visualisasi, warna, seni
kemampuan berpikir kritis atau metafora

Naturalis Musik

Permainan yang Permainan yang


menyertakan makhluk menyertakan musik, atau
hidup, fenomena alam, TUJUAN bunyi2an di sekitar
kesadaran ekologis

Intra-personal Inter-personal Kinestetik

Permainan yang dapat Permainan yang dapat Permainan yang dapat


membangkitkan perasaan / melibatkan anak dalam melibatkan seluruh tubuh / yg
kenangan pribadi / proses berbagi rasa antar melibatkan stimulasi gerak /
memberikan pilihan teman, belajar kelompok partisipasi aktif
kepada anak

CATATAN: Tidak harus ke-8 macam aktivitas di atas dilakukan bersamaan.

Pilihlah beberapa (misal 3-5 macam) untuk diterapkan dalam 1 sesi pembelajaran.

Contoh Inventarisasi Mainan Anak berdasarkan jenis kecerdasan


Nama Mainan Ling Logis Vis-Sp Musik Alam Intra Inter Kines
1. Balok, Lego X X
2. Boneka X X X
3. Buah plastik X
4. Puzzle X
5. Buku cerita X
6. Bola X
7. Alat musik X
8. Alat warna X
9. Kolam pasir X
Dst

3
Satu lagi metode atau pendekatan pendidikan, terutama untuk anak usia dini, yang
berbeda dari pendekatan konvensional, yaitu Reggio Emilia Approach (REA).
Pendekatan REA ini berkomitmen “menciptakan kondisi pembelajaran yang akan
mendorong dan memfasilitasi anak untuk membangun kekuatan berpikirnya sendiri
melalui penggabungan seluruh bahasa ekspresif, komunikatif, dan kognitifnya” (Edward
& Forman, 1993). Halah, rumit? Memang REA ini adalah sistem yang kompleks, namun
sangat menarik perhatian dunia pendidikan anak usia dini selama 50 tahun terakhir.

REA diciptakan oleh Loris Malaguzzi dan para orang tua di daerah sekitar Reggio Emilia
di Italia setelah Perang Dunia II. Saat itu, karena jumlah angkatan kerja pria berkurang
akibat perang, para wanita terpaksa menjadi tenaga kerja di pabrik-pabrik dan industri.
Ditambah dengan kondisi penuh kehancuran, para orang tua merasa perlu ada pendekatan
baru terhadap cara mengajar anak-anaknya. Para orang tua ini merasa bahwa pada tahun-
tahun awal perkembangan anaknya lah mereka membentuk diri mereka sebagai seorang
individu. Berangkat dari pemikiran ini lah lalu diciptakan sebuah program yang
berprinsip rasa hormat, tanggung jawab dan kebersamaan melalui eksplorasi di dalam
lingkungan yang suportif dan memperkaya minat anak.

Pada dasarnya REA menganggap anak-anak adalah pembelajar kompeten sehingga


model kurikulum yang dijalankan bisa diarahkan oleh anak-anak itu sendiri. Kurikulum
memiliki catatan proses dengan tujuan-tujuan tertentu, tapi tidak memiliki batasan
cakupan maupun urutan tertentu. Guru mengikuti minat anak-anak dan tidak memberikan
instruksi-instruksi standar dan konvensional. REA sangat percaya bahwa anak-anak
belajar melalui interaksi dengan teman, orang tua, guru serta interaksi dengan lingkungan
tempat belajarnya. Loris Malaguzzi bahkan sampai menciptakan Charter of Rights yang
menjelaskan hak-hak siswa, guru dan orang tua dalam REA untuk memastikan filosofi
dan prinsip-prinsip REA selalu diingat oleh para penggunanya. Ia juga menciptakan
sebuah puisi indah berjudul “The Child is Made of One Hundred” yang menggambarkan
pandangannya tentang anak-anak. Untuk lebih jelasnya mengenai REA, berikut ini adalah
fitur-fitur kuncinya yang saya kutip dari artikel yang ditulis Andrew Loh.

