Anda di halaman 1dari 5

1.

Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Samudera Pasai

a. Kehidupan Ekonomi

Menurunnya peranan kerajaan Sriwijaya di Selat Malaka bersamaan dengan berdirinya Kerajaan
Samudera Pasai. Di bawah kekuasaan Samudera Pasai, jalur perdagangan di Selat Malaka
berkembang pesat. Banyak pedagang-pedagang dari Arab, Persia dan Gujarat yang berlabuh di
Pidie, Perlak dan Pasai. Pada masa raja Hayam Wuruk berkuasa, Samudera Pasai berada di
bawah kendali Majapahit. Walau demikian Samudera Pasai diberi keleluasan untuk tetap
menguasai perdagangan di Selat Malaka. Belakangan diketahui bahwa sebagian wilayah dari
kerajaan Majapahit sudah memeluk agama Islam. Awal abad 15 M, Samudera Pasai mengirim
utusan untuk membayar upeti kepada Cina dengan tujuan mempererat hubungan diplomatik dan
mengamankan diri dari serangan kerajaan Siam dari Muangthai. Pada masa kekuasaan
Samudera Pasai, uang dirham sudah dipakai sebagai alat tukar menukar, di salah satu sisi uang
tertulis kalimat Sultan yang Adil.

Karena letaknya yang strategis, di Selat Malaka, di tengah jalur perdagangan India, Gujarat,
Arab, dan Cina, Pasai dengan cepat berkembang menjadi besar. Sebagai kerajaan maritim,
Pasai menggantungkan perekonomiannya dari pelayaran dan perdagangan. Letaknya yang
strategis di Selat Malaka membuat kerajaan ini menjadi penghubung antara pusat-pusat dagang
di Nusantara dengan Asia Barat, India, dan Cina. Salah satu sumber penghasilan kerajaan ini
adalah pajak yang dikenakan pada kapal dagang yang melewati wilayah perairannya.
Berdasarkan catatan Ma Huan yang singgah di Pasai tahun 1404, meskipun kejayaan Kerajaan
Samudera Pasai mulai redup seiring munculnya Kerajaan Aceh dan Malaka, namun negeri Pasai
ini masih cukup makmur. Ma Huan ini seorang musafir yang mengikuti pelayaran Laksamana
Cheng Ho, pelaut Cina yang muslim, menuju Asia Tenggara (termasuk ke Jawa).

Ma Huan memberitakan bahwa kota Pasai ditidaklah bertembok. Tanah dataran rendahnya tidak
begitu subur. Pada hanya ditanam di tanah kering dua kali dalam setahun. Lada, salah satu hasil
rempah-rempah yang banyak diminati pedagang asing, ditanam di ladang-ladang di daerah
gunung. Berita mengenai Samudera Pasai juga didapat dari Tome Pires, penjelajah dari Portugis,
yang berada di Malaka pada tahun 1513. Tome Pires menyebutkan bahwa negeri Pasai itu kaya
dan berpenduduk cukup banyak. Di Pasai, ia banyak menjumpai pedagang dari Rumi (Turki),
Arab, Persia, Gujarat, Tamil. Melayu, Siam (Thailand), dan Jawa. Begitu pentingnya keberadaan
Samudera Pasai sebagai salah satu pusat perdagangan, tak mengherankan bila ibukotanya yang
bernama Samudera menjadi nama pulau secara keseluruhan, yaitu Sumatera.

b. Kehidupan Agama

Samudera Pasai adalah dua kerajaan kembar yakni Samudera dan Pasai, kedua-duanya
merupakan kerajaan yang berdekatan. Saat Nazimuddin al-Kamil (laksamana asal Mesir)
menetap di Pasai, kedua kerajaan tersebut dipersatukan dan pemerintahan diatur menggunakan
nilai-nilai Islam. Kerajaan Samudera Pasai adalah kerajaan pesisir sehingga pengaruhnya hanya
berada di bagian Timur Sumatera. Samudera Pasai berjasa menyebarkan agama Islam ke
seluruh pelosok di Sumatera, bahkan menjadi pusat penyebaran agama. Selain banyaknya orang
Arab menetap dan banyak ditemui persamaan dengan kebudayaan Arab, atas jasa-jasanya
menyebarkan agama Islam ke seluruh pelosok Nusantara wilayah itu dinamakan Serambi
Mekah.

2. Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Malaka

a. Kehidupan Ekonomi

Sejak Kerajaan Malaka berkuasa, jalur perdagangan internasional yang melalui Selat Malaka
semakin ramai. Bersamaan dengan melemahnya kekuatan Majapahit dan Samudera Pasai,
kerajaan Malaka tidak memiliki persaingan dalam perdagangan. Tidak adanya saingan di wilayah
tersebut, mendorong kerajaan Malaka membuat aturan-aturan bagi kapal yang sedang melintasi
dan berlabuh di Semenanjung Malaka. Aturan tersebut adalah diberlakukan pajak bea cukai
untuk setiap barang yang datang dari wilayah barat (luar negeri) sebesar 6% dan upeti untuk
pedagang yang berasal dari wilayah Timur (dalam negeri). Tingkat keorganisasian pelabuhan
ditingkatkan dengan membuat peraturan tentang syarat-syarat kapal yang berlabuh, kewajiban
melaporkan nama jabatan dan tanggungjawab bagi kapal-kapal yang sedang berlabuh, dan
sebagainya.

Raja dan pejabat kerajaan turut serta dalam perdagangan dengan memiliki kapal dan awak-
awaknya. Kapal tersebut disewakan kepada pedagang yang hendak menjual barangnya ke luar
negeri. Selain peraturan-peraturan tentang perdagangan, kerajaan Malaka memberlakukan
bahasa Melayu sebagai bahasa resmi dalam perdagangan dan diplomatik.

b. Kehidupan Sosial

Dalam pemerintahannya, raja menunjuk seorang patih untuk mengurusi kerajaan, dari patih
diteruskan kepada bawahannya yang terdiri dari bupati, tumenggung, bendahara raja, dan
seterusnya. Masalah perpajakan diurus seorang tumenggung yang menguasai wilayah tertentu,
urusan perdagangan laut diurus oleh syahbandar dan urusan perkapalan diurus oleh laksamana.

Kekayaan para raja dan pejabat kerajaan semakin bertambah akibat dari penarikan upeti dan
usaha menyewakan kapal. Uang yang didapat dipakai untuk membangun istana kerajaan,
membuat mesjid, memperluas pelabuhan, dan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari yang
cenderung mewah. Gejala timbulnya kecemburuan sosial disebabkan oleh dominasi para
bangsawan dan pedagang dalam kehidupan bermasyarakat. Hal inilah yang menjadi penyebab
lemahnya Kerajaan Malaka.

3. Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Kerajaan Aceh

Daerah Aceh terkenal sebagai penghasil lada dan timah yang diekspor ke luar negeri. Semakin
ramainya Selat Malaka, berdatangan pula bangsa-bangsa Eropa yang ingin berdagang,
diantaranya Spanyol, Inggris, Portugis dan Belanda. Pelabuhan yang terletak di wilayah Aceh
merupakan daerah transit barang-barang yang dijual dari dalam negeri ke luar negeri dan
sebaliknya. Barang-barang dari dalam negeri diantaranya beras, lada, timah, emas, perak dan
rempah-rempah. Sedangkan barang-barang dari luar negeri adalah kain, porselin, sutra dan
minyak wangi.

4. Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Demak

a. Kehidupan Ekonomi

Posisi kerajaan Demak sangat strategis dalam perdagangan laut, pelabuhannya sering dipakai
transit kapal-kapal dagang dari wilayah Barat yang hendak ke Selat Malaka, begitu pun
sebaliknya. Keinginan untuk menjadi kerajaan maritim dilakukan dengan usaha menaklukan
Malaka dari Portugis. Usaha ini gagal, walau demikian tidak meruntuhkan perekonomian Demak
karena didukung oleh hasil pertanian dan memperoleh keuntungan ekonomi yang besar.
Kesadaran pentingnya memanfaatkan ekonomi pertanian, Demak melakukan perluasan wilayah
ke daerah-daerah di sekitarnya termasuk ke Jawa Barat.

