Anda di halaman 1dari 12

MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 8, NO.

1, APRIL 2004

KONSTRUKSI REALITAS POLITIK DALAM MEDIA MASSA


(Studi Pesan Politik Dalam Media Cetak Pada Masa Pemilu 1999)

Ibnu Hamad

Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

E-mail: abumawla@yahoo.com

Abstrak

Selama kampanye Pemilu 1999 umumnya media massa Indonesia mengkonstruksikan partai politik ibarat grup musik;
dan menjadikan para tokohnya sebagai selebritis. Pada masa itu, koran-koran nasional menggambarkan partai politik
sebagai alat pengumpul massa. Sementara fungsi parpol sebagai perantara (broker) dalam suatu bursa ide-ide (clearing
house of ideas) dalam kehidupan berdemokrasi tidak terlihat dalam pengkonstruksian tersebut. Menariknya, hal itu
terjadi dalam kondisi dimana setiap media memiliki motivasi yang berbeda-beda, entah itu ideologis, idealis, politis,
ataupun ekonomis, dalam membuat berita politik.

Abstract

During the 1999-campaign period generally the mass media in Indonesia constructed political parties like a music
group; and present the politicians acts as celebrities. At that time, national newspapers describe political parties as the
instrument to harvested masses. Meanwhile the political party functions, as broker within the clearinghouse of ideas in
the democratic lives didn’t appear within the political party’s discourse. In spite of the media have different interests
one each other in news making the political parties, such as ideological, idealism, political, and economic or market
factors.

Keywords: Mass media, politics, construction of reality, public opinion, critical discourse analysis (CDA)

1. Pendahuluan kepentingan antara keduanya (Said, 1988 dan Hanazaki,


1998). (4) Dalam tahun 1999 itu juga, di satu sisi pers
Dalam kurun waktu tahun 1999 sekurang-kurangnya kita sedang menikmati kebebasannya sementara di sisi
ada empat momentum penting yang terkait dengan lain pers kita sudah berada dalam era pers bisnis.
liputan politik, khususnya event Kampanye Pemilu
1999. Keempat momentum itu, seperti terlihat dalam
(1) Sistem Politik (2) Pemilu yang Bebas
bagan 1, adalah (1) Sistem politik yang bebas dengan Multipartai (Islam, Peran Negara↓
jumlah partai yang banyak (48 dari 141 parpol ikut Kristen, Nasionalis) Peran Masyarakat↑
Pemilu 1999) serta asas partai yang beragam : Islam,
Kristen, Nasionalis, Sosialis, Kerakyatan, Pancasila;
LIPUTAN 9
sebuah kenyataan politik yang mengingatkan kita pada PARPOL OLEH 10
masa Liberal tahun 1955-1959 (Budiardjo, 1998; Feith, KORAN DALAM
1999; dan Litbang Kompas, 1999). (2) Penyelenggaraan KAMPANYE 1999
Pemilu 1999 yang bebas, dalam arti naik atau besarnya
peran masyarakat sehingga hampir-hampir meniadakan
peran negara. Banyak yang menilai Pemilu 1999 sama (3) Tradisi Interaksi Pers (4) Pers Bebas, Industri
demokratisnya dengan Pemilu 1955 (Benedanto, 1999). dan Politik (Islam, Peran Negara↓
(3) Pada tahun itu pula seakan hidup kembali tradisi Kristen, Nasionalis) Peran Pasar↑
interaksi pers dan partai politik yang sempat marak pada
masa politik Liberal tahun 1955-1959. Koran-koran
nasional kala itu menaruh keberpihakan pada salah satu Bagan 1 : Ranah Penelitian Liputan Parpol dalam Pemilu
atau lebih partai atas dasar aliran atau kesamaan 1999

21
22 MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 8, NO. 1, APRIL 2004

Dalam kondisi seperti ini, pengaruh negara terhadap Tabel 1. Obyek Penelitian: Parpol dan Surat Kabar
pers sangat kecil; sementara faktor pasar semakin Berdasarkan Orientasi
menguat---perbedaan yang signifikan dengan pers pada
Orientasi Nama Parpol Nama Koran
tahun 1955-1959 yang dalam kurun waktu tersebut Ideologi/Dekat PPP, PKB, Republika,
belum menjadi pers industri (Surjomihardjo, 2002). ke Islam PAN, PBB, PK
Ideologi/Dekat PDKB Kompas, Suara
Dalam situasi tarik menarik antara kebebasan politik ke Kristen Pembaruan
Nasionalis- PDIP, Golkar, Media Indonesia,
dan kebebasan pers di satu pihak dan adanya Sekuler PKP Rakyat Merdeka
kepentingan ideologis, idealis, politik dan ekonomi Pasar/Lokasi Haluan, Kedaulatan
media massa di pihak lain, timbullah pertanyaan- Daerah Rakyat; Bali Post;
pertanyaan penelitian: Seperti apakah pengkonstruksian Jawa Pos, Fajar
realitas-realitas politik (baca, partai-partai politik) oleh
pers kita pada masa kampanye 1999 itu? Faktor-faktor
apa sajakah yang mempengaruhi pengkonstruksian Peristiwa Politik
realitas partai-partai politik itu? Apa yang menjadi
motif masing-masing media mengkonstruksikan setiap Strategi Media
Dinamika
parpol secara berbeda-beda satu sama lain? Internal dan Sistem Mengkonstruksi
Eksternal Operasi Media Realitas
Media Massa
Atas dasar research questions tersebut, tujuan penelitian
ini: (1) menemukan pola pengkon-struksian masing-
masing parpol dan implikasinya terhadap citra parpol
tersebut (2) mengungkapkan faktor dan orientasi Proses
Faktor Konstruksi Fungsi
masing-masing media sebagai indikator motif mereka Internal Realitas oleh Bahasa;
dalam mengkonstruksian parpol. Adapun ke-10 koran dan Media Strategi
Faktor Framing;
dan ke-9 parpol yang menjadi obyek kajian tercantum Eksternal
Massa
Agenda
dalam Tabel 1. Setting

Kerangka Teori Teks


Berita
Politik
Dewasa ini, di satu sisi, politik berada di era mediasi
(politics in the age of mediation); di sisi lain peristiwa
politik, tingkah laku dan pernyataan para aktor politik,
Makna, Citra, Motivasi yang Terbentuk tentang Peristiwa
sekalipun bersifat rutin, selalu mempunyai nilai berita Politik (Realitas di balik Realitas)
sehingga banyak diliput oleh media massa (Hill, 1995).

