Anda di halaman 1dari 9

Energi Biomassa Perdesaan

Oleh: Parjoko Midjan 1

Ketika datang ke Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, sempat bertemu dengan


Kepala Sekolah Advent Sogokmo, Distrik Asolokobar, yang meminta agar desanya
dijenguk oleh orang Pusat. Perjalanan dengan sepeda motor dari Wamena, memerlukan
waktu sekitar 45 menit melalui jembatan yang hilang karena diterjang longsoran batu
pasir, dan sampailah kami di Desa Sogokmo, yang berudara dingin, dan masih belum ada
listrik. Penduduk tinggal di honai yang gelap penuh asap dari kayu api yang dibakar
malam hari untuk menghangatkan ruangan. Di tengah desa, ada aliran sungai kecil yang
mengalir bergemericik sepanjang tahun. Mereka hidup dari pertanian yang sengaja
dibatasi luas tanamnya karena ubi yang dihasilkan harus segera dikonsumsi. Banyak sapi
di desa milik Sekolah Advent yang dibiarkan lepas di padang rumput mencari makan
sendiri. Penduduk Desa Sogokmo sendiri belum banyak yang mempunyai ternak.
Dari pertemuan dengan masyarakat, yang memerlukan penterjemahan dari bahasa
Papua ke Bahasa Indonesia dan sebaliknya, banyak harapan yang disampaikan oleh
penduduk, seperti rumah sehat, penerangan, bantuan usaha ekonomi dan transportasi.
Bertolak dari harapan masyarakat itu, munculah gagasan untuk uji coba listrik mikro-
hidro yang pernah juga dicoba oleh Sekolah Advent namun tidak berjalan, dan
pemanfaatan biomassa untuk menghasilkan biogas yang dapat dipergunakan untuk
memasak, memanaskan ruangan, penerangan dan juga pengeringan bahan pangan untuk
tujuan pengawetan dan pengolahan menjadi produk pangan lainnya yang dapat lebih
lama disimpan.

Delegasi RI dari Kementerian Pertanian, Kementeriaan Koordinator


Bidang Kesra dan pengusaha di bidang biogas dan biomassa (Juli 2010)
Pendalaman mengenai energi biomassa, mempertemukan kami dengan para pakar dan
pengusaha yang memproduksi digester biogas dari fibreglass. Harganya cukup terjangkau
tetapi jika ditambah dengan ongkos kirim ke Sogokmo yang harus menggunakan pesawat
terbang dari Jayapura, dan ditambah biaya teknis pemasangan dan pelatihannya,
menjadi besar juga biaya yang diperlukan. Dari komunitas biogas ini, kami mendapat
kesempatan untuk mengikuti Forum Energi Biomassa Ketiga, ASEAN+3 (China, Jepang,
Korea) yang disponsori oleh Pemerintah China bekerjasama dengan Asian Development
Bank (ADB), diselenggarakan pada bulan Juli 2010 di Suzhou, Provinsi Jiansu, RRC.