Peranan lingkungan belajar sebagai “guru”

> Dalam REA, para pendidik sangat memperhatikan lingkungan sekolah karena
lingkungan sekolah ini juga berperan “mendidik” para siswa. Penampilan dan nuansa
kelas pun akhirnya menjadi prioritas tersendiri pula. Bahkan, lingkungan sekolah sering
disebut sebagai “guru ketiga”.
> Keindahan lingkungan di dalam sekolah dianggap sebagai bagian penting dari rasa
hormat kepada siswa dan lingkungan belajar mereka.
> Nuansa di dalam kelas dibuat ceria dan penuh dengan kegembiraan.
> Guru mengatur agar lingkungan belajar memancing dan menantang siswa dalam
eksplorasi dan pemecahan masalah, biasanya dalam kelompok-kelompok kecil di mana
kerjasama dan perbedaan pendapat berbaur namun tetap menyenangkan.
> Hasil karya siswa, atau tanaman yang mereka tanaman, atau koleksi barang yang
dikumpulkan siswa dari alam ditampilkan di kelas dan lingkungan sekolah agar bisa
dilihat oleh siswa, guru dan orang tua.
> Terdapat area bersama / serba guna di sekolah yang dapat digunakan oleh para siswa
untuk berbagai kegiatan seperti pementasan drama atau hanya berkumpul dengan siswa
dari kelas lain untuk belajar bersama.

Bahasa simbolis anak-anak yang majemuk


> Menggunakan seni sebagai bahasa simbolis bagi para siswa untuk mengekspresikan
pemahamannya terhadap tugas dan proyek yang sedang dijalankan.
> REA mengintegrasikan seni grafis sebagai alat pengembangan kemampuan kognitif,
linguistik dan sosial. Hal ini konsisten dengan konsep Kecerdasan Majemuk karya Dr.
Howard Gardner.
> Siswa mempresentasikan konsep dan hipotesa melalui berbagai bentuk seperti gambar,
seni, prakarya, drama, musik, pertunjukan boneka ataupun wayang. Hal ini dianggap
sangat mendasar bagi pemahaman anak-anak terhadap pengalaman mereka.

Dokumentasi sebagai penilaian dan pertimbangan


> Mendokumentasikan dan menampilkan hasil kerja siswa adalah dianggap penting
sebagai bagian dari memberi siswa media untuk mengekspresikan, mengunjungi, dan
membangun perasaan, ide dan pemahamahan mereka.
> Mendokumentasikan hasil kerja siswa yang masih dalam proses atau belum selesai pun
dianggap sebagai alat penting bagi siswa, guru, dan orang tua dalam proses pembelajaran.
> Foto-foto saat para siswa terlibat dalam berbagai kegiatan, kata-kata mereka saat
mereka mendiskusikan apa yang sedang mereka kerjakan, rasakan dan pikirkan, serta
interpretasi mereka terhadap pengalaman yang mereka alami yang dituangkan melalui
media visual juga ditampilkan sebagai presentasi grafis dari proses pembelajaran yang
dinamis.
> Guru berfungsi sebagai perekam (orang yang mendokumentasikan) bagi para siswa,
membantu mereka melacak dan melihat kembali perkataan dan tindakan mereka sehingga
membuat proses pembelajaran menjadi terlihat.

Proyek jangka panjang


> Mendorong dan memperkaya proses pembelajaran siswa melalui proyek jangka pendek
(satu minggu) dan proyek jangka panjang (sepanjang tahun ajaran) yang mendalam dan
melibatkan proses merekam, bermain, mengeksplorasi, membangun dan menguji
hipotesa.
> Proyek berfokus pada siswa, mengikuti minat mereka, serta ditinjau berulang-ulang
untuk menambah pemahaman baru bagi mereka.
> Selama proyek, guru membantu siswa mengambil keputusan tentang arah
pembelajaran, cara-cara yang akan ditempuh kelompok dalam melakukan riset pada
topik, serta media yang akan digunakan untuk merepresentasikan topik.