b. Kehidupan Sosial

Keadaan sosial di Demak tidak jauh berbeda dengan masa berkuasanya Majapahit. Perbedaan
yang mencolok terdapat pada penggunaan aturan-aturan dan hukum yang sesuai dengan ajaran
Islam, sehingga terasa lebih tertib dan teratur. Demak merupakan pusat penyebaran agama
Islam di Nusantara. Lahirnya wali-wali di Demak mempercepat proses penyebaran agama Islam
bahkan sampai ke pelosok. Mendirikan pesantren adalah cara penyebaran agama Islam yang
efektif. Hitu yang berasal dari Ternate, pernah belajar di pesantren yang didirikan oleh Sunan
Giri. Setelah selesai belajar, ia menyebarkan agama Islam di Ternate.

5. Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Pajang

Pajang merupakan dinasti atau kerajaan Islam yang berada di pedalaman pertama di Jawa.
Dengan demikian, masyarakatnya agraris: mengandalkan hasil pertanian dan perkebunan. Maka
dari itu, umur Kerajaan Pajang tidaklah bertahan lama karena kurang menguasai perdagangan
laut sebagai basis perekonomian pada masa itu. Secara sistem dan struktur sosial, masyarakat
Pajang tak jauh beda dengan masyarakat Demak.

6. Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Banten

a. Kehidupan Sosial

Pemerintahan Banten di Jawa Barat menggunakan aturan dan hukum Islam, sehingga kehidupan
masyarakatnya hidup secara teratur. Banyak orang India, Arab, Cina, Melayu dan Jawa yang
menetap di Banten. Mereka berkumpul dan membuat perkampungan sesuai dengan nama
asalnya, misalnya Pekojan (perkampungan orang Arab), Pecinan (perkampungan orang Cina),
Kampung Melayu, Kampung Jawa dan sebagainya. Di Banten terdapat orang keturunan Madura.
Mereka adalah pelarian dari Madura yang meminta perlindungan ke Banten karena tidak mau
tunduk kepada Mataram. Selama Hasanuddin berkuasa, Banten mengalami perkembangan yang
pesat. Banten menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di Jawa. Pada masa inilah Banten
melepaskan diri dari Demak, menjadi kerajaan merdeka. Maka dari tu, Hasanuddin lalu dianggap
sebagai pendiri dan raja pertama Banten. Kekuasannya meliputi daerah Priangan (Jawa bagian
barat), Lampung, hingga Sumatera Selatan. Di bawah pemerintahannya Banten berkembang
pesat dan banyak dikunjungi pedagang-pedagang asing dari Gujarat, Persia, Cina, Usmani, Pegu
(Myanmar), dan Keling.

Hasanuddin mempelopori pembangunan Istana Surosowan. Yang masih tersisa sekarang


hanyalah benteng yang mengelilingi wilayah seluas 4 ha dan berbentuk presegi panjang.
Ketinggian tembok benteng ini berkisah antara 0,5 hingga 2 meter dengan lebar sekitar 5 meter.
Dahulu benteng ini dikelilingi parit pertahanan. Tembok benteng dan gerbangnya ini dibangun
pada masa Maulana Yusuf. Bagian yang tersisa dari istana ini selain benteng, adalah tempat
pemandian, kolam, dan taman. Sementara itu, para sultan Banten bertempat tinggal di Keraton
Kaibon yang terletak di Kampung Kroya. Kaibon ini berlokasi tak jauh dari Surosowan. Sayang,
pada tahun 1832 keraton ini dibongkar oleh Belanda. Selain keraton, di Banten pun terdapat
Benteng Speelwijk yang direbut dari VOC oleh pasukan Banten ketika terjadi peperangan
antarkedua pihak tersebut.

Istana atau keraton Surosowan ini berdekatan dengan Masjid Agung Banten. Di serambi kiri
masjid ini terdapat makam sejumlah raja Banten beserta keluaraganya, di antaranya Hasanuddin
dan istrinya, Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Haji. Sedangkan di serambi sebelah kanan
terdapat makam Maulana Muhammad. Di halaman masjid ini terletak gedung Tiamah. Tiamah ini
dibangun oleh seorang arsitek Belanda yang menjadi muslim, Hendrik Lucasz Cardeel, yang
diberi gelar Pangeran Wiraguna. Tempat ini digunakan oeh para ulama untuk tempat diskusi
keagamaan. Tak jauh dari Keraton Surosowan ini terdapat kelenteng Cina kuno. Kelenteng ini
dibangun ketika pemerintahan awal Sultan Banten. Ini merupakan bukti bahwa ketika itu telah
terjalin toleransi antara orang Banten dengan etnis Cina.