Liputan politik juga cenderung lebih rumit ketimbang Penampang 2. Kerangka Teori Studi Liputan Politik
reportase bidang kehidupan lainnya. Pada satu pihak,
liputan politik memiliki dimensi pembentukan pendapat Padahal sebuah media juga bukan mustahil memiliki
umum (public opinion), baik yang diharapkan oleh para ideologi, sikap politik, dan kebijakan redaksional
politisi maupun oleh para wartawan. Karenanya, berita tertentu mengenai suatu kekuatan politik, dimana
politik bisa lebih dari sekadar reportase peristiwa faktor-faktor ini bepengaruh terhadap penggunaan
politik, tetapi merupakan hasil konstruksi realitas simbol politik, pengemasan pesan, dan pemberian
politik untuk kepentingan opini publik tertentu. Dalam tempat mengenai kekuatan politik tersebut. Alhasil satu
komunikasi politik, aspek pembentukan opini inilah peristiwa politik bisa menimbulkan opini publik yang
yang justeru menjadi tujuan utama, karena hal ini akan berbeda-beda, tergantung media yang memberitakannya
mempengaruhi pencapaian-pencapaian politik para (Nimmo, 1978 dan McQuail, 1996).
aktor politik (McNair, 1995 dan Nimmo, 1978).
Di pihak lain, kegiatan di bidang media massa dewasa
Dalam mengkonstruksikan realitas, media ini termasuk di Indonesia telah menjadi industri.
memanfaatkan tiga komponen: (1) pemakaian simbol- Dengan masuknya unsur kapital, media mau tak mau
simbol politik (language of politic), (2) strategi harus memikirkan pasar demi keberlangsungan hidup
pengemasan pesan (framing strategies) dan (3) mereka bahkan demi keuntungan (revenue) baik dari
kesediaan media memberi tempat (agenda setting penjualan maupun dari iklan. Tak terkecuali dalam
function) Ketiganya itulah yang menentukan opini yang menyajikan peristiwa politik, faktor modal (pasar) ini
terbentuk. berpengaruh terhadap pengkonstruksian realitas politik
(Herman, 1992).
MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 8, NO. 1, APRIL 2004 23

Konsekuensi dari adanya berbagai faktor eksternal dan Untuk aspek Interpretation (processing analysis),
internal media tersebut, maka liputan peristiwa- tekniknya adalah wawancara mendalam (in depth
peristiwa politik --melalui language of politic, framing interview) dengan 10 “orang dalam” masing-masing
strategies, dan agenda setting—di Indonesia tentulah koran. Untuk Explanation (social analysis), digunakan
mempunyai ciri khasnya sendiri. Berbagai pertimbangan data sekunder (latar belakang sejarah ke-10 koran serta
itu, seperti perkembangan politik (menurunnya peran penelusuran tradisi interaksi pers dan politik di
negara dan naiknya peran masyarakat), keragaman Indonesia).
ideologi dan aliran, kepentingan politik (membela salah
satu kekuatan politik) dan perkembangan ekonomi Cara dan alur kerja keseluruhan riset ini, tergambar
(media menjadi industri) disamping idealisme media dalam Kerangka Kerja Penelitian (Research
yang masih tersisa, tampaknya masuk kedalam liputan Framework) seperti tampak dalam penampang 4. Dalam
peristiwa-peristiwa politik oleh media massa kita. Pisau
analisis ini dapat kita tuangkan kedalam sebuah
kerangka kerja teoritis (theoritical framework) pada Tabel 2. Instrumen Analisis Teks Eklektif
Penampang 2.
Unsur Evidensi
Unsur
Dalam situasi transisi politik pasca reformasi pada Pem- Bukti
Kerangka Alat
bentuk Dalam Makna
kurun waktu 1999 itu, kerangka kerja teoritis ini dapat Teori Pembuktian
Teks Teks
dipakai untuk memahami makna yang muncul dan citra
Fungsi Perlakuan - Tema yang
yang melekat pada sebuah parpol sebagai hasil atau
Agenda atas diangkat
akibat konstruksi media; serta untuk menemukan Setting peristiwa - Penempatan
motivasi dan orientasi masing-masing media di balik berita
konstruksi realitas partai politik yang dibuatnya. Strategi Sumber - Nama dan
Framing yang atribut sosial
2. Metode Penelitian dikutip sumber
Cara - Pilihan fakta
Untuk menemukan pola pengkonstruksian, makna dan Penyajian yang dimuat,
dan
citra yang muncul, serta motivasi yang dimiliki masing-
- Struktur
masing media, riset ini memakai metode analisis penyajian,
wacana berdasarkan kerangka analisis kritis wacana Fungsi Simbol - Verbal : kata,
media (critical analysis of media discourse) dari Bahasa yang diper- istilah, frase
Fairclough (Fairclough, 1997 & 1995). Lihat gunakan - Non-verbal :
penampang 3. foto, gambar
Jalan Fikiran
Dalam praktik pengumpulan data, untuk aspek (Kesimpulan):
Description (text analysis) dipakai metode analisis teks
eklektif, yang unsurnya diambil dari sejumlah teknik
analisis wacana (Halliday, 1992 dan Gamson &
Modigliani, 2001) seperti tampak dalam Tabel 2.
Faktor
Internal CDA
Process of *Sociocultural
production Discourse
Description (text analysis) (Social Analysis)
Liputan Literatur, In Depth
Text Politik Interview Hasil :
(Berita- * Discourse Practice makna,
Interpretation (processing Berita (Processing Analysis) citra,
analysis) 9 Parpol Depth Interview motif
Process of oleh 10 dengan Pengelola
interpretation Koran Media
*Teks
Discourse Practice Explanation (social (Text Analysis)
analysis) Analisis Teks Eklektif
Sociocultural Practice Faktor
(situasional; institusional, Eksternal
societal)

Dimensi Discourse Dimensi Analisis Discourse

Penampang 3. Kerangka Analisis Kritis Wacana Media Penampang 4. Kerangka Kerja Penelitian
24 MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 8, NO. 1, APRIL 2004

Tabel 3. Konstruksi Parpol Oleh Haluan Tabel 4. Konstruksi Parpol Oleh Kompas

PPP PPP adalah partai Islam yang pro-reformasi, PPP PPP adalah partai reformis dengan massa pendukung
berjuang melawan status quo karena selama ini yang banyak, di antaranya ada yang bersikap urakan.
terpinggirkan oleh Orde Baru PPP tak mau kompromi dengan kekuatan statusquo.
PDIP PDIP adalah partai PDIP adalah partai besar, partai PDIP PDIP adalah partai yang besar karena memperoleh
wong cilik, siap berjuang memberantas KKN dan dukungan massa yang luas di tengah masyarakat
menata kehidupan politik, tapi sayang massanya PDKB PDKB adalah partai kecil, yang memiliki gagasan
urakan. kuat untuk membangun masyarakat khususnya di
PAN PAN adalah partai yang memiliki tokoh-tokoh KTI dan WNI keturunan.
reformis yang siap memberantas KKN dan Orba PAN PAN adalah partai reformis yang berusaha sekuat
dengan dukungan massa yang banyak lagi tertib. tenaga melawan Golkar
PBB PBB adalah partai Islam yang bercita-cita PBB PBB adalah partai reformis yang memiliki
menghidupkan kembali kejayaan Masyumi. kepercayaan diri yang kuat melawan statusquo
PK PK adalah partai Islam yang santun, Islami, dengan PK PK dengan asas Islam adalah partai kecil, kurang
figur yang baik, yang berjuang dan berdoa dengan memperoleh suara sehingga menyetujui
ikhlas untuk membebaskan ummat penggabungan suara
Golkar Golkar adalah partai yang baik, tidak suka GolKar Golkar adalah partai pro status quo, tidak disukai
menghujat walaupun banyak dicaci maki, masih massa dan banyak melakukan kesalahan.
didukung oleh massa dan memiliki program yang PKB PKB adalah partai reformis, dengan dukungan massa
bagus untuk kesejahteraan rakyat yang banyak, anti status quo
PKB PKB adalah partai yang dekat dengan Islam PKP PKP adalah partai yang tidak menyukai Orba:
(ulama), reformis, berjuang memberantas KKN. Golkar, Habibie, Soeharto.
PKP PKP adalah partai yang baik berorganisasi dan
bertanggung jawab dalam berpolitik
Tabel 5. Konstruksi Parpol Oleh Republika