Guru sebagai peneliti


> Peran guru dalam REA cukup kompleks. Selain wajib bekerja sama dengan guru lain,
peran guru yang paling pertama dan paling utama adalah menjadi pembelajar bersama
siswa. Guru berperan sebagai peneliti yang menjadi sumber pengetahuan dan pemandu
yang meminjamkan keahliannya pada siswa.
> Dalam lingkungan yang demikian, guru sebagai pendidik harus cermat dalam
mendengarkan, memperhatikan, dan mendokumentasikan pekerjaan siswa dan
perkembangan komunitas di kelasnya, serta bertugas memprovokasi dan merangsang
proses pemikiran.
> Guru berkomitmen untuk mengevaluasi pengajaran dan pembelajaran mereka sendiri.
> Di kelas, guru bekerja berpasangan dan berkolaborasi dengan saling berbagi informasi
dan proses mentoring dengan partnernya.

Hubungan sekolah dan rumah


> Anak-anak, guru, orang tua dan komunitas bekerja sama secara interaktif. Suasana dan
komunitas berbasis rasa ingin tahu dikembangkan antara orang dewasa dan anak.
> Komunikasi dan interaksi antar elemen tersebut dapat memperdalam pemahaman dan
pembentukan teori pada anak-anak tentang dunia di sekitar mereka.
> Program-program pada REA berkonsentrasi pada keluarga. Visi dari Loris Malaguzzi
tentang “pendidikan berbasis hubungan” difokuskan pada hubungan setiap anak dengan
orang lain dan berusaha mengaktifkan serta mendukung hubungan timbal balik antara
anak dengan anak lain, keluarga, guru, masyarakat, dan lingkungan.
REA menantang beberapa pemahaman konvensional tentang kompetensi guru dan juga
praktek mengajar yang cocok dengan pola perkembangan anak. Dalam REA, misalnya,
guru memahami bahwa kebingungan adalah bagian dari proses belajar. Maka, salah satu
strategi mengajar yang penting dari REA adalah membiarkan kesalahan terjadi
(bandingkan dengan di sekolah formal konvensional di mana berbuat kesalahan dianggap
sebagai hal terburuk yang dilakukan siswa), atau kadang-kadang mengajak siswa
memulai sebuah proyek belajar tanpa tahu dengan jelas bagaimana ujungnya nanti.

Dalam REA, guru percaya dirinya sendiri dapat merespon ide dan minat para siswa
dengan tepat, mereka percaya para siswa memiliki minat luar biasa pada hal-hal yang
memang layak mereka pelajari, dan mereka percaya bahwa orang tua peduli, aktif, dan
berusaha menjadi bagian yang produktif dan kooperatif dari proses pendidikan. Hasilnya
adalah atmosfer komunitas dan kolaborasi yang bermanfaat bagi anak-anak dan juga bagi
orang dewasa.***

4
Mengoptimalkan Kemampuan Pribadi
Anak
Selasa, 10 Maret 2009 | 18:45 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Siapa bilang seorang anak tidak memiliki kepekaan bahasa?
Justru proses belajar seorang anak terutama dalam hal pengkayaan kemampuan
bahasanya dimulai sejak bayi dan terus berlangsung hingga seluruh hidupnya. Hal ini
ditandai dengan rasa keiingin tahuan si kecil. Bila diibaratkan rasa keingin tahuan
tersebut seperti spons kering di mana anak dapat meresap pengetahuan termasuk bahasa
dalam jumlah yang banyak.

Clara Christine, Language Art Teacher&After School Teacher Cikal Pre K dan Primary
School , Jakarta di acara sebuah seminar pendidikan anak beberapa waktu lalu
menjelaskan untuk mengembangkan potensi anak yang luar biasa terutama dalam hal
pengkayaan kemampuan bahasanya, melalui pendekatan tepat yang dapat memfasilitasi
anak dalam proses belajar.

