Anda di halaman 1dari 4

Tugas Akhir Mata Kuliah Demografi Terapan

Oleh : Alga Delima Putra


NPM : 150610090022

Terpuruknya pertanian Indonesia disebabkan oleh lemahnya kesadaran


rakyat akan pentingnya pertanian. Baik itu mulai dari rakyat kecil, sampai pada
para pemimpin yang mewakili rakyat. Sebagian besar dari mereka belum
memiliki pola pikir yang berorientasi pada pertanian.
Saat ini banyak terjadi di masyarakat kecil, khususnya masyarakat desa,
keinginan untuk mengganti profesi dari petani ke profesi yang “lebih baik”,
seperti bekerja di industri -yang tidak bertumpu pada pertanian-, menjadi buruh
bangunan di kota, mencoba terjun ke bisnis properti, dan lain sebagainya.
Sehingga lahan pertanian banyak yang mengalami alih fungsi, baik itu karena
terbengkalai ditinggal pemiliknya untuk bekerja ke sektor lain, maupun karena
sengaja dialih fungsikan. Ini menyebabkan semakin menyempitnya luas lahan
pertanian.
Pola pikir masyarakat terpelajar yang “kontra” pertanian, ikut memperparah
keterpurukan pertanian Indonesia. Ini terjadi di hampir di setiap masyarakat
terpelajar Indonesia. Bisa dihitung “dengan jari” banyaknya lulusan sekolah
ataupun perguruan tinggi yang memiliki keinginan untuk terjun ke sektor
pertanian. Bahkan mahasiswa lulusan fakultas pertanianpun belum tentu mau
terjun dan konsentrasi di sektor pertanian. Ini membuat orang-orang yang tersisa
di sektor pertanian hanyalah orang-orang tidak terpelajar atau kurang terpelajar.
Tentu ini menghambat kemajuan dan perkembangan pertanian Indonesia.
Masalah selanjutnya yaitu menumpuknya populasi penduduk khususnya
petani di satu tempat, seperti di pulau Jawa. Tidak dapat dipungkiri bahwa pulau
Jawa adalah pulau yang fantastis dan fenomenal. Dengan luas wilayah yang hanya
138.793,6 km2 atau 7% dari luas Indonesia, ditempati oleh lebih dari 124.000.000
jiwa atau lebih dari separuh penduduk Indonesia. Hal ini menyebabkan banyak
petani di pulau Jawa yang hanya memiliki lahan kurang dari 0,2 ha. Sehingga sulit

1
untuk meningkatkan produksi dan kualitas pertanian, karena semakin banyak
pemilik lahan, maka semakin sulit untuk menyatukan visi.
Keterpurukan ini diperparah lagi dengan regulasi-regulasi pemerintah yang
kurang pro terhadap kemajuan pertanian. Ini tergambar dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara untuk sektor pertanian yang kurang dari Rp 10 triliun,
lemahnya kebijakan dalam mempertahankan lahan pertanian abadi, kurangnya
perhatian dalam pengembangan mekanisasi pertanian dan pertanian berkelanjutan,
pemerintah kurang memperhatikan kesejahteraan petani, dan masih banyak lagi.
Masalah-masalah diatas sebenarnya bisa diselesaikan. Penyelesaiannya
membutuhkan andil dari semua pihak. Berikut beberapa solusi untuk memajukan
pertanian di Indonesia.
Pendidikan yang pro pertanian. Pendidikan dapat mengubah pola pikir
dimulai sejak dini. Apabila ingin pertanian maju, maka di sekolah-sekolah hingga
perguruan tinggi harus ditanamkan kepedulian terhadap pertanian. Para peserta
didik dipatrikan pemahaman bahwa pertanian itu penting guna keberlangsungan
hidup, karena manusia butuh nutrisi untuk hidup. Sedangkan nutrisi tersebut
hanya bisa di dapat dari pertanian. Kemudian pemikiran bahwa bekerja di
pertanian adalah pekerjaan “yang hina” harus dibuang dari pemikiran para
siswa/mahasiswa. Saat ini hampir di setiap sekolah, khususnya taman kanak-
kanak dan sekolah dasar, profesi yang populer adalah menjadi dokter, polisi,
ataupun pilot. Bisa dikatakan tidak ada peserta didik yang memiliki cita-cita
menjadi petani. Hal ini diperparah dengan dorongan dari guru yang seolah-olah
memuliakan profesi dokter dkk tersebut. Belum terdengar ada guru yang mencoba
memberikan pemikiran kepada anak didiknya bahwa menjadi petani adalah
profesi yang mulia. Pendidikan yang seperti ini harus diluruskan. Sehingga kelak
mereka akan memperjuangkan pertanian, sebagai tumpuan kehidupan manusia.
Bukannya mengesampingkan bahkan mengidentikkan pertanian dengan cangkul,
kotor, dan hina.
Transmigrasi berkelanjutan. Solusi berikut ini bertujuan agar tercipta
kantung-kantung pertanian yang tersebar di seluruh Indonesia, tidak hanya
terpusat di pulau Jawa. Mengingat potensi lahan pertanian Indonesia tersebar dari
Sabang hingga Merauke. Sebagai contoh saat ini sebanyak 80 persen tanah Pulau