analisis wacana seperti ini, kesibukan utama peneliti PPP PPP sadalah partai Islam dengan massa yang sangat
adalah mencari makna dari tanda-tanda (Berger, 2000) besar .
yang dianggap signifikan dalam sebuah teks seraya PDIP PDIP sebagai partai yang massanya besar tapi
banyak melakukan pelanggaran dan kekerasan, serta
memperhatikan konteks yang berkenaan dengan teks tidak memihak pada Islam. .
tersebut. PAN PAN adalah partai yang massanya besar tetapi
berlaku baik, tertib
Metode penafsiran atas tanda-tanda yang signifikan itu PBB PBB adalah partai Islam partai yang kuat prinsip
keIslaman dan kepartaiannya
mengacu pada prinsip-prinsip yang disediakan oleh teori PK PK adalah partai Islam yang memegang prinsip
segi tiga makna (triangle meaning theory) yang lazim Islam dengan teguh serta memiliki dukungan massa
dipakai dalam studi tentang tanda (semiotika) (Berger, yang banyak
2000). Setiap tanda yang ditemukan dicari rujukan-nya Golkar Golkar adalah partai yang teraniaya, terancam oleh
partai lain. .
dan dimaknai sesuai kerangka teori yang dipakai dalam
PKB PKB adalah partai Islam sekalipun tidak berasas
riset (artikel) ini. Islam
PKP PKP adalah partai yang masih harus bergulat dengan
urusan internalnya, sekaligus bermasalah dengan
3. Hasil dan Pembahasan Golkar yang mencalonkan Habibie sebagai capres.

Temuan. Aplikasi analisis teks eklektif pada level


Tabel 6. Konstruksi Parpol Oleh Suara Pembaruan
description (text analysis) menunjukkan pola masing-
masing media seperti tampak pada Tabel 3 s/d Tabel 12. PPP PPP adalah partai reformis dengan dukungan massa
yang sangat besar, tapi banyak melakukan
Ciri khas pengkonstruksian parpol oleh Haluan (Tabel pelangaran
3) adalah positif untuk semua partai, kecuali terhadap PDIP PDIP adalah partai reformis yang memperoleh
dukungan massa yang banyak. Pelanggaran yang
PDIP yang agak bernada negatif. Yang perlu diberi dilakukan PDIP adalah hasil rekayasa orang lain.
perhatian, harian ini terkesan sangat positif terhadap PDKB PDKB adalah partai kecil namun reformis dan bersih
Golkar. PAN PAN adalah partai yang reformis dengan dukungan
massa yang besar.
Kecuali terhadap partai Golkar, Kompas mewacanakan PBB PBB adalah partai Islam, partai reformis, dengan
pendukung yang banyak
semua partai secara positif (Tabel 4). Baik yang berasas PK PK adalah partai Islam, reformis, taat pada asas
Islam, Kristen, Nasionalis, digambarkan dengan baik. Islam, toleran terhadap partai Islam;
Golkar Golkar adalah partai yang tidak disukai publik,
Republika (Tabel 5) secara tegas membedakan antara banyak diserang termasuk dianggap partai Orba,
banyak melakukan pelanggaran,
parpol Islam yang selalu diwacanakan positif dan PKB PKB adalah partai Islam, dekat dengan ulama,
parpol non-Islam (PDIP) yang dicap negatif. reformis, walaupun massanya masih melakukan
Menariknya, harian ini tampak menonjol sikap pelanggaran.
positifnya pada Golkar dan mendiskreditkan partai PKP PKP adalah partai yang identik dengan Golkar serta
saingan Golkar, yaitu PKP. tidak punya dukungan massa.
MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 8, NO. 1, APRIL 2004 25

Suara Pembaruan (Tabel 6) yang dikenal dekat dengan Rakyat Merdeka (Tabel 8) tampak sangat mendukung
Kristen, ternyata tetap menggambarkan parpol Islam PDIP. Dalam berita-beritanya, harian ini selalu
secara positif. Tentu saja terhadap partai Kristen menonjolkan PDIP dan Megawati dalam bahasa yang
(PDKB) juga positif. Sebaliknya, Golkar dan PKP persuasif (provokatif?) sebagai partai yang besar dan
diposisikan secara negatif. akan memenangkan Pemilu.

Dalam Tabel 7, tampak Media Indonesia bersikap positif Sebaliknya pada Golkar, koran ini tampaknya sangat
untuk semua parpol. Setiap partai dikonstruksikan secara tidak menyukainya. Cenderung memberi gambaran yang
positif oleh harian ini. Golkar yang dalam banyak koran negatif, harian ini juga menjadikan partai-partai lain, baik
digambarkan negatif, memperoleh konstruksi yang positif parpol Islam maupun Kristen, dalam posisi menyerang
dalam Media Indonesia. terhadap Golkar (Orba). PKP ditempatkan sebagai musuh
besar Golkar.
Tabel 7. Konstruksi Parpol Oleh Media Indonesia
Di mata Kedaulatan Rakyat (Tabel 9), semua partai itu
PPP PPP adalah partai yang massanya besar, akan baik (mengkonstruksikan secara positif semua partai),
memperoleh suara banyak dalam pemilu, dan akan apalagi Golkar dan PKP yang mendapat “banyak
mewujudkan masyarakat Islami, bukan negara Islam pembelaan” oleh harian ini. Koran orang Yogya ini
PDIP PDIP adalah partai besar dengan massa pendukung
yang sangat banyak dan pemimpinnya, Megawati menempatkan kedua partai tersebut sebagai partai yang
yang disukai massa pendukungnya. dekat dengan Yogya. Maklum, kedua partai itu mencap-
PDKB PDKB adalah partai kecil reformis, yang reskan Sultan Hamengkubuwono X dalam Pemilu 1999.
perjuangannya akan berhasil jika melakukan aliansi
dengan partai kecil lainnya.
PAN PAN adalah partai dengan massa yang besar,
Dalam menggambarkan partai-partai, Jawa Pos (Tabel
reformis anti Orba, dan massanya baik, tertib, 10) lebih banyak mengangkat sisi peristiwa partai itu
PBB PBB adalah partai Islam yang kuat visinya untuk selama kampanye 1999 itu. Dalam mengkonstruksikan
menegakkan asas Islam dalam sendi kehidupan parpol, harian ini jarang melibatkan penggambaran
berbangsa dan berbangsa di Indonesia
partai dari segi ideologi.
PK PK adalah partai yang Islami, baik, santun, tertib,
serta proreformasi
Golkar Golkar adalah partai yang banyak dikerjain orang Konstruksi parpol oleh Bali Post (Tabel 11) sangat
lain (menjadi koban) sekalipun sebetulnya masing mirip dengan yang dilakukan Rakyat Merdeka. Bali
disukai banyak orang , sehingga perlu dibela. Post sangat membela PDIP dan sangat menyalahkan
PKB PKB adalah partai yang dekat dengan nuansa Islam,
bermassa besar, dan siap memegang tampuk
Golkar. Penggambarannya cenderung memihak dan
kekuasaan. ideologis.
PKP PKP adalah partai proreformis, anti status quo, dan
sangat anti Golkar; Wacana parpol di harian Fajar (Tabel 12) tak jauh beda
dengan yang ditempuh Jawa Post yang dalam
Tabel 8. Konstruksi Parpol Oleh Rakyat Merdeka mengutamakan peristiwa semata.