Clara membagi pengetahuan dengan para orang tua yang memiliki anak kecil. Caranya ia
melalui pengenalan pendekatan yang dialkukan dan dimulai oleh para orang tua di
wilayah Reggio Emilia, Italy setelah Perang Dunia ke II. Clara menunjuk pendekatan ini
sebagai sebuah pendekatan yang berorientasi pada anak (child oriented) di mana masa
awal pertumbuhan (early childhood development) merupakan masa yang membentuk si
anak sebagai individu kelat saat ia dewasa.

"Ada empat elemen penting dalam pendekatan Regio Emilia ini yaitu anak didik, orang
tua, guru serta masyarakat dan lingkungan. Kesemuanya harus ada partisipasi yang
menyeluruh dari setiap elemen untuk membangun proses belajar anak," paparnya.

Diapun menerangkan soal pendekatan pembelajaran dimulai dari rasa ingin tahu si anak.
Maksudnya si anak harus diberi kesempatan untuk belajar melalui pengalaman
menyentuh, bergerak, mendengar, melihat dan mengecap. "Pendekatan itu semua dari
panca indra yang memberikan kesempatan bagi si anak untuk lebih luas lagi menggali
dunianya," ujarnya. Si anak harus diberikan kesempatan yang tidak terbatas untuk
mengekspresikan dirinya, sehingga ia tidak merasa seperti harus dipaksa mempelajari
suatu bahan yang tidak diminatinya atau tidak dipaksa memenuhi standar-standar yang
diharuskan.

Di sini papar Clara peran orang tua sebagai elemen vital menempatkan diri sebagai mitra.
Gurupun harus menghormati orang tua anak sebagai guru pertamanya. Dan si guru harus
punya kelapangan dada atau perasaan berbagi untuk melibatkan orang tua dalam setiap
kurikulum. "Jadi peran partisipasi orang tua tidak sebatas hanya mengantar anak ke
sekolah tapi juga memfasilitasi kebutuhan belajar dan bersinergi pada tugas pendidikan di
sekolah." Clara menambahkan bagi orang tua yang rajin menggunakan dokumentasi,
jadikan alat ini sebagai sarana untuk membimbing anak untuk mengembangkan
pengetahuannya termasuk soal bahasa.
Kemudian Clarapun memaparkan metode pendekatan lainnya penggunaan seni atau art
sebagai media belajar. Pada metode inilah termasuk cara yang jitu untuk
mengembangkan kemampuan dan pengkayaan bahasa. "Seni itu melatih kepekaan
perasaan dan cara berpikir dan bahasa," ujarnya. HADRIANI P

Nikmati berita dan informasi Ramadan di http://ramadan.tempointeraktif.com/ dan


melalui ponsel anda di http://m.tempointeraktif.com/ramadan/

5
TEMPO Interaktif, Jakarta:Siapa bilang seorang anak tidak memiliki kepekaan bahasa?
Justru proses belajar seorang anak terutama dalam hal pengkayaan kemampuan
bahasanya dimulai sejak bayi dan terus berlangsung hingga seluruh hidupnya. Hal ini
ditandai dengan rasa keiingin tahuan si kecil. Bila diibaratkan rasa keingin tahuan
tersebut seperti spons kering di mana anak dapat meresap pengetahuan termasuk bahasa
dalam jumlah yang banyak.

Clara Christine, Language Art Teacher&After School Teacher Cikal Pre K dan Primary
School , Jakarta di acara sebuah seminar pendidikan anak beberapa waktu lalu
menjelaskan untuk mengembangkan potensi anak yang luar biasa terutama dalam hal
pengkayaan kemampuan bahasanya, melalui pendekatan tepat yang dapat memfasilitasi
anak dalam proses belajar.

Clara membagi pengetahuan dengan para orang tua yang memiliki anak kecil. Caranya ia
melalui pengenalan pendekatan yang dialkukan dan dimulai oleh para orang tua di
wilayah Reggio Emilia, Italy setelah Perang Dunia ke II. Clara menunjuk pendekatan ini
sebagai sebuah pendekatan yang berorientasi pada anak (child oriented) di mana masa
awal pertumbuhan (early childhood development) merupakan masa yang membentuk si
anak sebagai individu kelat saat ia dewasa.

