Pendahuluan.
Masalah HAM menjadi salah satu pusat perhatian manusia sejagat, sejak
pertengahan abad kedua puluh. Hingga kini, ia tetap menjadi isu aktual dalam
berbagai peristiwa sosial, politik dan ekonomi, di tingkat nasional maupun
internasional. Kaum muslim di seluruh dunia, sebagai bagian integral dari
masyarakat internasional, mempunyai perhatian sungguh-sungguh terhadap isu
global ini. Sebagai kelompok masyarakat yang memiliki warisan tradisi peradaban
yang sangat kaya, kaum muslim tidak pernah diam memberikan respon terhadap
setiap isu penting yang berkembang dalam setiap zaman. Islam, seperti kita
ketahui bersama, adalah ajaran yang dinamis. Ia selalu mendorong umatnya
menemukan hal-hal baru demi kemajuan umat manusia. Sepanjang
keberadaannya, Islam telah membangun peradaban besar yang sudah memberikan
sumbangan yang sangat mementukan dalam sejarah peradaban umat manusia
hingga ke zaman kita sekarang ini. Demikian pula sumbangannya dalam rangka
mengakui dan menghormati harkat dan martabat manusia. Tidak berlebihan
kiranya, jika kita mengatakan Islam adalah agama kemanusiaan (religion of
humanity).
Ketika kita melangkah untuk memahami Islam dalam perspektif HAM, kita
selalu akan dihadapkan pada pertanyaan akademis: apakah Islam memang
memberikan pengajaran di bidang ini? Secara umum, kita tentu dapat menjawab
bahwa Islam adalah agama komprehensif, karena al-Qur'an yang merupakan
himpunan wahyu Ilahi yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw adalah
kitab yang berfungsi "memberikan petujuk dan penjelas atas petunjuk itu (al-
bayan) serta pembeda" antara kebenaran dengan kesalahan (al-furqan).
Ajaran-ajaran Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW
mencakup keseluruhan aspek kehidupan manusiawi, walaupun untuk bidang-
bidang tertentu ia hanya memberikan rumusan-rumusan umum yang senantiasa
dapat dipikirkan, direnungkan dan diformulasikan untuk menghadapi tantangan
perubahan zaman. Selain itu, corak rasionalitas ajaran Islam yang senantiasa
mendorong umatnya untuk berpikir kreatif dengan berlandaskan kepada sumber
ajaran Islam, yakni al-Qur'an dan al-Hadits, akan senantiasa mendorong umatnya
menemukan gagasan-gagasan dan konsepsi baru untuk menjawab tantangan
zaman. Al-Qur'an sendiri mengatakan "siapa berusaha dengan sungguh-sungguh
di jalan Kami, maka Kami akan menunjukinya jalan-jalan Kami".
Persoalan HAM berkait erat dengan konsepsi filosofis dengan suatu aliran
pemikiran tentang manusia.1 Perbedaan pandangan metafisik terhadap manusia
inilah yang melahirkan perbedaan konsepsi manusia tentang kehidupan pribadi
dan sosial manusia. Meskipun perbedaan metafisik ini telah dimulai sejak ribuan
tahun lalu, namun masalah itu belum sepenuhnya dapat terjawab dengan
memuaskan. Manusia tetap saja menjadi misteri besar dari semua eksistensi.
Hingga sekarang ironisnya, manusia sebenarnya belum mempunyai pemahaman
utuh dan konfrehensif tentang dirinya. Ajaran-ajaran Islam juga memberikan
2
garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan tercantum dalam Bidang Pembangunan
Hukum yang menyatakan bahwa :
"HAM sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa adalah hak-hak dasar yang
secara kodrati melekat pada diri manusia dan Meliputi : hak untuk hidup layak,
hak memeluk agama dan beribadat menurut agama masing-masing, hak untuk
berkeluarga dan memperoleh keturunan melalui perkawinan yang sah, hak untuk
mengembangkan diri termasuk memperoleh pendidikan, hak untuk berusaha, hak
milik perseorangan, hak memperoleh kepastian hukum dan persamaan kedudukan
dalam hukum, keadilan dan rasa aman, hak mengeluarkan pendapat, berserikat
dan berkumpul."
Dari latar historis beberapa perumusan dan dekalarasi HAM (yaitu:
perlindungan terhadap kebebasn individu di depan kekuasan raja, kaum feodal
atau negara yang domina atau tersentaralisasi), dan kesadaran ontologis tentang
struktur deklarasi PBB, serta kesadaran historis tentang peradaban yang
melahirkannya, dapatlah diidentifikasi karektaristik utama HAM. Perspektif Barat
dalam melihat HAM dapat disebut bersifat antrhoposentris, dengan pengertian
bahwa manusia dipandang sebagai ukuran bagi segala sesuatu karena ia adalah
pusat atau ttitik tolak dari semua pemikiran dan perbuatan. Produk dari perspektif
antrhoposentris ini tidak lain adalah individu yang otonom.
memaparkan konsep dasar HAM dalam Islam yang bersumber dari al-Qur'an dan
al-Hadis .