PPP PPP adalah partai Islam dengan massa yang besar Tabel 9. Konstruksi Parpol Oleh Kedaulatan Rakyat
dan siap melawan Orba/satusquo.
PDIP PDIP adalah partai besar, hebat, kuat, dengan massa PPP PPP, partai Islam, punya dukungan massa besar,
pendukung yang sangat banyak dengan tokohnya kritis terhadap ketidak-adilan dan pro reformasi
Megawati yang dekat dengan rakyat dan akan PDIP PDIP adalah partai yang memiliki dukungan massa
menjadi Presiden. yang sangat besar tetapi mereka tertib dengan
PDKB PDKB adalah partai reformis untuk mencapai tokohnya yang populer di depan pendukungnya.
kedaulatan rakyat PDKB PDKB, partai Kristen yang memanfaatkan sentimen
PAN PAN adalah partai reformis, sangat tidak suka pada keagamaan (kristen) sebagai tanda peduli pada kaum
Golkar; dengan dukungan massa yang besar terpinggirkan
PBB PBB adalah partai reformis, punya massa banyak, PAN PAN adalah partai yang besar pendukungnya,
dengan ketua umumnya Yusril Ihza Mahendra reformis, nasionalis, Islam, tertib.
sebagai capres termuda PBB PBB adalah partai Islam yang masih bermasalah
PK PK adalah partai yang mendapat dukungan massa secara internal dan belum baik dengan partai lain
yang banyak, anti Orde Baru, dan pro-reformasi PK PK adalah partai Islam yang bermoral baik serta
menyerang antek-antek Orba memiliki program yang jelas (membela kaum
GolKar Golkar adalah partai yang banyak kesalahannya, di wanita)
masa lalu, masa sekarang dan berbahaya di masa Golkar Golkar, sebetulnya sudah berubah menjadi baik,
datang walaupun dulu memang buruk; tapi mengapa
PKB PKB adalah partai yang mempunyai dukungan yang sekarang diganggu, bukankah tokohnya orang-orang
sangat banyak, siap melakukan reforasi total Yogya juga?.
PKP PKP adalah partai yang sangat anti pada Golkar dan PKB PKB adalah partai yang dukungan massa banyak
kelompok status quo dan berkeinginan untuk tetapi terbit; anti Orba
membasminya. PKP PKP partai yang dekat dengan orang Yogyakarta.
26 MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 8, NO. 1, APRIL 2004

Tabel 10. Konstruksi Parpol Oleh Jawa Pos Tabel 12. Konstruksi Parpol Oleh Fajar

PPP PPP adalah partai Islam yang massanya sangat PPP PPP adalah partai Islam yang memiliki massa
banyak namun suka melakukan keributan banyak, tapi urusan internalnya belum beres
(bentrokan) PDIP PDIP partai yang memiliki massa yang besar
PDIP PDIP adalah partai yang massanya yang besar, suka tapi tidak tertib, dan massanya suka bikin ulah.
bikin onar, dengan tokoh utama Megawati yang PDKB PDKB adalah partai kecil dengan memberi bukti-
sangat populer di mata massa PDIP bukti nyata saja kepada masyarakat
PDKB PDKB adalah partai kecil yang peduli pada kaum PAN PAN adalah partai yang massanya banyak dan
terpinggirkan, lebih menyukai aksi nyata daripada tertib, reformis, berani, pelopor bagi partai lain.
berbicara PBB PBB adalah partai yang punya massa banyak dan
PAN PAN adalah partai yang memiliki massa memiliki pemikiran tersendiri mengenai
pendukung yang amat banyak, reformis, dan kepemimpina bangsa ini
potensial memegang tampuk kekuasaan. PK PK adalah partai Islam yang reformis, memiliki
PBB PBB, partai yang punya konsep dan pemikiran visi keislaman dan kenegaraan yang kuat,
tersendiri dalam berpolitik dan bernegara. massanya banyak dan tertib.
PK PK adalah partai Islam, reformis, simpatik, Golkar GOLKAR adalah partai bermasalah yang tak lagi
mempunyai kepedulian pada orang miskin. punya massa pendukung
Golkar Golkar adalah partai yang banyak melakukan PKB PKB adalah partai yang mendapat dukungan dari
kesalahan, pelanggaran, tidak disukai, sehingga masyarakat, bermassa banyak dan anti Orba
banyak mengalami gangguan dan serangan PKP PKP adalah partai yang benci pada Golkar dan
PKB PKB adalah partai yang berbasis NU, memiliki siap melakukan reformasi
pendukung yang banyak dan keras terhadap Golkar
PKP PKP adalah partai yang reformis, nasionalis, peduli
pada rakyat kecil
(broker) dalam suatu bursa ide-ide (clearing house of
ideas) (Budiardjo, 1998) dalam kehidupan berdemokrasi
Tabel 11. Konstruksi Parpol Oleh Bali Post tidak terlihat dalam pengkonstruksian tersebut.

PPP PPP adalah partai Islam dengan massa pendukung Kedua, media massa kita melakukan labeling tertentu
yang banyak dan optimis menang. terhadap partai politik yang berdampak pada citra
PDIP PDIP adalah partai yang baik, punya massa yang
sangat banyak dan setia, tertib yang bakal menang (image) masing-masing partai. Alhasil, ada parpol yang
dalam Pemilu. bercitra positif dan ada yang bercitra negatif di mata-
PDKB PDKB adalah partai kecil yang baik, terbuka, tidak mata setiap media (lihat Tabel 13). Temuan ini sejalan
priomordialsme dengan konsep permainan kata dalam pembicaraan
PAN PAN adalah partai reformis dan anti status quo, tapi
ketuanya kehilangan pamor kenegarawannya.
politik (the word play of political) (Nimmo, 1978).
PBB PBB adalah partai PBB tidak punya massa (dan
berseberangan dengan PDIP yang mencalonkan Baik buruknya citra setiap parpol tersebut menyangkut
Mega sebagai presiden perempuan) yang tidak setuju empat hal.
dengan presiden perempuan (saat itu Mega)
1) Berkaitan dengan wacana “reformis atau status
PK PK adalah partai yang reformis dengan massa yang
banyak quo”. Kala itu, jika sebuah partai/tokoh partai diberi
GolKar Golkar adalah partai yang banyak dosanya, banyak label “reformis” berarti memiliki citra baik atau
melakukan pelanggaran dan kesalahan, anti- positif; sebaliknya bila dikatakan “status quo” maka
reformasi, dan tidak ada lagi harapan untuknya. berarti bercitra buruk.
PKB PKB adalah partai reformis, massanya banyak,
inklusive, dewasa,
2) Berkaitan dengan perilaku partai dalam melawan
PKP PKP adalah partai kecil, kurang mendapat dukungan Orde Baru. Jika diwacanakan partai X “berjuang
massa, butuh bantuan partai besar menghapus KKN”, “melawan Orba,” artinya partai
X itu bercitra positif; sebaliknya kalau diberitakan
partai X banyak melakukan KKN, mempertahankan
Pembahasan. Hasil analisis teks eklektif tersebut telah status quo, maka artinya partai itu bercitra buruk.
dikonfirnasikan dengan hasil analisis pada level 3) Berkaitan dengan perilaku massa partai. Jika
interpretation (processing analysis) dan level digambarkan “massa partai X itu anarkis” maka
explanation (social analysis) serta telah dirujuk kepada partai itu dicitrakan buruk; Kalau dinyatakan
theoritical framework. Dengan memakai alur berpikir “massa partai X tertib” berarti partai itu dicitrakan
seperti telah disiapkan dalam research framework, positif.
maka riset ini memberikan beberapa informasi. 4) Berkaitan dengan dukungan atau sambutan massa
terhadap partai. Bila dikatakan partai X disambut
Pertama, selama kampanye Pemilu 1999 umumnya massa, berarti positif; jika dikatakan partai X
media massa kita mengkonstruksikan partai politik ditinggal massa, tak ada apa-apanya, dan dicaci-
ibarat grup musik; dan menjadikan para tokohnya maki, maka itu artinya bercitra buruk.
sebagai selebritis. Pada masa itu, media massa kita
menggambarkan partai politik sebagai alat pengumpul Terkait dengan pencitraan tersebut, muncul dampak
massa. Sementara fungsi parpol sebagai perantara yang melahirkan opini publik tertentu. Inilah temuan
MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 8, NO. 1, APRIL 2004 27