"Ada empat elemen penting dalam pendekatan Regio Emilia ini yaitu anak didik, orang
tua, guru serta masyarakat dan lingkungan. Kesemuanya harus ada partisipasi yang
menyeluruh dari setiap elemen untuk membangun proses belajar anak," paparnya.

Diapun menerangkan soal pendekatan pembelajaran dimulai dari rasa ingin tahu si anak.
Maksudnya si anak harus diberi kesempatan untuk belajar melalui pengalaman
menyentuh, bergerak, mendengar, melihat dan mengecap. "Pendekatan itu semua dari
panca indra yang memberikan kesempatan bagi si anak untuk lebih luas lagi menggali
dunianya," ujarnya. Si anak harus diberikan kesempatan yang tidak terbatas untuk
mengekspresikan dirinya, sehingga ia tidak merasa seperti harus dipaksa mempelajari
suatu bahan yang tidak diminatinya atau tidak dipaksa memenuhi standar-standar yang
diharuskan.

Di sini papar Clara peran orang tua sebagai elemen vital menempatkan diri sebagai mitra.
Gurupun harus menghormati orang tua anak sebagai guru pertamanya. Dan si guru harus
punya kelapangan dada atau perasaan berbagi untuk melibatkan orang tua dalam setiap
kurikulum. "Jadi peran partisipasi orang tua tidak sebatas hanya mengantar anak ke
sekolah tapi juga memfasilitasi kebutuhan belajar dan bersinergi pada tugas pendidikan di
sekolah." Clara menambahkan bagi orang tua yang rajin menggunakan dokumentasi,
jadikan alat ini sebagai sarana untuk membimbing anak untuk mengembangkan
pengetahuannya termasuk soal bahasa.

Kemudian Clarapun memaparkan metode pendekatan lainnya penggunaan seni atau art
sebagai media belajar. Pada metode inilah termasuk cara yang jitu untuk
mengembangkan kemampuan dan pengkayaan bahasa. "Seni itu melatih kepekaan
perasaan dan cara berpikir dan bahasa," ujarnya. HADRIANI P
Pendidikan di Malaysia ialah satu usaha berterusan ke arah lebih memperkembanng
potensi
individu secara menyeluruh dan bersepadu untuk melahirkan insan yang seimbang dan
harmonis dari segi intelek, rohani, emosi dan jasmani berdasarkan kepercayaan dan
kepatuhan
kepada Tuhan. Usaha ini bertujuan untuk melahirkan warganegara Malaysia yang
berilmu
pengetahuan, berketerampilan , berakhlak mulia, bertanggungjawab dan berkeupayaan
mencapai kesejahteraan diri serta memberi sumbangan terhadap keharmonian dan
kemakmuran
keluarga, masyarakat dan negara.

MATLAMAT PENDIDIKAN PRASEKOLAH

Pendidikan prasekolah bertujuan untuk menyuburkan potensi murid dalam semua aspek
perkembangan , menguasai kemahiran asas dan memupuk sikap positif sebagai
persediaan
masuk ke sekolah rendah.

OBJEKTIF

Pendidikan prasekolah membolehkan murid:


1. Mempunyai sifat peribadi, perwatakan dan konsep diri yang positif untuk menjadi
warganegara
yang patriotik.
2. menggunakan bahasa Melayu dengan baik dan memperkembang kemahiran berbahasa
untuk
berkomunikasi.
3.Menggunakan Bahasa Cina dan Bahasa Tamil dengan betul untuk berkomunikasi di
sekolah
yang menggunakan bahasa penghantar Bahasa Cina dan Bahasa Tamil.
4. menggunakan Bahasa Inggeris dalam interaksi seharian selaras dengan kedudukannya
sebagai bahasa kedua.
5. Mengamalkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan seharian untuk murid beragama
Islam.
6. Mengamalkan nilai-nilai murni dalam kehidupan seharian.
7. Mempunyai kemahiran kognitif, kemahiran berfikir dan kemahiran menyelesaikan
masalah.
8. Mempunyai kematangan emosi dan kemahiran sosial .
9. Mempunyai kecerdasan dan kemahiran fizikal serta mempraktikkan amalan kesihatan
dan
keselamatan yang baik ; dan
10. mempunyai daya kreativiti dan estatika untuk menghargai keindahan alam dan
warisan
budaya.