2
Jawa dibudidayakan amat intensif. Sebaliknya, Papua yang luasnya 43 juta hektar
baru sekitar 700.000 hektar (1,5 persen) yang dibudidayakan, itu pun dengan cara
kurang intensif. Ini tentu membutuhkan petani-petani dari pulau Jawa untuk
mengolah lahan di pulau-pulau yang masih kurang dimanfaatkan tersebut. Guna
mengaktualisasikan ini dibutuhkan program pemerintah berupa transmigrasi yang
berkelanjutan. Mengapa berkelanjutan ? Maksud dari berkelanjutan yaitu
pemerintah tidak lepas tangan setelah memobilisasi petani ke tempat yang bau,
melainkan ikut membimbing, memberikan pelayanan umum yang layak, dan
mengawasi kehidupan di tempat yang baru. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi
bentrok, baik itu bentrok sosial, maupun bentrok dengan alam. Bentrok sosial
dapat terjadi karena perbedaan tabiat pendatang dengan masyarakat pribumi,
seperti terjadi di kantung-kantung transmigrasi seperti di Sampit, Aceh, Riau, dan
lainnya. Sedangkan bentrok dengan alam maksudnya adalah bencana alam yang
disebabkan tidak arifnya manusia memanfaatkan potensi alam, seperti adanya
bencana kabut asap karena kebakaran hutan dan gambut yang terjadi di Riau dan
Kalimantan, banjir karena penggundulan hutan di Riau, Kalimantan, dan
Sulawesi, serta banyak lagi bencana yang terjadi karena tangan-tangan manusia.
Transmigrasi berkelanjutan juga dimaksudkan program transmigrasi bukan hanya
terjadi satu kali atau hanya terjadi di satu periode kepemimpinan saja, tetapi terus
berlanjut meski telah berganti pemimpin sampai kepadatan penduduk merata. Ini
tidak terjadi di Indonesia. Setelah Suharto lengser, perhatian para pemimpin
terhadap transmigrasi menurun. Sedikit sekali program transmigrasi pemerintah
untuk memobilisasi penduduk, terutama dari pulau Jawa, padahal kepadatan pulau
Jawa semakin hari semakin bertambah. Programnya pun tidak “semeriah” pada
masa kepemimpinan Suharto dulu.
Kebijakan pemerintah yang pro pertanian. Meskipun pola pikir rakyat sudah
pro pertanian dan transmigrasi sudah digalakkan, tetapi regulasi dari pemerintah
tidak mendukung kemajuan pertanian, semua itu menjadi percuma saja. Tanpa
anggaran yang cukup, maka pengadaan saprodi akan terkendala, tanpa adanya
jaminan lahan pertanian abadi, maka keberlangsungan pertanian akan menjadi
tanda tanya, tanpa adanya dukungan terhadap riset-riset pertanian, maka
perkembangan dan kemajuan hanya akan menjadi mimpi.

3
Oleh karena itu dibutuhkan peran serta dari semua pihak. Mari mulai dari
diri sendiri. Sadarlah kemajuan pertanian berarti kemajuan kehidupan.

“Siapa yang menguasai pertanian, maka dia akan menguasai dunia” - Thomas
Jefferson

Jatinangor, 4 Agustus 2010

Alga Delima Putra

Anda mungkin juga menyukai