Pandangan Al-Qur'an.
HAM yang dijamin oleh Islam seperti yang diatur dalam al-Qur'an sebagai
sumber dan dasar ajaran Islam bagi manusia.5 HAM dasar terdapat dalam al-
Quran terdiri dari :
a) Hak atas keselamatan jiwa. Dalam Islam jiwa seseorang sangat
dihormati dan keberadaannya harus dipelihara (hifd al-nafs), sebagaiman
firman Allah dalam al-Qur'an Surat (Q.S Al-Isra'/15 :33) yaitu membunuh
orang hanya dibolehkan karena ada alasan yang benar, misalnya qishas
bagi orang yang terbukti membunuh orang lain dengan sengaja.
b) Pengamanan hak milik pribadi (Q.S. Al-Baqarah/2 :181).
c) Keamanan dan kesucian kehidupan pribadi (Q.S. An-nur/24 :27)
d) Hak untuk memperoleh keadilan hukum (Q.S. :)
e) Hak untuk menolak kezhaliman (Q.S. An-Nisa'/4 :148)
f) Hak untuk melakukan al-amru bi al-ma'ruf wa al-nahyu 'an al-
munkar, yang didalamnya juga mencakup hak-hak kebebasan memberikan
kritik (Q.S. Al-A'raf/7 :165 dan Q.S. Al-Baqarah/2 :110).
g) Kebebasan berkumpul demi tujuan kebaikan dan kebenaran.
Kebebasan berkumpul ini berkaitan dengan hak asasi pada huruf (f), yakni
tujuan untuk menegakkan yang ma'ruf dan mencegah yang munkar.
h) Hak keamanan dari penindasan keagamaan. Banyak sekali ayat al-
Qur'an yang melarang pemaksaan, saling bertikai karena perbedaan
agama, salah satunya adalah (Q.S. Ali Imran/3 :100 ).
i) Hak untuk tidak menerima tindakan apapun tanpa ada kejahatan
yang dilakukannya. Dengan kata lain seorang harus dianggap tidak
bersalah, jika ia belum terbukti melakukan kejahatan.
j) Hak memperoleh perlakuan yang sama dari negara dan tidak
melebihkan seseorang atas orang lain (Q.S. Al-Qashash/28 :4).6
"Dalam peristiwa perang badar, Nabi memilih suatu tempat khusus yang
dianggap pantas untuk menyerang musuh. Salah seorang sahabatnya,
Hubab bin Mandhar, bertanya kepada Nabi, apakah yang
menyebabkannya memilih tempat khusus itu karena berasal dari wahyu
Tuhan. Nabi menjawab tidak. Dengan ucapan itu Hubab bin Mandhar
lantas mengajukan suatu tempat alternatif untuk memberikan serangan
terhadap musuh, karena menurut anggapannya, tempat itu secara
strategis lebih baik tempatnya. Nabi menyetujuinya".8
3. Perjanjian Rasulullah dengan golongan Kristen Najran :
"Dari Muhammad Sang Nabi kepada Abu Harist, uskup Najran,
pendeta-pendeta, rahib-rahib, orang-orang yang hidup di gereja-gereja
mereka dan budak-budak mereka; semunya akan berada dibawah
lindungan Allah dan nabinya; tidak ada uskup yang diberhentikan dari
keuskupannya, tidak ada rahib yang yang akan diberhentikan dari
biaranya dan tidak ada pendeta yang akan diberhentikan dari posnya,
dan tidak akan terjadi perubahan dalam hak-hak yang mereka telah
nikmati sejak lama.9
4. Pesan Khalifah Abu Bakar ketika mengirim ekspedisi pertama ke
negri Syam:
"Hendaklah kamu bersikap adil. Jangan patahkan keyakinan yang telah
kamu ikrarkan. Jangan memenggal seseorangpun. Jangan bunuh anak-
anak, laki-laki dan perempuan. atau membakar pohon-pohon kurma, dan
jangan tebang pohon-pohon yang menghasilkan buah-buahan. Jangan
bunuh domba-domba, ternak-ternak atau unta-unta, kecuali untuk
sekedar dimakan. Mungkin sekali kamu akan bertemu dengan orang-
orang yang telah mengundurkan diri ke dalam biara-biara, maka biarkan
mereka dan kegiatan mereka dalam keadaan yang damai."10
5. Prinsip-prinsip hak asasi manusia yang termaktub di dalam Piagam
Nabi (Kitab an-Nabi) yang oleh beberapa ahli hukum tata Negara
dianggap sebagai konstitusi tertulis pertama di dunia yakni dokumen
historis tentang aturan-aturan dasar penyelenggraan Madinah sebagai
sebuah komunitas dibawah kepemimpinan Nabi Muhammad saw.