MODUL KONSEPTUAL KURIKULUM KEBANGSAAN PRASEKOLAH


Kurikulum prasekolah berasaskan empat prinsip iaitu :
i.Perkembangan diri secara menyeluruh dan bersepadu - memberi fokus kepada
penyuburandari segi intelek, rohani, emosi dan jasmani. Potensi murid hendaklah
dikembangkan
secara bersepadu kerana setiap aspek perkembangan saling mempengaruhi antara satu
sama
lain. Individu yang seimbang dan harmonis memiliki:


Kepercayaan kepada Tuhan

Ilmu pengetahuan

Kemahiran asas

Akhlak mulia

Emosi yang stabil

kesihatan dan kecerdasan

ii.Pembelajaran yang menggembirakan - memberi penekanan kepada minat dan semangat


untuk belajar. Semangat ini akan dapat dipupuk melalui suasana dan persekitaran
pembelajaran yang menarik, selesa, mencabar dan menggembirakan. Suasana yang
kondusif untuk belajar dengan sendirinya memupuk semangat cinta akan ilmu
pengetahuan yang akan menjadikan seseorang itu berfikiran luas dan terbuka.

iii. Pengalaman pembelajaran yang bermakna memberi penekanan kepada


penglibatan
murid secara aktif dalam aktiviti sebenar supaya mereka dapat mengaitkan pembelajaran
dengan
pengalaman kehidupan seharian . Usaha ini akan menghasilkan pembelajaran yang
berkesan
dan bermakna.

iv. Pendidikan sepanjang hayat adalah suatu usaha yang berterusan untuk memperolehan
dan
pemindahan pengetahuan , nilai murni dan kemahiran . Pengalaman pendidikan
prasekolah yang
mengembirakan dan bermakna akan dapat mengekalkan minat untuk terus belajar dalam
diri
sesorang sejak kecil hingga ke akhir hayat.

Perkembangan murid akan dicapai melalui enam komponen pembelajaran yang


dilaksanakan
secara bersepadu . Komponen tersebut adalah seperti beriku:

Bahasa dan Komunikasi

Perkembangan Kognitif

Kerohanian dan Moral

Perkembangan Sosioemosi

Perkembangan Fizikal dan

Kreativiti dan Estatika

Penekanan diberi kepada bahasa yang merentas semua komponen kerana penguasaan
bahasa
penting dalam proses pembelajaran . Penguasaan kemahiran bahasa boleh diperoleh
melalui
kemahiran mendengar, bertutur, membaca dan menulis. Penguasaan kemahiran bahasa
akan
membantu murid berfikir, memahami sesuatu konsep, berimaginasi, melahirkan idea,
berinteraksi
dan berkomunikasi secara lisan.

Pelaksanaan kurikulum adalah secara bersepadu yang dirancang melalui Amalan


Bersesuaian
dengan Perkembangan kanak-kanak (ABP)

ABP ialah satu pendekatan yang menekankan kepada penggunaan kaedah pengajaran dan
pembelajaran yang bersesuaian dengan umur, perkembangan diri, kebolehan, bakat serta
minat
murid.

Pendekatan kurikulum berfokus kepada hasil pembelajaran ( outcome-based learning)


iaitu
memberi penekanan kepada apa yang murid perlu tahu, faham dan buat serta amalkan,
hasil
daripada proses pengajaran dan pembelajaran. Ini bermakna aktiviti pembelajaran
memberi
penekanan kepada apa yang harus diperoleh dan dicapai oleh murid.