Tabel 13. Citra Parpol Dalam 10 Surat Kabar Indonesia Tabel 14. Orientasi 10 Surat Kabar Dalam Mewacanakan
Partai Politik
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Haluan + + O + + + + + + Orientasi Nama Koran
>
- Ideologis Republika, Rakyat Merdeka, Bali Post
Kompas + + + + + + - + +
> Idealis Suara Pembaruan, Kedaulatan Rakyat
-
+ - O + + + + + -
Politis Halaluan, Media Indonesia
Republika
> Ekonomis Kompas, Jawa, Pos Fajar
-
Suara Pembaruan + + + + + + - + -
> >
- - Pemisahan orientasi ini (Tabel 14) tentu tidaklah ketat,
Media Indonesia + + ± + + + + + + melainkan kecenderungan yang dapat dibaca dari
wacana yang dibuatnya setelah dikonfirmasikan dengan
dokumen sejarah dan hasil depth interview dengan
Rakyat Merdeka + + + + + + - + +
“orang dalam” masing-masing media.

Kedaulatan Rakyat + + + + - + + + + Kategori wacana ideologis berkaitan dengan


pengkonstruksian yang memihak atas nama ideologis
dengan ciri-ciri “ngotot” membenarkan partai yang
Jawa Pos + + + + + + - + +
> > dibelanya dan “tak peduli” dengan partai yang tak
- - diserangnya. Untuk ini diantaranya, adalah Republika
Bali Post + + + + - + - + - (yang memihak partai-partai Islam), Rakyat Merdeka,
> serta Bali Post (yang membela PDIP).
-
Fajar + - + + + + - + +
> Kategori wacana yang lebih idealis adalah penyajian
- parpol sebagai obyek untuk membawa masyarakat ini
Legenda : + untuk citra baik; - untuk citra buruk; melakukan perubahan tanpa memihak pada salah satu
+>- untuk citra baik ke arah buruk.
1=PPP; 2=PDIP; 3=PDKB; 4=PAN; 5=PBB
partai, seperti dilakukan Suara Pembaruan dan
6=PK; 7=Golkar; 8=PKB; 9=PKP Kedaulatan Rakyat.

Kategori yang bersifat politis lebih mengem-bangkan


yang ketiga: Dalam mewacanakan suatu parpol, opini tentang postur politik masing-masing partai
beberapa surat kabar sengaja menciptakan opini publik dengan menghindari penilaian hitam-putih parpol-
tertentu mengenai parpol itu. Yang dimaksud di sini parpol. Kelompok ini adalah Haluan dan Media
publik opini adalah proses yang menggabungkan Indonesia. Sedangkan Kompas, Jawa Pos dan Fajar
pikiran, perasaan, dan usulan atau harapan mengenai lebih berorientasi ekonomis, yaitu mengembangkan
partai (Nimmo, 1978), sebagai hasil dari pembicaraan wacana parpol dari sudut peristiwa factual yang
politik yang dilakukan oleh koran-koran tersebut menimpa parpol itu dengan tujuan untuk memenuhi
melalui permainan kata dan strategi penyajian fakta kebutuhan pembaca media dan tak bermaksud ikut
yang mereka pergunakan. berpolemik mengenai kehidupan partai.

Koran-koran yang terlibat dalam pembentukan opini ini Terutama karena adanya orientasi ideologis dan politis
mudah diidentifikasi dari konsistensinya dalam tersebut, inilah temuan kelima: Dalam Pemilu 1999
membangun wacana parpol-parpol yang dapat beberapa surat kabar bersikap partisan. Sikap atau
dikategorikan kontroversial, terutama antara PDIP dan motif partisannya itu diperlihatkan kepada partai yang
Golkar. Contoh yang paling mudah dilihat dari relatif sama dalam ideologis atau aliran politik. Sejarah
penelitian ini adalah Republika (cenderung positif untuk hubungan pers dan politik masa tahun 1955-1959
Golkar, cenderung negatif untuk PDIP) dan Bali Post tampaknya hidup kembali dengan nuansa yang berbeda.
(serba benar untuk PDIP, serba menyalahkan untuk Dalam Pemilu 1999, secara umum sikap partisan itu
Golkar). terbagi kedalam dua bagian: (1) partisan terhadap partai
Islam (antara lain dilakukan oleh Republika, Haluan)
Keempat: Tiap-tiap koran memiliki orientasi masing- versus partisan bagi partai non-Islam (Bali Post, Rakyat
masing dalam pemberitaan partai politik. (Tabel 14). Merdeka); (2) partisan terhadap partai reformis
Dengan memperhatikan seluruh data pada setiap level (Kompas, Suara Pembaruan, Rakyat Merdeka, Jawa
CDA, dapat dikatakan diantara 10 koran itu ada yang Pos, Bali Post, Fajar) versus, partisan untuk partai non-
membuat wacana yang lebih berorientasi ideologis, reformis/Golkar (Haluan, Republika, Media Indonesia,
idealis, politis ataupun ekonomis (pasar). Kedaulatan Rakyat).
28 MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 8, NO. 1, APRIL 2004