Banyak Belajar dari China


Energi biomassa adalah salah satu bentuk dari energi terbarukan. Bentuk energi
terbarukan lainnya yang sudah banyak dikembangkan adalah energi air, surya, angin, dan
panas bumi. Akan tetapi air, surya dan angin, sangat dipengaruhi oleh waktu dan
keadaan sehingga sulit dipergunakan secara optimal.
Hal serupa juga terjadi di China. Selama ini Pemerintah RRC secara umum lebih mengarah
pada pengembangan energi terbarukan terutama dari tenaga angin, surya dan air, dan
kurang memperhatikan potensi sumber daya biomassa (limbah yang dihasilkan dari
pertanian dan peternakan). Baru sejak tahun 2005, Pemerintah RRC berinisiatif dan
bersemangat untuk memenuhi kesenjangan kebutuhan energi perdesaan-perkotaan
melalui proyek energi biomassa dan ternyata cukup berhasil di tingkat rumah tangga,
namun pada skala industri, sedikit-banyak mengalami kegagalan karena kendala
teknologi dan biaya. Unit pengolah skala industri ini diperlukan karena energi biomassa
perdesaan tidak cukup memiliki kapasitas untuk memanfaatkan sumber daya biomassa
yang banyak tersedia.
Energi merupakan masalah krusial di RRC, yang dikenal sebagai produsen sekaligus
konsumen energi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Kebutuhan energi RRC
sebagian besar berasal dari batubara dan minyak, akan tetapi masih ada hampir 50% dari
200 juta rumah tangga perdesaan RRC pada tahun 2008 yang mengandalkan kayu bakar
dan berbagai limbah pertanian untuk memanaskan rumah dan memasak makanan, suatu
kondisi serius yang membahayakan lingkungan dan kesehatan.
Sejalan dengan kebijakan Pemerintah RRC yang terus membangun untuk menanggulangi
kemiskinan, maka kebutuhan akan energi bagi industri dan rumah tangga di perkotaan
dan pedesaan akan terus bertambah. Salah satunya adalah untuk memenuhi energi bagi
kendaraan pribadi penduduk RRC yang meningkat lebih dari dua kali lipat dalam lima
tahun terakhir, dari 300.000 pada tahun 1980 menjadi lebih dari 46 juta pada tahun
2009. Selain kebutuhan energi, meningkat pula kebutuhan akan pangan dan barang-
barang elektris lainnya yang untuk memenuhinya diperlukan upaya lebih keras untuk
mengolah sumber daya alam dan meningkatkan produktivitas usaha pertanian. Namun
kedua hal terakhir ini ternyata menghasilkan limbah atau residu yang jika tidak diolah,
selain akan kehilangan potensi ekonomisnya juga bersifat racun bagi lingkungan.
Menurut sebuah studi di RRC (2007), pada tahun 2003, sebanyak 20% dari total emisi gas
rumah kaca yang mempengaruhi perubahan iklim, berasal dari limbah pertanian yang tak
terolah di ladang dan lahan peternakan.
Untuk mengembangkan energi biomassa perdesaan, Pemerintah RRC menetapkan
Undang-undang Energi Terbarukan Tahun 2006, dan menargetkan pada tahun 2010
sebesar 10% dari total konsumsi energi RRC berasal dari energi terbarukan, dan menjadi
sebesar 15% pada tahun 2020.

Energi yang Lebih Bersih, Lingkungan yang Lebih Baik, dan Pendapatan yang Lebih
Tinggi
Energi Biomassa memiliki potensi besar untuk mengatasi dua tantangan pembangunan
yang paling mendesak bagi RRC, yaitu: kemiskinan di perdesaan dan kerusakan
lingkungan. Dengan memanfaatkan sumber daya yang terbuang tetapi berharga, energi
biomassa memungkinkan adanya: (i) peningkatan akses perdesaan terhadap energi, (ii)
pelestarian lingkungan, dan (iii) pembangunan perdesaan.
Peningkatan akses perdesaan terhadap energi sangat mungkin untuk dipenuhi dari energi
biomassa perdesaan yaitu untuk mengatasi keterbatasan pasokan listrik yang walaupun
98% rumah tangga perdesaan RRC sudah terjangkau listrik, namun masih ada kebutuhan
masyarakat akan energi untuk pemanas ruangan dan memasak. Sementara itu, masih
ada 2% lainnya (30 juta orang) penduduk perdesaan RRC yang masih mengandalkan
lampu minyak untuk penerangan. Pada tahun 2007, hanya 30% konsumsi energi
perdesaan berasal dari sumber listrik komersial dari batubara dan LPG, atau hanya
sebesar 3% dari total konsumsi energi nasional. Pemerintah RRC berniat secara agresif
mengembangkan energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi perdesaan.