Melalui proses pengajaran dan pembelajaran yang fleksibel dan bersepadu, murid dapat
menguasai dan memperoleh ciri-ciri berikut:

Kecekapan berbahasa dan berkomunikasi

Kemahiran berfikir

Berakhlak mulia dan beretika

Berkeyakinan dan berdisiplin

Sihat dan cergas dan

imaginatif, kreatif dan ekspresif.
Berbekalkan kecekapan dan kemahiran di atas, murid sudah bersedia untuk ke sekolah
rendah

Pengisian aktiviti pembelajaran


KOMPONEN KURIKULUM PRASEKOLAH BESTARI
IPKS

BAHASA DAN KOMUNIKASI - kemahiran berbahasa,


mendengar, bertutur, membaca dan menulis . Murid
diajar konsep menyelesaikan masalah dan
kemahiran berfikir melalui pelbagai aktiviti yang
terancang. Bahasa yang dipelajari ialah Bahasa
Melayu dan Bahasa Inggeris.


kemahiran mendengar - membezakan bunyi

kemahiran membaca- mengucap apa-apa yang
ditulis

kemahiran bertutur- menyebut bunyi dan
perkataan dengan betul

kemahiran menulis - kemahiran motor halus


untuk membolehkan mereka menulis
perkataan dengan betul.

KOMPPONEN KOGNITIF - Mengikut Jean Piaget


kognitif seseorang individulah yang menentukan
perkembanagan seluruh aspek yang lain dalam diri
kanak-kanak . Komponen kognitif meliputi
matapelajaran awal sains dan awal matematik .


konsep ruang, pengelasan, konsep nombor,

experimen sains

menyelesaikan masalah

memerhati

membanding
Peralatan dan perabot
yang disediakan

mengambilkira keperluan
fizikal dan emosi kanak-
kanak, berwarna warni dan
berkualiti !

Prasekolah Bestari
menyediakan kurikulum
yang seimbang kepada
kanak-kanak selari
dengan matlamat
Falsafah Pendidikan
Kebangsaan.

Kanak-kanak Prasekolah
Bestari didedahkan
dengan pelbagai aktiviti
'hands on' sebagai satu

membeza

mengukur

meramal dan membuat inferens

PENDIDIKAN MORAL - aspek pemupukan dan


perkembangan nilai serta asas ketatanegaraan untuk
diamalkan setiap hari dalam kehidupan


perkembangan diri

diri dan keluarga

diri dan masyarakat

diri dengan alam sekitar

diri dengan negara

PERKEMBANAGN SOSIOEMOSI - penguasaan emosi


dan kemahiran sosial yang matang. seorang kanak-
kanak perlulah mempunyai variasi emosi sesuai
dengan tahap umur dan amalan kehidupan seharian.
KOMPONEN FIZIKAL - menggalakkan perkembangan
dan pertumbuhan fizikal kanak- kanak yang
seimbang dan sihat dari aspek psikomotor, kesihatan
dan keselamatan. Kanak-kanak perlu diberi
pendedahan supaya amalan cara hidup yang sihat
diamalakan sehingga mereka dewasa kelak. Aspek
utama :


perkembangan motor halus

perkembangan motor kasar

kesihatan

keselamatan

cara pembelajaran melalui


pengalaman yang
bermakna. Gambar
menunjukkan kanak-kanak
berada di makmal
komputer IPKS mendapat
didikan penggunaan asas
komputer daripada pelatih
Prasekolah semester 5 .

Interaksi meningkatkan kemahiran


sosial kanak-kanak
KOMPONEN KREATIVITI DAN ESTATIKA- memberi
fokus terhadap perkembangan kreatif dan ekspresif

melalui imaginasi dan pemikiran. Kanak-kanak


dilibatkan dengan pelbagai aktiviti yang bersifat seni
iaitu lukisan, lukisan, muzik, nyanyian, drama dan
puisi. Semua ini diajar supaya kanak- kanak
mempunyai keyakinan diri yang lebih tinggi dan
mengenali pelbagai cita rasa sendiri. Aspek utama:


persekitaran dan keindahan alam

lukisan dan kraf

muzik, nyanyian dan pergerakan kreatif

drama dan puisi

warisan budaya

Anda mungkin juga menyukai