Sebagai konsekuensi dari motif partisan ini, muncul Tabel 15. Perbandingan Situasi Komunikasi Politik Masa
pula temuan keenam: Dalam memberitakan partai- Orba dan Reformasi (1999)
partai politik,, setiap koran bersaing untuk menonjolkan
Aspek
parpol partisannya. Sebagai kelanjutannya, dalam Kom-Pol
Masa Orba Masa Reformasi
situasi seperti ini terjadi kompetisi makna mengenai Komunikator Didominasi oleh Menyebar ke
parpol-parpol di tengah publik. Walaupun mesti diukur Politik sumber-sumber sumber-sumber
(disurvey) untuk mengetahui pihak mana yang resmi dari kalangan dari semua
pejabat pemerintah kekuatan politik
memenangkan adu wacana politik ketika itu, dari dan aparat (tentara) seperti partai,
perpektif analisis wacana kritis dapat dikatakan bahwa LSM, dan aktivis.
liputan-liputan parpol sedemikian rupa kala itu Pesan Politik Dari segi isu Isunya beragam
ditujukan untuk membela atau sebaliknya untuk cenderung seragam. dengan orientasi
mengalahkan wacana (discourse) salah satu atau lebih Orientasinya multiarah,
tunggal, memperlihatkan
parpol. Hal ini disebabkan ketika itu berlangsung proses menekankan perbedaan.
“Discourse” (dengan D besar) oleh ke-10 koran yang kosensus. Bermain Menggunakan
bersifat mendaya-gunakan bahasa untuk memerankan dalam bahasa bahasa yang lebih
kegiatan, pandangan, dan identitas masing-masing eufimisme. Ada terus terang,
usaha secara bahkan sering
partai (Gee, 1999). sistematis vulgar. Cenderung
mendeligitimasi mendeligimasi
Jadi benar, bahwa dalam mengkonstruksikan parpol- kekuatan selain Orba sebagai
parpol itu setiap koran melakukan aktivitas “Discourse”: Orba adalah musuh. musuh
Media Media massa Media bebas
memanfaatkan kaidah kebahasaan (linguistik) yang Komunikasi dibawah kontrol menentukan
menjadi komponen “discourse” (dengan d kecil) Politik penguasa Orba : pilihan politiknya.
bersama-sama unsur non-linguistik (non-language Dalam liputan Pada sebagian
“stuff”) –yaitu cara beraksi, interaksi, perasaan, kampanye Golkar koran terjadi
harus mendapat pemihakan
kepercayaan, dan penilaian, untuk mengenali atau porsi lebih besar. (partisan) kepada
mengakui diri sendiri dan orang lain yang bermakna dan salah satu
penuh arti dengan cara-cara tertentu--untuk kekuatan politik
memerankan kegiatan, pandangan, dan identitas parpol Khalayak Massa yang Massa dan sangat
Komunikasi “apolitis”. politis. Fanatisme
dan media masing-masing. Politik Kesadaran ideologis pada salah satu
dalam keadaan partai dengan
Aktivitas Discourse itu sendiri dilakukan karena pada tertekan. kesadaran
dasarnya setiap surat kabar, seperti telah diulas dalam ideologis yang
tinggi.
theoritical framework, di satu sisi, memiliki berbagai Efek Komunikasi Pemerintah adalah Setiap kelompok
pertimbangan internal (menurut riset ini berupa ideologi Politik pihak yang harus politik mendapat
dan idealisme) maupun faktor eksternal (menurut riset ini selalu dianggap apresiasi sesuai
berupa kepentingan politik dan ekonomi). Sementara di benar. kekuatan
politiknya.
sisi lain sudah menjadi pekerjaan media massa
memanfaatkan bahasa (linguistik) untuk membuat berita.
oleh satu faktor utama, yaitu terdistribusinya kekuatan
Secara ontologis, temuan ke-6 ini menunjukkan bahwa (power) secara horisontal (horizontal power sharing) di
media massa memiliki realitas tersendiri tentang partai- tengah masyarakat.
partai politik sebagai hasil interaksi mereka dengan
parpol-parpol. Realitas politik dalam media ini adalah Ledakan demokrasi pada masa itu membuat setiap
realitas yang telah diperantarai dengan nilai-nilai (value kelompok memiliki akses yang relatif sama terhadap
mediated findings) (Denzin, 1994 dan Hidayat, 1999), kekuasaan. Setiap kelompok memiliki basis massa dan
dimana setiap media memiliki penilaian tertentu, atas pengaruhnya sendiri-sendiri. Tidak ada yang
dasar ideologi, kepentingan politik, kemauan ekonomi, memonopoli kekuasaan saat itu. Situasi komunikasi
kehendak idealisme mengenai suatu parpol. Hasil politik pada tahun 1999 jauh merupakan anti-tesa
penilaian itulah yang disajikan media kepada publik. terhadap komunikasi politik sebelumnya (rezim Orba),
seperti penulis ringkaskan dalam Tabel 15.
Persoalannya, apakah aktivitas Discourse pada masa
Kampanye 1999 itu melahirkan gejala dominasi Yang terjadi kala itu adalah perang makna (meaning
wacana oleh salah satu kekuatan (parpol, surat kabar) attack) antara satu kelompok dengan kelompok lain
terhadap kekuatan (parpol, surat kabar) lainnya? tanpa ada yang menang. Ketika itu yang terjadi adalah
(Crowly, 1994). Dalam situasi transisi demokrasi tahun gentayangannya makna-makna asositif tentang parpol:
1999 itu, secara keseluruhan tampaknya tidak ada yang secara umum terpecah menjadi dua bagian.
kelompok yang lebih dominan wacana politiknya Hampir dalam semua koran, Partai Golkar berasosiasi
dibandingkan dari kelompok lainnya. Hal ini disebabkan dengan Orba yang bermakna (bercitra) buruk;
MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 8, NO. 1, APRIL 2004 29

sedangkan partai-partai lain berasosiasi dengan 2. Media massa harus mendidik (to educate) mengenai
Reformasi yang bermakna bagus, positif. Dalam makna dan manfaat dari fakta-fakta (facts) dengan
pemaknaan seperti itu telah terjadi proses penggantian tetap mempertahankan obyektivitasnya dalam
makna lama Orba yang semula positif menjadi negatif; menganalisis fakta itu.
sementara partai-partai lain yang pada zaman Orba 3. Media massa harus menyediakan satu platform untuk
dianggap tabu menjadi partai baru yang perlu. Bagaikan publik mengenai wacana politik, memfasilitasi
koor, koran-koran itu menciptakan konvensi makna pembentukan opini publik, dan menyiapkan opini
dalam sistem sosial politik Indonesia: Orba busuk, balikan dari mana saja datangnya.
Reformasi bagus. 4. Memberikan publisitas kepada pemerintah dan
instusi lainnya. Di sini media massa berperan sebagai
Pers dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia. Yang “watchdog”.
patut dipikirkan lebih lanjut dari enam-temuan tersebut, 5. Media massa dalam masyarakat demokratis melayani
sebagai segi emansipatoris dari riset ini, adalah sebagai suatu saluran untuk kepentingan
kewajiban moralitas (moral obligation) pers kita dalam pemberdayaan (advocacy) mengenai berbagai titik
menumbuhkan demokrasi di Indonesia, khususnya pandang politik.
dalam masa pemilu sebagai mesin utama demokrasi
(Denzim, 1994). Hal ini mengingat delapan dari 10 Gejala lain, tampaknya dalam Pemilu 1999 ada di
koran yang diteliti –fenomena ini bukan mustahil bisa antara koran kita terutama para jurnalisnya bertindak
digeneralisir untuk media massa lainnya-cenderung selaku komunikator politik dalam kategori profesional –
membuat berita-berita parpol pada masa kampanye dengan memperoleh imbalan tertentu-- yang terlibat
1999 yang kalau tidak bersifat membela kepentingan dalam pengemasan realitas politik. Dalam situasi seperti
kelompoknya, baik atas dasar ideologis maupun politis, itu, mereka (para jurnalis), bertindak bukan lagi sebagai
maka akan lebih mengejar keuntungan (kepentingan pewarta yang “netral” tetapi juga sebagai pembentuk
ekonomi) belaka. citra sebuah parpol. Mereka terlibat dengan pemberian
julukan (label) kepada para aktor dan atau sebuah
Dalam masa kampanye Pemilu 1999 itu, umumnya kekuatan politik. Dalam rutinitasnya, mereka bekerja
koran-koran kita belum menjadikan liputan kampanye bagai lembaga stempel yang memberi persetujuan
sebagai sarana atau alat untuk menciptakan iklim (pembenaran) dan ketidaksetujuan (penyangkalan)
demokratis. Koran-koran kita belum sampai menyajikan terhadap partai-partai politik (Nimmo, 1988).
aspek substantif mengenai parpol, sehingga dari
pemberitaan-pemberitaan itu publik tak bisa menilai Jika demikian, berarti sebetulnya pers Indonesia selalu
seperti apa partai politik pilihannya. berada dalam titik kritis: melakukan pengabdian pada
dua pihak saja; kalau tidak ke penguasa maka ke
Dari jurusan demokratisasi, koran-koran kita belum pengusaha. Pada masa penjajahan media massa kita
berfungsi sebagai ruang publik (public sphere) yang mengabdi pada penguasa. Selama Orla, silih berganti
terbebas dari kepentingan politik golongan dan pers kita berpihak antara kepada parpol dan kepada
ekonomi-pasar dalam membuat liputan-liputan politik. pemerintah. Ketika Orba berkuasa, pers tunduk pada
Untuk demokratisasi, situasi yang penuh klaim sepihak rezim saja. Memasuki reformasi, pers kita bertambah
ini jelas tidak menguntungkan, karena publik tidak polarisasinya disamping karena ideologis dan politik,
memperoleh informasi yang cukup guna membuat juga karena kepentingan pasar sehubungan pers kita
keputusan politik mereka secara rasional tentang parpol telah menjadi industri, sehingga pengabdiannya pun
pilihannya. Koran-koran kita belum memberi berkembang pula ada yang partisan kepada salah satu
kesempatan bagi publik untuk mengetahui secara tepat kekuatan parpol, ada yang berpihak pada golongan
(precise) mengenai partai-partai politik. tertentu karena alasan ideologis, dan ada pula yang lebih
memikiran pasar atau pemodal. Dalam situasi demikian,
Situasi demikian juga tidak kondusif bagi pembentukan kepentingan terbesar dari publik belum terwakili oleh
masyarakat yang komunikatif: masyarakat yang bebas media massa kita.
dari kebohongan dan dominasi, pengelabuan dan
pemaksaan kebenaran sebagai akibat tidak lengkapnya Walhasil, media massa kita belum melakukan fungsi
informasi (Hardiman, 1993). mediasinya (Herman, 1988) dalam kehidupan politik:
belum menjadikan dirinya sebagai wadah atau
Padahal, terdapat beberapa tugas yang mesti dilakukan penghubung antatara partai politik dengan publik.
oleh media massa dalam mengusung demokrasi Akibatnya, masyarakat tidak memperoleh pendidikan
(McNair, 1995 dan Lichtenberg, 1990): politik yang semestinya. Kalau saja media massa mau
1. Media massa harus menginformasikan (to inform) bekerja sebagai wadah informasi politik dan lebih
dalam pengertian “surveilance” atau “monitoring” berpihak pada rakyat kebanyakan, salah satu langkah
mengenai apa yang terjadi di sekitar masyarakatnya. yang bisa ditempuh adalah mengekspose yang lebih
30 MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 8, NO. 1, APRIL 2004