ENERGI BIOMASSA PERDESAAN

Memasak Lampu
Kotoran ternak
Biogas

Pupuk
Organik

Pakan ternak Pertanian

Pelestarian lingkungan menjadi sangat penting di RRC yang secara luas diketahui
kondisinya mengkhawatirkan. Pengembangan industri biomassa secara ekonomis dan
lingkungan sangat menguntungkan. Selain lingkungan terbebas dari limbah pertanian,
rumah dan tangga dan juga industri akan memperoleh manfaat dari sistem konversi
biomassa yang berkaraktersitik: “mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur-
ulang”. Diperlukan adanya subsidi dan insentif pajak untuk menarik pihak swasta
berinvestasi dalam pengembangan energi biomassa yang modern. Selain itu, pengetatan
standar emisi dan pembuangan limbah dapat memacu industri untuk membuat sistem
konversi energi biomassa yang terpadu di site-plan-nya.
Pembangunan perdesaan akan dipacu dengan pengembangan industri energi biomassa
melalui penggunaan biomassa di ladang petani untuk pasokan sistem biomassa rumah
tangga petani sendiri, atau dijual kepada unit energi biomassa skala industri. Penggunaan
sistem biomassa rumah tangga petani, akan menghasilkan biogas yang dapat
dipergunakan memenuhi kebutuhan energi rumah tangga, yang berarti menghemat
biaya untuk energi. Petani juga dapat menghemat biaya kesehatan dan hilangnya
produktivitas sebagai akibat dari efek samping pencemaran udara baik di dalam maupun
di luar ruangan yang berasal dari tungku tradisional atau pembakaran limbah pertanian
secara terbuka. Petani juga menghemat dan bahkan memperoleh pendapatan dari pupuk
organik sebagai produk sampingan dari proses konversi biogas. Pupuk berkualitas tinggi
berbentuk seperti lumpur dapat diaplikasikan langsung pada tanaman, yang berarti
menghemat biaya pupuk komersial selain meningkatkan hasil panen. Tambahan
pendapatan tersebut memungkinkan petani dapat berinvestasi pada peningkatan
kualitas hidupnya baik pendidikan, kesehatan, perumahan maupun aset fisik dan sosial
lainnya.
Selain menggunakan limbah pertanian, energi biomassa juga berpeluang untuk
memproduksi bahan bakar energi alternatif seperti bio-etanol dan bio-diesel, yaitu
dengan membudidayakan tanaman yang bukan tanaman pokok (jarak, nyamplung,
singkong, dan lain-lain), yang berpotensi tinggi untuk dikonversi menjadi bahah bakar
alternatif.
Merujuk pada laporan Proyek Efesiensi Pemanfaatan Limbah Pertanian yang didanai
ADB, diketahui ada 3 manfaat yang diperoleh dari sistem energi biomassa perdesaan.
Dari tahun 2005-2009, dengan investasi sebesar US$ 33,1 juta, telah dapat dipasok energi
yang bersih kepada 34.080 rumah tangga di 145 desa, di 4 provinsi RRC. Selain itu juga
telah mengurangi emisi karbondioksida sebesar 84.429 ton setiap tahunnya, serta
mengangkat 9.000 rumah tangga dari kemiskinan. Berdasarkan asesmen lainnya yang
dilakukan oleh Universitas Pertanian China pada bulan Mei 2008, diketahui bahwa
pendapatan rumah tangga penerima manfaat naik sebesar 86%, konsumsi kayu bakar
menurun sebesar 61% dan batu bara sebesar 30%, berkurangnya waktu yang
dipergunakan oleh perempuan untuk pekerjaan rumah tangga sebesar 40%, serta kondisi
sanitasi dan kesehatan rumah tangga yang meningkat secara substansial.

Sumber Daya Biomassa, Teknologi dan Hambatan


Sebagai negara pertanian, RRC memiliki sumber daya biomassa dalam jumlah besar di
berbagai daerah, yang berasal terutama dari kotoran ternak dan limbah tanaman. Pada
tahun 2005, tersedia sejumlah kotoran ternak yang mampu memenuhi 28% kebutuhan
energi rumah tangga perdesaan, namun hanya 12% kotoran ternak rumah tangga yang
dipergunakan untuk energi, dan hanya 0,5% kotoran hewan industri peternakan yang
dipergunakan untuk energi. Untuk limbah tanaman, diperkirakan hanya 0,4% dari jumlah
jerami yang dipergunakan dalam sistem energi terbarukan. Menurut China Statistical
Yearbook 2009, diperkirakan tahun 2008 tersedia kotoran ternak yang dapat memenuhi
30% dari kebutuhan energi rumah tangga perdesaan.
Pemerintah RRC dengan bersemangat mengembangkan industri energi biomassa
perdesaan, dan telah meningkatkan produksi biogas rumah tangga sebesar 340% dari
tahun 2000 ke tahun 2008. Ada 15 teknologi yang dapat mengkonversi sumber daya
biomassa menjadi panas, listrik, bahan bakar padat, bahan bakar cair (etanol, biodiesel,
dan lain-lain), dan bahan bakar gas (biogas, bahan bakar gas biomassa,
hidrogen). Ditinjau dari segi lingkungan, sosial dan ekonomi, ada enam teknologi yang
mempunyai peringkat tinggi untuk diaplikasikan yaitu: (i) sistem biogas rumah tangga
perdesaan, (ii) unit biogas ukuran sedang dan besar, (iii) bahan bakar briket/pelet jerami,
(iv) listrik dari jerami, (v) gasifikasi tanaman berjerami, dan (vi) bioetanol dan biodiesel.
Teknologi yang lebih canggih akan dikembangkan melalui penelitian dan uji coba agar
dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam memenuhi kebutuhan energi
perdesaan dan dan juga kebutuhan energi nasional.
Hambatan yang dialami oleh Pemerintah RRC dalam pengembangan energi terbarukan
melalui pemanfaatan biomassa meliputi masalah pembiayaan, faktor operasional dan
peraturan terkait dengan lingkungan. Memang rumah tangga miskin memperoleh
manfaat dari digester biogas, akan tetapi teknologi ini masih terlalu mahal tanpa adanya
subsidi yang cukup besar dari pemerintah di samping dukungan lainnya. Di lain pihak,
sistem berskala besar terhambat oleh mahalnya peralatan yang harus diimpor dan
lemahnya kerjasama dengan petani lokal dalam memperoleh biomassa untuk pasokan
unit konversi biogas. Belum adanya regulasi tentang lingkungan terkait dengan
pengembangan energi biomassa, dan lemahnya penegakan standar lingkungan seperti
larangan pembakaran di ladang dan pembuangan air limbah, ikut berkontribusi pada
hilangnya peluang dalam mengkonversi limbah pertanian menjadi energi terbarukan.