Ketika hijrah ke Yatsrib yang kemudian menjadi Madinah, penduduk
kota itu tidaklah homogen. Paling tidak terdapat kelompok kaum
muslimin, yang terdiri dari dua bagian, yakni Muhajirin dan Anshar,
kelompok keagamaan Yahudi dan kelompok masyarakat Arab yang
menganut Paganisme.
Setibanya di Yatsrib, Nabi segera mengadakan fakta kesepakatan
bersama dengan kelompok-kelompok masyarakat yang hetrogen itu
untuk menyatukan mereka ke dalam komunitas baru, yang dinamakan
dengan Madinah. Sekarang setelah beberapa serjana melakukan studi
yang mendalam terhadap teks ini, mereka dengan mudah
mensistematikan piagam ini menjadi 10 Bab dan 47 Pasal, yang di
dalamnya memuat rumusan-rumusan penting tentang hak asasi
manusia.11
Penegasan yang terpenting yang termaktub dalam Piagam Madinah
yaitu pengakuan terhadap pluralitas masyarakat, yang dalam hak-hak
dan kewajiban adalah sama tanpa membedakan asal-usul agama. Tiap-
7
Penutup.
Hak dapat dimaknai sebagai suatu nilai yang diinginkan seseorang untuk
melindungi dirinya, agar ia dapat ia memelihara dan meningkatkan kehidupannya
dan mengembangkan kepribadiannya. Ketika diberi imbuhan asasi, maka ia
sedemikian penting, mendasar, diakui oleh semua peradaban, dan mutlak
pemenuhannya.
Setelah melalui proses yang panjang, kesadaran akan hak asasi manusia
mengglobal sejak 10 Desember 1948 dengan ditetapkannya oleh PBB Deklarasi
tentang Hak Asasi Manusia. Deklarasi PBB ini, juga deklarasi-deklarasi
sebelumnya, dirancang untuk melindungi kebebasan individu di depan kekuasaan
raja, kaum feodal, atau negara yang cenderung dominan dan terdesentralisasi.
Karena itu, deklarasi-deklarasi tersebut, yang nota bene anak peradaban Barat,
melihat hak-hak asasi manusia dalam perspektif anthroposentris.
Hak-hak asasi manusia memperoleh landasan dalam Islam melalui
ajarannya yang paling utama, yaitu Tauhid (mengesakan Tuhan). Karena itu, hak-
hak asasi manusia dalam Islam lebih dipandang dalam perspektif theosentris.
9
Catatan;
1
Yusril Izza Mahendra, “Konsepsi Islam Tentang HAM dan Persaudaraan”, Jurnal Dirosah Islamiyah, 1, 2003.hal. 134-
137
2
M.Timur.1987. Sebuah Dialog tentang Islam dan Hak Asasi Manusia.hal 20.
3
Sri Sumantri M, Refleksi HAM di Indonesia, hal 1-4
4
Altaf Gauhar,Op. Cit. hal. 16
5
Syekh Syukat Hussain.1996. Hak asasi Mausia Dalam Islam. Terjemahan Abdul Rahim C.N , Jakarta: Insani Press. Hal.
59
6
Huzni Thoyyar. "Polemik hak Asasi manusi, Bagaimana Konsepsi Islam?", Suara Hidayatullah, X, Februari, 1998. hal. 72
7
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz 15. Kitab Hudud (Bairut: Dar Fikri)
8
Altaf Gauhar, ed. 1978. The Challenge of Islam. London : Islamic Council of Europe dalam Fatah Santosos, Islam dan
Hak Asasi Manusia. Akademika, 03, 1993.19.
9
Ibid. , hal. 14.
10
Ibid. , hal. 14.
11
Yusril Izza Mahendra, Op. Cit. hal.141
12
Ibid. hal. 145
Daftar Pustaka
Fatah Santoso, Islam dan Hak Asasi Manusia. Akademika IX ( 03, 1993)
Gauhar, Altafed. 1978. The Challenge of Islam. London : Islamic Council of Europe dalam Fatah
Santosos, Islam dan Hak Asasi Manusia. Akademika IX ( 03, 1993)
Mahendra,Yusril Izza.2003 .“Konsepsi Islam Tentang HAM dan Persaudaraan”, Jurnal Dirosah
Islamiyah, Volume 1 (Nomor 1, 2003)
Hussain, Syekh Syukat. 1996. Hak asasi Mausia Dalam Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
Thoyyar, Huzni. 1998. "Polemik hak Asasi manusi, Bagaimana Konsepsi Islam?", Suara Hidayatullah,
X, (Februari, 1998)