banyak mengenai program-program masing-masing Pemilu 1999 masih didominasi oleh sisi luarnya.
partai dan mengurangi ekspose popularitas para figur Seharusnya liputan partai politik lebih banyak lagi
partai dan atau kemeriahan peristiwa kampanye partai. mengetengahkan wacana program partai supaya
Bila cara ini ditempuh niscaya program-program partai calon pemilih menjadi tahu apa yang harus
yang baik-baik yang selama ini tak pernah sampai ke dilakukannya terhadap sebuah partai. Dengan
benak khalayak menjadi diketahui oleh publik. mengetahui secara benar “isi” sebuah partai, maka
pemilih dapat menggunakan hak pilihnya secara
4. Kesimpulan benar dan rasional.

Pembuktian Tujuan Penelitian Implikasi atau Manfaat Temuan


Berdasarkan temuan-temuan data serta hasil intepretasi, * Teoritis/Akademis
diperoleh kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut : Dengan menggunakan analisis wacana kritis, terlebih
1. Tipologi Konstruksi lagi dengan mengikuti paradigma kritikal seperti yang
Secara umum, tipologi pengkonstruksian partai- ditempuh oleh riset ini, ditemukan bahwa terdapat
partai politik terbatas pada penyajian partai dari sejumlah realitas yang tersembunyi atau realitas maya
sudut pandang ideologi, massa partai, peristiwa (virtual reality) di balik (sebuah) teks (discourse)
seputar kampanye, dan pemberian label-label berupa “fakta sosial” pembuat wacana berupa
tertentu; belum menyentuh penggambaran dari sudut bermacam kepentingan ideologis (politis), ekonomis
visi, misi, program dan komitmen partai. (pasar), idealis, dan politik praktis. Hal ini mengajarkan
2. Motif (Orientasi) Di balik Konstruksi. bahwa teks adalah hasil bentukan secara sadar atas
Dalam mengkonstruksikan partai-partai politik pertimbangan-pertimbangan atau motif-motif ideologis,
media kita menyimpan motif yang berbeda-beda. ekonomis, idealisme dan politik praktis.
Pembedaan motif ini tentu saja tidak hitam putih.
Beberapa media terlibat dengan konstruksi ideologis Secara teoritis hal ini memberi implikasi bahwa dalam
karena pasar (khalayak pembaca) media itu values memahami/mempelajari isi media (jurnalistik) dari
laden secara ideologis. Dalam keadaan demikian, aspek teknik belaka jelas tidak memadai lagi. Penjelasan
sebuah media memanfaatkan sentimen ideologis tentang isi media harus menyentuh “fakta-fakta sosial”
untuk mempertahankan pasar. Sebaliknya, yang potensial masuk kedalam teks tersebut, baik itu
konstruksi yang bersifat politik praktis, bukan berarti aspek ideologis, politis, ataupun ekonomis.
sama sekali tanpa motivasi ekonomis.
3. Faktor-Faktor Internal dan Eksternal Temuan ini juga memberi implikasi pada pendidikan
Prinsipnya, kecenderungan pada motif atau orientasi dan pelatihan (diklat) jurnalistik khususnya dan wacana
dalam pemberitaan menegaskan faktor-faktor umumnya. Bahwasanya pembelajaran jurnalistik
internal mana saja (ideologis, idealis) dan faktor (wacana) dengan penekanan pada aspek teknis saja
eksternal mana saja (pasar, situasi politik) yang lebih sebagaimana telah lazim dilakukan, sudah harus
berpengaruh terhadap pengkonstruksian parpol oleh disempurnakan dengan strategi pengemasan pesan
sebuah koran. Di antara 10 koran itu, media yang secara komprehensif yang memperhitungkan citra
lebih dipengaruhi oleh faktor ideologis adalah (image) serta respon publik yang akan muncul.
Republika, Rakyat Merdeka, Bali Post; Yang
dipengaruhi faktor idealis adalah Suara Pembaruan, Kepada para peserta diklat jurnalistik tersebut sebaiknya
Kedaulatan Rakyat; oleh faktor politis-praktis adalah juga diajarkan mengenai “kesadaran berwacana” agar
Media Indonesia dan Haluan; dan yang lebih mereka menyadari dengan baik atas karya yang
mempertimbangkan pasar atau ekonomi adalah dihasilkannya.
Kompas, Jawa Pos, dan Fajar
Dalam situasi kampanye pemilu 1999, faktor
eksternal ekonomis (pembaca) di sini bisa Pesan
ditambahkan dengan kekerasan massa (anarkisme
massa) terhadap media massa. Dalam masa 1999 itu
beberapa peristiwa kekerasan massa terhadap media, Konstruksi Konstruksi
mulai dari unjuk rasa, protes, pendudukan hingga Realitas oleh A Realitas oleh B
yang Dipengaruhi yang Dipengaruhi
pengrusakan kantor redaksi, acapkali terjadi. Faktor-Faktor Faktor-Faktor
4. “Kritikal-Normatif” Eksternal dan Eksternal dan
Mengikuti semangat emansipatoris yang Internal si A Internal si B
diamanatkan paradigma kritis yang dipakai dalam
riset ini, dapat disimpulkan bahwa pengkonstruksian
partai politik oleh media massa kita tampaknya Pesan
belum menopang pada peningkatan kualitas
demokrasi. Pengkon-struksian partai-partai dalam Penampang 5: Model Komunikasi Konstruksi Realitas
MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 8, NO. 1, APRIL 2004 31