Strategi Pencapaian Tujuan 2020


Sebagaimana amanat Undang-undang Energi Terbarukan Tahun 2006, Pemerintah RRC
menargetkan bahwa pada tahun 2020 sebesar 15% dari total konsumsi energi RRC
berasal dari energi terbarukan. Sejalan dengan kebijakan nasional tentang pembangunan
dengan emisi karbon rendah, maka pengembangan energi biomassa perdesaan menjadi
pilihan yang layak. Pemerintah RRC bekerjasama dengan ADB menyusun strategi yang
holistik meliputi instrumen kebijakan, pengaturan kelembagaan, dan investasi keuangan
yang sangat penting untuk kemajuan energi biomassa perdesaan di RRC tahun 2020.
Diperkirakan diperlukan investasi sebesar US$ 61,1 miliar sampai tahun 2020, dengan
76% dana ditujukan untuk rumah tangga sasaran di perdesaan, sebesar 4% untuk proyek
pembangkit biogas skala industri, dan 20% untuk produksi bahan bakar cair dan
pembangkit listrik. Tambahan sekitar US$ 221,5 juta diperlukan untuk penelitian,
pengembangan, dan uji coba. Diharapkan, masyarakat perdesaan RRC pada tahun 2020
dapat menikmati energi yang lebih bersih, lingkungan yang lebih baik, dan pendapatan
perdesaan yang lebih tinggi.
Konsensus Suzhou
Berbagai kemajuan yang telah dicapai oleh China dalam pengembangan energi
terbarukan khususnya energi biomassa dan rencana pengembangannya, diinformasikan
dan dibahas dalam Forum Energi Biomassa Ketiga ASEAN+3 (China, Jepang dan Korea)
yang memfokuskan pada pertukaran dan kerjasama pengembangan energi biomassa
perdesaan serta konservasi energi dan pengurangan emisi, dan berhasil mencapai
konsensus sebagai berikut:
• Mendorong pemerintah untuk meningkatkan dukungan dalam pengembangan dan
pemanfaatan energi biomassa perdesaan, mengurangi emisi gas rumah kaca dan
memfasilitasi pembangunan perdesaan. Khususnya dalam melakukan upaya yang
efektif dan berkesinambungan untuk meningkatkan kebijakan, dukungan keuangan
dan kelembagaan guna pengembangan dan pemanfaatan teknologi, serta
pengembangan industrialisasi energi biomassa perdesaan, dan secara bersama-sama
meningkatkan dan memperluas pengembangan energi biomassa di daerah perdesaan
guna mengurangi emisi gas rumah kaca dan mendukung pembangunan perdesaan.
• Membentuk mekanisme yang efektif jangka panjang untuk pertukaran dan kerjasama
dalam teknologi dan peralatan energi biomassa. Menjadikan Forum ini sebagai
wahana untuk meningkatkan dialog dan komunikasi antara pemerintah, perusahaan
dan lembaga-lembaga penelitian ilmiah, untuk bersama-sama membahas cara,
pendekatan dan langkah khusus untuk meningkatkan dan memperdalam kerjasama,
dan secara aktif memfasilitasi para pihak untuk melakukan kerjasama substansial.
• Mempromosikan perumusan rencana pembangunan jangka menengah dan jangka
panjang untuk pengembangan energi biomassa perdesaan. Melalui pembahasan
serius, para pihak sepakat untuk mendesak pemerintah masing-masing untuk
merumuskan rencana jangka menengah dan jangka panjang pengembangan energi
biomassa perdesaan, memfasilitasi pengembangan siklus ekonomi di daerah
perdesaan, dan secara bertahap meningkatkan pengembangan industrialisasi
teknologi dan peralatan energi biomassa.
• Melanjutkan peningkatan pengembangan kapasitas dan kerjasama di bidang energi
biomassa perdesaan. Melakukan upaya mempromosikan pengembangan sumber
daya manusia, serta pertukaran teknik dan informasi teknologi energi biomassa dan
manajemen. Proyek-proyek kerjasama penelitian, pusat kerjasama penelitian, proyek
percontohan serta berbagai landasan pertukaran ilmu pengetahuan dan teknologi
internasional lainnya, perlu dimanfaatkan untuk bersama-sama mengembangkan
sumber daya manusia spesialis berkualitas tinggi dalam kerjasama di industri energi
biomassa perdesaan.
• Meningkatkan lebih lanjut kerja sama investasi dalam energi biomassa
perdesaan. Perusahaan yang relevan didorong dan didukung untuk memanfaatkan
teknologi dan peralatan energi biomassa perdesaan untuk mendemonstrasikan dan
mempromosikan teknologi di negara-negara ASEAN dan membangun basis-basis
produksi energi biomassa perdesaan.
• Mempromosikan peningkatan inisiatif pengembangan energi biomassa serta
keberlanjutan produk energi biomassa dan kelestarian lingkungan.
Konsensus tersebut akan disampaikan kepada Rapat Khusus Pejabat Senior pada
Pertemuan Kesembilan Kementerian Pertanian dan Kehutanan ASEAN+3 (Special SOM-9th
AMAF Plus Three) yang akan diselenggarakan pada awal Agustus tahun 2010.