Selain Masjid Agung, di Banten pun terdapat satu masjid lagi yang tak kalah bersejarahnya.
Masjid Kasunyatan namanya. Usianya bahkan lebih tua dari Masjid Agung. Salah satu pemimpin
Masjid Kasunyatan ini adalah Kyai Dukuh, guru Maulana Yusuf, raja Banten kedua.

b. Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Banten berada pada posisi yang strategis dalam perdagangan internasional.
Berkuasanya Portugis di Malaka mendorong Banten untuk membuat pelabuhan di tepi Selat
Sunda dan Teluk Banten, pelabuhan ini dipakai untuk ekspor lada yang akan dikirim ke luar
negeri. Untuk menambah ekspor lada, Maulana Yusuf melakukan penaklukan ke Lampung.
Dengan ditaklukkannya Lampung sebagai penghasil lada terbesar mampu meningkatkan ekspor
ke luar negeri dan meningkatkan perekonomian.

7. Kehidupan Sosial-Ekonomi Mataram-Islam

a. Kehidupan Sosial-Budaya

Antara tahun 1614 hingga 1622, Sultan Agung mendirikan keraton baru di Kartasura, sekitar 5
km dari Keraton Kotagede. Ia memperkuat militer, berhasil mengembangkan kesenian, serta
pertukangan. Selain itu, ia pun membangun komplek pemakaman raja-raja Mataram di Bukit
Imogiri. Kalender Jawa ia ganti dengan sistem kalender Hijriah. Pada tahun 1639, sultan ini
mengirim utusannya ke Mekah. Setahun kemudian, 1640, utusan Mataram ini membawakan
gelar baru bagi Sultan Agung dari syarif di Mekah. Gelar baru itu adalah Sultan Abdullah
Muhammad Maulana Matarani.

Seperti halnya ibukota kerajaan Islam lainnya, ibukota Mataram memiliki ciri khas kota
berarsitekturkan gaya Islam. Tata letak istana atau keraton senantiasa berdekatan dengan
bangunan masjid. Letak keraton biasanya dikelilingi benteng dengan pospos pertahanan di
berbagai penjuru angin. Di luar pagar benteng terdapat parit bautan yang berfungsi sebagai
barikade pertahanan ketika menghadapi lawan. Parit buatan ini berfungsi juga sebagai kanal,
tempat penampungan yang memasok air ke dalam kota. Pada masa Paku Buwono II ini di istana
Surakarta terdapat seorang pujangga bernama Yasadipura I (1729-1803). Yasadipura I
dipandang sebagai sastrawan besar Jawa. Ia menulis empat buku klasik yang disadur dari
bahasa Jawa Kuno (Kawi), yakni Serat Rama, Serat Bharatyudha, Serat Mintaraga, serta Arjuna
Sastrabahu. Selain menyadur sastra-sastra Hindu-Jawa, Yasadipura I juga menyadur sastra
Melayu, yakni Hikayat Amir Hamzah yang digubah menjadi Serat Menak. Ia pun menerjemahkan
Dewa Ruci dan Serat Nitisastra Kakawin. Untuk kepentingan Kasultanan Surakarta, ia
menerjemahkan Taj as-Salatin ke dalam bahasa Jawa menjadi Serat Tajusalatin serta Anbiya.
Selain buku keagamaan dan sastra, ia pun menulis naskah bersifat kesejarahan secara cermat,
yaitu Serat Cabolek dan Babad Giyanti.