Diluar kontradiksinya dengan keharusan media massa


untuk bersikap obyektif dalam pengemasan partai-
partai politik, selanjutnya pemikiran konstruksi realitas Faktor
Internal
ini dapat disumbangkan pengembangan teori
komunikasi dalam hal ini tentang model komunikasi
konstruksi realitas (Crowley, 1995). Untuk proses
komunikasi interpersonal, mungkin modelnya dapat PROSES Hasil :
KONSTRUKSI WACANA makna,
dibuat seperti dalam penampang 5. Dalam model ini REALITAS SEBAGAI HASIL opini,
seseorang komunikator akan mengkonstruksikan dahulu OLEH MEDIA KONSTRUKSI PUBLIK citra,
realitas yang dihadapinya baru kemudian akan MASSA REALITAS motif
disampaikan kepada komunikannya. Proses komunikasi
menurut model bersifat dua arah.
Faktor
Jika model ini dikembangkan untuk proses komunikasi Eksternal
massa, maka dapatlah dibuat modelnya seperti tampak
dalam penampang 6. Melalui model ini dapat diketahui
motivasi dan hasil konstruksi realitas oleh seorang
komunikator serta opini publik yang akan terbentuk.
Penampang 6: Model Konstruksi Realitas Untuk
Komunikasi Massa
* Methodologis
Untuk dapat mengungkapkan “fakta sosial” di balik teks Bila cara ini tidak dirubah maka sumbangan media
dengan mengikuti semangat paradigma kritikal, ternyata massa terhadap kualitas demokrasi tidak akan
diperlukan penggunaan methodologi yang berganda bertambah. Di masa depan, konstruksi realitas politik
(multi-level analisis). Secara methodologis, tahapan seyogyanya dapat lebih banyak mengedepankan
dalam riset ini bisa diterapkan untuk menemukan fakta substansi (program) yang dimiliki partai agar publik
sosial di balik peristiwa-peristiwa komunikasi lainnya dapat menilai secara seksama partai pilihannya.
seperti periklanan, hubungan masyarakat, retorika, Kemampuan media menjadi agen (bukan lagi semata-
pemasaran, komunikasi antar pribadi, komunikasi semata sebagai saluran) akan lebih optimal fungsinya
kelompok dan organisasi, komunikasi antar budaya, bila diarahkan untuk membentuk opini publik yang
komunikasi internasional. Tahapan riset ini juga bisa sehat tentang realitas atau partai-partai politik.
dipakai untuk mengikuti “perilaku peliputan pers dalam
pemilu berikutnya. Daftar Acuan
* Praktis Benedanto, Pax (peny). 1999. Pemilihan Umum 1999:
Karena teks itu bisa dimuati dengan berbagai macam Demokrasi atau Rebutan Kursi? Jakarta: LSPP.
kepentingan, maka secara praktis kita dapat belajar
mengenai strategi pengemasan pesan. Melalui Berger, Arthur Asa. 2000. Tanda-Tanda dalam
pemakaian simbol dan struktur penyajian, kita dapat Kebudayaan Kontemporer (terjemahan). Yogyakarta:
menampilkan diri sipa diri kita di depan publik. Tiara Wacana.

Nilai kepraktisan ini bisa dipergunakan untuk menyusun Budiardjo, Miriam. 1998 (edisi revisi). Partisipasi dan
teks iklan, press release oleh PR, naskah pidato untuk Partai Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
orator/juru bicara, pengemasan produk (pemasaran), dan
sebagainya. Seharusnya, nilai kepraktisan ini tidak Crowly, David dan David Mitchell. 1994.
dipakai untuk melakukan kebohongan publik oleh pihak Communication Theory Today. Cambridge: Policy
manapun terutama pejabat pemerintah dan swasta, serta Press.
media massa.
Denzim, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln (peny).
* Sosial 1994. Handbooks of Quality Research. London: Sage
Hasil riset ini menunjukkan, dalam mengkonstruksikan Publication.
realitas politik, media massa kita cenderung ke peristiwa
(event) ketimbang pada program partai. Ini menandakan Fairclough, Norman. 1995. Media Discourse. London:
bahwa media massa kita belum turut serta secara aktif Edward Arnold.
membangun kualitas kehidupan politik; tetapi masih
lebih suka menceritakan struktur luar (kulit ari) dari Fairclough, Norman. 1997. Critical Discourse Analisis:
kejadian yang dilakukan oleh atau yang menimpa The Critical Study of Language. London–New York:
sebuah partai. Longman.
32 MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 8, NO. 1, APRIL 2004

Feith, Herbert. 1999. Pemilihan Umum 1995 di Hill, David T. 1995. The Press in New Order. Jakarta:
Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer. Sinar Harapan.

Gamson dan Modigliani. 2001. Analisis Teks Media, Lichtenberg, Judith (peny). 1990. Democracy and The
(terjemahan Alex Sobur). Bandung: Rosda Karya. Mass Media. Cambridge: Cambridge University Press.

Gee, James Paul. 1999. An Introduction to Discourse Litbang Kompas. 1999. Partai-Partai Politik Indonesia,
Analysis, Theory and Method. London: Routledge. Ideologi, Strategi, dan Program. Jakarta: Kompas.

Halliday, MAK dan Ruqayya Hasan. 1992. Bahasa, McNair, Brian. 1995. An Introduction ti Political
Konteks dan Teks, Aspek-aspek Bahasa Dalam Communication. London: Routledge.
Pandangan Semiotika Sosial, (terjemahan oleh
Asruddin Barori Tou). Yogyakarta: Gadjah Mada McQuail, Dennis dan Sven Windhal. 1996.
University Press. Communication Models: for the Study of Mass
Communication. New York: Longman.
Hanazaki, Yasuo. 1998. Pers Terjebak (terjemahan).
Jakarta: ISAI. Nimmo, Dan. 1978. Political Communication and
Public Opinion in America. Santa Monica, California:
Hardiman, F. Budi. 1993. Menuju Masyarakat Goodyear Publishing.
Komunikatif: Ilmu, Masyarakat, Politik dan
Posmodernisme Menurut Jurgen Habermas. Said, Tribuana. 1988. Sejarah Pers Nasional dan
Yogyakarta: Kanisius. Pembangunan Pers Pancasila. Jakarta: CV Haji
Masagung.
Herman, Edward S. dan Noam Chomsky. 1992.
Manufacturing Consent, The Political Economy of The Surjomihardjo, Abdurahman. 2002. Beberapa Segi
Mass Media. New York: Pantheon Books. Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas.
Hidayat, Dedy N. 1999. “Paradigma dan
Perkembangan Penelitian Komunikasi,” dalam Jurnal
ISKI Vol. III, April.

Anda mungkin juga menyukai