Perdesaan Indonesia?
Bagaimana mengaplikasikan energi biomassa di perdesaan Indonesia? Kami sengaja
menyoroti Desa Sogokmo, Kab. Jayawijaya, yang terletak di provinsi yang IPM-nya
termasuk terendah di Indonesia, terpencil dari segi transportasi (hanya dapat dicapai
dengan pesawat terbang dari Jayapura), dan masih lekat dengan adat istiadat budaya
setempat. Kondisi lingkungan dan sanitasi di desa ini memerlukan sentuhan khusus
termasuk pembinaan usaha ekonomi perdesaan yang sebagian besar dari usaha
pertanian.

Masyarakat Desa Sogokmo, Wamena, Kab. Jayawijaya, Papua berkumpul untuk


berembug berupaya memajukan desa dan warganya (Desember 2009)
Mama Desa Sogokmo menyampaikan pandangan untuk memajukan kehidupan
perempuan dan anak di Desa Sogokmo (Desember 2009)

Pengenalan sistem energi biomassa perdesaan di Sogokmo dapat bersumber dari kotoran
ternak sapi dan lainnya, yang biogasnya dapat dipergunakan untuk memasak,
memanaskan honai secara sehat, serta untuk lampu penerangan sehingga masyarakat
dapat beraktivitas produktif di malam hari seperti mengerjakan kerajinan anyam-
anyaman yang sudah menjadi keahlian warga setempat. Biogas juga dapat dimanfaatkan
untuk memanaskan oven yang dapat dipergunakan untuk mengeringkan bahan pangan
sehingga berdaya simpan lama, atau kemudian diolah menjadi bentuk pangan lainnya.
Pupuk organik sebagai hasil sampingan dapat dipergunakan di kebun untuk
meningkatkan produktivitas tanaman.
Keberadaan Sekolah Advent di Sogokmo mempunyai arti strategis karena pembelajaran
di samping untuk penduduk perdesaan sekaligus juga diarahkan kepada para pelajar yang
tinggal di asrama sekolah. Namun diperlukan adanya perubahan cara beternak dan
bertani serta perubahan gaya hidup yang memerlukan waktu lama. Oleh karena itu,
pendampingan dan pemberdayaan yang dilakukan harus multi-years dan
berkesinambungan. Organisasi keagamaan, berpotensi untuk berperan serta dalam
pendampingan masyarakat.
----------
1
Asisten Deputi Urusan Kesempatan Kerja Perempuan dan Ekonomi Keluarga,
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.
Referensi:
• Qingfeng Zhang, et al. Rural Biomass Energy 2020, People’s Republic of China. Asian
Development Bank, 2010.
• Bahan-bahan Forum Energi Biomassa Ketiga ASEAN+3 di Suzhou, China, 2010.

Anda mungkin juga menyukai