b. Kehidupan Ekonomi

Posisi ibukota Mataram di Kota Gede yang berada di pedalaman menyebabkan Mataram sangat
tergantung kepada hasil pertanian. Dengan kehidupan masyarakat yang agraris membentuk
tatanan masyarakat sistem feodal. Bangsawan, priyayi dan kerabat kerajaan yang memerintah
suatu wilayah diberi tanah garapan yang luas, sedangkan rakyat bertugas untuk mengurus tanah
tersebut. Sistem ini melahirkan tuan tanah yang menganggap menguasai wilayahnya. Kehidupan
kerajaan Mataram mengandalkan dari agraris, sedangkan daerah pesisir pantai di wilayah yang
dikuasai tidak dimanfaatkan. Dengan mengandalkan dari pertanian, Mataram melakukan
penaklukan ke beberapa kerajaan-kerajaan di Jawa Timur dan Jawa Barat. Dengan menarik
upeti dari wilayahwilayah penghasil beras menyebabkan perekonomian berkembang dengan
cepat. Keadaan tersebut tidaklah menguntungkan bagi rakyat, karena mereka seakan-akan
diperlakukan tidak benar oleh penguasa. Tidaklah mengherankan apabila banyak yang melarikan
diri dari wilayah kekuasaan Mataram atau terjadinya pemberontakan.

8. Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Goa-Tallo (Makassar)

a. Kehidupan Sosial

Orang Makassar dikenal sebagai pelaut ulung, transportasi yang digunakan adlah perahu Pinisi.
Mereka berani menyeberanglautan menuju negara-negara yang sangat jauh bahkan sampai
Madagaskar dan Afrika Selatan. Masuknya agama Islam dan maraknya perdagangan di
Nusantara menambah kuatnya usaha dagang yang dijalankan oleh orang Makassar. Tidaklah
heran, jika saat ini orang Makassar terkenal dalam bisnis.

b. Kehidupan Ekonomi

Setelah dikuasainya Makassar oleh Belanda, banyak rakyat setempat yang melarikan diri ke
Kalimantan, Sumatera dan Jawa. Mereka melakukan dagang dengan orang Makassar yang tetap
tinggal. Hak monopoli dagang oleh Belanda tidak mempengaruhi sifat usaha dagang mereka
yang tinggi, bahkan nilai-nilai Islam tetap dipertahankan. Berbeda dengan kerajaan Mataram
yang melakukan percampuran nilai Islam dengan budaya Hindu. Hubungan dagang pun
diperluas hingga Turki dan India, dan untuk mempererat diplomatik dengan Jawa, terjadi
perkawinan antara raja Goa dengan putri Mataram.

9. Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Ternate-Tidore

a. Kehidupan Sosial

Agama Islam masuk di bandar Hitu, Ambon. Banyak pemudapemuda Maluku yang belajar
agama Islam di Gresik, salah satunya adalah Zainal Abidin yang menjadi raja Ternate.
Diceritakan dalam sejarah bahwa Sunan Giri pernah berkunjung ke Ternate dan Tidore untuk
mengunjungi murid-muridnya. Sejak kedatangan Portugis yang membawa misi gospel,
Franciscus Xaverius menyebarkan agama Katolik di Maluku terutama di Ternate dan Ambon.

Masuknya Belanda ke Maluku menjadikan Maluku menjadi wilayah yang terjajah. Pada awalnya
mereka diterima dengan tujuan mengusir Portugal dari Maluku, namun hal itu berubah setelah
Belanda terlalu banyak turut campur dalam pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat. Orang
Maluku yang semula beragama Kristen Katolik harus diganti menjadi Kristen Protestan.

b. Kehidupan Ekonomi

Ternate dan Tidore merupakan kerajaan yang berada di wilayah bagian timur Nusantara dan
kedua kerajaan ini merupakan penghasil rempah-rempah terbanyak di dunia. Oleh karena itu,
bila menggunakan Selat Malaka sebagai jalur perdagangan Ternate dan Tidore seakan-akan
seperti pangkal perdagangan yang berakhir di tempat tujuan yang siap membeli. Eropa
merupakan konsumen rempah-rempah terbanyak, cuaca yang dingin mengharuskan mereka
mencari sumber rempah-rempah berada. Selain untuk tujuan mencari kebutuhan, bangsa Eropa
juga ingin menguasai perdagangan karena harganya akan jauh lebih murah bila langsung dibeli
di tempat asalnya.

Anda mungkin juga menyukai